Home / Romansa / Suamiku Bukan Petani Teh Biasa / 9. Perjalanan Panjang.

Share

9. Perjalanan Panjang.

Author: Suzy Wiryanty
last update Last Updated: 2023-04-11 13:05:21

Bagas menatap Lara tajam. Entah mengapa, dia melihat keraguan  di mata perempuan itu  meski perempuan itu terlihat berani.

Namun, belum sempat membalas, Lara sudah kembali berbicara, "Tidak masalah kalau kamu belum mencintai saya. Saya berjanji, saya akan melakukan apa saja agar kelak kamu bisa mencintai saya."

Apa yang terjadi, terjadilah. Lara sudah tidak peduli. Yang penting, pernikahan ini terus berjalan sampai Sesil merasa puas.

Sementara itu, Bagas mengernyitkan dahi. Ia menatap Sesil dengan pandangan ganjil.

Bagaimana kepribadian perempuan yang bernama Sesilia Hadinata ini? Bahasa tubuhnya terus saja berubah-ubah. 

"Sebenarnya saya sudah mempunyai pacar. Kami berhubungan sudah sangat lama. Masalahnya kedua orang tua kami bermusuhan. Jadi seandainya kita menikah pun, saya tidak akan pernah mencintaimu. Saya melakukan semua ini hanya karena amanah ayah saya yang sedang sakit." Bagas mencoba kembali bernegosiasi dengan Sesil.

"Tidak masalah. Pokoknya saya ingin kamu nikahi secepatnya. Perihal lainnya akan kita bicarakan kemudian," sahut Lara datar. Jawaban Sesil membuat Bagas meradang. Perempuan seperti apa Sesil ini sampai ia rela menerima pernikahan dengan kondisi seperti ini?

"Apa apa sebenarnya dengan dirimu? Apa saat ini kamu sedang hamil dan membutuhkan sosok ayah untuk anakmu?" tebak Bagas gusar.

"Tidak," jawab Lara singkat.

"Kalau tidak, mengapa kamu ngebet sekali ingin saya nikahi?"

"Karena saya mencintaimu. Saya berjanji, saya akan membuatmu melupakan pacarmu dan mencintai saya pada akhirnya." Lara bersikukuh dengan niatnya. Asal ayahnya bisa sembuh seperti sediakala, ia tidak peduli akan diperlakukan seperti apa oleh Bagas. Masalah pacar Bagas? Ia malah gembira Bagas mencintai orang lain. Dengan begitu selama perkawinan, Bagas tidak akan mengganggunya. Ia aman secara harfiah maupun kiasan. Itu artinya saat sandiwaranya ketahuan dan Bagas menceraikannya, tubuhnya masih dalam keadaan suci.

"Kamu jangan bermimpi. Saya sangat mencintai Agni Paramitha. Kamu ini tidak ada seujung kukunya Agni. Kamu jangan pernah bermimpi untuk mendapatkan hati saya. Jangan pernah!" Bagas mengacungkan jari telunjuknya di wajah Lara.

"Sebaiknya kita bersama-sama menghadap ayah. Kita terus terang saja kalau kita ini tidak saling mencintai. Setelahnya saya akan mengantarkan kamu kembali ke sini. Bagaimana? Kamu setuju?" Bagas menurunkan nada suaranya. Ia ingin membujuk Sesil untuk membatalkan pernikahan ini seperti rencananya semula ke ibukota. Agni juga mendukung rencananya ini.

"Kalau memang kamu tidak menginginkan pernikahan ini, mengapa tidak kamu katakan saja sedari awal pada ayahmu?" pungkas Lara.

"Sudah. Sudah puluhan kali malah!" Bagas meremas rambutnya putus asa.

"Tapi ayah bersikeras menginginkan cucu darimu." Bagas mendesah kesal. 

Deg!

Mata Lara mengerjap.

"Baiklah. Saya akan terus terang saja. Mudah-mudahan setelah mendengar ini kamu akan mengurungkan niatmu." Bagas menutup wajah dengan kedua tangannya. Mempertimbangkan keputusannya sekali lagi. Setelah memikirkan baik buruknya, ia memutuskan akan mengatakan hal yang sebenarnya. 

"Sesil, sebenarnya saya dan ayah mempunyai satu perjanjian. Ayah bilang ia hanya menginginkan cucu dari anak Hardi Hadinata, yaitu kamu. Setelahnya ia tidak mempermasalahkan hubungan kita. Jika kita tetap bersama, itu bagus. Karena memang seperti itulah harapan ayah. Namun jikalau tidak, ia tidak akan mempermasalahkannya. Perhatikan poinnya. Ia hanya mau cucu." Bagas mengeja kalimatnya lamat-lamat agar Sesil mengerti maksud pembicaraannya.

"Tidak masalah. Saya akan memberikan ayahmu cucu sekaligus anak padamu," Lara menimpali peringatan Bagas datar. Setelah ia menyanggupi menukar nyawa ayahnya dengan kebebasannya, ia memang sudah tidak punya hati lagi. Ia siap berkorban apa saja.

"Tapi saya tidak mencintaimu, Sesil!" Bagas memukul kemudi di depannya. Seketika terdengar suara keras karena klakson yang tidak sengaja ikut terpukul oleh kepalan tangannya. Gadis ini sungguh gila!

"Saya tidak ingin menghancurkan masa depanmu. Makanya saya berencana mengajakmu ke Yogya untuk sama-sama memberi pengertian pada ayah, kalau kita ini tidak saling mencintai. Dengan begitu masa depan kita berdua sama-sama terselamatkan." Bagas menerangkan semuanya secara gamblang. Ia memang tidak mencintai Sesil. Namun ia juga tidak mau merusak anak gadis orang. Dirinya tidak sejahat itu.

"Tapi saya mencintaimu. Saya akan melakukan apa saja, saya ulangi apa saja agar kamu mencintai saya. Saya tetap ingin melanjutkam pernikahan ini. Titik." Lara tetap dengan keputusannya. Terlanjur basah, ia akan mandi sekalian.

"Kamu sudah gila, Sesil. Sungguh-sungguh gila!" Bagas melemparkan tangannya ke udara. Ia tidak tahu lagi bagaimana caranya membujuk Sesil agar tidak masuk dalam perangkap penderitaannya. Tapi sepertinya mustahil. Sesil bersikukuh dengan keinginannya.

"Kalau kamu memang ingin menghancurkan masa depanmu sendiri, ya terserah. Kita menikah dan kamu secepatnya memberi ayah saya cucu. Tapi ingat, setelahnya saya akan menceraikanmu dan menikahi Agni. Saya juga membawa serta anak kita. Kamu akan pulang ke ibukota seorang diri dengan status sebagai seorang janda." 

Karena Bagas tidak mendengar bantahan sesuku kata pun dari Sesil, ia segera menjalankan kembali kendaraannya.

Ia tidak tahu setan apa yang tengah bercokol di kepala Sesil. Tapi, ia tidak akan mengulang permintaannya dua kali. Semua rencana telah ia buka sejak awal pernikahan ini akan dieksekusi. Ia tidak mau menipu Sesil. Kalau gadis ini setuju, itu bukan kesalahannya. Karena ia telah mengatakannya sebelumnya.

Sementara Lara yang saat ini memalingkan wajah ke sisi kiri, diam-diam menyusuti air mata. Sebenarnya bukan hanya Bagas yang memiliki Agni Paramitha. Dirinya sendiri juga sudah memiliki Priyatama Hadinata. Kekasihnya sekaligus sepupu Sesil. Ayah Priya, Bastian Hadinata adalah kakak sulung Hardi Hadinata, ayah Sesil.

Dirinya dan Priya baru saja jadian sebulan yang lalu, setelah Priya mengejarnya selama hampir setahun. Lara baru bersedia menerima cinta Priya, setelah Priya bersedia menuruti beberapa persyaratan darinya. Di antaranya adalah Priya harus membiarkannya bekerja minimal tiga tahun untuk membantu perekonomian keluarganya. Juga merahasiakan hubungan mereka selama beberapa waktu. Pada mulanya Priya tidak setuju berpacaran kucing-kucingan seperti ini. Ia sudah terlalu tua untuk back street-an katanya. Namun tatkala Lara mengemukakan alasannya, bahwa saat ini ayah Priya tengah mencalonkan diri sebagai walikota dan membutuhkan image baik, Priya mengalah. Ia mencoba bersabar sampai ayahnya menduduki jabatan walikota dulu, baru ia akan meresmikan hubungan mereka berdua. 

Mereka berdua juga sama-sama sadar bahwa untuk mendapatkan restu keluarga besar Hadinata itu tidak mudah. Ada kesenjangan status sosial mereka berdua yang terlalu jauh. Namun, Priya yang saat ini berkarir sebagai seorang dokter telah meyakinkannya. Bahwa dirinya sudah dewasa dan berhak mengambil keputusan sendiri. 

Memikirkan dirinya yang akan menjalani peran sebagai mempelai pengganti, membuat dada Lara sesak. Priya pasti akan sangat kecewa padanya. Tapi, dirinya pun tidak punya pilihan.

Mana mungkin ia membiarkan ayahnya mati perlahan, sementara ia sebenarnya masih punya jalan untuk menyelamatkannya? Walaupun, jalannya mungkin akan membuatnya luluh lantak sepanjang hidupnya.

 "Ya Allah, kuatkanlah aku...." lirih Lara dalam hati--meminta kekuatan sang pencipta untuk merelakan hatinya. 

*******

Lara menggeser posisi pinggulnya di dalam mobil. Berjam-jam berkendara membuat bokongnya kebas. Ditambah dengan Bagas yang terus memasang wajah ketat dan irit bicara, membuat perjalanan ke kebun teh ini rasanya kian menegangkan.

Sejurus kemudian laju mobil yang dikemudikan Bagas memasuki perempatan jalan dengan plang bertuliskan Dekso. Bagas melanjutkan perjalanan memasuki kawasan Perbukitan yang sekilas Lara googling bernama perbukitan Menoreh. Perjalanan selanjutnya melalui jalan perbukitan yang naik turun. 

Saat menemui jalan pertigaan sebelum Pasar Plono, terlihat plang dengan tulisan Wisata Nglinggo Tritis. Bagas kemudian berbelok ke kanan. Mengikuti jalan beraspal namun lebih sempit dari jalan yang sebelumnya. Sekitar setengah jam kemudian, mereka pun tiba di perkebunan teh Nglinggo.

Pemandangan hijaunya kebun teh bagai hamparan karpet raksana berwarna hijau.

Lara mengernyitkan kening tatkala dari kejauhan ia memindai ada orang yang menghalangi laju mobil Bagas.

Di samping orang tersebut ada sebuah mobil berjenis jeep. Bagas melambatkan kendaraan. Semakin dekat, Lara melihat sosok penghalang itu adalah seorang gadis yang sangat cantik. Di tengah terpaaan angin, rambut sang gadis berkibar dengan indahnya.

"Agni!" 

Related chapters

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   10. Konflik Pertama.

    "Agni!" Desisan terperanjat dari mulut Bagas telah menjelaskan semuanya. Gadis ini adalah Agni Paramitha, pacar Bagas. Pacar yang tidak direstui oleh ayahnya tepatnya. Bagas melambatkan kendaraan sebelum benar-benar berhenti di depan sang gadis. Adegan selanjutnya sudah bisa Lara duga. Gadis yang kini berurai air mata itu berlari mendekati mobil. Saat Bagas keluar dari mobil, sang gadis langsung mengalungkan kedua tangannya di leher Bagas. Memeluknya erat dalam sedu-sedan memilukan. Lara terkesima. Ia memang menduga akan ada adegan-adegan haru ala sinetron yang akan diperlihatkan pacar Bagas. Namun ekspektasinya jauh di bawah adegan yang cukup berani untuk ukuran dusun ini. Agni tampak begitu berani memeluk Bagas. Sementara Bagas sendiri tampak kaget dan segera menjaga jarak. Lara tidak tahu apa yang mereka berdua bicarakan. Lara hanya melihat Agni berkali-kali menatap ke arahnya dengan air muka geram. Sekonyong-konyong Agni berlari ke arahnya dan memukul-mukul kaca mobil. Di b

    Last Updated : 2023-04-11
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   11. Calon Istri Atau Tahanan?

    "Turun!" seru Bagas keras pada Sesil. Ia kesal karena Sesil masih saja duduk bengong padahal mereka telah tiba di tempat tujuan."Heh, apa?" Lara tergagap. Ia tidak mendengar kata-kata Bagas karena sepanjang jalan ia terus bergumul dengan benaknya sendiri. Makanya ia kaget saat Bagas tiba-tiba saja mengajaknya bicara."Kamu ingin terus duduk di mobil atau masuk ke dalam rumah?" Bagas kembali membentak Sesil. Moodnya yang sudah jelek karena insiden Agni tadi, membuatnya semakin kesal pada Sesil. Ia sama sekali tidak menyangka kalau rencana yang telah ia susun bersama Agni, berujung kacau seperti ini."Oh," umpatan Bagas hanya ditanggapi kata oh oleh Lara. Selanjutnya Lara turun dari mobil. Setelah berada di luar mobil, barulah Lara memandang takjub keindahan alam di sekelilingnya. Pemandangan hijau-hijau dengan semilir angin yang sejuk membelai-belai kulitnya."Indahnya ciptaanmu ya, Allah," gumam Lara lirih. Ia mengagumi suburnya tanaman teh yang terhampar bagai karpet hijau raksasa d

    Last Updated : 2023-04-12
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   12. Teka Teki Sesil.

    "Selamatkan nyawa ayah hamba ya, Allah?" Arimbi meletakkan ponsel di dada. Ia seolah-olah ingin memeluk ayahnya. "Masuk," Lara menjawab tatkala pintu kamarnya diketuk dari luar."Saya Aris, Mbak. Saya disuruh si Mbok untuk mengantarkan koper." Terdengar sahutan dari pintu. Suara seorang pria. Pantas saja orang tersebut tidak berani langsung membuka pintu kamar walau sudah diizinkan masuk. Lara beringsut dari ranjang. Setelah menyeka kedua pipinya yang lembab oleh air mata terlebih dahulu, Lara membuka pintu kamar. Terlihat seorang pria gagah berdiri di depan pintu dengan koper di sampingnya."Ini kopernya, Mbak. Mau diletakkan di mana?" tanya Aris canggung. Di hadapannya adalah calon majikannya. Ia tidak berani terlalu lama menatap wajah ayu yang tampak habis menangis di depannya. "Sini, biar saya letakkan sendiri, Mas Aris. Oh ya, nama saya Sesil," Lara memperkenalkan diri, seraya meraih troli koper di samping Aris."Salam kenal, Mbak Sesil. Saya Aris anak Mbok Sumi. Panggil saya

    Last Updated : 2023-04-12
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   13. Menghadapi Calon Mertua.

    Waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam. Sedari masuk diantar Mbok Sum tadi, Lara belum keluar kamar. Ia menghabiskan waktu dengan membongkar koper. Menyusun gaun-gaun mewah di dalam lemari yang rata-rata adalah milik Sesil. Lara sendiri hanya membawa beberapa celana jeans, kemeja dan kaos-kaos rumahan saja. Sesil memberikan gaun-gaunnya agar penyamarannya sebagai anak orang kaya lebih meyakinkan katanya. Tidak lucu kalau anak orang kaya pakaiannya seperti gembel. Sayangnya Lara malah tidak berani memakai gaun-gaun Sesil yang rata-rata berpotongan dada rendah itu. Lehernya kalau tidak model V neck, pasti sabrina. Sesil memang menyukai gaun-gaun yang seksi. Sepertinya gaun-gaun dari Sesil akan berakhir di dalam lemari saja.Selesai menata lemari, Lara berjalan menuju jendela. Ia kemudian membuka jendela kamarnya yang terbuat dari kayu. Seketika udara sejuk menerpa wajah dan kulit tubuhnya. Suasana malam di pedesaan ternyata begitu indah. Sayup-sayup terdengar suara jangkrik yang mem

    Last Updated : 2023-04-13
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   14. Konsekuensi Peran.

    "Pelan-pelan meletakkan piringnya, Lan. Anak gadis kok kasar kerjanya," Mbok Sum mengomeli Wulan."Namanya juga tidak sengaja, Bu. Lain kali Wulan akan pelan-pelan," cetus Wulan acuh. Kini ia meletakkan piring di depan Bagas. Berbeda dengan Lara, perlakuan Wulan pada Bagas sangat lembut dan hati-hati. "Terima kasih ya, Wulan?" Bagas mengucapkan terima kasih pada Wulan diiringi seulas senyum manis. Ia sudah menganggap Wulan seperti adiknya sendiri."Iya, Mas," ucap Wulan tersipu. Pipinya seketika merona. Sekarang Lara tahu mengapa Wulan memusuhinya. Wulan menyukai Bagas rupanya."Ini piring kesukaan Bapak." Wulan meletakkan piring di depan Pak Jaya hati-hati. Wulan tahu Pak Jaya menyukai piring ini karena dulu diberikan oleh Bu Rahmawati, almarhumah istrinya."Terima kasih ya, Wulan. Bagaimana pekerjaan di pabrik? Lancar?" Pak Jaya mengajak Wulan mengobrol. Wulan ini bekerja di kebun teh. Wulan juga sudah ia anggap seperti putrinya sendiri."Lancar, Pak. Ekspor kita keluar negeri maki

    Last Updated : 2023-04-13
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   15. Pernikahan.

    Lara duduk melamun di meja rias seraya menyisir rambut. Ia baru saja mandi setelah acara resepsi usai. Setelah ijab kabul pagi tadi, acara memang dilanjutkan dengan resepsi. Berbeda dengan pernikahan di ibukota yang rata-rata mengelar acara resepsi di gedung atau hotel-hotel mewah, di kampung ini lazimnya resepsi dilakukan di rumah mempelai. Apalagi jika mempelai mempunyai rumah atau pekarangan yang luas. Dengan tenda-tenda lebar dan dekorasi yang apik, di sinilah acara akan digelar. Kerabat, teman, tetangga akan datang berbondong-bondong memeriahkan acara. Suasana kekeluargaan di kampung ini masih sangat kental.Lara melirik pintu kamar mandi tatkala mendengar suara gemericik air. Bagas tengah membersihkan diri setelah dirinya keluar dari kamar mandi. Lara sadar. Bahwa mulai hari ini dan seterusnya, dirinya akan terikat pada Bagas. Masih segar dalam ingat Lara, tatapan penuh amarah Bagas saat cara ijab kabul tadi pagi. Bagas pasti menganggapnya penghancur masa depannya bersama Agni

    Last Updated : 2023-04-14
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   16. Aku Bukan yang Dulu.

    "Capek memang. Tapi saya masih bisa melaksanakan tugas ini dengan baik dan sempurna. Saya tidak selemah itu," ejek Bagas. Sebenarnya bukan hanya Sesil yang tegang, Bagas juga. Istimewa Sesil juga sudah mulai mengubah panggilan yang tadinya dengan kamu menjadi Mas. Kesannya menjadi lebih intim."Bukan masalah lemah. Hanya saja saya perhatikan dalam film atau sinetron, biasanya hal seperti ini ditunda dulu sampai kedua mempelai sama-sama fit," pungkas Lara. Alasan Lara dihadiahi senyum sinis oleh Bagas."Kamu jangan terpengaruh pada adegan dalam sinetron yang semuanya dibuat atas kemauan sutradara. Jarang sekali ada yang menunda malam pertama. Lagi pula secapek-capeknya laki-laki, melakukan hal seperti ini, semua capeknya akan langsung hilang. Satu lagi, kamu jangan mengira kalau laki-laki hanya bisa melakukan hubungan suami istri atas dasar cinta. Itu semua omong kosong. Karena semua laki-laki normal bisa melakukannya asal dengan lawan jenisnya. Cinta tidak ada hubungannya dengan nafsu

    Last Updated : 2023-04-14
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   17. Musuh Baru.

    Lara terbangun kala mendengar gemerisik kain yang disibak dari sampingnya. Sepertinya Bagas sudah terbangun. Lara tidak tahu saat ini pukul berapa, karena suasana kamar yang gelap gulita. Bagas tadi memintanya mematikan semua lampu. Katanya ia tidak menyukai cahaya apa pun pada saat tidur. Sejurus kemudian terdengar suara saklar lampu ditekan, yang diikuti menyalanya lampu tidur. Lara mengernyitkan mata karena silau. Namun ia tetap diam. Setelah kejadian semalam, ia masih belum siap berhadapan muka dengan Bagas. Lara nyaris terpekik tatkala ponsel Bagas tiba-tiba saja berbunyi. Ia kaget. Refleks Lara melirik jam di dinding kamar. Pukul 04.30 WIB. Lara tidak menyangka kalau Bagas mempunyai kebiasaan bangun sepagi ini. "Ada apa kamu menelepon Mas subuh-subuh begini?" Lara mendengar Bagas menjawab ponsel dengan suara lirih. "Mas tidak suka kalau kamu menjadi posesif begini." Bagas membuang selimut ke sisi bale-bale. Ia mulai kehabisan kesabaran menghadapi tingkah Agni yang kekanaka

    Last Updated : 2023-04-15

Latest chapter

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   110. Akhir Bahagia ( END)

    Tini yang sebenarnya sudah berdiri cukup lama di koridor, segera meletakkan kopi di meja. Tini mendapat kesempatan yang tepat untuk melaksanakan tugasnya. Tadi ia sungkan mengganggu kemesraan Lara dan Bagas."Ini kopinya, Mas." Tini pamit setelah mendapat ucapan terima kasih dari Bagas. Ia tidak mau mengganggu kemesraan sepasang suami istri tersebut."Ya, Sil. Ada apa? Pak Yono baik-baik saja kan?" Lara dengan cepat mengangkat ponsel. Benaknya membayangkan yang tidak-tidak setiap kali ada telepon dari Jakarta."Ayah nggak apa-apa, Ra. Makin sehat malahan. Gue nelpon cuma mau bilang kalo gue nggak jadi ke tempat lo minggu depan. Gue ada objekan nyupirin buah-buahan Pak Renggo ke pasar. Lain kali aja gue ke tempat lo ya?"Ya sudah kalau kamu ada kerjaan. Eh kamu ada di mana ini, Sil? Kok banyak sekali orang berbicara? Ada suara musik lagi. Kamu dugem ya?" Lara khawatir kalau Sesil kembali pada kehidupan lamanya."Dugem? Astaga, boro-boro dugem, Ra. Gue lagi ngebabu di rumah Sakti ini."

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   108. Penghakiman Di Dunia.

    "Temani saja Mas Bagas menonton televisi, Mbak. Piring-piring kotor ini biar Mbok dan Tini yang membereskan." Mbok Sum menahan lengan Lara yang bermaksud meraih peralatan makan. "Ya sudah. Kalau begitu saya akan membuat kopi saja untuk Mas Bagas.""Tidak usah juga, Mbak. Biar si Tini saja yang mengurus masalah kopi. Perut Mbak Lara sudah sebesar ini. Sebaiknya Mbak istirahat saja. Temani Mas Bagas." Mbok Sum menasehati Lara. Majikan mudanya ini memang tidak bisa diam. Ada saja yang mau ia kerjakan. "Baiklah, Mbok. Nanti kopi Mas Bagas bawa ke depan saja ya?" pinta Lara."Tenang saja, Mbak. Pokoknya semua beres." Tini yang menjawab seraya menjentikkan tangannya. "Terima kasih ya, Tini?" Lara menepuk bahu Tini sekilas. Tini memang remaja yang cekatan dan ceria. Lara melanjutkan langkah ke ruang keluarga. Di mana Bagas sedang santai menonton televisi."Duduk sini, Ra. Kedatanganmu pas sekali saat pembacaan vonis yang dijatuhkan hakim pada Pak Sasongko." Bagas menepuk-nepuk sofa di sam

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   108..Berani Berbuat, Berani Bertanggung Jawab.

    "Wah... wah... wah... pembalasan dendam jilid dua ini sepertinya." Bagas berdecak. Sesil akan menuai badai setelah ia kerap menabur angin."Sepertinya sih, Mas," ucap Lara sambil terus mengintip."Eh ada tuan putri, ups salah. Putri babu maksudnya. Apa kabar, tuan putri babu?" Bertha menyapa Sesil dengan air muka mengejek. Satu... dua... tiga...Lara berhitung dalam hati. Biasanya Sesil akan meledak dan mengejek tak kalah pedas."Kabar gue kurang baik, Tha. Ayah gue masuk rumah sakit."Alhamdullilah. Lara tersenyum haru. Sesil sudah mulai bisa mengontrol emosinya. Sesil menjawab pertanyaan Bertha dengan santun walaupun Berta sedang mengejeknya. "Oh sekarang lo udah ngaku kalo Pak Yono bokap lo ya? Pak Yono sial amat ya punya anak nggak berguna kayak lo." Kali ini Maira yang bersuara. "Kalian berdua boleh ngatain gue apa aja. Gue terima. Gue tau dulu gue banyak salah pada kalian berdua. Tapi tolong, kalian jangan ngata-ngatain ayah gue. Ayah gue baru selesai dan sedang berada di ru

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   107. Menjalani Sisa Takdir.

    "Ra, bangun. Dokter sudah keluar dari dari ruang operasi." Bagas mengecup ubun-ubun Lara yang tertidur di bahunya."Mana, Mas?" Lara sontak terbangun. Mengerjap-ngerjapkan mata sejenak, Lara memindai pintu ruang operasi. Tampak seorang dokter paruh baya bermasker dan berpakaian hijau-hijau sedang berbicara pada Sesil dan Pak Amat."Jadi gue eh saya belum bisa menjenguk ayah saya ya, Dok?" Lara mendengar Sesil berbicara pada dokter."Pak Yono baik-baik saja kan, Dokter?" Lara ikut bertanya. Ia ingin memastikan kalau Pak Yono baik-baik saja."Saya jawab satu-satu ya? Pasien baik-baik saja saat ini," ujar sang dokter sabar."Alhamdullilah." Lara, Sesil, Bagas dan Pak Amat menarik napas lega."Tapi bagaimana ke depannya, saya belum tahu. Pasien juga belum boleh dijenguk, karena akan dipindahkan ke ruang recovery untuk pemulihan.""Berapa lama ayah saya di ruang recovery, Dokter?" Sesil kembali mengajukan pertanyaan."Biasanya selama dua jam.Setelah dua jam nanti kalau keadaan pasien dian

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   106. Kebahagiaan Lara.

    "Kamu ini memang tidak ada kapok-kapoknya ya, Sil? Baru saja mencuri uang atasanmu, kini kamu mencoba kembali mencuri dompet Lara. Bagaimana ayahmu tidak sakit-sakitan melihat ulahmu?!" Pak Amat yang memang ingin melihat keadaan Pak Yono merebut dompet dari tangan Sesil kasar."Nggak, Pak. Gue hanya ingin memasukkan dompet ini ke dalam tas Lara. Tadi barang-barangnya berjatuhan karena Lara tertidur." Sesil menjelaskan dengan sabar maksud baiknya pada Pak Amat."Halah, banyak omong kamu. Sekalinya maling yo tetap maling. Yono sial sekali punya anak maling seperti kamu!" Pak Amat tidak percaya pada penjelasan Sesil. Akan halnya Lara, ia membuka mata karena mendengar suara ribut-ribut. Pak Amat dan Sesil sedang bertengkar rupanya. Pak Amat terlihat menunjuk-nunjuk Sesil geram."Gue nggak bohong, Pak. Gue cuma mau bantuin Lara. Gue sama sekali nggak berniat mencuri dompet Lara." Dengan suara tertahan karena sadar sedang berada di rumah sakit, Sesil membantah tuduhan Pak Amat. Lara tidak

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   105. Mencicil Takdir.

    "Sak, bisa kita bicara sebentar?" Bagas menghampiri Sakti. Ada permohonan tidak terucap di matanya. "Oke." Sakti mengalah. Ia sadar aksi balas dendamnya memang keterlaluan karena telah memakan korban. Ia sama sekali tidak menyangka kalau ayah Sesil lah yang menerima akibatnya. Pembalasan dendamnya salah kaprah. "Saya akan menebus kesalahan saya, Pak. Jangan khawatir. Apa yang ucapkan harus saya pertanggungjawabkan. Itulah pesan terakhir dari ayah saya sebelum ia pingsan. Saya akan belajar untuk mematuhi perintahnya," tukas Sesil lirih. "Bagus. Kalau begitu persiapkan dirimu. Karena saya tidak meminta kamu langsung melunasi semua kejahatan-kejahatanmu. Saya ingin kamu mencicilnya. Berikut bunga-bunganya." Setelah membalas ucapan Sesil, Sakti pun berlalu. Sesil tertunduk lesu setelah bayangan Sakti menghilang di ujung lorong rumah sakit. Melihat kehadiran Sakti membuatnya teringat akan segala perbuatan kejinya di masa lalu. Mempunyai banyak pendukung membuatnya dulu merasa hebat. Ia

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   104. Berdamai Dengan Masa Lalu.

    Bagas yang duduk diam di kursi tunggu, seketika menegakkan punggungnya. Ia mendengar nama Sakti Alamsyah disebut-sebut. Kecurigaannya saat melihat sikap kaku antara Sakti dan Lara dulu ternyata benar. Ada sesuatu di antara mereka pada masa lalu. Hanya saja rupanya Sakti salah orang. Yang Sakti kira Sesil adalah Lara. Wajar mengingat mereka semua dulu bertemu sewaktu SD. Dalam diam Bagas mempertajam pendengarannya."Akhirnya kamu mengerti bagaimana sakitnya difitnah bukan? Itu baru sekali. Saya merasakannya hampir seumur hidup saya." Lara menengadah. Menatap langit-langit rumah sakit dengan senyum pahit."Gue nggak akan minta maaf pada lo, Ra." Sesil menggeleng."Karena gue tahu, kesalahan gue terhadap lo terlalu banyak. Gue nggak layak dimaafkan." Sesil menunduk pasrah. Ia sekarang sadar bahwa tingkah lakunya selama ini memang keterlaluan. Dirinya sangat egois karena tidak bisa melihat orang lain lebih darinya. Lara dulu lebih cantik, lebih pintar, lebih populer dari dirinya. Padaha

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   103. Kembali Ke Jakarta.

    "Pelan-pelan jalannya, Ra. Nanti kamu jatuh." Bagas menahan langkah Lara, agar yang bersangkutan memperlambat laju langkahnya. Bagas ngeri melihat Lara yang seperti tidak ada capeknya padahal sedang berbadan dua. Berada dalam pesawat selama hampir satu setengah jam, yang dilanjutkan dengan berkendara dari bandara hingga rumah sakit, Lara tidak terlihat lelah sedikit pun. Rasa khawatirnya pada Pak Yono mengalahkan kelelahan fisiknya. Saat ini mereka telah tiba di gerbang rumah sakit. Selanjutnya mereka berjalan ke bagian Nurse Station untuk menanyakan ruangan Pak Yono."Selamat siang, Suster. Kami kerabat Pak Suryono yang tadi menelepon untuk deposit biaya operasi Pak Suryono tadi." Lara langsung menyatakan keperluannya pada sang perawat."Oh, ibu dan bapak Bagas Antareja ya? Ibu dan Bapak sudah ditunggu di ruang UGD oleh dokter Gani. Kalau Pak Suryono sendiri, beliau saat ini telah berada di ruang operasi. Pak Suryono akan segera di operasi. Silakan langsung temui beliau di sana saj

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   102. Musibah Baru.

    "Karena saya takut Mas mengira saya tidak bisa moved on dari Mas Priya. Makanya saya pikir, saya matikan saja," kata Lara terus terang."Mengenai mengapa saya menonton persidangan, itu karena semua stasiun televisi menayangkan berita yang sama. Jadi saya tidak spesifik memilih chanel tadi," lanjut Lara lagi. Ia mengatakan hal sesuai fakta."Penjelasanmu masuk akal. Sini, lebih dekat pada, Mas, Ra." Lara celingukan sejenak sebelum merapatkan diri pada Bagas. Tidak enak juga duduk seintim ini di siang bolong. "Ra, Mas percaya padamu. Bahwa kamu tidak punya perasaan apapun lagi pada Priya. Dulu memang Mas cemburu pada Priya. Sebelum Mas tahu kalau Priya itu bukan anak kandung Om Bastian pun, Mas masih cemburu. Padahal waktu itu status Priya adalah sepupumu bukan? Yang artinya ia tidak boleh menikahimu." "Lantas sekarang Mas tidak cemburu lagi? Padahal Mas Priya terbukti bukan sepupu saya? Kok rasanya aneh, Mas?" Lara tidak mengerti jalan pikiran Bagas."Tidak aneh karena sekarang Mas

DMCA.com Protection Status