Pagi ini Kinara dan Amel jalan-jalan di sekitar Villa untuk menikmati udara segar puncak Bogor. Keduanya begitu antusias dengan liburan kali ini. Kinara sejenak benar-benar melupakan masalah yang datang silih berganti dalam hidupnya terutama setelah mengenal Arjuna. Dia bisa menyegarkan otak dan hatinya sehingga lebih tenang dan damai. Apalagi Amel, sahabatnya itu selalu perhatian dan menanyakan apapun kebutuhannya. Beruntungnya Kinara memiliki sahabat sebaik Amel.
Setelah puas jalan-jalan, Kinara dan Amel kembali ke Villa untuk sarapan. Villa milik keluarga Amel ini selalu dibersihkan oleh Bi Inem dan pak Burhan, yaitu pasangan suami istri yang dipercaya keluarga Amel untuk merawat Villa. Pagi ini sarapan pun sudah tersedia di meja makan. Bi Nem bagun pagi-pagi untuk menyiapkan semuanya.
"Huek ..." Kinara menutup mulutny
"Pak Arya!""Loh, kamu di sini?" tanya Arya.Arya melepaskan tangannya dari tubuh Kinara. Dia melihat Kinara dengan khawatir karena wajahnya tampak pucat dan tidak bersemangat."Iya, Pak. Saya sama Amel," Jawab kinara."Kamu sakit? Wajahmu pucat, loh.""Saya tidak apa-apa kok, Pak. Hanya kurang enak badan," jawab kinara."Pak Arya sendiri ngapain disini? Bukannya dosen masih masuk?""Aku dapat tugas dari kampus untuk melakukan penelitian di sini selama 3 hari," jawab Arya."Oh, gi
Arjuna membawa Kinara untuk ikut naik ke mobilnya. Awalnya Kinara menolak karena malas harus bersama Arjuna lagi, dia ingin kembali ke Villa dan istirahat dengan tenang. Namun, Arjuna tetap meminta Kinara untuk ikut dan tidak ada pilihan lain selain setuju. Meskipun Kinara menolak, Arjuna tetap akan memaksa apapun yang terjadi. Kinara hanya diam saat berada di dalam mobil, dia tidak berniat berkata apapun pada Arjuna. Kinara sesekali hanya melirik suaminya itu. Dia heran saat bersama Arjuna rasa mual di perutnya tiba-tiba hilang. Bahkan, saat makan bakso tadi dia tidak memuntahkannya kembali. Apa janin dalam perutnya ingin dekat-dekat dengan ayahnya? Mungkin saja. Padahal, Kinara ingin menjauh dulu dari Arjuna. Kinara bahkan tidak bisa menahan dirinya saat bertemu Arjuna tadi, rasanya ingin memeluknya begitu lama. Kinara mengusap perutnya perlahan, hanya gerakan halus agar Arjuna tidak curiga. Dia memang belum berniat untuk mengatakan kehamilannya pada Arjuna. "Jun, kita mau kemana
"Kamu menuduhku?" Kinara tidak habis pikir dengan perkataan Arjuna barusan.Kinara menggelengkan kepalanya karena muak dengan sandiwara Indira yang memojokkannya. Dia lebih muak lagi dengan perkataan Arjuna yang menuduhnya dan lebih percaya pada pacarnya itu yang jelas-jelas selingkuh. Dua melihat Indira tersenyum puas karena berhasil meyakinkan Arjuna dengan sandiwaranya. Kinara melangkah pergi menuju pintu kamar, namun langkahnya terhenti karena Arjuna memanggilnya."Kinar, tunggu!"Arjuna menghampiri Kinara dan berdiri di depannya."Apa lagi? Aku tidak melakukan apapun! Kalau kamu mengajakku ke sini untuk menuduhku, lebih baik aku pulang. Aku muak denganmu dan dengan sandiwara pacarmu itu!" tegas Kinara. "Kamu tidak boleh pergi, Kinar.""Apa lagi?" Mata kinara mulai berkaca-kaca melihat Arjuna. "Kamu tidak akan pergi kemana-mana, karena kamu tidak salah apapun, Kinar!" tegas Arjuna. "Maksudmu apa? Jangan mempermainkanku, Jun!" ucap Kinara. "Sudah puas dengan sandiwara konyolmu
[Arjuna Pov] Saat aku berjalan menuju kantor, aku melihat seorang wanita yang menurutku cantik dan murah senyum. Dia sudah siap dengan pekerjaannya sebagai office girl di kantorku. Aku lewat dan menyapanya yang sedang membersihkan lantai dan dia tersenyum ramah padaku. Entah kenapa Jantungku berdetak lebih cepat daripada biasanya. Aku berusaha menepis perasaan aneh yang hinggap di dadaku ini. Hingga siang hari tepat sebelum jam istirahat, aku tidak sengaja lewat ruangan OB dan ku lihat wanita itu yang baru aku tahu namanya adalah Kinara, sedang dihubungi seseorang. Aku mendengar percakapan itu dan ku lihat wajahnya menjadi sedih. Aku dengar orang tuanya sedang butuh biaya untuk operasi. Dan biaya itu sangatlah besar baginya. Segera ku hampiri Kinara dan ku tegur dia karena menerima panggilan pribadi di waktu jam kerja. Kinara tampak takut, namun aku kemudian mengajaknya makan siang dan memberikan penawaran untuknya, bahwa akan ku urus semua biaya pengobatan orang tuanya asal dia mau
Kinara meletakkan ponselnya kembali di atas meja dengan gelisah. Dia baru saja berganti nomor dan ada yang menghubunginya dengan ancaman yang tidak main-main. Tidak ada yang tahu nomor itu selain Amel dan tidak mungkin Amel yang mengirimkan ancaman itu. Kinara mondar-mandir memikirkan nomer siapa itu. Salah kirim pun tidak mungkin karena terdapat nama 'Kinara' di pesan itu."Siapa? Apa Indira?"Kinara mondar mandir lagi dengan gelisah. Dia kemudian menuju kamar tidur dan segera berbaring di samping Amel yang sudah terlelap. Kinara berusaha menutup matanya tapi isi pesan itu terbayang-bayang di pikirannya. Perasaan takut itu tiba-tiba hadir, dia menarik selimut dan menutupi tubuhnya dari kaki sampai kepala. Kinara mencoba mengingat apa ada seseorang yang terlibat sesuatu dengannya hingga orang itu kecewa, namun tidak ada nama lagi selain Indira. Kinara terus memikirkannya hingga matanya tertutup dan terlelap.Malam berganti pagi, Kinara dan Amel sudah bangun, mandi dan bersiap dengan a
Kinara membuka matanya perlahan, beberapa kali dia meringis karena rasa sakit di punggung dan kepalanya. Setelah matanya benar-benar terbuka, Kinara hanya melihat ruangan kosong yang sudah usang dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Dia melihat dirinya sendiri yang duduk diatas kursi dengan tali yang melilit di tubuhnya dan dihubungkan di sandaran kursi sehingga dia tidak bisa bergerak. Tali itu sengaja diikat terlalu kencang untuk mengikis ruang geraknya. Dimana ini? Kenapa aku di sini? batin Kinara. Kinara mencoba mengingat kejadian sebelumnya, saat dia keluar dari toilet, seseorang memukul pundaknya dan membekap mulutnya, setelah itu dia tidak ingat apapun. Dan sekarang dia berada di ruangan ini dengan posisi diikat di atas kursi. Apa aku diculik? Apa si pengirim pesan kemarin yang melakukannya? Tapi dimana dia? batin Kinara. Kinara takut, karena bisa saja seseorang merencanakan kejahatan padanya, namun dia juga penasaran siapa yang melakukan ini semua. Apa Indira?Kinara men
Door...Kinara menutup matanya sejak tadi menunggu suara tembakan. Hingga suara tembakan itu Kinara dengar, dia telah siap dengan semuanya. Jika memang dia berakhir disini semoga orang-orang yang ditinggalkannya lebih dulu, hidup bahagia dan mengenangnya sebagai manusia yang baik. Kinara pikir semuanya telah berakhir, namun dia tidak merasakan sakit apapun di tubuhnya, justru terdengar teriakan Indira. Kinara perlahan membuka mata, yang dia lihat pertama kali adalah sosok Argan yang sedang berjongkok di depannya sambil melepaskan ikatan tali yang melilit tubuhnya.Setelah terlepas, Argan membantu Kinara berdiri. Dia melihat Arjuna dan Arya sudah memegang tubuh Indira dan Leon. Argan bilang kalau tadi sebelum tembakan diarahkan padanya, Arjuna datang dan segan sigap mengarahkan tembakannya ke arah lain sehingga tembakan tidak mengenai Kinara.Arjuna dan Arya menali kedua tangan Indira dan Leon menggunakan tali tambang dengan kencang agar mereka berdua tidak bisa kabur. Rencananya setel
Kinara memejamkan matanya setelah Arjuna keluar dari ruangan. Dia bisa tidur dengan nyenyak beberapa menit sebelum Arjuna kembali dari membeli martabak. Kinara masih memejamkan matanya namun bisa merasakan sebuah tangan menyingkirkan rambutnya kemudian mengelus pipi dan mendaratkan ciuman di keningnya. Kinara terusik dan mulai membuka matanya perlahan. "Sudah bangun?" tanya Arjuna. "Hm." "Tidurmu nyenyak?" "Hanya tidur sebentar, tapi cukup untuk mengistirahatkan tubuhku," jawab Kinara. Kinara mendudukkan tubuhnya dibantu oleh Arjuna. Setelah duduknya nyaman, Arjuna mengambil Kantong plastik berisi martabak manis dan diberikannya kepada Kinara. "Makasih, Jun." Kinara menerima martabak itu dan mulai memakannya. Sementara Arjuna, daritadi hanya mengamati Kinara makan, sesekali dia tersenyum karena makan Kinara terlihat seperti anak kecil dan belepotan kemana-mana. "Jangan melihatku seperti itu, aku jadi nggam napsu makan," ucap Kinara. "Nggak napsu makan, tapi makannya rakus!" b