. . .Di depan gedung Reza yang sedang berjaga bersama Ali seperti biasa, mereka melihat Wisnu yang baru sampai di kantor yang di ikitu Riki, lantas mereka berduapun bergegas ke lobi untuk menyambut bosnya itu."Selamat pagi Pak." sapa keduanya dengan senyum ramah sambil membukakan pintu."Pagi." Jawab Wisnu dengan senyum yang tak kalah ramah."Reza kamu ikut keruangan saya" pinta Wisnu saat melewati Reza."Baik Pak" jawab Reza, lalu mengekori kedua atasannya menuju lift. Saat di dalam lift mereka pun hanya diam dengan pemikiran masing-masing.Riki melirik ke arah Reza dengan tatapan sinis. Kenapa Pak Wisnu menyuruh satpam itu mengikuti keruangannya. Gumam Riki dalam hati dengan heran, apa satpam itu melakukan kesalahan? Terkanya.Setelah keluar dari lift Riki langsung pergi keruangannya. Sementara Reza mengikuti Wisnu keruangan kerja bosnya."Duduk" pinta Wisnu pada Reza sambil menunjuk kursi di sebelah meja kerjanya saat mereka sudah di ruangan Wisnu."Iya Pak" jawab Reza sopan lal
Saat keluar dari ruangan kerja Wisnu yang kebetulan tak jauh dari ruangan marketing. Reza melihat sang istri yang melangkag menuju ruangannya. Sepertinya wanita itu baru kembali dari toilet. Langkah mereka terhenti dengan posisi saling berhadapan. Mereka diam untuk sesaat. Sudah cukup lama mereka tak bertegur sapa, bahkan saat mereka berada di rumah. Reza yang selalu menghabiskan waktu yang lama berpura-pura membetulkan motor atau mandi, saat Nia sedang makan malam. Saat berada dikamarpun Reza tak banyak bicara, meraka bagai dua orang asing yang harus tinggal dalam satu kamar. "Kamu dari ruangan Pak Wisnu?" Tanya Nia seolah heran. Reza mengangguk pelan "Ya" jawabnya dengan datar. Nia menautkan alisnya. "Dia memanggilmu? Soal pekerjaan?" Telisiknya heran. Reza kembali mengangguk "Ya, soal pekerjaan, sepertinya kamu heran? Apakah pegawai rendahan seperti aku tidak pantas dipanggil oleh bos besar keruangannya?" Jawab Reza dan lanjut balik bertanya. “Aku tidak mengatakan begi
Sementra itu, Baskara sudah berada didepan ruangan Wisnu kemudian ia mengetuk pintu."Masuk" ujar Wisnu dari dalam.Baskara membuka pintu lalu masuk dengan senyum ramah pada Wianu."Apa kabar Pak Baskara?" tanya Wisnu sambil mengulas senyum saat Baskara masuk ke ruanganna."Kabar baik Pak Wisnu" jawab Baskara sambil menjabat tangan Wisnu. "Gimana kabar Pak Wisnu?" Sambungnya bertanya balik."Sangat baik Pak." Jawab Wisnu. "Silahkan duduk." Sambung Wisnu menunjuk kursi."Terima Kasih." Sahut Baskara lalu duduk."Maaf pak Baskara. Saya mengganggu waktu anda dan mendadak menyuruh anda untuk datang kekantor saya." Ujar Wisnu meminta maaf."Iya nggak apa-apa pak Wisnu, lagian saya juga lagi tidak ada kesibukan." Jawab Baskara "Sepertinya ada hal yang sangat penting hingga Bapak menghubungi saya untuk datang kekantor Bapak?" Tanya Baskara Penasaran."Betul pak. Dalam waktu dekat ini saya akan pergi keluar negri, mungkin tepatnya bulan depan saya berangkat. Jadi saya mau minta tolong sama B
Sementara itu, Dewangga baru tiba di rumah sakit. Dia langsung menuju ruangan dimana Anita dirawat."Pak!" sapa bi Tuti dengan ranah saat melihat majikannya masuk ruangan tempat Anita dirawat."Iya. Ibu sudah pulang bi?" Jawab dewangga dan langsung menanyakan istrinya pada bi Tuti."Sudah Pak, tadi sore" jawab bu Tuti.Dewangga menganggukan kepala, lalu dia menghampiri Anita yang sedang tiduran di ranjang pasien."Gimana keadaan kamu sekarang Nak?" Tanya Dewangga pada Anita dengan khawatir."Sudah agak mengdingan Pa." Jawab Anita dengan suara serak. "Besok juga sudah dijinin pulang." Sambungnya"Oh syukurlah kalau begitu. Ingat Anita, kamu harus banyak istirahat dan jangan banyak pikiran, supaya anak yang ada dalam kandunganmu sehat." Papar Dewangga"Baik pa." Jawab Anita yang terdengar sedikit lemah."Ya sudah, sekarang kamu istirahat lagi, papa mau pulang dulu kasian Mama kamu sendirian dirumah." Ujar Dewangga berpamitan pada anak tirinya itu."Iya Pa, hati-hati dijalan." Sahut Anit
Anita menelan salivanya dengan berat saat menatap pada lelaki yang berdiri di sampingnya."Apa aku tidak salah melihat saat di kamar mama pada waktu itu?” tanya Anita dengan suara yang lemah."Apa maksudmu?” Ardi berpura-pura tak mengerti."Kamu waktu itu keluar dari kamar Mama pagi-pagi dengan hanya menggunakan kaos dalam dan celana? Apa yang sudah kalian lakukan?" Anita menoleh pada lelaki yang terlihat mematung dengan mata melebar."Tidak ada sayang, waktu itu emang kebetulan Mama minta bantuan aku" Ardi semakin jauh bersandiwara.Anita tersenyum miring. Dia bahkan tak sanggup untuk terbahak, saking lemasnya."Sejak kapan kamu dan Mama ada main?” tanyanya lagi dengan sisa kekuatan yang ada. Meski tubuhnya lemah tapi dia ingin menguji kejujuran suaminya.“Apa maksudmu, Anita? Main apa maksudnya?" Suara Ardi mulai meninggi.Jika saja punya kekuatan, sudah pasti Anita akan bangkit dan menampar suaminya itu. Namun, untuk bicara pelan begitu saja, energinya seperti terkuras habis.Anita
Wanita yang duduk di kursi roda itu hanya bisa melengos dengan mata yang sudah digenangi air. Sekali saja mengedip, jatuh bergerombol membasahi pipinya.“Oh ya Anita, aku mau telepon teman aku dulu, untuk minta bantuan carikan pembantu buat dirumah kita.” Ujar Ardi pada Anihta saat sudah tiba diparkiran rumah sakit.“iya Mas, silahkan” jawab Anita. Ardi pun lantas menjauh dari tempat Anita untuk menghubungi seseorang.Tak lama berselang, Ardi pun kembali ketempat Anita yang menunggu di kursi roda.“Kenapa Mas harus menjauh segala? sekedar menelopan teman aja.” Tanya Anita heran saat Ardi kembali.“Disini sangat berisik.” Jawab Ardi sambil mendorong kursi roda yang diduduki Anita. Anitapun hanya menggagukan kepal.“Kita kerumah Mama dulu untuk mengemasi barang-barang yang akan kita bawa, dan lanjut kerumah aku” ujar Ardi lagi, lalu dia membantu istrinya masuk ke mobil.“Iya Mas.” Jawab Anita.Anita diam selama di perjalanan. Matanya hanya menatap ke jalan dari kaca jendela. Lalu tering
. . .Hari Minggu pun tiba, Reza sudah bersiap untuk berangkat menuju rumah Wisnu untuk melatih cucu sang Bos. Dia begitu bersemangat karena selain untuk melatih dirinya sendiri, dia juga akan mendapatkan bayaran yang cukup besar. Dua hal yang sangat menyenangkan. Tak sabar rasanya jika dia sudah memiliki gaji yang berkali lipat dari saat menjadi satpam komplek.Dia ingin mengajak Nia dan ibunya jalan-jalan, membeli baju, makan di restoran dan segudang rencana Reza untuk membahagiakan kedua wanita yang amat disayanginya.Reza menaiki motornya untuk menuju rumah sang Bos. Sesampainya disana, motor yang dikendarai Reza berhenti di depan gerbang sebuah rumah yang sangat mewah. Pagarnya sangat tinggi dengan halaman yang sangat luas.Reza turun lalu menekan tombol bel yang ada di pilar."Mau ke siapa?" terdengar suara dari balik pintu gerbang."Saya mau bertemu Pak Wisnu," jawab Reza."Oh, apakah Mas sudah ada janji sama Tuan Besar?” tanya di seberang sana lagi.“Iya, saya mau ngajar silat
Walaupun Rini masih merasa hatinya sangat sakit sampai sekarang, atas ucapan penghinaan dan perlakuan yang dia terima dari ibu mertuanya. Tapi saat mendengar ibu mertuanya telah meninggal, tetap saja Rini merasa sedih."Iya Rin, ibu sudah meninggal. Ibu juga berpesan padaku untuk mencari kamu. Dia menyesali semua perbutannya, dan meminta maaf atas semua kesalahan yang ibu lakukan pada kamu." Ucap wisnu menyampajkan pesan ibunya sebelum meninggal.Rini pu mengangguk. "Iya Mas, aku maafin ibu" ucapnya dengan tulus."Terima kasih Rin, semoga ibu tenang setelah kamu memafkannya." Sahut Wisnu lirih."Iya Mas." Ujar Rini "Mas, Kamu jangan terus berlutut seperti itu, malu dilihat tetangg Mas." Lanjutnya sambil menengok kanan kiri."Tapi Rin, kamu maafin aku kan?" Tanya Wisnu kembali untuk memastikan."Iya Mas aku maafin kamu, lagi pula semua ini bukun seutuhnya kesalahan kamu. Aku juga salah, waktu itu aku yang langsung pergi tanpa memberi tahu Mas kejadian sebenarnya yang aku alami." Papar
Nia masuk ke rumah itu dan melihat-lihat keadaan di dalamnya.Ternyata benar, barang-barang Reza masih lengkap. Bahkan baju-baju milik lelaki itu masih utuh di lemari. Foto saat mereka menikah pun masih ada di atas meja yang dulu sering dipakai Nia untuk bekerja.Nia mengambil jaket yang tergantung di balik pintu. Jaket kanvas warna army yang sering dipakai Reza saat bekerja.Dia memeluk dan menghirup bau keringat yang masih menempel di sana. Wangi tubuh itu seakan membawanya kembali pada saat mereka masih bersama. Kerinduan itu hadir tanpa bisa dicegah."Kamu di mana, Reza? Kenapa membuatku khawatir tanpa kabar?” gumamnya dengan mata terpejam menikmati bau jaket itu.Nia kemudian membawa jaket itu ke atas kasur yang terasa berdebu.Tentu saja, sudah sebulan sejak kepergian Reza dari rumah, sepreinya tak pernah dibersihkan apalagi diganti."Reza, apa kamu tau maksudku selama ini? Aku ingin kamu berjuang lebih keras agar tak ada siapapun yang berani merendahkanmu. Aku tidak mau jika ka
"Rezaaaaaa!" Nia menjerit seperti orang gila."Reza!" Nia menyebut nama itu saat terbangun dari tidurnya.Napasnya tersengal karena mimpi itu seakan nyata. Wajahnya dipenuhi keringat seperti telah berlari maraton sepuluh kilo meter.Tiba-tiba dia merasa khawatir dengan suaminya itu. Padahal baru beberapa hari dia tinggalkan.Dia meraih ponsel yang tersimpan di atas nakas di rumah dinas yang disediakan perusahaan. Melihat waktu di atas layar, sudah pukul setengah tiga dini hari. Nia mencari kontak Reza dan memilihnya.Tercantum jika lelaki itu terlihat memakai aplikasi whatsapp tiga hari yang lalu. Dia lalu menekan simbol telepon. Dia tak peduli meski sekarang sudah lewat tengah malam, tetapi dia ingin tahu kabar Reza.Namun, panggilan itu rupanya tak tersambung. Hanya tanda memanggil tanpa terlihat jika ponsel di seberang sana berdering."Apa Reza mematikan ponselnya?" gumam Nia. Dia lalu mencoba mengirimkan pesan. satu.[Reza, kamu lagi apa?]Terkirim, tetapi hanya centang Nia menden
Wisnu dan Rini pun tertunduk lesu medengar jawaban sang domter."Dok, apakah kami sudah boleh melihat langsung kondisi putra kami?" kali ini Rini yang bertanya pada dokter. Dia sudah tidak bisa menahan lagi untuk bisa melihat langsung kondisi sang putra."Bolah. Tapi Bapak dan ibu harus bergantian menemuinya." Jawab Dokter.Mereka pun menggangguk. Lalu Wisnu memberi kesempatan pada istrinya untuk masuk lebih dulu ke ruangan ICU di mana Reza dirawat. Sedangkan dia memanggil bawahannya untuk berjaga didepan ruangan itu. Agar tidak sembarang orang yang bisa masuk ke sana. Semua harus atas persetujuannya, demi keselataman sang putra.Lelaki itu takut, jika Doni mengetahui siapa Reza sebenarnya, maka Doni akan melakukan sesuatu yang curang untuk melenyapkan pemuda itu. Hak waris. Itu yang Wisnu khawatirkan. Meskipun dia sudah merencanakan untuk membaginya dengan Adil. Tujuh puluh persen asetnya akan jatuh ke tangan Reza, dua puluh persen ke tangan Dion dan sisanya untuk Doni. Namun, dia ta
"Tapi Pak...""Panggil ambulan sekarang juga cepat, atau kalian akan menanggung akibatnya!" teriak baskara lagi."Sebenarnya ada pa Pak? Kenapa Pak Baskara membantunya?" Tanya Doni yang merasa heran."Diam kamu. Pak Wisnu pasti akan marah besar melihat kondisi Reza seperti ini.""Kenapa? Emang dia siapa? Dia kan cuma sampah yang tak berguna." tanya Doni yang semakin terheran dan tak mengerti dengan ucapan Baskara."Nanti juga kamu akan mengetahuinya. Sekarang kamu bertanggung jawab dan siap-siap menanggung akibatnya. Karna papi kamu pasti akan murka." Papar Baskara yang membuat Doni semakin terheran dan penasaran.Doni pun hanaya diam mematung. Dia masih tak mengerti dengan apa yang disampaikan Baskara."Reza, kamu bisa dengar saya?” tanya Baskara sambil menggoyangkan tubuh Reza saat dia telah masuk keruangan tahanan. Tak ada jawaban. Reza pingsan setelah penganiayaan yang tak beradab oleh Doni dan satu oknum polisi."Reza, bertahan. Tolong bertahanlah," pinta Baskara dengan khawatir
. . .Sementara itu, Reza yang sudah berada di rumah kontrakannya. Dia duduk melamun di pinggiran kasur. Pikirannya melayang pada sang istri yang begitu bersemangat dalam mengejar harta dunia. Teringat dengan kata-katanya yang mengatakan hanya ingin memperbaiki kehidupan mereka."Jika kau bisa diinjak dan dihina, tapi aku tidak bisa!" kalimat itu begitu terngiang-ngiang di kepalanya. Kini, dia semakin merasakan jika yang diucapkan istrinya itu benar. Menjadi orang miskin hanya jadi bahan cacian dan hinaan. Dia sama sekali tak punya kuasa untuk membantah atau sekadar membela diri.Tapi, sekarang dia berjanji dalam hati. Bahwa ini adalah hinaan yang terakhir dalam hidupnya. Karena setelah semua rencananya selesai, dia akan menunjukan kepada semua orang siapa dirinya. Pikirnya.Reza merebahkan diri ke kasur, membayangkan wajah Nia yang kadang terlihat manis saat tersenyum. Namun, lebih sering terlihat judes dan ketus karena marah dan kecewa.Reza mengerti jika wanita yang dicintainya itu
"Hiiyaa!" Tiba-tiba Dion mempraktekan jurus yang sudah diajarkan Reza padanya.Dug!"Wow." Reza tertawa dengan tubuh terhuyung. "Sudah hebat sekarang, ya?"Dion pun ikut tertawa. Dia kemudian menyerang Reza lagi dengan jurus yang sudah dipelajarinya. Kali ini Reza bisa dengan mudah menghindar karena sudah waspada. Lalu, dia mulai memasang kuda-kuda dan bersiap menerima serangan."Hiyaaa!" Dion kembali menyerang dengan kekuatan penuh. Reza menerima serangan itu dan menunjukan bagaimana cara untuk melumpuhkan lawannya.Sukses. Dion bisa dilumpuhkan dengan beberapa gerakan tanpa menyakitinya."Om Reza memang keren!" Dion mengacungkan jempolnya. Dia kemudian kembali menyerang Reza dengan jurus-jurus yang lain."Hyaaa!" Dion menyarangkan tendangan dengan kekuatan penuh. Kali ini Reza memiringkan tubuhnya untuk menghindar, hingga tendangan Dion hanya mengenai angin.Namun, bukan hanya itu. Kaki anak itu mengenai kursi besi yang biasa dipakai untuk bersantai di pinggir lapangan.Reza tersent
Nia terkaget mendengar pemaparan dari ayahnya barusan. Sampai dia berdiri dari tempat duduk dan menatap heran kepada sang Ayah."Nggak Ayah. Aku nggak akan bercerai dari Reza sapai kapanpun, kecuali Reza sendiri yang menceraikan aku." Jawab Nia tegas kepada sang Ayah."Tapi Nia....""Nggak!" Potong Nia. " Walaupun Reza hanya seorang satpam, tapi dia baik, setia dan selalu menjaga aku. Dan aku sudah mulai mencintainya." Lanjutnya."Cinta dan baik aja nggak cukup Nia!" Ujar Dewangga lagi sambil dia berdiri."Maaf Ayah. Kedatangan aku kesini hanya untuk berpamitan kepada ayah, bukan untuk meminta pendapat tentang rumah tangga aku. Jadi sekarang aku pamit Ayah. Permisi." Ujar Nia yang merasa kecewa kepada Dewangga. Lalu dia pun pergi dari rumah sang ayah untuk kembali kekontrakannya."Nia!" Terika Dewangga, yang tak dihirauan oleh Nia. Dia pun hendak mengejar putrinya itu. Tapi Desi menahannya."Sudahlah Pa, jangan kamu paksa putrimu untuk bercerai dari suaminya. Dia terlihat sangat menci
Seperti permintaan Anita sebelumnya, dia pulang ke rumah Dewangga. Desi tampak semringah saat tahu jika sang putri memilih pulang ke rumahnya. Dia menyangka jika Anita kembali ke sana, maka Ardi pun akan ikut kembali ke rumah itu.Akan sangat menyenangkan bisa serumah lagi dengan sang menantu idaman, yang selalu membuat dirinya selalu terpuaskan.Namun, Desi merasa heran karena saat malam tiba, lelaki itu tak pulang ke rumah mereka. Ardi lebih memilih untuk pulang ke rumahnya."Kamu kenapa nggak nyuruh dia pulang ke sini, sih?” Desi tampak geram. Anita hanya tersenyum sinis."Kenapa memangnya? Mama kangen bercinta sama dia?" sindir Anita dengan senyum mencibir."Sstt, jaga ucapanmu. Ada Papamu di rumah. Jangan sampai dia mendengarnya." Mata Desi melotot marah."Yang harusnya dijaga tuh, kelakuan Mama. Udah tua masih aja kelakuan kaya ABG. Insyaf, Ma. Inget kalau Mama tuh, udah bau tanah.” Anita mulai berani melawan."Lancang kamu!” Desi meraih dagu sang putri dan menekannya dengan ker
Wajah Reza tampak bingung, antara ingin tertawa dan bingung dengan sikap Nia yang seperti ini. "Apa buktinya?" akhirnya kalimat itu yang keluar dari mulut lelaki itu."Aku melihat kalian pergi berdua, lalu berpelukan di tempat parkir restoran," ungkap Nia keceplosan.Reza lantas terbahak mendengarnya. “Hanya karena itu kau menuduhku selingkuh?" tanya Reza yang mulai merasa senang karena sepertinya Nia cemburu."Kau cemburu?” Reza semakin mendekat dan memojokan Nia yang kini berdiri membelakangi meja makan."A-apa maksudmu? Aku nggak mungkin cemburu. Jangan pikir yang aneh-aneh, deh.” Nia tampak gugup, karena kini jarak Reza dan dia hanya tinggal sejengkal saja. Tatapan Reza menghujam ke maniknya yang indah."Benarkah?" Reza mengangkat sebelah alisnya."Bagaimana kalau aku bilang jika aku cemburu melihatmu dengan lelaki lain? Apa kamu akan peduli dengan perasaanku?" tanya Reza.Nia kembali membuang muka. "Jika yang kamu maksud adalah Pak Riki, dia bukan siapa-siapa. Dia hanya atasan ba