Rayan masih dari tempat entah di mana itu menjawab, “Oh, ini kebetulan Mas mau sampai.”Mata Kirana tiba-tiba saja berbinar dan hal itu juga ditangkap oleh Mita yang kemudian tersenyum cengengesan ke arah Kirana. Wah, ternyata istri kamu ini juga udah jatuh cinta setengah mati ya sama kamu, Mas! Mita membatin kegirangan. Setidaknya menurutnya kakak sepupunya tersebut tidak bertepuk sebelah tangan. Rayan sudah jelas tergila-gila pada Kirana dan bahkan demi istrinya itu Rayan mau melakukan apapun. Salah satunya adalah dengan benar-benar hidup sebagai seseorang yang sangat sederhana termasuk tinggal di salah satu rumah kecil yang pernah disebut-sebut oleh Rayan. “Lho, Mas sudah turun dari bus belum?” Kirana bertanya sembari kembali membuat ekspresinya agar tidak terlalu senang berlebihan di depan Mita.“Belum tapi ini sebentar lagi udah mau sampai kok,” jawab Rayan.Kirana yang memang belum sampai setengah perjalanan menuju ke rumahnya pun membalas, “Kalau kayak gitu aku tungguin aj
Kirana pun semakin tidak enak dan wanita itu pun kemudian berkata pada sang suami, “Sebentar, Mas. Biarkan Mita mampir bentar aja. Tadi … dia itu sampai muntah-muntah loh. Nanti kalau dia udah dijemput ya nggak apa-apa pulang.” Rayan terkejut mendengar ucapan istrinya itu sehingga dia pun bertanya, “Muntah-muntah kenapa?”“Ya itu tadi Mita kan ke sininya naik bus sama aku dan ternyata dia nggak pernah naik bus. Jadinya ya gitu … mungkin karena nggak terbiasa dan kaget sampai akhirnya muntah,” jelas Kirana.Rayan melongo dan menatap adik sepupunya itu dengan tatapan penuh keterkejutan. Dalam tatapannya itu seolah dia bertanya, ‘Kamu mau naik bus? Nggak salah?’Namun, Mita dengan santainya menjawab tatapan mata kakak sepupunya itu dengan berujar, “Begini, Mas Rayan. Aku … itu merasa dekat dengan Mbak Kirana dan senang berteman sama dia. Jadinya, meskipun sebenarnya aku hampir aja nggak kuat tadi naik bus tapi aku tetap mau ke sini.”Lalu, gadis muda itu pun kembali memberikan tatapan
Mendengar tuduhan yang mengerikan tersebut, Kirana seketika membelalakkan mata, “Astaghfirullah, Bu. Kok Ibu bisa bikin sampai kayak gitu?”Sementara itu, saking kagetnya Rayan berkata, “Bu, saya tidak mengerti mengapa Ibu bisa berpikir seperti itu.”Parlan mendecakkan lidah kalah mendengar ucapan putri dan menantunya itu. Pria tua itu malah berkata, “Halah, Yan, Rayan. Bapak ini juga laki-laki.”Dia berdiri dari kursinya lalu menatap ke arah Rayan seakan sedang menilai apa yang sedang dipikirkan oleh menantunya itu. “Dan oleh karena itu Bapak juga bisa tahu kalau kamu itu pasti sedang memikirkan sebuah rencana busuk dengan memasukkan wanita lain ke dalam rumah tangga kamu. Iya kan?” Parlan berujar dengan sedikit mendelik.Herni kembali berkata sebelum sepasang suami istri itu membantah, “Kamu ini ya, Na. Jadi istri itu jangan bego-bego banget dan jangan terlalu nurut sama suami. Ini kamu diselingkuhin masa sih nggak tahu?”Mita sungguh-sungguh dibuat terkejut melihat drama yang bias
Tanpa keraguan sedikitpun Kirana menganggukkan kepalanya.Kirana juga tersenyum tertahan pada Mita tetapi Mita langsung mengangguk seolah dia memahami apa yang sedang terjadi. Perjalanan itu dilakukan dengan jalan kaki tetapi tidak terlalu terasa jauh karena mereka bertiga terlihat melamun. Kirana sedang memikirkan apa yang telah terjadi serta apa yang mungkin terjadi di masa depan. Sementara Rayan jauh lebih khawatir pada istrinya yang pasti merasa begitu sangat cemas tentang dirinya.Sedangkan Mita sendiri merasa begitu sangat bersalah karena telah memaksa untuk ikut sehingga membuat permasalahan itu terjadi. Sesungguhnya, dia tidak berniat sedikitpun menambah beban pikiran sang kakak sepupu dan juga istrinya. Dia hanya ingin tahu kehidupan kakak sepupunya itu dan tidak lebih dari itu.Tapi, nasi telah menjadi bubur dan semuanya tidak bisa terulang atau diperbaiki lagi sehingga Mita pun hanya bisa menunduk lesu dengan penuh rasa bersalah.Tentu saja besar keinginannya untuk memi
Rayan yang telah memikirkan semua itu secara masak-masak itupun akhirnya menjawab, “Secepatnya, Mit.”Mita mendecakkan lidah dengan tidak sabar, “Secepatnya gimana sih, Mas? Itu tuh masih kayak nggak pasti.”Rayan menghela napas panjang, “Nanti kamu akan tahu kapan waktunya dan akan jauh lebih baik jika kamu persiapkan besok buat acara anniversary.”Ah, begitu mereka membahas masalah anniversary perusahaan keluarga mereka itu, Mita sontak melotot kesal pada kakak sepupunya tersebut.“Ih, Mas Rayan tuh. Bener-bener mengorbankan aku ya,” kata Mita dengan kejengkelan luar biasa pada Rayan. Rayan mengangkat bahunya dengan cuek, “Allah Mengirimkan kamu ke minimarket itu sepertinya memang untuk ini.”“Hah? Maksudnya?” Mita bertanya dengan ekspresi polos. Rayan tiba-tiba saja tersenyum pada gadis itu, “Mit, maksudnya adalah kamu harus nolongin kakak sepupu kamu ini dan gantiin saya untuk menjadi pembuka di acara anniversary itu jadi saya masih bisa mempersiapkan diri untuk mengungkapkan se
Rayan pun kembali berpikir tentang pertemuannya yang pertama kali dengan Siti. Justru sebenarnya pertemuannya terlebih dulu dengan Kirana yang kemudian baru disusul dengan pertemuannya dengan Siti. Dia pun awalnya cukup terkejut dengan kemiripan diantara mereka berdua. Hanya saja dia tidak berpikir bila mereka memiliki hubungan darah dan baru mengetahuinya ketika Siti menceritakan tentang Kirana. Akan tetapi, awalnya dia tidak pernah berpikir hal apapun karena merasa kemiripan di antara seorang keponakan dan bibinya itu adalah hal yang cukup wajar serta sering ditemukan. Sayangnya, begitu mendengar perkataan adik sepupunya itu dia merasa ada sesuatu yang menurutnya mungkin terjadi. Apakah saya gila kalau berpikir bila Kirana dan Siti adalah ibu dan anak? Rayan membatin.Mita, adik sepupunya yang sedari tadi juga berpikir hal yang sama pun akhirnya mencoba untuk tetap mencetuskan apa yang ada di kepalanya. “Beneran, Mbak. Mbak Kirana itu kayak anaknya Bulek Siti,” kata Mita.Kir
“Pasti. Kamu tidak perlu menanyakannya karena itu sudah menjadi salah satu tujuan saya sebelum saya memberitahu Kirana tentang segalanya,” jelas Rayan yang kemudian membuat Mita mendesah penuh kelegaan. Rayan pun berbicara tidak terlalu lama dengan Mita dan segera menutup panggilan telepon itu lalu masuk ke dalam rumah. Akan tetapi, sebelum dia sempat mencapai kamarnya yang ditempati bersama dengan Kirana, sama mertua laki-laki bersedekap sembari menatapnya dengan tatapan penuh kecurigaan.“Habis ngapain kamu, Yan?” Parlan bertanya tanpa sedikitpun mengalihkan perhatiannya pada Rayan. Rayan pun menjawab, “Terima telepon dari saudara saya, Pak.”Parlan mengangkat alis dan terlihat begitu sangat heran akan ucapan Rayan, “Saudara? Kamu punya saudara? Kenapa saudara kamu tidak hadir pas acara pernikahan kalian waktu itu?” Rayan yang telah menduga akan ditanya seperti itu pun tetap berusaha untuk tenang, “Kebetulan saat itu dia tidak sedang berada di sini, Pak. Jadi, dia-”“Oh, tersera
Rayan tertegun dan semakin terharu atas apa yang sedang dipikirkan oleh sang istri. Astaga. Andai saja Kirana tahu dia ini adalah salah satu pengusaha yang cukup sukses di kota Solo, Kirana pasti tidak akan berpikir seperti itu.Sungguh masalah yang dipikirkan Kirana sampai sebegitu dalam adalah masalah yang sangat kecil hingga tidak perlu dipikirkan. Sayangnya, istrinya yang begitu tulus itu tidak mengetahui tentang apapun mengenai identitas aslinya. Kini, Rayan menjadi semakin bertanya-tanya mengenai reaksi istrinya jika akhirnya tahu segalanya tentang dirinya. “Kenapa, Mas? Kok malah diem kayak gitu?” Rayan segera menggelengkan kepalanya dan mengambil tangan istrinya lalu menciumnya dengan lembut.“Kamu nggak perlu mikirin hal semacam itu karena … aku tahu apa yang sedang kamu kerjakan dan sangat paham posisi kamu jadi … tidak perlu terlalu kamu pikirkan ya Sayang?” Rayan berujar dengan nada yang begitu sangat lembut di telinga Kirana. Kirana menjadi tidak enak tetapi ketika
Rayan terdiam cukup lama dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari mertuanya itu.Tetapi, setelah dia berpikir masak-masak dia pun akhirnya berkata, “Ibu saya telah meninggal dan ayah saya sudah menikah lagi.”Herni mendengus saat mendengar jawaban menantunya itu, “Oh, pantesan jadi kamu itu anaknya nggak terlalu dianggap sama bapak kamu ya?”Rayan saat itu tersenyum dan Kirana khawatir bila perkataan kedua orang tuanya mungkin akan menyakitkan hati Rayan.Akan tetapi, di luar dugaannya Rayan malah dengan sangat tenang menjawab, “Begini saja. Dalam beberapa hari lagi saya akan mengundang ibu dan bapak ke acara keluarga besar saya.”Herni menaikkan alisnya, “Maksud kamu? Keluarga besar kamu akan menggelar acara dan kamu mengundang kami?”Rayan menganggukkan kepalanya dan jujur saja Kirana cukup bingung dengan ucapan suaminya karena dia sama sekali tidak mengerti tentang acara yang dimaksud oleh Rayan. “Sebenarnya acara itu seharusnya digelar beberapa bulan lagi, tapi … sepertinya sa
Kirana menatap ibu dan bapaknya secara bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Bagaimana bisa mereka bersikap seperti itu kepada orang yang telah membantu mereka begitu banyak seolah suaminya itu bukanlah orang yang bertanggung jawab. Padahal kalau dipikir-pikir Rayan sama sekali tidak memiliki kewajiban yang penuh untuk benar-benar memberikan sejumlah uang kepada mereka. “Bapak dan Ibu untuk masalah itu tidak perlu khawatir. Karena saya … saat ini sudah membawakan uang tersebut,” kata Rayan.Parlan mendengus dengan tidak sabar, “Ya Itu kan untuk hari ini. Begitu kan? Lalu besok-besoknya gimana?”“Per hari kan? Kamu nggak bermaksud buat ngasih cuman satu kali dalam satu bulan gitu kan, Yan?” Herni menambahkan dengan alis berkerut seakan curiga kepada menantu laki-lakinya tersebut. Rayan dengan begitu sangat sabar menjawab, “Tidak, Bu.”Pria muda tampan itu pun kemudian mengambil sebuah amplop besar dari dalam saku jasnya yang Kirana tebak berisi sejumlah uang.Kirana cukup ter
Tidak ingin tensi di rumah itu menjadi menegang, Rayan pun cepat-cepat berkata, “Kirana, sudah ya!”“Mas. Tapi kan ….”Wanita itu melihat tatapan suaminya yang penuh permohonan sehingga dia pun terpaksa lagi-lagi harus membungkam mulutnya sendiri.Bagaimanapun juga pria yang berada di dekatnya itu adalah suami yang memiliki hak untuk membuat dirinya menurut kepadanya sehingga mau tidak mau dia pun mengangguk pada sang suami. Herni melihat kepatuhan putrinya terhadap Rayan dan langsung mendecakkan lidah, “Yah, bagus deh. Ternyata ada baiknya juga kamu menurut sama suami kamu.”Kirana tetap berusaha keras menahan dirinya agar tidak lagi terpancing dengan ucapan ibunya. Rayan pun tetap diam dan ketika dia hampir akan berbicara, Parlan menambahkan seakan mendukung ucapan istrinya, “Bagus memang. Mungkin Rayan ini bisa bikin kamu lebih hormat sama bapak ibu kamu.”Andai saja Kirana tidak menghormati Rayan, dia pasti sudah akan membalas ucapan kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan it
Bukannya malah memperbaiki sikap mereka terhadap menantu laki-lakinya yang sudah terlalu banyak mereka hina, mereka tetap tidak mengubah sedikitpun sikap mereka.Parlan malah dengan tenangnya berkata, “Oalah, Kirana. Udah, Nduk. Kalau bermimpi itu jangan terlalu tinggi.”Kirana tercengang ketika mendengar perkataan bapaknya dan wanita muda itu hampir saja akan membalas. Namun rupanya bapaknya tersebut tidak terlalu peduli dengan balasan Kirana dan sekali lagi berujar penuh dengan nada penghinaan, “Kalau bukan hanya tukang sol sepatu, memangnya pengalaman yang lain apa? Tukang parkir maksud kamu?”“Yah Pak. Tukang parkir masih bagusan dikit, gimana kalau ternyata sebelumnya Rayan itu macam tukang angkut sampah?” Herni menanggapi perkataan suaminya. Kirana semakin tidak bisa berkata-kata lagi lantaran sudah tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu ingin sekali segera memberitahu kedua orang tuanya mengenai identitas asli sang suami, tapi
Tina pun akhirnya hanya bisa mendecak penuh sesal karena telah membuang-buang waktu berbicara dengan dua wanita bebal yang tidak bisa dinasehati. Menurutnya sesungguhnya kedua wanita itu sudah mengetahui apabila mereka berbuat salah, hanya saja mereka terlalu gengsi untuk mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan. Oleh sebab itu keduanya seolah-olah merasa paling benar di depan dirimu. “Ya udahlah, hanya menghabiskan tenaga dan buang-buang waktu saja kok ngomong sama Mbak berdua ini,” kata Tina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin terlibat lagi dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.Sementara itu Kirana sudah naik ke dalam mobilnya bersama dengan suami dan saat ini sedang melakukan perjalanan menuju ke arah rumah kedua orang tuanya. “Ini masih siang, kira-kira mereka ada di rumah nggak ya, Mas?” ucap Kirana yang sebenarnya terlihat agak ragu-ragu. Rayan pun menjawab ucapan istrinya, “Mas nggak tahu. Atau mungkin mereka lagi ada di pasar? Kios merek
Pada akhirnya kedua wanita yang selalu mengusik Kirana itu tidak bisa lagi membantah apapun. Keduanya hanya diam saja dengan ekspresi bingung yang masih melekat di wajah mereka berdua.Fakta yang baru saja menampar mereka itu membuat keduanya tersadar bahwa di balik penampilan seseorang ataupun pekerjaan seseorang yang terlihat biasa saja ternyata tersimpan sebuah hal yang menakjubkan. Kadang kala sebuah kemewahan itu tidak bisa dilihat dengan mata saja. Itu persis seperti yang terjadi pada Kirana dan suaminya. Semua orang mengira keduanya memiliki kehidupan yang sederhana tetapi rupanya sang suami menyimpan rahasia yang besar. “Minimarket ini harganya pasti miliaran. Gila! Aku nggak nyangka kalau ternyata semuanya Mbak Kirana itu kaya raya!” ucap salah seorang karyawan yang menatap takjub pada Kirana dan Rayan yang mulai berjalan keluar dari area minimarket. Tina yang cukup dekat dengan Kirana saja akhir-akhir itu juga tidak mengerti tentang rahasia besar itu. Tetapi, menurutny
“Iya, katanya hari ini pembelinya juga udah datang kok,” kata seorang karyawan yang lain. Serin terlihat semakin penasaran, “Hah? Di mana orangnya?” Karyawan yang memberikan informasi itu hanya mengangkat bahu. Kirana sendiri tidak terlalu ingin tahu mengenai masalah itu karena kedatangannya ke minimarket itu di hari itu hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Maka setelah dia selesai mengerjakan salah satu tugasnya, wanita itu segera menemui bosnya dan menyerahkan surat pengunduran diri tersebut. Setelah berbicara empat mata dengan sang manager, Kirana pergi keluar dan terkejut ketika melihat Rayan berjabat tangan dengan seorang yang dia ketahui sebagai pemilik minimarket itu. “Saya senang sekali berbisnis dengan Anda, Pak. Semoga Anda bisa mengembangkan minimarket ini dengan jauh lebih baik dan saya harap … Anda semakin sukses,” kata pemilik minimarket itu sembari tersenyum lebar. Selanjutnya Kirana melihat orang itu meninggalkan area itu dan membiarkan Rayan be
Serin tentu saja seperti biasanya mengangguk cepat, “Iyalah. Semua juga tahu kalau suami Mbak Kirana itu cuman seorang tukang sol sepatu. Ngapain pakai setelan jas kayak bos gitu?”“Ya kalau nggak bukan buat nutupin profesinya yang asli ya pasti karena cuman mau dibilang punya kerjaan yang bagus aja,” lanjut Serin.Vena terkikik mendengar ucapan temannya, “Lha iya, Mbak. Buat apa sih pakai berusaha untuk nutupin segala, Mbak Rana? Lagian nggak ada juga kok yang mempermasalahkan profesi suaminya Mbak Kirana.”Tina langsung berkaca pinggang menatap dua orang itu dengan begitu galak, “Duh, Mbak. Kalian ini kok repot banget sih ngurusin hidup orang. Yang tanya itu aku dan yang seharusnya jawab itu Mbak Kirana, bukan kalian. Aneh banget!”Vena dan Serin langsung saja tersinggung dengan ucapan Tina dan dua wanita itu segera ingin membalas, tetapi Tina yang tahu akan maksud mereka berdua cepat-cepat mendahului mereka dengan berkata, “Sudah, Mbak. Kita beresin di sebelah sana aja yuk. Biar ngg
Rayan sontak menoleh ke arah istrinya yang terlihat terkejut dengan perkataannya. Sesungguhnya dia sangat maklum dikarenakan istrinya pasti sedikit agak kebingungan tentang rencananya yang tiba-tiba.“Sayang, sebenarnya Mas mau memberi … uang sejumlah yang dulu Bapak minta,” jelas Rayan.Kirana menelan ludah dan tidak menyangka bila ternyata jawabannya seperti itu. Dia pikir Rayan ingin pergi ke rumah kedua orang tuanya dikarenakan memberitahu mereka tentang identitas rakyat yang sebenarnya. Sesungguhnya dia sama sekali tidak keberatan tetapi dia hanya berpikir jika sampai kedua orang tuanya mengetahui latar belakang Rayan yang asli, maka kemungkinan besar orang tuanya tersebut akan mencoba untuk memanfaatkan Rayan. Dia tidak ingin hal itu terjadi dan merasa telah cukup membuat Rayan kesusahan karena sikap kedua orang tuanya.“Mas pikir lebih baik Mas kasih uang itu untuk satu bulan sehingga Mas tidak perlu memikirkannya lagi,” jelas Rayan.Kirana langsung saja menanggapi, “Tapi,