Home / Romansa / Suamiku Bukan Petani Teh Biasa / 13. Menghadapi Calon Mertua.

Share

13. Menghadapi Calon Mertua.

Author: Suzy Wiryanty
last update Last Updated: 2023-04-13 11:21:14

Waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam. Sedari masuk diantar Mbok Sum tadi, Lara belum keluar kamar. Ia menghabiskan waktu dengan membongkar koper. Menyusun gaun-gaun mewah di dalam lemari yang rata-rata adalah milik Sesil. Lara sendiri hanya membawa beberapa celana jeans, kemeja dan kaos-kaos rumahan saja.

Sesil memberikan gaun-gaunnya agar penyamarannya sebagai anak orang kaya lebih meyakinkan katanya. Tidak lucu kalau anak orang kaya pakaiannya seperti gembel. Sayangnya Lara malah tidak berani memakai gaun-gaun Sesil yang rata-rata berpotongan dada rendah itu. Lehernya kalau tidak model V neck, pasti sabrina. Sesil memang menyukai gaun-gaun yang seksi. Sepertinya gaun-gaun dari Sesil akan berakhir di dalam lemari saja.

Selesai menata lemari, Lara berjalan menuju jendela. Ia kemudian membuka jendela kamarnya yang terbuat dari kayu. Seketika udara sejuk menerpa wajah dan kulit tubuhnya. Suasana malam di pedesaan ternyata begitu indah. Sayup-sayup terdengar suara jangkrik yang mem
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nikolaus adjie
g sabar nunggu endingnya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   14. Konsekuensi Peran.

    "Pelan-pelan meletakkan piringnya, Lan. Anak gadis kok kasar kerjanya," Mbok Sum mengomeli Wulan."Namanya juga tidak sengaja, Bu. Lain kali Wulan akan pelan-pelan," cetus Wulan acuh. Kini ia meletakkan piring di depan Bagas. Berbeda dengan Lara, perlakuan Wulan pada Bagas sangat lembut dan hati-hati. "Terima kasih ya, Wulan?" Bagas mengucapkan terima kasih pada Wulan diiringi seulas senyum manis. Ia sudah menganggap Wulan seperti adiknya sendiri."Iya, Mas," ucap Wulan tersipu. Pipinya seketika merona. Sekarang Lara tahu mengapa Wulan memusuhinya. Wulan menyukai Bagas rupanya."Ini piring kesukaan Bapak." Wulan meletakkan piring di depan Pak Jaya hati-hati. Wulan tahu Pak Jaya menyukai piring ini karena dulu diberikan oleh Bu Rahmawati, almarhumah istrinya."Terima kasih ya, Wulan. Bagaimana pekerjaan di pabrik? Lancar?" Pak Jaya mengajak Wulan mengobrol. Wulan ini bekerja di kebun teh. Wulan juga sudah ia anggap seperti putrinya sendiri."Lancar, Pak. Ekspor kita keluar negeri maki

    Last Updated : 2023-04-13
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   15. Pernikahan.

    Lara duduk melamun di meja rias seraya menyisir rambut. Ia baru saja mandi setelah acara resepsi usai. Setelah ijab kabul pagi tadi, acara memang dilanjutkan dengan resepsi. Berbeda dengan pernikahan di ibukota yang rata-rata mengelar acara resepsi di gedung atau hotel-hotel mewah, di kampung ini lazimnya resepsi dilakukan di rumah mempelai. Apalagi jika mempelai mempunyai rumah atau pekarangan yang luas. Dengan tenda-tenda lebar dan dekorasi yang apik, di sinilah acara akan digelar. Kerabat, teman, tetangga akan datang berbondong-bondong memeriahkan acara. Suasana kekeluargaan di kampung ini masih sangat kental.Lara melirik pintu kamar mandi tatkala mendengar suara gemericik air. Bagas tengah membersihkan diri setelah dirinya keluar dari kamar mandi. Lara sadar. Bahwa mulai hari ini dan seterusnya, dirinya akan terikat pada Bagas. Masih segar dalam ingat Lara, tatapan penuh amarah Bagas saat cara ijab kabul tadi pagi. Bagas pasti menganggapnya penghancur masa depannya bersama Agni

    Last Updated : 2023-04-14
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   16. Aku Bukan yang Dulu.

    "Capek memang. Tapi saya masih bisa melaksanakan tugas ini dengan baik dan sempurna. Saya tidak selemah itu," ejek Bagas. Sebenarnya bukan hanya Sesil yang tegang, Bagas juga. Istimewa Sesil juga sudah mulai mengubah panggilan yang tadinya dengan kamu menjadi Mas. Kesannya menjadi lebih intim."Bukan masalah lemah. Hanya saja saya perhatikan dalam film atau sinetron, biasanya hal seperti ini ditunda dulu sampai kedua mempelai sama-sama fit," pungkas Lara. Alasan Lara dihadiahi senyum sinis oleh Bagas."Kamu jangan terpengaruh pada adegan dalam sinetron yang semuanya dibuat atas kemauan sutradara. Jarang sekali ada yang menunda malam pertama. Lagi pula secapek-capeknya laki-laki, melakukan hal seperti ini, semua capeknya akan langsung hilang. Satu lagi, kamu jangan mengira kalau laki-laki hanya bisa melakukan hubungan suami istri atas dasar cinta. Itu semua omong kosong. Karena semua laki-laki normal bisa melakukannya asal dengan lawan jenisnya. Cinta tidak ada hubungannya dengan nafsu

    Last Updated : 2023-04-14
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   17. Musuh Baru.

    Lara terbangun kala mendengar gemerisik kain yang disibak dari sampingnya. Sepertinya Bagas sudah terbangun. Lara tidak tahu saat ini pukul berapa, karena suasana kamar yang gelap gulita. Bagas tadi memintanya mematikan semua lampu. Katanya ia tidak menyukai cahaya apa pun pada saat tidur. Sejurus kemudian terdengar suara saklar lampu ditekan, yang diikuti menyalanya lampu tidur. Lara mengernyitkan mata karena silau. Namun ia tetap diam. Setelah kejadian semalam, ia masih belum siap berhadapan muka dengan Bagas. Lara nyaris terpekik tatkala ponsel Bagas tiba-tiba saja berbunyi. Ia kaget. Refleks Lara melirik jam di dinding kamar. Pukul 04.30 WIB. Lara tidak menyangka kalau Bagas mempunyai kebiasaan bangun sepagi ini. "Ada apa kamu menelepon Mas subuh-subuh begini?" Lara mendengar Bagas menjawab ponsel dengan suara lirih. "Mas tidak suka kalau kamu menjadi posesif begini." Bagas membuang selimut ke sisi bale-bale. Ia mulai kehabisan kesabaran menghadapi tingkah Agni yang kekanaka

    Last Updated : 2023-04-15
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   18. Bertemu Rival.

    "Iya, Lan. Mas Bagas sekarang sudah beristri. Kamu tidak boleh bersikap seperti biasanya. Hormati Mbak Sesil." Mbok Sum segera mengambil sikap. Putrinya ini memang terlalu berani untuk ukuran anak pembantu. Akibat terlalu dimanjakan Pak Jaya dan Bagas sedari kecil, Wulan terkadang melupakan statusnya. Sekarang Bagas sudah beristri. Tugasnya sebagai seorang ibu adalah memperingati putrinya."Mengapa begitu? Biasanya saya bebas berkomunikasi dengan Mas Bagas?" Wulan meradang. Ia tidak mempedulikan kata-kata ibunya. Ia juga tidak lagi berusaha menyembunyikan rasa tidak sukanya pada Sesil. Gadis kota ini terlalu sombong dan posesif."Seperti yang saya katakan dan juga ibumu tadi, Mas Bagas sekarang sudah beristri. Kenali posisimu. Memangnya kamu siapanya Mas Bagas?" Lara mendebat langsung pada poinnya."Saya... saya..." Wulan kehabisan kata-kata. Kalimat Sesil memukul telak dirinya. Walaupun Pak Jaya dan Bagas menganggapnya keluarga, tapi dirinya memang bukan siapa-siapa. Ia tidak bisa me

    Last Updated : 2023-04-15
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   19. Perang Urat Syaraf.

    "Sedang apa? Ya sedang melihat-melihat perkebunan sekalian belajar memetik teh dong, Mas. Masa Mas tidak melihat pakaian dan perlengkapan saya ini?" Lara menunjuk diri sendiri, ambul berikut sepatu boots yang ia kenakan."Saya hampir terpeleset ini lho, Mas. Untung ada Aris. Tanah di sini memang licin rupanya." Lara dengan halus melepaskan tubuhnya dari pegangan Aris. Selanjutnya ia mendekati Bagas yang berdiri bersisian dengan Agni."Mas benar kalau perkebunan ini licin, makanya Mas tidak mau membawa saya ke sini tadi. Mas memang suami yang baik dan pengertian. Maafkan kengeyelan saya ya, Mas?"Lara memeluk lengan Bagas manja. Seketika Lara bisa merasakan kalau lengan Bagas mendadak kaku. Sebenarnya bukan hanya Bagas yang rikuh, tetapi Lara juga. Setelah malam panjang yang mereka lalui berdua, sulit bagi Lara untuk bisa menatap Bagas tanpa mengingat kegiatan yang mereka lakukan berdua. Namun mengingat kemungkinan daerah teritorinya akan diinvasi kembali oleh Agni, Lara merasa harus

    Last Updated : 2023-04-16
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   20. Belajar Menerima Kenyataan.

    Lara keluar dari balik punggung Bagas. Saat ini dirinya adalah Sesilia Hadinata, putri dokter Shinta dan insinyur Hardi Hadinata. Bukan Asmaulara Maulida, anak seorang ART dan supir. Ia akan membela diri sesuai dengan kapasitasnya. Orang seperti Agni harus ditegasi agar sadar diri. "Mbak Agni menyebut saya apa tadi? Perempuan gatal? Perempuan gatal dari mana? Lha wong saya gatalnya dengan suami sendiri." Lara berdiri di hadapan Agni. Menatap tajam Agni tepat di matanya, agar poin-poin kalimat yang ia tekankan masuk ke kepala Agni. "Mbak bilang saya tidak ada malunya sama sekali. Lha saya melakukannya dengan suami sah saya sendiri. Jadi ngapain saya malu? Benar tidak? Yang seharusnya malu itu, Mbak Agni. Ngapain Mbak pagi-pagi buta menemui suami orang?" Lara mendekatkan wajahnya pada Agni. Menantang Agni dalam jarak sejengkal. "Mas Bagas itu dulunya pacar saya. Dia menjadi suamimu karena terpaksa. Dia tidak mencintaimu!" Agni menembakkan senjata andalannya. "Mas Bagas itu dulunya

    Last Updated : 2023-04-16
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   21. Perseteruan.

    "Rencana apa yang ada di kepalamu hingga kamu berani mengarang cerita bohong pada Agni?" Bagas menepis lengan Sesil yang masih memeganginya. "Tidak ada rencana apa-apa, Mas. Saya hanya membeberkan kenyataan di depan mata Mbak Agni dan mata Mas juga," sahut Lara sambil menurunkan ambul di punggungnya. Punggungnya terasa gatal. Mungkin ada bilah-bilah ambul kecil yang menusuk punggungnya.Setelah ambul diturunkan, Lara langsung menjaga jarak dengan Bagas. Agni sudah tidak ada di antara mereka. Jadi ia tidak perlu bermain drama lagi. Ia bebas menjadi dirinya sendiri. Aksi Sesil yang seketika menjauh setelah bayangan Agni tidak terlihat, mengherankan Bagas. Tadi Sesil berusaha membuat Agni melihat kemesraan mereka berdua. Dan sekarang Sesil bersikap seolah-olah alergi berada di dekatnya. Aneh sekali. Kontradiktifnya sikap Sesil ini membuat Bagas makin curiga. Pasti ada sesuatu yang melatarbelakangi Sesil menikahinya. Tapi apa itu? Sampai hari ini Bagas tidak bisa menebaknya. Baiklah, cu

    Last Updated : 2023-04-17

Latest chapter

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   110. Akhir Bahagia ( END)

    Tini yang sebenarnya sudah berdiri cukup lama di koridor, segera meletakkan kopi di meja. Tini mendapat kesempatan yang tepat untuk melaksanakan tugasnya. Tadi ia sungkan mengganggu kemesraan Lara dan Bagas."Ini kopinya, Mas." Tini pamit setelah mendapat ucapan terima kasih dari Bagas. Ia tidak mau mengganggu kemesraan sepasang suami istri tersebut."Ya, Sil. Ada apa? Pak Yono baik-baik saja kan?" Lara dengan cepat mengangkat ponsel. Benaknya membayangkan yang tidak-tidak setiap kali ada telepon dari Jakarta."Ayah nggak apa-apa, Ra. Makin sehat malahan. Gue nelpon cuma mau bilang kalo gue nggak jadi ke tempat lo minggu depan. Gue ada objekan nyupirin buah-buahan Pak Renggo ke pasar. Lain kali aja gue ke tempat lo ya?"Ya sudah kalau kamu ada kerjaan. Eh kamu ada di mana ini, Sil? Kok banyak sekali orang berbicara? Ada suara musik lagi. Kamu dugem ya?" Lara khawatir kalau Sesil kembali pada kehidupan lamanya."Dugem? Astaga, boro-boro dugem, Ra. Gue lagi ngebabu di rumah Sakti ini."

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   108. Penghakiman Di Dunia.

    "Temani saja Mas Bagas menonton televisi, Mbak. Piring-piring kotor ini biar Mbok dan Tini yang membereskan." Mbok Sum menahan lengan Lara yang bermaksud meraih peralatan makan. "Ya sudah. Kalau begitu saya akan membuat kopi saja untuk Mas Bagas.""Tidak usah juga, Mbak. Biar si Tini saja yang mengurus masalah kopi. Perut Mbak Lara sudah sebesar ini. Sebaiknya Mbak istirahat saja. Temani Mas Bagas." Mbok Sum menasehati Lara. Majikan mudanya ini memang tidak bisa diam. Ada saja yang mau ia kerjakan. "Baiklah, Mbok. Nanti kopi Mas Bagas bawa ke depan saja ya?" pinta Lara."Tenang saja, Mbak. Pokoknya semua beres." Tini yang menjawab seraya menjentikkan tangannya. "Terima kasih ya, Tini?" Lara menepuk bahu Tini sekilas. Tini memang remaja yang cekatan dan ceria. Lara melanjutkan langkah ke ruang keluarga. Di mana Bagas sedang santai menonton televisi."Duduk sini, Ra. Kedatanganmu pas sekali saat pembacaan vonis yang dijatuhkan hakim pada Pak Sasongko." Bagas menepuk-nepuk sofa di sam

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   108..Berani Berbuat, Berani Bertanggung Jawab.

    "Wah... wah... wah... pembalasan dendam jilid dua ini sepertinya." Bagas berdecak. Sesil akan menuai badai setelah ia kerap menabur angin."Sepertinya sih, Mas," ucap Lara sambil terus mengintip."Eh ada tuan putri, ups salah. Putri babu maksudnya. Apa kabar, tuan putri babu?" Bertha menyapa Sesil dengan air muka mengejek. Satu... dua... tiga...Lara berhitung dalam hati. Biasanya Sesil akan meledak dan mengejek tak kalah pedas."Kabar gue kurang baik, Tha. Ayah gue masuk rumah sakit."Alhamdullilah. Lara tersenyum haru. Sesil sudah mulai bisa mengontrol emosinya. Sesil menjawab pertanyaan Bertha dengan santun walaupun Berta sedang mengejeknya. "Oh sekarang lo udah ngaku kalo Pak Yono bokap lo ya? Pak Yono sial amat ya punya anak nggak berguna kayak lo." Kali ini Maira yang bersuara. "Kalian berdua boleh ngatain gue apa aja. Gue terima. Gue tau dulu gue banyak salah pada kalian berdua. Tapi tolong, kalian jangan ngata-ngatain ayah gue. Ayah gue baru selesai dan sedang berada di ru

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   107. Menjalani Sisa Takdir.

    "Ra, bangun. Dokter sudah keluar dari dari ruang operasi." Bagas mengecup ubun-ubun Lara yang tertidur di bahunya."Mana, Mas?" Lara sontak terbangun. Mengerjap-ngerjapkan mata sejenak, Lara memindai pintu ruang operasi. Tampak seorang dokter paruh baya bermasker dan berpakaian hijau-hijau sedang berbicara pada Sesil dan Pak Amat."Jadi gue eh saya belum bisa menjenguk ayah saya ya, Dok?" Lara mendengar Sesil berbicara pada dokter."Pak Yono baik-baik saja kan, Dokter?" Lara ikut bertanya. Ia ingin memastikan kalau Pak Yono baik-baik saja."Saya jawab satu-satu ya? Pasien baik-baik saja saat ini," ujar sang dokter sabar."Alhamdullilah." Lara, Sesil, Bagas dan Pak Amat menarik napas lega."Tapi bagaimana ke depannya, saya belum tahu. Pasien juga belum boleh dijenguk, karena akan dipindahkan ke ruang recovery untuk pemulihan.""Berapa lama ayah saya di ruang recovery, Dokter?" Sesil kembali mengajukan pertanyaan."Biasanya selama dua jam.Setelah dua jam nanti kalau keadaan pasien dian

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   106. Kebahagiaan Lara.

    "Kamu ini memang tidak ada kapok-kapoknya ya, Sil? Baru saja mencuri uang atasanmu, kini kamu mencoba kembali mencuri dompet Lara. Bagaimana ayahmu tidak sakit-sakitan melihat ulahmu?!" Pak Amat yang memang ingin melihat keadaan Pak Yono merebut dompet dari tangan Sesil kasar."Nggak, Pak. Gue hanya ingin memasukkan dompet ini ke dalam tas Lara. Tadi barang-barangnya berjatuhan karena Lara tertidur." Sesil menjelaskan dengan sabar maksud baiknya pada Pak Amat."Halah, banyak omong kamu. Sekalinya maling yo tetap maling. Yono sial sekali punya anak maling seperti kamu!" Pak Amat tidak percaya pada penjelasan Sesil. Akan halnya Lara, ia membuka mata karena mendengar suara ribut-ribut. Pak Amat dan Sesil sedang bertengkar rupanya. Pak Amat terlihat menunjuk-nunjuk Sesil geram."Gue nggak bohong, Pak. Gue cuma mau bantuin Lara. Gue sama sekali nggak berniat mencuri dompet Lara." Dengan suara tertahan karena sadar sedang berada di rumah sakit, Sesil membantah tuduhan Pak Amat. Lara tidak

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   105. Mencicil Takdir.

    "Sak, bisa kita bicara sebentar?" Bagas menghampiri Sakti. Ada permohonan tidak terucap di matanya. "Oke." Sakti mengalah. Ia sadar aksi balas dendamnya memang keterlaluan karena telah memakan korban. Ia sama sekali tidak menyangka kalau ayah Sesil lah yang menerima akibatnya. Pembalasan dendamnya salah kaprah. "Saya akan menebus kesalahan saya, Pak. Jangan khawatir. Apa yang ucapkan harus saya pertanggungjawabkan. Itulah pesan terakhir dari ayah saya sebelum ia pingsan. Saya akan belajar untuk mematuhi perintahnya," tukas Sesil lirih. "Bagus. Kalau begitu persiapkan dirimu. Karena saya tidak meminta kamu langsung melunasi semua kejahatan-kejahatanmu. Saya ingin kamu mencicilnya. Berikut bunga-bunganya." Setelah membalas ucapan Sesil, Sakti pun berlalu. Sesil tertunduk lesu setelah bayangan Sakti menghilang di ujung lorong rumah sakit. Melihat kehadiran Sakti membuatnya teringat akan segala perbuatan kejinya di masa lalu. Mempunyai banyak pendukung membuatnya dulu merasa hebat. Ia

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   104. Berdamai Dengan Masa Lalu.

    Bagas yang duduk diam di kursi tunggu, seketika menegakkan punggungnya. Ia mendengar nama Sakti Alamsyah disebut-sebut. Kecurigaannya saat melihat sikap kaku antara Sakti dan Lara dulu ternyata benar. Ada sesuatu di antara mereka pada masa lalu. Hanya saja rupanya Sakti salah orang. Yang Sakti kira Sesil adalah Lara. Wajar mengingat mereka semua dulu bertemu sewaktu SD. Dalam diam Bagas mempertajam pendengarannya."Akhirnya kamu mengerti bagaimana sakitnya difitnah bukan? Itu baru sekali. Saya merasakannya hampir seumur hidup saya." Lara menengadah. Menatap langit-langit rumah sakit dengan senyum pahit."Gue nggak akan minta maaf pada lo, Ra." Sesil menggeleng."Karena gue tahu, kesalahan gue terhadap lo terlalu banyak. Gue nggak layak dimaafkan." Sesil menunduk pasrah. Ia sekarang sadar bahwa tingkah lakunya selama ini memang keterlaluan. Dirinya sangat egois karena tidak bisa melihat orang lain lebih darinya. Lara dulu lebih cantik, lebih pintar, lebih populer dari dirinya. Padaha

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   103. Kembali Ke Jakarta.

    "Pelan-pelan jalannya, Ra. Nanti kamu jatuh." Bagas menahan langkah Lara, agar yang bersangkutan memperlambat laju langkahnya. Bagas ngeri melihat Lara yang seperti tidak ada capeknya padahal sedang berbadan dua. Berada dalam pesawat selama hampir satu setengah jam, yang dilanjutkan dengan berkendara dari bandara hingga rumah sakit, Lara tidak terlihat lelah sedikit pun. Rasa khawatirnya pada Pak Yono mengalahkan kelelahan fisiknya. Saat ini mereka telah tiba di gerbang rumah sakit. Selanjutnya mereka berjalan ke bagian Nurse Station untuk menanyakan ruangan Pak Yono."Selamat siang, Suster. Kami kerabat Pak Suryono yang tadi menelepon untuk deposit biaya operasi Pak Suryono tadi." Lara langsung menyatakan keperluannya pada sang perawat."Oh, ibu dan bapak Bagas Antareja ya? Ibu dan Bapak sudah ditunggu di ruang UGD oleh dokter Gani. Kalau Pak Suryono sendiri, beliau saat ini telah berada di ruang operasi. Pak Suryono akan segera di operasi. Silakan langsung temui beliau di sana saj

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   102. Musibah Baru.

    "Karena saya takut Mas mengira saya tidak bisa moved on dari Mas Priya. Makanya saya pikir, saya matikan saja," kata Lara terus terang."Mengenai mengapa saya menonton persidangan, itu karena semua stasiun televisi menayangkan berita yang sama. Jadi saya tidak spesifik memilih chanel tadi," lanjut Lara lagi. Ia mengatakan hal sesuai fakta."Penjelasanmu masuk akal. Sini, lebih dekat pada, Mas, Ra." Lara celingukan sejenak sebelum merapatkan diri pada Bagas. Tidak enak juga duduk seintim ini di siang bolong. "Ra, Mas percaya padamu. Bahwa kamu tidak punya perasaan apapun lagi pada Priya. Dulu memang Mas cemburu pada Priya. Sebelum Mas tahu kalau Priya itu bukan anak kandung Om Bastian pun, Mas masih cemburu. Padahal waktu itu status Priya adalah sepupumu bukan? Yang artinya ia tidak boleh menikahimu." "Lantas sekarang Mas tidak cemburu lagi? Padahal Mas Priya terbukti bukan sepupu saya? Kok rasanya aneh, Mas?" Lara tidak mengerti jalan pikiran Bagas."Tidak aneh karena sekarang Mas

DMCA.com Protection Status