Ardi berdiri di depan pintu kaca bertuliskan meeting room, kemudian mengetuknya pelan."Masuk," ujar Riki dari dalam.Ardi pun membuka pintu itu dengan senyuman tersungging di bibir. Namun, senyuman itu mendadak berganti rasa kaget, saat melihat siapa yang sedang duduk berhadapan dengan Riki."Nia?" gumamnya bingung.Tentu saja bukan hanya Ardi yang kaget, Nia pun merasakan hal yang sama. Dia tak mengerti bagaimana Ardi bisa ada di sana."Hey, Ardi. Akhirnya kamu datang juga," ujar Riki dengan bangkit dari duduknya."Ayo masuk," pintanya. "Kenalkan, ini staff aku yang baru, nama nya Nia. Dan Nia, ini adalah manager kami di kantor cabang. Dia Ardi,” ujar Riki memperkenalkan keduanya, tanpa dia tahu jika kedua orang itu sudah saling mengenal sejak lama."Nia.""Ardi."Kedua orang itu saling berjabat tangan dengan tatapan tajam, namun berpura-pura tak saling kenal.“Anda pintar sekali mencari staff, Pak Riki," ujar Ardi seraya melirik sekilas pada wanita di sampingnya. Dia sengaja mengam
. . . Di rumah Dewangga, Desi terbangun di tengah malam karena merasa haus, lalu diapun keluar dari kamarnya untuk mengambil air minum di dapur. Setelah menggambil air minum Desi pun langsung kembali kekamarnya, tapi saat dia hendak memasuki kamarnya terdengar deru mesin mobil yang mati di depan rumah. Dia menyangka jika itu adalah Dewangga yang pulang. Namun, matanya sontak melebar saat melihat jika sang menantu yang pulang. “Eh, kamu Ardi kirain Mama Mas Dewangga yang pulang.” Ucap Desa sambil tersenyum manis. “Emang ayah kemana jam segini belum pulang?” tanya Ardi yang merasa heran. “Kaluar kota.” Jawa Desi “kamu kemana aja tengah malam begini baru pulang? Tadi Anita nungguin kamu sampai-sampai ketiduran di sofa” sambung Desi dengan pertanyaan pada Ardi. Ardi pun menoleh ke arah sofa setelah mendengar ucapan ibu mertuanya. “udah pindah kekamar” sahut Desi yang melihat Ardi menoleh ke arah sofa. “Hmmm… tadi banyak kerjaan yang harus di selesaikan hari ini juga, untuk
. . .Di depan gedung Reza yang sedang berjaga bersama Ali seperti biasa, mereka melihat Wisnu yang baru sampai di kantor yang di ikitu Riki, lantas mereka berduapun bergegas ke lobi untuk menyambut bosnya itu."Selamat pagi Pak." sapa keduanya dengan senyum ramah sambil membukakan pintu."Pagi." Jawab Wisnu dengan senyum yang tak kalah ramah."Reza kamu ikut keruangan saya" pinta Wisnu saat melewati Reza."Baik Pak" jawab Reza, lalu mengekori kedua atasannya menuju lift. Saat di dalam lift mereka pun hanya diam dengan pemikiran masing-masing.Riki melirik ke arah Reza dengan tatapan sinis. Kenapa Pak Wisnu menyuruh satpam itu mengikuti keruangannya. Gumam Riki dalam hati dengan heran, apa satpam itu melakukan kesalahan? Terkanya.Setelah keluar dari lift Riki langsung pergi keruangannya. Sementara Reza mengikuti Wisnu keruangan kerja bosnya."Duduk" pinta Wisnu pada Reza sambil menunjuk kursi di sebelah meja kerjanya saat mereka sudah di ruangan Wisnu."Iya Pak" jawab Reza sopan lal
Saat keluar dari ruangan kerja Wisnu yang kebetulan tak jauh dari ruangan marketing. Reza melihat sang istri yang melangkag menuju ruangannya. Sepertinya wanita itu baru kembali dari toilet. Langkah mereka terhenti dengan posisi saling berhadapan. Mereka diam untuk sesaat. Sudah cukup lama mereka tak bertegur sapa, bahkan saat mereka berada di rumah. Reza yang selalu menghabiskan waktu yang lama berpura-pura membetulkan motor atau mandi, saat Nia sedang makan malam. Saat berada dikamarpun Reza tak banyak bicara, meraka bagai dua orang asing yang harus tinggal dalam satu kamar. "Kamu dari ruangan Pak Wisnu?" Tanya Nia seolah heran. Reza mengangguk pelan "Ya" jawabnya dengan datar. Nia menautkan alisnya. "Dia memanggilmu? Soal pekerjaan?" Telisiknya heran. Reza kembali mengangguk "Ya, soal pekerjaan, sepertinya kamu heran? Apakah pegawai rendahan seperti aku tidak pantas dipanggil oleh bos besar keruangannya?" Jawab Reza dan lanjut balik bertanya. “Aku tidak mengatakan begi
Sementra itu, Baskara sudah berada didepan ruangan Wisnu kemudian ia mengetuk pintu."Masuk" ujar Wisnu dari dalam.Baskara membuka pintu lalu masuk dengan senyum ramah pada Wianu."Apa kabar Pak Baskara?" tanya Wisnu sambil mengulas senyum saat Baskara masuk ke ruanganna."Kabar baik Pak Wisnu" jawab Baskara sambil menjabat tangan Wisnu. "Gimana kabar Pak Wisnu?" Sambungnya bertanya balik."Sangat baik Pak." Jawab Wisnu. "Silahkan duduk." Sambung Wisnu menunjuk kursi."Terima Kasih." Sahut Baskara lalu duduk."Maaf pak Baskara. Saya mengganggu waktu anda dan mendadak menyuruh anda untuk datang kekantor saya." Ujar Wisnu meminta maaf."Iya nggak apa-apa pak Wisnu, lagian saya juga lagi tidak ada kesibukan." Jawab Baskara "Sepertinya ada hal yang sangat penting hingga Bapak menghubungi saya untuk datang kekantor Bapak?" Tanya Baskara Penasaran."Betul pak. Dalam waktu dekat ini saya akan pergi keluar negri, mungkin tepatnya bulan depan saya berangkat. Jadi saya mau minta tolong sama B
Sementara itu, Dewangga baru tiba di rumah sakit. Dia langsung menuju ruangan dimana Anita dirawat."Pak!" sapa bi Tuti dengan ranah saat melihat majikannya masuk ruangan tempat Anita dirawat."Iya. Ibu sudah pulang bi?" Jawab dewangga dan langsung menanyakan istrinya pada bi Tuti."Sudah Pak, tadi sore" jawab bu Tuti.Dewangga menganggukan kepala, lalu dia menghampiri Anita yang sedang tiduran di ranjang pasien."Gimana keadaan kamu sekarang Nak?" Tanya Dewangga pada Anita dengan khawatir."Sudah agak mengdingan Pa." Jawab Anita dengan suara serak. "Besok juga sudah dijinin pulang." Sambungnya"Oh syukurlah kalau begitu. Ingat Anita, kamu harus banyak istirahat dan jangan banyak pikiran, supaya anak yang ada dalam kandunganmu sehat." Papar Dewangga"Baik pa." Jawab Anita yang terdengar sedikit lemah."Ya sudah, sekarang kamu istirahat lagi, papa mau pulang dulu kasian Mama kamu sendirian dirumah." Ujar Dewangga berpamitan pada anak tirinya itu."Iya Pa, hati-hati dijalan." Sahut Anit
Anita menelan salivanya dengan berat saat menatap pada lelaki yang berdiri di sampingnya."Apa aku tidak salah melihat saat di kamar mama pada waktu itu?” tanya Anita dengan suara yang lemah."Apa maksudmu?” Ardi berpura-pura tak mengerti."Kamu waktu itu keluar dari kamar Mama pagi-pagi dengan hanya menggunakan kaos dalam dan celana? Apa yang sudah kalian lakukan?" Anita menoleh pada lelaki yang terlihat mematung dengan mata melebar."Tidak ada sayang, waktu itu emang kebetulan Mama minta bantuan aku" Ardi semakin jauh bersandiwara.Anita tersenyum miring. Dia bahkan tak sanggup untuk terbahak, saking lemasnya."Sejak kapan kamu dan Mama ada main?” tanyanya lagi dengan sisa kekuatan yang ada. Meski tubuhnya lemah tapi dia ingin menguji kejujuran suaminya.“Apa maksudmu, Anita? Main apa maksudnya?" Suara Ardi mulai meninggi.Jika saja punya kekuatan, sudah pasti Anita akan bangkit dan menampar suaminya itu. Namun, untuk bicara pelan begitu saja, energinya seperti terkuras habis.Anita
Wanita yang duduk di kursi roda itu hanya bisa melengos dengan mata yang sudah digenangi air. Sekali saja mengedip, jatuh bergerombol membasahi pipinya.“Oh ya Anita, aku mau telepon teman aku dulu, untuk minta bantuan carikan pembantu buat dirumah kita.” Ujar Ardi pada Anihta saat sudah tiba diparkiran rumah sakit.“iya Mas, silahkan” jawab Anita. Ardi pun lantas menjauh dari tempat Anita untuk menghubungi seseorang.Tak lama berselang, Ardi pun kembali ketempat Anita yang menunggu di kursi roda.“Kenapa Mas harus menjauh segala? sekedar menelopan teman aja.” Tanya Anita heran saat Ardi kembali.“Disini sangat berisik.” Jawab Ardi sambil mendorong kursi roda yang diduduki Anita. Anitapun hanya menggagukan kepal.“Kita kerumah Mama dulu untuk mengemasi barang-barang yang akan kita bawa, dan lanjut kerumah aku” ujar Ardi lagi, lalu dia membantu istrinya masuk ke mobil.“Iya Mas.” Jawab Anita.Anita diam selama di perjalanan. Matanya hanya menatap ke jalan dari kaca jendela. Lalu tering
"Hiiyaa!" Tiba-tiba Dion mempraktekan jurus yang sudah diajarkan Reza padanya.Dug!"Wow." Reza tertawa dengan tubuh terhuyung. "Sudah hebat sekarang, ya?"Dion pun ikut tertawa. Dia kemudian menyerang Reza lagi dengan jurus yang sudah dipelajarinya. Kali ini Reza bisa dengan mudah menghindar karena sudah waspada. Lalu, dia mulai memasang kuda-kuda dan bersiap menerima serangan."Hiyaaa!" Dion kembali menyerang dengan kekuatan penuh. Reza menerima serangan itu dan menunjukan bagaimana cara untuk melumpuhkan lawannya.Sukses. Dion bisa dilumpuhkan dengan beberapa gerakan tanpa menyakitinya."Om Reza memang keren!" Dion mengacungkan jempolnya. Dia kemudian kembali menyerang Reza dengan jurus-jurus yang lain."Hyaaa!" Dion menyarangkan tendangan dengan kekuatan penuh. Kali ini Reza memiringkan tubuhnya untuk menghindar, hingga tendangan Dion hanya mengenai angin.Namun, bukan hanya itu. Kaki anak itu mengenai kursi besi yang biasa dipakai untuk bersantai di pinggir lapangan.Reza tersent
Nia terkaget mendengar pemaparan dari ayahnya barusan. Sampai dia berdiri dari tempat duduk dan menatap heran kepada sang Ayah."Nggak Ayah. Aku nggak akan bercerai dari Reza sapai kapanpun, kecuali Reza sendiri yang menceraikan aku." Jawab Nia tegas kepada sang Ayah."Tapi Nia....""Nggak!" Potong Nia. " Walaupun Reza hanya seorang satpam, tapi dia baik, setia dan selalu menjaga aku. Dan aku sudah mulai mencintainya." Lanjutnya."Cinta dan baik aja nggak cukup Nia!" Ujar Dewangga lagi sambil dia berdiri."Maaf Ayah. Kedatangan aku kesini hanya untuk berpamitan kepada ayah, bukan untuk meminta pendapat tentang rumah tangga aku. Jadi sekarang aku pamit Ayah. Permisi." Ujar Nia yang merasa kecewa kepada Dewangga. Lalu dia pun pergi dari rumah sang ayah untuk kembali kekontrakannya."Nia!" Terika Dewangga, yang tak dihirauan oleh Nia. Dia pun hendak mengejar putrinya itu. Tapi Desi menahannya."Sudahlah Pa, jangan kamu paksa putrimu untuk bercerai dari suaminya. Dia terlihat sangat menci
Seperti permintaan Anita sebelumnya, dia pulang ke rumah Dewangga. Desi tampak semringah saat tahu jika sang putri memilih pulang ke rumahnya. Dia menyangka jika Anita kembali ke sana, maka Ardi pun akan ikut kembali ke rumah itu.Akan sangat menyenangkan bisa serumah lagi dengan sang menantu idaman, yang selalu membuat dirinya selalu terpuaskan.Namun, Desi merasa heran karena saat malam tiba, lelaki itu tak pulang ke rumah mereka. Ardi lebih memilih untuk pulang ke rumahnya."Kamu kenapa nggak nyuruh dia pulang ke sini, sih?” Desi tampak geram. Anita hanya tersenyum sinis."Kenapa memangnya? Mama kangen bercinta sama dia?" sindir Anita dengan senyum mencibir."Sstt, jaga ucapanmu. Ada Papamu di rumah. Jangan sampai dia mendengarnya." Mata Desi melotot marah."Yang harusnya dijaga tuh, kelakuan Mama. Udah tua masih aja kelakuan kaya ABG. Insyaf, Ma. Inget kalau Mama tuh, udah bau tanah.” Anita mulai berani melawan."Lancang kamu!” Desi meraih dagu sang putri dan menekannya dengan ker
Wajah Reza tampak bingung, antara ingin tertawa dan bingung dengan sikap Nia yang seperti ini. "Apa buktinya?" akhirnya kalimat itu yang keluar dari mulut lelaki itu."Aku melihat kalian pergi berdua, lalu berpelukan di tempat parkir restoran," ungkap Nia keceplosan.Reza lantas terbahak mendengarnya. “Hanya karena itu kau menuduhku selingkuh?" tanya Reza yang mulai merasa senang karena sepertinya Nia cemburu."Kau cemburu?” Reza semakin mendekat dan memojokan Nia yang kini berdiri membelakangi meja makan."A-apa maksudmu? Aku nggak mungkin cemburu. Jangan pikir yang aneh-aneh, deh.” Nia tampak gugup, karena kini jarak Reza dan dia hanya tinggal sejengkal saja. Tatapan Reza menghujam ke maniknya yang indah."Benarkah?" Reza mengangkat sebelah alisnya."Bagaimana kalau aku bilang jika aku cemburu melihatmu dengan lelaki lain? Apa kamu akan peduli dengan perasaanku?" tanya Reza.Nia kembali membuang muka. "Jika yang kamu maksud adalah Pak Riki, dia bukan siapa-siapa. Dia hanya atasan ba
Sintia sesekali mencuri pandang dan menyungging senyum kala melihat Reza makan dengan begitu lahapnya. Pikiran kotornya melanglang buana ke mana-mana. Dada bidang itu, pasti akan nyaman jika bersandar di sana.Di saat lamunan itu menggelayuti alam bawah sadarnya, datang dua orang yang begitu mesra. Sang lelaki merangkul pinggang wanita di sampingnya. Sang lelaki menghentikan langkahnya saat melihat ada Sintia di sana."Sintia?" sapanya seolah sengaja ingin memamerkan kemesraannya dengan wanita yang dia bawa.Sintia tersentak kaget dan mendongak. Matanya melebar. Senyumnya pun ikut memudar."Wah, ada kemajuan juga rupanya kamu," ucapnya dengan nada menyindir. Tangannya tak sedetik pun lepas dari pinggang wanita yang dibawanya. Matanya melirik sekilas pada Reza yang tak tahu apa-apa."Mas Doni?" ucapnya pelan. Sintia melirik pada wanita bertubuh seksi yang berdiri pongah di samping sang suami. Bibirnya menyungging senyum meremehkan."Ya. Sangat bagus kita bertemu di sini. Apakah kamu ma
“Eeuuh, kamu belum tau kabar burung, rahasia umumnya Bu Sintia sama Pak Doni. Pak Doni itu... doyan maen perempuan di luaran. Sama Bu Sintia itu dijodohin. Pak Doni nggak bisa nolak, karena dia merasa berhutang budi sama Pak Wisnu.""Hutang budi?" Reza mengerutkan keningnya."Iya. Pak Doni itu anak tirinya Pak Wisnu. Katanya sih, saat setelah ibunya Pak Doni meninggal Pak Wisnu baru mengetahuinya bahwa Pak Doni bukan anak kandungnya. Entahlah, apa bener atau nggak. Hidup Pak Doni itu banyak diatur sama Pak Wisnu, termasuk jodoh, karena dia takut kalau Pak Wisnu marah dan membuangnya. Dia nggak cinta sama Bu Sintia, makanya dia cari pelampiasan dengan main cewek di luaran." Ali melanjutkan kembali ceritanya.Reza hanya manggut-manggut, karena sebenarnya dia sudah mengetahui semua ceritanya langsung dari Wisnu sang ayah. Ali kembali bercerita, tetapi ujung mata Reza menangkap kehadiran Nia dari dalam lift yang membawanya turun ke lantai bawah. Dia memperhatikan langkah wanita itu dengan
"Apa ada masalah yang saya perbuat, Bu?" tanya Reza memulai obrolan. Dia sudah tidak sabar ingin mendengar kabar apa yang akan disampaikan oleh Sintia."Oh, no, no. Kamu sama sekali tidak membuat masalah. Kamu justru bagus melatih Dion. Dia sangat cocok sama kamu. Udah beberapa pelatih yang Papi Wisnu rekrut, belum pernah ada yang cocok sama dia."Reza pun manggut-manggut. “Terima kasih, kalau memang Bu Sintia dan Dion suka dengan kerjaan saya.”"Iya, tentu saja. Tapi buka hanya itu saja yang ingin saya bicarakan sama kamu sekarang." Ujar Sintia lagi yang membuat Reza heran dan juga penasaran."Minggu kemarin kamu dipanggil keruangan kerja Papi, dan saya juga melihat Pak Baskara berada disana. Apakah kamu melakuakan kesalahan besar, sehingga Papi memanggil mu dan Pak Baskara?" Tanya Sintia yang penasaran.Reza pun terkejut Sintia menanyakan hal itu. Dia juga bingung harus menjawab apa, dan tak mungkin juga dia memberi tahu yang sebenarnya pada Sintia. Sebab dia sudah berjanji untuk t
"Lalu, selama aku seperti ini, kamu akan melakukannya dengan dia, begitu?" Anita kalap meski tubuhnya lemah."Aku tidak mau, Mas. Aku sudah bosan seperti ini. tolong kembalikan aku ke rumah Mama,” pinta Anita dengan tangis yang tak berhenti.“Baik, aku akan mengantarmu ke rumah mamamu, tapi, kita pikirkan lagi soal perceraian itu. ok?" Ardi melipir keluar dari ruangan itu sambil mengambil pakaiannya yang tercecer."Aku ganti baju dulu ya. Setelah itu nganter kamu ke rumah mamamu," teriak Ardi sambil berlalu meninggalkan Anita yang masih duduk tak berdaya sambil bersandar di pintu kamar Maya.Sementara wanita bertubuh sintal itu seperti tak berdosa, dia memakai helai demi helai pakaiannya di depan Anita.“Maaf, ya, Bu. Ini semua karena Pak Ardi sudah tidak bisa menahan hasratnya. Harusnya Ibu berterima kasih sama saya, karena saya sudah melayani Bapak luar dalam. Saya juga menngurus Bu Nita tiap hari.""Kamu pembantu di sini!” teriak Anita membalas ucapan Maya. “Memang sudah sepantasny
Nia mengangguk dengan sopan. Saat berhadapan dengan Wisnu seperti ini, dia merasa ada yang aneh. Merasa wajah itu sering dia lihat. Tapi entah kapan dan di mana. "Riki dan saya sudah bicara banyak tentang kamu. Sepertinya kamu ini anak buah kesayangannya dia." Wisnu melirik pada Riki dengan nada menyindir jahil. "Tapi, setelah saya lihat track record kamu, sepertinya Riki memang tidak salah. Dia tepat milih kamu sebagai orang yang akan pegang marketing di cabang yang baru. Karena selain cantik, kamu juga pintar." Wisnu terdengar memuji. “Ah, Pak Wisnu bisa aja.” Nia tersipu malu. Wisnu malah tertawa melihatnya. "Oh iya, nanti di sana, kamu nggak tanggung jawab sendirian. Akan ada Doni yang bantu kamu. Dia COO di sana. Sesekali saya juga akan datang ke sana.” Mendengar itu, Riki tampak terperangah. "Ummp, Pak Wisnu... bagaimana kalau saya ikut ditugaskan di sana?” potong Riki seperti yang tidak rela jika Nia akan sering berhubungan dengan Doni. “Tidak, kamu tetap di sini.