Share

Bab 33 Tidak Mengakui

Author: S.Z.Lestari
last update Last Updated: 2024-10-19 16:13:20

“Enggak bisa jawab?” Ibu menatapku dan Sigit bergantian.

Saat aku hendak membuka mulutku, ponsel Ibu berdering dari tas jinjing yang dipakainya. Tas jinjing berbeda dengan sebelumnya. Aku baru menyadari tas jinjing milikku yang direbut Ibu kini dipakai oleh Utami. Aku menghela napas hingga Ibu menoleh. Tangannya masih mengeduk tasnya.

“Apa?!” Ibu bertanya dengan mata melotot. Aku menggeleng pelan lalu menunduk.

Utami sedang membuka tasnya lalu mengeluarkan beberapa alat kosmetik. “Aku yakin, kamu enggak akan bisa belum skincare kayak gini.” Utami memamerkan padaku produk perawatan wajah merek terkenal. Entah asli atau palsu. “Suamimu kan Cuma kuli panggul. Mana mampu beliin.”

Ibu tertawa. Tangannya berhasil mengeluarkan ponselnya. “Wah, Jeng Anna.” Ibu bersorak lalu mengangkat telepon. Ibu menjawab telepon dengan nada riang. Kontras sekali dengam ucapannya padaku atau Sigit. sangat menyakitkan. “Oke, Jeng. Saya segera ke sana sama anak saya. Tunggu ya.”

Setelah selesai menerima telepo
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Suamiku Bukan Kuli Panggul Biasa   Bab 34 Butuh

    "Itu ... aku mau beliin kamu baju baru." Sigit menunduk memerhatikan pakaiannya. "Emang kenapa? aku jelek?" kemudian alisnya terangkat. Aku segera menggeleng. Khawatir dia tersinggung. "Bukan gitu kok." Kujawab demikian. "Terus kenapa?" mata Sigit kembali menatap layar ponselnya. Alisnya berkerut. "Baju kamu itu itu aja. Mau ya aku beliin?" aku menatapnya. Sigit menatapku. "Beli aja yg thrift. Kamu tau kan tempatnya? banyak yang bagus asal bisa milih." Aku mengangguk lalu tersenyum. "Kenapa enggak mau yang baru aja?" kutopak daguku dengan sebelah tangan. Sigit kembali menatap layar ponselnya. "Supaya Ibumu enggak tau baju baru." Ada benarnya juga jawaban dia. Aku setuju kalau begitu. Kuperhatikan Sigit yang kembali memerhatikan layar ponselnya. "Ada urusan penting?" tanyaku akhirnya. Padahal aku tidak boleh ikut campur urusan dia. Namun, aku tidak bisa menghentikan keinginanku untuk bertanya. Sigit menatapku agak lama kemudian mengangguk. "Mau ketemu orang,"

    Last Updated : 2024-11-01
  • Suamiku Bukan Kuli Panggul Biasa   Bab 35 Mobil Baru

    “Mau ke mana?”Aku mundur mendengar suara Ibu. “Ibu!” seruku. Kusentuh dadaku. Aku terkejut.“Bu.” Sigit maju. Dia mengulurkan tangannya menyalami Ibu.Ibu dengan wajah penasaran mengulurkan tangannya pada Sigit. “Mau ke mana kalian malam-malam?”“Saya ada kerjaan, Bu.” Sigit menjawab.“Kamu ngapain?” Ibu menunjukku dengan dagunya.Di belakang Ibu, ada Utami dan Ayah turun dari mobil. Aku mengangkat alisku. Ibu yang tahu aku melihat Utami lalu tersenyum miring.“Utami beli mobil baru.” Ibu berkata dengan suara sombong.Utami berjalan mendekat semantara Ayah masih menatap mobil berwarna merah menyala itu dengan kagum. Wanita itu menggoyang-goyangkan kunci di tangannya.“Mobil baru. Pasti iri.” Dengan percaya dirinya dia berkata.Aku memutar mata. “Enggak.”“Suruh suamimu beli sana.” Utami berkata lagi.Aku kembali memutar mataku.Suara klakson mobil yang kencang membuat Sigit maju lagi satu langkah. “Bu, izin kami pergi dahulu.”Ibu menghalangi jalan. Tubuhnya yang gempal membuat Sigit

    Last Updated : 2024-11-06
  • Suamiku Bukan Kuli Panggul Biasa   Bab 36

    "Ayu!" Ibu berbicara lagi. Suaranya menggelegar. aku memilih diam. ponselku terus berbunyi. dengan gugup aku meraih ponselku kemudian menggenggamnya erat. aku bahkan lupa caranya untuk mematikan ponsel karena saking gugupnya. "Ayu!" suara Ibu berteriak lagi kali ini dengan menggedor-gedor pintu. Otakku tidak bisa bekerja jika aku seperti ini, terlebih lagi saat ponselku terus berbunyi. "ada apa lagi sih, Bu?" kali ini terdengar suara ayahku yang sepertinya berdiri di samping ibuku di depan pintu kamar. "Itu, dengar sesuatu di kamar anakmu!" Ibu berkata masuk dengan suara nyaring "kayak suara HP bunyi. padahal setahu Ibu anakmu itu tidak punya HP."terdengar hal nafas Ayah pelan. "Biarkan saja aku mungkin dia sedang mendengarkan radio.""radio dari mana?" suara Ibu masih kencang tapi kali ini agak sedikit menurun nadanya. ayahku berdecak, "mungkin dibelikan oleh Sigit. Dia kan sudah punya suami sekarang. jangan selalu curiga pada Ayu." "terus saja kamu bela anakmu itu." Ibu me

    Last Updated : 2024-11-24
  • Suamiku Bukan Kuli Panggul Biasa   Bab 37 Siapa Itu?

    “Ada apa?” Sigit bertanya.Kembali suaranya bergema seperti di dalam kamar mandi. Kemudian terdengar suara air bergemericik.“Kamu lagi ngapain?” tanyaku kembali.“Mau mandi.”Alisku naik. “Mandi? Di mana?” Sejenak Sigit terdiam. Aku mengedipkan mata. “Kamu di mana?”Lalu Sigit menghela napas. “Sepertinya aku enggak sanggup lagi.”Jantungku hendak copot dari tempatnya mendengar dia mengatakan itu. “Sigit? maksud kamu apa?” cecarku. “Apanya yang enggak sanggup?”Sigit kembali menghela napas. Terdengar suara pintu terbuka lalu tertutup. “Sepertinya aku harus terus terang sama kamu, Ayu.”“Apa sih?” aku duduk di atas tempat tidur.Kuremas selimut yang tidak sengaja kududuki. Pikiranku melayang tidak tentu arah seperti layangan putus. Sigit kenapa? apakah dia sudah bosan denganku? Apakah dia ingin kita berpisah? Lalu bagaimana nasibku nanti setelah dia pisah denganku? Hanya Sigit yang kupunya. Hanya dia temanku.“Aku punya salah sama kamu?” aku bertanya lirih. Mungkin aku harus memperbaik

    Last Updated : 2024-12-02
  • Suamiku Bukan Kuli Panggul Biasa   Bab 38 Serangan Panik

    “Sigit?” aku menatapnya dari atas sampai bawah tatkala membuka pintu rumah. Pagi betul dia sampai rumah. Kupandangi lagi dia. Mataku kemudian berkedip. “Sigit?” aku memanggil lagi. Takut penglihatanku salah.Pria di hadapanku mengangguk. Benar, dia Sigit. Aku menunjuknya. “Kamu pakai baju siapa?” aku menatapnya.“Ayu!” teriakan heboh Ibu membuatku terlonjak. “Siapa tamunya?!”Aku tergagap. “Sigit, Bu.” akhirnya aku bisa menjawab juga. Kutarik napasku perlahan. Kembali aku menatapnya. “Kamu pakai baju siapa?”Sigit menunduk. “Oh, ini.” Dia lalu tersenyum. “Nanti aku cerita. Boleh aku masuk?”Aku berdehem pelan lalu menyingkir dari ambang pintu.“Siapa katamu? Sigit?!” suara Ibu terdengar lagi. Kali ini lebih dekat dari sebelumnya. Aku menoleh lalu mengangguk.Kugaruk kepalaku yang tidak gatal. Sebentar lagi pasti Ibu mencecar Sigit.“Kamu baru pulang?” Ibu bertanya pada Sigit. Tangan berkacak pinggang. “Pukul berapa ini?! apa enggak lihat jam?!”“Saya kerja, Bu.” Sigit menjawab ringan.

    Last Updated : 2024-12-30
  • Suamiku Bukan Kuli Panggul Biasa   Bab 39 Mama

    “Ma?”Aku memanggilnya lagi. Namun, Mama hanya tersenyum. Walau begitu, aku tetap senang. Setidaknya Mama tersenyum padaku. Tidak mengapa asal aku bisa bertemu beliau.“Mama.” Aku ingin menangis ketika melihat Mama hanya berdiri seraya masih tersenyum. “Ma, aku kangen.” Aku berkata lagi.Tiba-tiba, Mama sudah mendekapku. Dekapannya begitu erat sekali. Tubuhku berguncang-guncang. Aku merasakan seperti diangkat ke atas. “Ayudisha,” Ucapan itu terdnegar di telingaku tetapi bukan Mama. Itu suara orang lain.“Ayu, buka matamu.” Suara itu terdengar lagi. Dekapan itu mengendur. Pelukan Mama perlahan menghilang.“Ma,” aku berbisik.“Ayudisha?” kini, aku mengenali suara itu. Itu suara Sigit.Perlahan aku membuka mata. Kulihat Sigit menatapku lalu memelukku erat. Suara sirine terdengar begitu dekat sekali. Aku mengedarkan pandangan. Aku berada dalam sebuah mobil. Bersama satu orang lainnya.“Aku takut kamu pergi.” Sigit berbisik lalu merebahkan tubuhku lagi.Aku bernapas perlahan dengan alat ba

    Last Updated : 2024-12-31
  • Suamiku Bukan Kuli Panggul Biasa   Bab 40 Curiga

    “Tetapi aku enggak mau kamu Kembali ke rumah Ibu.” Sigit berkata lagi. “Tunggu di sini. Aku tebus obat dulu.” Kemudian dia mendudukkan aku di kursi tunggu. Dia berjalan ke bagian penebusan obat.Aku memerhatikannya. Dia masih menggunakan pakaian yang tadi pagi. Melihatnya berpakaian membuatku teringat kalau aku ingin bertanya pakaian yang dia pakai sebelumnya. Aku ingat betul dia tidak membawa pakaian ketika berangkat dari rumah malam kemarin.Aku memang orang miskin akan tetapi aku tahu merek pakaian mahal. Seperti yang dia gunakan sekarang ini. Ada logo di bagian dada kanannya. Walau kecil logonya tetapi jelas sekali itu merek pakaian ternama dunia. Mahal. Harga termurahnya bisa satu juta rupiah. Aku menghembuskan napas. Kugigit bibirku. Bagaimana caranya aku bisa bertanya padanya?‘Apakah dia menginap di rumah Perempuan? Apakah dia bertemu lagi dengan Dinda?’ pikiran itu muncul begitu saja.“Ayo.” Suara Sigit membuatku mendongak. Aku mengangguk pelan lalu berdiri.“Kapan kita ketem

    Last Updated : 2025-01-04
  • Suamiku Bukan Kuli Panggul Biasa   Bab 1 Perawan Tua

    “Bangun! Dasar pemalas!”Aku berusaha mengangkat badanku dari atas tempat tidur. Dengan kepala berat, aku mendongak menatap ibu yang berdiri berkacak pinggang di hadapanku. “Ya, Bu?” aku menggenggam kepalaku yang berdenyut. Menangis semalaman membuat pagiku begitu berat.“Pukul berapa ini?!” Ibu mengetuk lengan kirinya seolah dia menggunakan jam tangan di sana. “Bangun!” kini disertai tangannya yang melayang menampar lengan kananku kemudian mencubit punggung tangan kiriku. Sakit sekali. “Bu, bukan mauku—”“Enggak ada alasan!” Ibuku kembali bersuara mematahkan ucapanku yang tidak selesai. “Bangun kesiangan terus. Pantes aja jodohmu jauh!”Aku mendesis pelan berusaha menahan sakit kepalaku. “Aku baru kali ini kesiangan, Bu.” Aku tidak pernah kesiangan sebelumnya. Karena kejadian kemarin, aku jadi terlambat bangun. “Heh!” Ibu melotot padaku yang berusaha bangkit dari atas tempat tidur. “Bantah kamu, ya?! Berani bantah Ibu?” Aku duduk di tepi tempat tidur kemudian menunduk. “Enggak bu

    Last Updated : 2024-08-26

Latest chapter

  • Suamiku Bukan Kuli Panggul Biasa   Bab 40 Curiga

    “Tetapi aku enggak mau kamu Kembali ke rumah Ibu.” Sigit berkata lagi. “Tunggu di sini. Aku tebus obat dulu.” Kemudian dia mendudukkan aku di kursi tunggu. Dia berjalan ke bagian penebusan obat.Aku memerhatikannya. Dia masih menggunakan pakaian yang tadi pagi. Melihatnya berpakaian membuatku teringat kalau aku ingin bertanya pakaian yang dia pakai sebelumnya. Aku ingat betul dia tidak membawa pakaian ketika berangkat dari rumah malam kemarin.Aku memang orang miskin akan tetapi aku tahu merek pakaian mahal. Seperti yang dia gunakan sekarang ini. Ada logo di bagian dada kanannya. Walau kecil logonya tetapi jelas sekali itu merek pakaian ternama dunia. Mahal. Harga termurahnya bisa satu juta rupiah. Aku menghembuskan napas. Kugigit bibirku. Bagaimana caranya aku bisa bertanya padanya?‘Apakah dia menginap di rumah Perempuan? Apakah dia bertemu lagi dengan Dinda?’ pikiran itu muncul begitu saja.“Ayo.” Suara Sigit membuatku mendongak. Aku mengangguk pelan lalu berdiri.“Kapan kita ketem

  • Suamiku Bukan Kuli Panggul Biasa   Bab 39 Mama

    “Ma?”Aku memanggilnya lagi. Namun, Mama hanya tersenyum. Walau begitu, aku tetap senang. Setidaknya Mama tersenyum padaku. Tidak mengapa asal aku bisa bertemu beliau.“Mama.” Aku ingin menangis ketika melihat Mama hanya berdiri seraya masih tersenyum. “Ma, aku kangen.” Aku berkata lagi.Tiba-tiba, Mama sudah mendekapku. Dekapannya begitu erat sekali. Tubuhku berguncang-guncang. Aku merasakan seperti diangkat ke atas. “Ayudisha,” Ucapan itu terdnegar di telingaku tetapi bukan Mama. Itu suara orang lain.“Ayu, buka matamu.” Suara itu terdengar lagi. Dekapan itu mengendur. Pelukan Mama perlahan menghilang.“Ma,” aku berbisik.“Ayudisha?” kini, aku mengenali suara itu. Itu suara Sigit.Perlahan aku membuka mata. Kulihat Sigit menatapku lalu memelukku erat. Suara sirine terdengar begitu dekat sekali. Aku mengedarkan pandangan. Aku berada dalam sebuah mobil. Bersama satu orang lainnya.“Aku takut kamu pergi.” Sigit berbisik lalu merebahkan tubuhku lagi.Aku bernapas perlahan dengan alat ba

  • Suamiku Bukan Kuli Panggul Biasa   Bab 38 Serangan Panik

    “Sigit?” aku menatapnya dari atas sampai bawah tatkala membuka pintu rumah. Pagi betul dia sampai rumah. Kupandangi lagi dia. Mataku kemudian berkedip. “Sigit?” aku memanggil lagi. Takut penglihatanku salah.Pria di hadapanku mengangguk. Benar, dia Sigit. Aku menunjuknya. “Kamu pakai baju siapa?” aku menatapnya.“Ayu!” teriakan heboh Ibu membuatku terlonjak. “Siapa tamunya?!”Aku tergagap. “Sigit, Bu.” akhirnya aku bisa menjawab juga. Kutarik napasku perlahan. Kembali aku menatapnya. “Kamu pakai baju siapa?”Sigit menunduk. “Oh, ini.” Dia lalu tersenyum. “Nanti aku cerita. Boleh aku masuk?”Aku berdehem pelan lalu menyingkir dari ambang pintu.“Siapa katamu? Sigit?!” suara Ibu terdengar lagi. Kali ini lebih dekat dari sebelumnya. Aku menoleh lalu mengangguk.Kugaruk kepalaku yang tidak gatal. Sebentar lagi pasti Ibu mencecar Sigit.“Kamu baru pulang?” Ibu bertanya pada Sigit. Tangan berkacak pinggang. “Pukul berapa ini?! apa enggak lihat jam?!”“Saya kerja, Bu.” Sigit menjawab ringan.

  • Suamiku Bukan Kuli Panggul Biasa   Bab 37 Siapa Itu?

    “Ada apa?” Sigit bertanya.Kembali suaranya bergema seperti di dalam kamar mandi. Kemudian terdengar suara air bergemericik.“Kamu lagi ngapain?” tanyaku kembali.“Mau mandi.”Alisku naik. “Mandi? Di mana?” Sejenak Sigit terdiam. Aku mengedipkan mata. “Kamu di mana?”Lalu Sigit menghela napas. “Sepertinya aku enggak sanggup lagi.”Jantungku hendak copot dari tempatnya mendengar dia mengatakan itu. “Sigit? maksud kamu apa?” cecarku. “Apanya yang enggak sanggup?”Sigit kembali menghela napas. Terdengar suara pintu terbuka lalu tertutup. “Sepertinya aku harus terus terang sama kamu, Ayu.”“Apa sih?” aku duduk di atas tempat tidur.Kuremas selimut yang tidak sengaja kududuki. Pikiranku melayang tidak tentu arah seperti layangan putus. Sigit kenapa? apakah dia sudah bosan denganku? Apakah dia ingin kita berpisah? Lalu bagaimana nasibku nanti setelah dia pisah denganku? Hanya Sigit yang kupunya. Hanya dia temanku.“Aku punya salah sama kamu?” aku bertanya lirih. Mungkin aku harus memperbaik

  • Suamiku Bukan Kuli Panggul Biasa   Bab 36

    "Ayu!" Ibu berbicara lagi. Suaranya menggelegar. aku memilih diam. ponselku terus berbunyi. dengan gugup aku meraih ponselku kemudian menggenggamnya erat. aku bahkan lupa caranya untuk mematikan ponsel karena saking gugupnya. "Ayu!" suara Ibu berteriak lagi kali ini dengan menggedor-gedor pintu. Otakku tidak bisa bekerja jika aku seperti ini, terlebih lagi saat ponselku terus berbunyi. "ada apa lagi sih, Bu?" kali ini terdengar suara ayahku yang sepertinya berdiri di samping ibuku di depan pintu kamar. "Itu, dengar sesuatu di kamar anakmu!" Ibu berkata masuk dengan suara nyaring "kayak suara HP bunyi. padahal setahu Ibu anakmu itu tidak punya HP."terdengar hal nafas Ayah pelan. "Biarkan saja aku mungkin dia sedang mendengarkan radio.""radio dari mana?" suara Ibu masih kencang tapi kali ini agak sedikit menurun nadanya. ayahku berdecak, "mungkin dibelikan oleh Sigit. Dia kan sudah punya suami sekarang. jangan selalu curiga pada Ayu." "terus saja kamu bela anakmu itu." Ibu me

  • Suamiku Bukan Kuli Panggul Biasa   Bab 35 Mobil Baru

    “Mau ke mana?”Aku mundur mendengar suara Ibu. “Ibu!” seruku. Kusentuh dadaku. Aku terkejut.“Bu.” Sigit maju. Dia mengulurkan tangannya menyalami Ibu.Ibu dengan wajah penasaran mengulurkan tangannya pada Sigit. “Mau ke mana kalian malam-malam?”“Saya ada kerjaan, Bu.” Sigit menjawab.“Kamu ngapain?” Ibu menunjukku dengan dagunya.Di belakang Ibu, ada Utami dan Ayah turun dari mobil. Aku mengangkat alisku. Ibu yang tahu aku melihat Utami lalu tersenyum miring.“Utami beli mobil baru.” Ibu berkata dengan suara sombong.Utami berjalan mendekat semantara Ayah masih menatap mobil berwarna merah menyala itu dengan kagum. Wanita itu menggoyang-goyangkan kunci di tangannya.“Mobil baru. Pasti iri.” Dengan percaya dirinya dia berkata.Aku memutar mata. “Enggak.”“Suruh suamimu beli sana.” Utami berkata lagi.Aku kembali memutar mataku.Suara klakson mobil yang kencang membuat Sigit maju lagi satu langkah. “Bu, izin kami pergi dahulu.”Ibu menghalangi jalan. Tubuhnya yang gempal membuat Sigit

  • Suamiku Bukan Kuli Panggul Biasa   Bab 34 Butuh

    "Itu ... aku mau beliin kamu baju baru." Sigit menunduk memerhatikan pakaiannya. "Emang kenapa? aku jelek?" kemudian alisnya terangkat. Aku segera menggeleng. Khawatir dia tersinggung. "Bukan gitu kok." Kujawab demikian. "Terus kenapa?" mata Sigit kembali menatap layar ponselnya. Alisnya berkerut. "Baju kamu itu itu aja. Mau ya aku beliin?" aku menatapnya. Sigit menatapku. "Beli aja yg thrift. Kamu tau kan tempatnya? banyak yang bagus asal bisa milih." Aku mengangguk lalu tersenyum. "Kenapa enggak mau yang baru aja?" kutopak daguku dengan sebelah tangan. Sigit kembali menatap layar ponselnya. "Supaya Ibumu enggak tau baju baru." Ada benarnya juga jawaban dia. Aku setuju kalau begitu. Kuperhatikan Sigit yang kembali memerhatikan layar ponselnya. "Ada urusan penting?" tanyaku akhirnya. Padahal aku tidak boleh ikut campur urusan dia. Namun, aku tidak bisa menghentikan keinginanku untuk bertanya. Sigit menatapku agak lama kemudian mengangguk. "Mau ketemu orang,"

  • Suamiku Bukan Kuli Panggul Biasa   Bab 33 Tidak Mengakui

    “Enggak bisa jawab?” Ibu menatapku dan Sigit bergantian.Saat aku hendak membuka mulutku, ponsel Ibu berdering dari tas jinjing yang dipakainya. Tas jinjing berbeda dengan sebelumnya. Aku baru menyadari tas jinjing milikku yang direbut Ibu kini dipakai oleh Utami. Aku menghela napas hingga Ibu menoleh. Tangannya masih mengeduk tasnya.“Apa?!” Ibu bertanya dengan mata melotot. Aku menggeleng pelan lalu menunduk.Utami sedang membuka tasnya lalu mengeluarkan beberapa alat kosmetik. “Aku yakin, kamu enggak akan bisa belum skincare kayak gini.” Utami memamerkan padaku produk perawatan wajah merek terkenal. Entah asli atau palsu. “Suamimu kan Cuma kuli panggul. Mana mampu beliin.”Ibu tertawa. Tangannya berhasil mengeluarkan ponselnya. “Wah, Jeng Anna.” Ibu bersorak lalu mengangkat telepon. Ibu menjawab telepon dengan nada riang. Kontras sekali dengam ucapannya padaku atau Sigit. sangat menyakitkan. “Oke, Jeng. Saya segera ke sana sama anak saya. Tunggu ya.”Setelah selesai menerima telepo

  • Suamiku Bukan Kuli Panggul Biasa   Bab 32 Sikap Ibu

    “Darimana saja kalian?” Ibu bertanya. Kali ini suaranya tidak menggelegar seperti yang sudah-sudah.“Kami sarapan dulu, Bu.” Sigit yang menjawab.Aku memilih sembunyi di belakang punggung Sigit yang tegap. Aku berusaha untuk menyembunyikan headset bluetoothku di tas. Berharap Ibu tidak menyadari ketika tadi aku masih memakainya walau hanya sebelah.“Buka tokonya.” Ibu berkata memerintah.Sigit berbalik padaku. “Mana kuncinya?” dia mengulurkan tangannya padaku.Dengan gugup aku mengeluarkan kunci tersebut dari saku celana yang kupakai. Kunci jatuh ke lantai dengan bunyi gemerincing. Saat aku berusaha untuk mengambilnya, Sigit pun melakukan hal yang sama. Tangan kami beradu di lantai toko yang kotor.“Sabar, ya.” Sigit berkata berbisik padaku. “Jangan takut sama Ibu.” Dia menambahkan lagi masih berbisik.Aku bergumam menanggapi. Walau begitu, aku masih takut pada Ibu yang suka marah tidak tahu tempat. Membuatku malu setengah mati. Membuatku seperti orang bodoh di mata orang lain. Namun,

DMCA.com Protection Status