Adelio hanya terkekeh mendorong tubuh Rayyen mengenai dinding, aku rasanya jantungan karena perilaku Adelio barusan. "Takutkan lo, tangan berharga lo mau gue patahin?" tanya Adelio senyum penuh arti. Sementara Rayyen meringis terduduk di lantai tanpa menjawab, Adelio langsung menghampiri melepaskan ikatan tangan maupun kakiku. "Kondisi lo, gimana? Apa orgil itu ngelakuin sesuatu?" Adelio bertanya dengan nada khawatir. Aku tidak menjawab, sampai Adelio melihat telapak tangan yang aku sembunyikan. Adelio langsung menoleh ke Rayyen yang masih menahan perih. "Sakit?" tanya Adelio kepadaku yang tidak menjawab. Tanpa perkataan lagi, Adelio mendekati Rayyen dan menatap tajam cowok yang kini menatap balik Adelio. Dengan perasaan senang aku rasakan, saat melihat Adelio menendang Rayyen begitu brutal. "Berani banget lo, nyakiti cewek gue," geram Adelio apalagi suara gertakan giginya itu. Aku tidak tau lagi soal ini, reaksinya berbeda dan aku bisa merasakan kemarahan Adelio. "Haha, dia
Tamparan keras mengenai pipi Adelio, aku saja langsung menganga lebar. Tanpa peduli, ada beberapa orang di sini termasuk Angga dan Pasya tidak ikut campur. Aku hanya melirik Ayah Liam terliat biasa saja. "Tanggung jawab kamu harus jaga Ranesya! Kenapa masih aja lalai hah?" hardik Bunda Delyna berkacak pinggang. Adelio melirikku masih terkaget, bukannya kesal Adelio terkekeh kecil seolah tidak terjadi apa-apa. "Bunda, aku udah ngelakuin banyak hal sampai nih muka bonyok tau. Nih liat luka karena ngelawan orang gila," rengek Adelio memberitahukan kondisinya. Awalnya memang marah, hanya saat mengetahui apa yang terjadi. Bunda Delyna menarik tangan Adelio. Wajahnya begitu khawatir, bahkan mendorong Adelio perlahan untuk duduk. Mengambil kotak obat untuk membersihkan luka. "Kenapa bisa sampai kayak gini?" kata Bunda Delyna mengambil betadine, kasa dan alkohol. Sebelumnya, Bunda Delyna sudah membersihkan menggunakan alkohol biar tidak terjadi infeksi. Bagaimana tidak khawatir? Tang
"Nggak mau," teriakku memberontak. Sementara Adelio menggeleng. "Gue cuma ngajak lo makan di bawah," kata Adelio pada akhirnya terkekeh. Aku terdiam mengetahui apa Adelio maksud tadi, jujur aku malu karena pikiran otakku terlalu terjauh. "Emang lo mikirnya gue ngajak ke mana?" tanya Adelio memperhatikan diriku. Dengan senyum ragu, aku menggaruk tengkuk. Adelio mencubit pipiku dengan gemas. "Kalo mau sekarang, bisa kok kita buat yang menggemaskan," sambung Adelio menyeramkan. Aku melotot karena perkataan Adelio barusan, aku menabok lengannya. "Sembarangan, kita masih sekolah ini aja bentar lagi ulangan loh!" kesalku di mana Adelio hanya cengengesan. "Dahlah, ayo kita ke bawah aja kalo gitu," ajakku kini menariknya. Bahkan, orang-orang di rumah sudah berada di bawah hanya kami berdua baru turun. "Duh, kalian ngapain di atas ya? Kok lama banget," sindir Bunda Delyna tersenyum amat manis. Jujur aku jadinya agak gimana, karena pasti mengira kejauhan seperti aku barusan. "Biasa
Siang harinya, kami berniat pergi ke taman bersama menggunakan sepeda. Saat sampai bukannya bersenang-senang. Nyatanya Ayah Liam digodain janda komplek rumah, asli aku sangat ngakak apalagi Bunda Delyna pura-pura tidak melihat. "Kamu ganteng banget deh," kata janda pirang itu centil mencubit dagu Ayah Liam. Aku dan Adelio sedikit jauh memperhatikan, sementara Bunda Delyna asik memotret pemandangan taman. Bunda Delyna pun menghampiri Ayah Liam, tanpa sengaja aku liat. Bahkan logat dari Bunda Delyna terlihat emosi. "Jauh-jauh sana!" usir Ayah Liam menepis tangan janda pirang itu. Aku menabok Adelio karena ingin tertawa terbahak-bahak, mengingat banyak orang melihat hanya bisa aku tahan. "Ayahh! Ngapain kamu sama dia!" hardik Bunda Delyna menghentakkan kaki. Serius, di sini ramai banyak orang jalan-jalan. Tapi malah melihat adegan ini, siapa yang tidak geli. "Mau aku bawa pulang jadi suami," sahut janda pirang menggandeng tangan Ayah Liam yang sedang memijit kepala. "Dih, dasar
Tiba-tiba saja malamnya, Adelio mengajakku suatu tempat. Aku juga tidak tau apa, namun saat sampai aku tidak bisa berkata-kata lagi. Aku diajak ke mall, suasana di sana cukup tenang belum lagi orang berlalu lalang. "Mau beli apa?" tanyaku ke Adelio yang mengusap hidungnya. "Nggak tau," jawab Adelio seadanya. Seketika aku menganga tidak percaya, jadi kita ngapain ke sini kalo nggak tau mau beli apa-apa. Aku berdecak kesal sambil menaboknya. "Aaa, padahal lagi rebahan loh Adelio."Adelio meringis, tapi membuatku aneh adalah ada Zara menghampiri kami. Sungguh aku tidak sengaja, argh bagaimana ini. Aku sedang tidak ingin melihatnya. "Sayang, kamu di sini?" kata Zara bergelayut manja di tangan Adelio. Merasa jijik, aku menarik Zara untuk menjauh dari Adelio. Bukannya mengerti maksudku, Zara mendorongku hingga terduduk. "Apaan sih lo?!" kesalku kini berdiri kembali membersihkan diri yang kotor. "Lo sebenarnya lebih cocok di duduk di bawah kayak pengemis," kata Zara mulutnya begitu
Tak terasa ulangan kenaikan kelas akan dilakukan hari ini, selama itu aku mengajak Adelio belajar bersama. Kini Adelio dengan seragam yang rapi tidak seperti biasanya yang bajunya dikeluarkan belum lagi rambut berantakan. "Gue kek anak culun," celetuk Adelio menyisir rambutnya di dalam mobil. Aku terkekeh pelan, mencubit pipinya gemas. Siapa yang tidak gemas dengan tingkahnya? Padahal Adelio sangat tampan seperti ini. "Lo bagusan gini, rapi enak diliat tau," sahutku penuh mata berbinar. Adelio menoleh kearahku kaget, siapa yang tidak kaget. Tatapanku saja seperti ingin memakannya. "Kenapa?" tanyaku panik, ya karena Adelio sedikit mundur. Ketakutan karena apa dia? Aku kan tidak memarahi atau memakannya. "Nyeremin, lo natap gue dalem banget kayak mau makan gue," kata Adelio namun dibagian akhir kata suaranya berbisik. Aku langsung tertawa terbahak mendengarnya, aku sambil mengusap hidung dan menggelengkan kepala. "Enak aja! Gue nggak nyeremin ya, anak seimut ini dikatain mau m
Aku mendorong Gracia hingga mundur beberapa langkah, Gracia yang tidak terima menatap tajam diriku. "Maksud lo apaan dorong gue?" ucap Gracia bersedekap dada. Siapa juga yang nerima ada pelakor di hubungan kami, ingin rasanya meremas mulut jeleknya itu. "Pake nanya lagi, lo ngapain juga deketin pacar gue," balasku berhadapan dengan Gracia. Sementara Adelio yang masih duduk tidak berkutik, pastinya Adelio jadi tempat bukti permusuhanku dengan orang-orang. Gracia terkekeh kecil. "Lo baru pacar belum Istrinya, jadi bebas dong kalo gue mau sama Adelio," kata Gracia mendorong bahuku. Berani banget Gracia! Belum tau aja dia sama aku nih, aku yang tidak terima langsung menamparnya tanpa aba-aba. Gracia meringis memegang pipi kiri yang merah, aku tersenyum miring. "Ingat ya, gue nggak akan biarin siapapun deketin Adelio termasuk lo bedak tebal," ejekku menoleh ke Adelio. Kepalan tangan Gracia terlihat jelas saat aku perhatikan, bukan itu saja Gracia sepertinya ingin menerkamku hidup-
Aku mengingat kejadian makan siang tadi ingin tertawa, bagaimana tidak. Ternyata Adelio itu sedang salah tingkah, kirain kenapa. Di malam yang dingin, aku dan Adelio berada di kamarku untuk belajar bersama. Aku sangat tidak percaya kalo Adelio kali ini malah menjahiliku. "Adelio, lo jangan ngeselin deh," kataku meliriknya yang kini mencolek daguku. Adelio tersenyum lebar. "Ngeselin Adelio namanya," balas Adelio mencolek kembali. Masih aku pandang dengan wajah datar, hingga aku menarik rambutnya penuh kekesalan. "Nih ya, lo sumpah nggak ada gitu berhenti!" geramku kepada Adelio yang meringis kesakitan. "Berhenti, sakit banget rambut gue," seru Adelio menganga tidak percaya. Ihh, mampus makanya jangan ngeselin. Orang lagi belajar juga di ganggu, maksudnya apa ya Kak. "Lo lucu soalnya kalo lagi marah," celetuk Adelio tiba-tiba menoleh kebelakang. Aku terdiam menatapnya tajam, astaga dia ini. Jadi itu alasannya? Tapikan ini lagi belajar! Please ya Adelio, sebelum aku bikin botak
Perjalanan kali ini tidak ada halangan sama sekali dari tiga orang gila itu, bahkan ini di bandara dijemput oleh keluarga kami. Aku merasa senang, mereka semua berada sini termasuk Jean. Walau hanya beberapa hari, setidaknya lebih baik cepat pulang daripada semua akan terbongkar seiring waktu. "Kalian ini!" kesal Jean menabok Adelio. Sementara hidungku ditariknya, ihh kenapa dia ini. Sok jadi Kakak pula yang jahil idih. "Sakit dodol," balas Adelio menatap sinis Jean hanya terkekeh. "Elah men gitu doang mah nggak sakit," kata Jean cengengesan. Pada akhirnya, Adelio membalasnya lebih kuat. Di mana kami menertawakan Jean terkena getahnya. "Gue pelan loh, lo balasnya kayak mau bunuh gue," kesal Jean menjauhi Adelio memilih mendekati Mama Cahaya. "Makanya, lo jadi Abang tuh waras dikit. Gue baru pulang nyari perkara lo," sahutku menatapnya sinis. Tidak merasa bersalah, Jean hanya tersenyum lebar. Dih apaan banget nih orang, untung gue sabar ya. Sementara Bunda Delyna memberi kode
Malamnya aku merenung, apa besok pulang saja? Daripada mereka bertiga mengira melakukan hal lebih dari ini. Bagaimanapun, Zara dan Gracia mengetahui. Jika kami memesan satu ruang, walau satu kamar aku pasti sedikit menjauh tidurnya dari Adelio. "Setuju nggak, kalo kita pulang aja besok?" tanyaku ke Adelio yang sedang makan dengan tenang. Yap, setelah seharian mengobrol dan tidur. Kami tidak kemana-mana lagi, karena mengetahui ketiga manusia itu akan merusuh. Adelio mendongak dan tatapan kami bertemu. "Gue ngikut aja," balas Adelio tersenyum. Aku menghela napas panjang mengingat beberapa hari ini bukannya bahagia. Tapi banyak hal yang tidak diduga aku rasakan, belum lagi Ghifari bisa-bisanya menghampiriku ke Bali. "Yaudah, gue mau besok pulang. Nggak betah di sini," balasku kembali memakan udang goreng tepung. Enak banget asli, kayak masakan Mamaku hehe. Jadi rindu mereka apalagi Jean huhu. Setelah selesai makan, kami ke ruang santai untuk menonton televisi. Sebenarnya sangat
Pada akhirnya kami berada di pantai, menikmati hari berdua. Namun, itu tidak berjalan semestinya. Karena gangguan dari ketiga gila itu masih berlanjut, inipun aku ditarik Ghifari untuk pergi berdua."Gue bakal ngajak lo ke tempat yang indah di sini," paksa Ghifari dengan wajah memelas. Aku melirik Adelio yang kini dipegang dua orang sekaligus, siapa lagi kalo Zara dan Gracia. Mereka ini, astaga! Aku dan Adelio ingin berlibur saja susah, pasti ada masalah datang. "Lepasin nggak! Gue nggak mau Ghifari," kataku mengamuk di depan banyak orang melintas. "Ini lagi kalian berdua, apa nggak sadar? Gue tuh mau berdua sama Ranesya," ucap Adelio terdengar dingin. Aku menatap Adelio menarik paksa tangannya sampai jeratan dari dua manusia itu terlepas. Adelio mendekatiku berusaha melepaskan aku dari Ghifari yang tidak mau mengalah. "Seharusnya lo jangan deketin Ranesya, dia bakal jadi milik gue." Ghifari berkata percaya diri. Aku tertawa karena menyadari, jika Ghifari terlalu berlebihan.
Aku menguak sangat lebar merasakan kehangatan luar biasa, saat aku membuka mata terdapat Adelio terlelap. Aku tersenyum lembut mengelus pipinya, mataku melotot karena menyadari kami tidur bersama. "Eh? Kok bisa sih," gumamku memperhatikan sekitar. Menyadari jika kami berada di kamarku, kejadian malam tadi hanya dikejar Adelio dan saling bercanda. Oh ya! Tidak sengaja tertidur berdua. Huh, syukurlah kukira kami melakukan hal berlebihan. "Duh, jangan bangun ya," kataku melepaskan diri dari Adelio perlahan. Aku berdiri menatap wajah Adelio yang begitu menawan, apa tidak salah Tuhan memberikan Adelio kepadaku?Bahkan, banyak dari cewek-cewek mengejarnya. Walaupun tingkah nakalnya membuat guru kesal, tapi dia adalah suami terbaik untukku. "Masak apa ya?" gumamku menuju dapur. Apa aku masak nasi goreng saja ya? Pasti enak banget, tapikan nggak ada peralatannya. Huh! Yasudahlah, aku memilih menonton tv di mana suara teleponku begitu nyaring di kamar. "Ganggu banget, ini jam 7 loh,"
Khusus hari ini, aku tidak ingin keluar karena takut bermasalah lagi dengan kedua makhluk gila itu. Membayangkan saja kejadian kemarin membuatku naik darah, huh! Apa aku buang saja ke lubang buaya sehingga tidak ingin merebut Adelio. "Lo kenapa sih remas remote itu kuat banget?" tanya Adelio menatapku bingung. Aku menggigit bibir bawah, saat melihatnya. Ya gimana lagi, aku masih sangat kesal tau!"Gapapa kok," jawabku seadanya dengan senyuman kecil. Kami berada di ruang santai menonton sebuah film romantis, adegannya begitu manis membuatku melayang. Tapi sesaat membayangkan tadi, moodku hancur seketika. Untungnya Adelio menyuapiku seperti sekarang. "Suka nggak?" tanya Adelio memberikanmu sebuah susu kotak. Aww, pagi-pagi sekali Adelio membawakan beberapa makanan entah dari mana. Aku yang baru bangun melihat Adelio tersenyum saat aku membuka mata, romantis bukan? "Ngelamun lagi?" kata Adelio membuatku tersadar. Aku hanya tersenyum kecil, memakan beberapa cemilan di atas meja.
Malam harinya, aku dan Adelio ingin pergi kencan berdua. Namun, hal tidak diduga terjadi. Di mana Zara dan Gracia, berada di tempat yang sama dengan kami. Jujur aku kadang bingung, mereka ada di mana-mana. "Kenapa Ranesya?" tanya Adelio melihatku. Aku mendengus menatap lulus, di mana Adelio mengikuti mataku. "Loh, kenapa mereka ada di sini ya?" balas Adelio begitu bingung. Pake nanya lagi, ya aku juga nggak tau loh. Mereka seolah tau, kami akan pergi kemana sampai ke restoran ini sekalipun. Berusaha mengabaikan keduanya, aku menarik Adelio ke dalam. Duduk di meja yang cukup jauh dari Zara dan Gracia. "Bentar, kita pesan dulu," kata Adelio mengangkat tangan seketika pelayan datang menghampiri kami. Sebuah buku menu, aku memilih beberapa dan sebaliknya dilakukan hal sama dengan Adelio. Pelayan itu pergi, hanya kami berdua di sini yang lain sibuk dengan urusan mereka. "Gimana rasanya liburan sekarang? Seru nggak?" tanya Adelio menatapku begitu dalam. Aku mendongak memperhatika
Berusaha melupakan Zara dan Gracia, kami lebih memilih kepantai kembali berjemur di sana. Siapa sangka, orang yang tidak aku harapkan mendekati kami mana bajunya kurang bahan. "Adelio, lo makin ganteng aja," kata Gracia melirik tubuh Adelio tanpa baju. Dih, aku menaikkan satu alis merasa aneh dengan pemandangan di mana wajah Gracia memerah. Jijik sekali, apalagi tidak lepas matanya ke Adelio. Heh! Jangan gitu please, aku sangat cemburu sialan. "Gue emang ganteng, sekarang lo berdua pergi sana," usir Adelio menurunkan kacamata lalu menaikkan kembali. "Lo berdua mau jadi lonte atau apa? Bahannya terlalu kurang, mau godain siapa?" hina Adelio tanpa menoleh ke arah mereka berdua. Aku menahan tawa, siapa mengira. Jika Adelio akan berkata begitu tanpa peduli perasaan Zara maupun Gracia. "Buat godain lo," sahut Zara mendekati Adelio. Jujur menjijikan sekali, mereka tanpa malu tersenyum amat manis dan menggoda. Iuhh, untung aku berusaha kalem ya. "Najis tau nggak!" umpat Adelio mene
Di pagi hari, berbeda dari biasanya. Saat aku terbangun, Adelio sudah berada di depanku. Siapa sangka, aku melotot tidak percaya. Bahkan, Adelio mengelus puncak kepalaku. "Lo udah bangun?" tanya Adelio mengecup keningku penuh perhatian. Aku yang masih tidak menyangka hanya bisa berkedip-kedip, yaa aku kan masih terkejut. Dengan tubuhku mundur membuat Adelio terlihat bingung. "Kenapa?" Aku menggeleng cepat, berusaha berdiri dan melirik sekitaran. Asli, aku sangat malu. "Nggak kok," jawabku sedikit gugup. "Seriusan? Kenapa wajah lo langsung tegang gitu," sahut Adelio terkekeh pelan. Yah, siapa coba tidak kaget dengan tingkahnya. Kan aku sangat terkejut, dahal dia sangat jarang begini kepadaku. Paling sesuatu hal penting, atau pergi suatu tempat dia akan menghampiriku terlebih dahulu. "Eh, nggak kok cuma tadi," balasku bingung mengigit bibir bawah. Aku mendorong tubuh Adelio. "Sana gih, lo pesen aja makanan gue laper soalnya," kataku mengalihkan pembicaraan. "Lo laper? Bentar
Sore yang cerah, cocok banget jalan-jalan di pantai. Aku dengan tergesa-gesa menarik tangan Adelio untuk cepat. "Ayolah, lo jangan lama sih!" kesalku mendengus. Adelio menggeleng kepala, saat aku menoleh. Apa dia ikutan kesal denganku? Kan aku hanya tidak ingin ketinggalan ke pantai. "Pelan-pelan aja, pantainya gak berjalan itu," peringat Adelio menahan tawa. Idih, dikira lucu gitu? Aku melepaskan tangan Adelio, bersedekap dada di depannya. Bibir yang merucut kedepan seperti bebek. "Lo kok ketawa? Nggak ada yang lucu tau," hardikku menghentakkan kaki. "Dahlah, nggak jadi aja."Aku berusaha memutarkan badan untuk balik ke kamar, namun tanganku ditahan olehnya. "Mau kemana?" tanya Adelio menatapku lekat. "Gue mau ke kamar aja, lo ngeselin soalnya," kataku mengalihkan pandangan ke tempat lain. Terdengar suara kekehannya. "Gue bercanda doang, ayo kita pergi," ajak Adelio menarikku untuk ke pantai. Tidak menolak, aku hanya mengikuti langkah kakinya turun dari lift. Aku tidak ada