Kinara meletakkan ponselnya kembali di atas meja dengan gelisah. Dia baru saja berganti nomor dan ada yang menghubunginya dengan ancaman yang tidak main-main. Tidak ada yang tahu nomor itu selain Amel dan tidak mungkin Amel yang mengirimkan ancaman itu. Kinara mondar-mandir memikirkan nomer siapa itu. Salah kirim pun tidak mungkin karena terdapat nama 'Kinara' di pesan itu."Siapa? Apa Indira?"Kinara mondar mandir lagi dengan gelisah. Dia kemudian menuju kamar tidur dan segera berbaring di samping Amel yang sudah terlelap. Kinara berusaha menutup matanya tapi isi pesan itu terbayang-bayang di pikirannya. Perasaan takut itu tiba-tiba hadir, dia menarik selimut dan menutupi tubuhnya dari kaki sampai kepala. Kinara mencoba mengingat apa ada seseorang yang terlibat sesuatu dengannya hingga orang itu kecewa, namun tidak ada nama lagi selain Indira. Kinara terus memikirkannya hingga matanya tertutup dan terlelap.Malam berganti pagi, Kinara dan Amel sudah bangun, mandi dan bersiap dengan a
Kinara membuka matanya perlahan, beberapa kali dia meringis karena rasa sakit di punggung dan kepalanya. Setelah matanya benar-benar terbuka, Kinara hanya melihat ruangan kosong yang sudah usang dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Dia melihat dirinya sendiri yang duduk diatas kursi dengan tali yang melilit di tubuhnya dan dihubungkan di sandaran kursi sehingga dia tidak bisa bergerak. Tali itu sengaja diikat terlalu kencang untuk mengikis ruang geraknya. Dimana ini? Kenapa aku di sini? batin Kinara. Kinara mencoba mengingat kejadian sebelumnya, saat dia keluar dari toilet, seseorang memukul pundaknya dan membekap mulutnya, setelah itu dia tidak ingat apapun. Dan sekarang dia berada di ruangan ini dengan posisi diikat di atas kursi. Apa aku diculik? Apa si pengirim pesan kemarin yang melakukannya? Tapi dimana dia? batin Kinara. Kinara takut, karena bisa saja seseorang merencanakan kejahatan padanya, namun dia juga penasaran siapa yang melakukan ini semua. Apa Indira?Kinara men
Door...Kinara menutup matanya sejak tadi menunggu suara tembakan. Hingga suara tembakan itu Kinara dengar, dia telah siap dengan semuanya. Jika memang dia berakhir disini semoga orang-orang yang ditinggalkannya lebih dulu, hidup bahagia dan mengenangnya sebagai manusia yang baik. Kinara pikir semuanya telah berakhir, namun dia tidak merasakan sakit apapun di tubuhnya, justru terdengar teriakan Indira. Kinara perlahan membuka mata, yang dia lihat pertama kali adalah sosok Argan yang sedang berjongkok di depannya sambil melepaskan ikatan tali yang melilit tubuhnya.Setelah terlepas, Argan membantu Kinara berdiri. Dia melihat Arjuna dan Arya sudah memegang tubuh Indira dan Leon. Argan bilang kalau tadi sebelum tembakan diarahkan padanya, Arjuna datang dan segan sigap mengarahkan tembakannya ke arah lain sehingga tembakan tidak mengenai Kinara.Arjuna dan Arya menali kedua tangan Indira dan Leon menggunakan tali tambang dengan kencang agar mereka berdua tidak bisa kabur. Rencananya setel
Kinara memejamkan matanya setelah Arjuna keluar dari ruangan. Dia bisa tidur dengan nyenyak beberapa menit sebelum Arjuna kembali dari membeli martabak. Kinara masih memejamkan matanya namun bisa merasakan sebuah tangan menyingkirkan rambutnya kemudian mengelus pipi dan mendaratkan ciuman di keningnya. Kinara terusik dan mulai membuka matanya perlahan. "Sudah bangun?" tanya Arjuna. "Hm." "Tidurmu nyenyak?" "Hanya tidur sebentar, tapi cukup untuk mengistirahatkan tubuhku," jawab Kinara. Kinara mendudukkan tubuhnya dibantu oleh Arjuna. Setelah duduknya nyaman, Arjuna mengambil Kantong plastik berisi martabak manis dan diberikannya kepada Kinara. "Makasih, Jun." Kinara menerima martabak itu dan mulai memakannya. Sementara Arjuna, daritadi hanya mengamati Kinara makan, sesekali dia tersenyum karena makan Kinara terlihat seperti anak kecil dan belepotan kemana-mana. "Jangan melihatku seperti itu, aku jadi nggam napsu makan," ucap Kinara. "Nggak napsu makan, tapi makannya rakus!" b
"Juna...."Kinara menatap Arjuna dengan mata yang berkaca-kaca. Arjuna bingung kenapa tiba-tiba reaksi Kinara seperti itu setelah membaca pesan yang masuk dalam ponselnya. Segera dia ambil ponsel itu dan membacanya."Juna, aku sudah tidak apa-apa, kita kembali ke Jakarta sekarang," ucap Kinara."Tunggu dulu. Nih! Ibu Linda telepon." Arjuna memberikan ponselnya pada Kinara agar bisa berbicara dengan ibu Linda.Pesan itu dari ibu Linda yang mengatakan bahwa keadaan Ibu Diana memburuk dan dibawa ke rumah sakit. Kemarin Kinara sempat menghubungi ibu Linda dengan nomor barunya karena tiba-tiba teringat dengan ibu Diana.Arjuna menunggu Kinara menyelesaikan teleponnya. Dia melihat istrinya menangis dan itu membuatnya tidak tega, segera ia memegang tangan kiri Kinara untuk menguatkannya.Panggilan selesai dan Kinara mengusap air matanya dan merasa lebih tenang. Arjuna ikut mengusap air mata yang membasahi pipi Kinara dengan lembut."Bagaimana?""Ibu Diana dibawa ke rumah sakit. Kata Ibu Lin
"Sebenarnya Kinar sudah berusaha, namun dia belum hamil juga, Bu," ucap Arjuna. Safira yang awalnya kira akan mendapatkan kabar baik, tiba-tiba terlihat agak lemas mendengar perkataan Arjuna. Lisa yang sejak tadi menunjukkan ekspresi cemas, sekarang bisa tersenyum dengan puas karena Kinara dan dirinya sama-sama belum hamil. Berbeda dengan Kinara yang terkejut, namun memilih mengikuti alur yang direncanakan Arjuna. "Yasudah, tidak apa-apa, kalian bisa berusaha lagi. Jangan menyerah, masih banyak waktu." Safira memberikan semangat kepada kedua putranya. "Ibu dan papa harap, kalian segera memiliki anak. Anak itu sumber kebahagian dalam rumah tangga, yang menguatkan cinta kalian, dan pastinya suasana rumah akan menjadi lebih berwarna dengan hadirnya anak-anak, " jelas Safira. Arjuna dan Rama hanya mengangguk mendengar penuturan dari Safira. Arjuna melihat raut kekecewaan di muka ibunya. Ia sengaja melakukan ini, dan akan memberitahukan secara personal kepada ibunya itu. Keluarga itu
Kinara kembali dari toilet dan ikut makan bersama Arjuna dan lainnya. Dia berusaha untuk tetap tenang dan tidak memikirkan telepon dan pesan yang masuk ke ponselnya tadi. Kinara akan memberitahu Arjuna setelah mereka sampai di rumah."Makan yang banyak, Kinar, ibu mau dua cucu ibu sehat dan berkembang dengan baik," ucap ibu sumringah."Iya, Bu. Kinar makannya banyak, kok. Tanya saja sama Juna," balas Kinara sambil melirik ke suaminya."Tapi, Bu. Kok aneh, ya. Kalau aku lagi gak dekat Juna, bawaannya pengen muntah terus, mual banget. Tapi kalau dekat sama Juna, hilang mualnya dan gak pernah muntah.""Itu namanya bawaan bayi, Kinara," sahut Agatha."Mereka kayaknya pengen dekat-dekat sama ayahnya. Ngerti banget calon cucu nenek. Gemes, jadi pengen lihat dan gendong kalian," ucap Safira."Masih lama, Bu," sahut Arjuna.Kinara dan lainnya selesai makan, Safira pulang bersama Agatha, sementara Kinara berada satu mobil dengan Arjuna. "Mau langsung pulang, apa mampir dulu?" tanya Arjuna. "
Satu minggu Kinara berada di panti asuhan. Hari ini Arjuna akan menjemputnya untuk pulang ke rumah. Kinara sudah siap dan menunggu kedatangan Arjuna. Sebenarnya, Kinara masih ingin berada di panti. Setiap sudut bangunan ini mengingatkan kenangannya dengan ibu Diana. Kinara masih ingin mengenang banyak hal lagi, namun dia punya kewajiban lain yaitu keluarganya. Dia berjanji pada ibu Linda akan sering berkunjung ke panti dan makam ibu Diana.Panti asuhan ini memang bukan tempatnya ditemukan dulu. Satu minggu setelah Kinara kecil menjadi bagian dari panti, seluruh penghuni panti pindah ke bangunan baru karena bangunan lama yang sudah tidak layak huni. Bangunan panti lama telah berubah alih fungsi menjadi bangunan lain. Dan disinilah, Kinara dibesarkan dari kecil sampai sekarang. Tidak kurang cinta yang diberikan oleh ibu panti di sini. Kinara juga sangat menyayangi kakak dan adik-adiknya. Beruntungnya, Kinara bertemu dengan Arjuna, kehidupan panti lebih baik, dan adik-adiknya mendapatkan
Kinara dan Arjuna sampai di rumah sakit untuk menjenguk Lisa. Keadaan Lisa membaik. Ibu dan Rama bisa bernapas lega karena setelah ini bisa dibawa pulang. Dua hari kemudian Lisa bisa di bawa pulang untuk mendapatkan perawatan di rumah. Setelah dari rumah sakit itu, Kinara memberitahu Arjuna tentang pesan yang menanyakan Kinara itu dan meminta Argan untuk menyelidikinya. Argan bertindak dengan cepat dan hari ini Kinara diajak oleh Arjuna menuju alamat seseorang yang mengirim pesan itu. Argan melacak alamat orang itu dan berhasil menemukannya. "Mas, benaran ini tidak apa-apa kita ke rumah orang itu? Beneran bukan orang jahat, 'kan?" tanya Kinara. "Bukan, Sayang. Argan sudah menyelidikinya, bukankah kamu ingin tahu siapa yang mengirim pesan itu? Kinara mengangguk. Dia sangat ingin tahu. Dia menatap suaminya yang sedang menyetir. Sepertinya, Arjuna sudah tahu dan belum memberitahukan pada Kinara. Setah menempuh perjalanan satu jam , akhirnya Kinara dan Arjuna sampai di sebuah rumah m
Tanpa aba-aba, Arjuna mendaratkan bibirnya di bibir Kinara dan melumatnya dengan rakus. Kinara harus menggunakan lipstik lagi setelah ciuman itu berakhir."Mas, udah! Kita harus berangkat ke kantor polisi," ucap Kinara sambil meremas kemeja Arjuna. Dia tidak peduli jika kemeja yang suaminya kenakan itu kusut kembali karena ulah tangannya.Bibir Arjuna masih bertahan di leher Kinara dan satu tangannya dia masukkan ke dalam blouse milik istrinya. Arjuna menaikkan penutup bukit kembar sang istri dan meremasnya pelan."Mas ... uhh," lenguh Kinara."Tambah gede banget, Sayang," ucap Arjuna sambil menggigit pelan daun telinga Kinara."Mas, Sudah dong, nanti kita terlambat, uhh ..."Arjuna seperti tidak mendengar perkataan dari Kinara. Bukannya berhenti, dia justru menarik blouse Kinara keatas hingga terekspos kedua bukit kembarnya yang menantang. "Mas, mau ap--uhh." Kinara mencengkeram rambut Arjuna karena kini bibirnya yang mulai aktif menyentuh dan memanjakan ujung kedua benda kenyal mi
Kinara hanya terkekeh melihat suaminya itu meninggalkan kamar. Menggemaskan! "Ah, capek sekali. Semoga kalian nggak apa-apa ya, Nak." Kinara mengusap perutnya sebentar, kemudian memposisikan tidurnya agar lebih nyaman."Juna dapat telurnya nggak ya? Rasanya nggak bisa tidur kalau nggak makan telur," gumam Kinara."Nggak apa-apa ya Nak, biarkan papa kalian berjuang dong. Pastinya papa akan melakukan apapun untuk kalian dan untuk mama." Kinara berusaha mengajak bicara anaknya yang masih berada di dalam perut.Kinara bosan menyalakan televisi sambil menunggu Arjuna pulang dan membawa telur. Kinara ingat dengan Lisa. Bagaimana keadaan kakak sepupunya itu? Dia harap Lisa baik-baik saja. Kinara mengambil ponselnya yang ada di atas nakas dan mengirim pesan pada ponsel Lisa. Ia mengatakan akan ke rumah sakit besok untuk menjenguknya setelah pulang dari kantor polisi.Setelah selesai menulis chat pada Lisa, Kinara mengambil remot televisi dan mengubah salurannya. Daripada dia bosan tidak mela
"Tapi, kenapa kamu menutupi tubuhmu dengan selimut? Dingin?" tanya Arjuna. "Nggak! Sebenarnya...."Kinara malu untuk bilang pada Arjuna. Hari ini dengan berani dia menggunakan Lingerie yang ada di dalam lemarinya. Dia tidak tahu kenapa berpikir untuk memakainya dan sekarang dia malu sendiri untuk mengatakan pada Arjuna.Duh, aku jadi malu. Aku harus bilang apa pada Juna, kenapa aku kepikiran memakainya sih? Batin Kinara."Itu ... Aku mau ke kamar mandi dulu," ucap Kinara dan berbalik. Kinara hendak berjalan namun tubuhnya dipegang oleh Arjuna. Kinara tidak bisa melangkah. Dia menunduk karena malu saat Arjuna membalikkan tubuhnya dan memegang dagu Kinara agar mendongak."Kenapa mendadak ingin ke kamar mandi, Hm?" tanya Arjuna dengan nada sensual membuat buku kuduk Kinara merinding."Itu ... Aku ... Mas!" teriak Kinara karena kini selimut yang menutup tubuhnya lolos dan melorot ke bawah.Kinara menunduk untuk melihat tubuhnya yang terbalut oleh Lingerie tipis berwarna merah. Dia malu
Kinara melihat ponselnya dan ada bunyi notifikasi chat dari seseorang yang membuat Kinara terkejut. "Jun...." "Ada apa?"Kinara memberikan ponselnya pada Arjuna. Ada chat dari nomor yang tidak di kenal. Isi chat itu menanyakan apakah benar ini adalah nomor Kinara. Ia tidak tahu chat dari siapa itu, dan apakah teror itu belum berakhir? Seharusnya sudah berakhir karena Arya dan Handika sudah tertangkap. Kinara terkejut, karena ia masih trauma dengan sms nomer asing. Arjuna melihat isi chat dari ponsel Kinara. Ia mencatat nomer itu di ponselnya dan memberikannya kembali pada Kinara. "Seharusnya teror itu sudah berakhir, Kinar. Tapi, aku harus memastikan lagi, aku akan minta Argan untuk menyelidikinya. Sekarang kita makan dulu," ucap Arjuna sambil memegang tangan istrinya itu. Arjuna tahu Kinara cemas dengan chat itu dan ia harus menenangkannya. Kinara sedang hamil anaknya dan Arjuna tidak ingin istrinya itu cemas, banyak pikiran dan berpengaruh pada bayi mereka. "Jangan dipikirkan,
Setelah mengunjungi Lisa dan memastikan keadaannya baik-baik saja. Safira dan Rama menyuruh Arjuna dan Kinara pulang ke rumah. Sebenarnya Rama juga meminta Safira pulang dan istirahat, namun Safira bersikukuh untuk menemani Lisa di rumah sakit. Dia harus memastikan Lisa segera sembuh dan merawat anak menantunya itu."Kalian pulanglah. Pastikan Kinar istirahat dengan baik, Jun. Kinar sedang hamil dan ibu nggak mau kesehatannya menurun.""Baik, Bu. Ibu yakin nggak pulang?" tanya Arjuna."Ibu akan menjaga Lisa, lagipula ibu nggak apa-apa. Satu lagi, Kinar masih syok dengan kenyataan ini. Kamu harus bisa menenangkan pikirannya, Jun," pinta ibu."Baik, Bu."Kinara keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju Arjuna. Safira mendekat dan memeluk Kinara dengan hangat."Istirahat ya, Kinar. Jangan banyak pikiran, yang terjadi sudah terjadi. Sudah menjadi jalan bagi Arya untuk mendekam di penjara," ucap Ibu."Iya, Bu. Kinar berusaha melupakan kejadian hari ini dan menata hati untuk ikhlas meneri
"Menggelikan sekali. Lebih baik kalian mati semua!" teriak Arya.Arya mengarahkan pistolnya pada ketiga wanita di depannya. Namun, pistol itu dia arahkan tepat pada Safira terlebih dahulu. Arya sudah menutup mata dan hatinya dengan kebencian dan dendam. Dia tidak peduli dengan apapun yang ada disekitarnya, penjelasan dari Safira mental dan tidak bisa merubah keputusannya untuk menghabisi nyawa wanita itu. Bahkan kini, bukan hanya Safira, tapi Kinara dan juga Lisa ikut menjadi sasarannya.Kinara sekali lagi meminta Arya untuk menarik pistolnya dan memperbaiki semuanya, namun sekuat apapun Kinara meyakinkan Arya, laki-laki itu tidak bergeming sama sekali. Dia sudah larut dengan kebencian yang menggerogoti tubuhnya."Pak izinkan kami, terutama ibu kami untuk memperbaiki semuanya. Aku yakin dalam hati nuranimu masih ada sisi baik, Pak." Kinara berusaha memohon lagi pada Arya, dia harap Arya masih memiliki hati untuk membiarkan mereka hidup.Juna ku mohon, datanglah tepat waktu, aku gak m
Kinara tidak mengerti dengan situasi ini. Jadi, selama ini Arya memiliki dendam pada keluarga Atmaga, terutama pada Safira. Karena Safira lah, orang tuanya stres kemudian bunuh diri dan mamanya hingga sekarang masih dirawat di rumah sakit jiwa."Maaf, Nak Arya. Semua memang salahku. Aku dan papamu memang dulu saling mencintai, tapi sejak kami dijodohkan oleh keluarga masing-masing, aku sudah minta maaf ke papamu dan meminta untuk mengakhiri hubungan kami. Aku meyakinkan papamu untuk menerima mamamu, begitu juga aku yang menerima papa Arjuna.""Tunggu dulu, Pak Arya. Tindakan ibu Safira benar. Dia ingin papamu kembali ke mamamu. Itu adalah tindakan yang benar," ucap Kinara."Memang, tapi, harusnya kamu tidak meninggalkannya begitu saja, bukan? Kamu bisa memberikan pengertian padanya! Laki-laki itu menyakiti mamaku seumur hidupnya dan hanya mencintaimu. Lalu, kenapa kalian harus bertemu lagi, hingga kamu meminta untuk lari bersama? Seharusnya kamu tidak memintanya bertemu, karena saat i
Perjalanan, Arya hanya diam sementara Kinara dan lainnya terus bercerita banyak hal. Kinara agak heran dengan Arya yang mendadak diam. Dia juga tidak melihat keramahan Arya seperti biasanya. Kinara ingin bertanya sesuatu namun segera dia urungkan. Kinara melihat jalan sekitar dan ini bukanlah jalan menuju rumah Atmaga. Ada yang aneh dan berbeda dengan Arya. Kinara yang awalnya ragu akhirnya berani untuk bertanya. Dia ingin bertanya namun Lisa berkata lebih dulu. "Loh, ini bukan jalan ke rumah kita, 'kan?" tanya Lisa. "Benar, loh nak Arya salah jalan," tegur Safira. "Pak Arya kita salah jalan, kita mau kemana pak?" tanya Kinara mulai khawatir dengan diamnya Arya sejak tadi. "Nak Arya, kita mau ke mana?" tanya Safira. Kinara semakin khawatir dengan perubahan sikap Arya. Dia khawatir kalau Arya berhubung dengan kasus teror yang menimpanya. "Pak!" "Kalian ikut saya," ucap Arya. "Maksudnya apa?" tanya Lisa. "Pak Arya, maksudnya ikut itu apa? Dan kemana? Sikap pak Arya aneh, tidak