Home / Rumah Tangga / Suami yang Tak Diinginkan / 1. Meninggalkan Anak Demi Zumba

Share

Suami yang Tak Diinginkan
Suami yang Tak Diinginkan
Author: Butiran_Debu

1. Meninggalkan Anak Demi Zumba

Author: Butiran_Debu
last update Last Updated: 2022-03-13 06:44:33

Saat memarkirkan motornya di depan rumah, Hendra mendengar tangisan anaknya sampai ke luar rumah.  Tak biasanya Alan menangis sekencang itu. Karena itu dia berlari untuk memastikan apa yang terjadi di dalam rumah.

“Lis, Lilis?” panggil Hendra, tangannya sigap menggendong Alan, putra mereka satu-satunya yang belum genap berusia satu tahun. Anak itu merangkak di tengah rumah dan menangis sangat kencang.

“Lis, Lilis?”

Rumah itu kosong, tak ada tanda-tanda keberadaan Lilis di dalam rumah. Tak lama setelahnya, suara ibu mertuanya terdengar dari pintu masuk.

“Lilis nggak ada, dia pergi sejak siang tadi dan belum pulang. Lagian kamu ini lama bener pulangnya. Ini bubur untuk Alan, kamu yang suapin sendiri!” cetus wanita lima puluhan itu, meletakkan bubur untuk cucunya.

Pergi sejak siang dan belum pulang? Hendra tidak yakin sebab Lilis tak biasanya seperti itu.

“Masa sih, Buk? Lilis bukannya di rumah Ibu?” Hendra menghampiri ibu mertua yang kini sudah berdiri di ambang pintu. “Dia di rumah Ibu, kan?”

 “Nggak ada! Ngapain juga ibu berbohong? Sudah, ibu mau pergi. Gara-gara Alan ibu telat pergi kondangan!” Ratna, ibu mertua Hendra segera meninggalkannya.

Lilis memang suka membangkang, tapi selama tiga tahun pernikahan mereka, tidak pernah istri Hendra itu menunjukkan sikap yang aneh-aneh. Apalagi sampai meninggalkan anak seperti ini, rasanya Hendra tidak percaya dengan ucapan ibu mertuanya. Tapi kenapa Lilis tidak ada di rumah?

“Ma-ma... Mama....”

Tangisan Alan memanggil mamanya menyadarkan Hendra dari pikiran. “St, st, st... jangan nangis lagi, ya... papa ada di sini,” bujuk Hendra, menggoyangkan tubuhnya bagaikan ayunan untuk menenangkan Alan yang masih menangis. Dia juga meraih bubur yang tadi diantar oleh mertuanya untuk membujuk Alan bisa diam.

“Mama... Mama....” Alan terus menangis memanggil mamanya. Dia menggeleng saat Hendra menyuapkan bubur itu ke dalam mulutnya.

“Cup, Cup, Cup... sabar, ya... bentar lagi mamanya Alan pasti pulang.”

Alan memang masih menyusu pada mamanya, mungkin karena itu lah dia terus menangis memanggil Lilis. Apalagi jika benar yang dikatakan oleh Ratna  bahwa Lilis pergi sejak siang, sudah barang tentu anak itu merindukan dekapan mamanya.

“Astaga, Lis... ke mana sih kamu ini?”

Sedang Hendra sibuk mendiamkan Alan yang masih terus menangis, sebuah mobil berhenti tepat di depan rumah kontrakannya. Hendra segera keluar ketika telinganya mendengar suara sang istri berbicara di luar sana. Benar saja, Lilis terlihat berdiri di dekat pintu mobil yang masih terbuka.

“Lis, kamu dari mana aja, sih?” Hendra menghampiri istrinya yang tengah sibuk berbincang dengan seorang wanita. Wanita berparas ayu yang mengantar istrinya terlihat bingung menatap Hendra.

“Jeng Lisa, ini....”

Pasti Juwita curiga melihat kedatangan Hendra dari kontrakan jeleknya. Padahal, barusan saja Lilis berbohong menyebut rumah mewah tetangga kanannya sebagai miliknya. Sebal sekali hati Lilis pada Hendra. 'Kenapa sih dia harus keluar?'

"Alan nangis terus manggil kamu. Ibu bilang kamu pergi sejak siang." Hendra mengatakan ucapan ibu mertuanya.

"Bukan urusan kamu! Udah, sih, sana bawa Alan masuk!" Lilis mendorong suaminya menjauh.

Juwita yang masih di sana menyaksikan suami istri itu terlihat sedikit bingung. 'Bukannya tadi Lisa bercerita kalau suaminya seorang direktur perusahaan besar?' pikir Juwita. Dia membaca nama perusahaan di seragam pabrik yang Hendra kenakan.

"Tapi Alan haus, Lilis... dia manggil kamu terus. Kamu juga masuk, dong, diamkan Alan dulu!" 

Jika ditanya hatinya, Hendra sangat geram melihat sang istri. Tapi dia berusaha untuk menahan amarah itu, sebab tak ingin rumah tangganya menjadi bahan tontonan orang asing.

Lilis berpura tuli dan justru memasang senyum pada Juwita.  

“Bukannya Jeng Juwi masih mau pergi arisan, ya? Udah, Jeng, langsung pulang aja. Makasih loh udah anterin aku, sampai ketemu besok ya, Jeng Juwi.” Lilis menyuruh Juwita  agar segera pergi meninggalkan halaman rumahnya.

 “Sama-sama, Jeng Lisa. Kalo begitu, aku pamit dulu, ya.” Meski masih bingung, wanita itu memilih meninggalkan mereka.

‘Jeng Lisa?’ Panggilan macam apa itu? Lagian sejak kapan pula istrinya berganti nama menjadi Lisa? Kepala Hendra dipenuhi berbagai tanda tanya.

Begitu mobil itu keluar dari gang rumah mereka, Hendra menarik Lilis masuk ke dalam rumah. Rasa geram dan marahnya sudah tak bisa ditahan melihat sikap sang istri yang sangat keterlaluan. Apalagi penampilan Lilis yang mengenakan celana olahraga di atas lutut, juga baju tanpa lengan dan menunjukkan setengah belahan dadanya.

“Dari mana aja kamu, Lis? Anak ditinggal gitu aja. Terus, baju apaan ini yang kamu pakai, hah?” sentak Hendra tak tertahan.

Lilis masih terlihat santai memasuki kamar tidur mereka. Ransel yang tersampir di pundak dia gantungkan di balik pintu seakan tidak terusik dengan omelan sang suami. Hal itu tentu membuat Hendra semakin kesal saja.

“Jelasin kamu pergi ke mana dan siapa orang yang tadi ngantar kamu?” cecar Hendra semakin geram. Mungkin suaranya sudah terdengar sampai ke tetangga.

Siapa yang tidak geram melihat istrinya pulang diantar dengan mobil? Meski orang itu perempuan, wajar saja Hendra curiga sebab selama ini dia tidak pernah melihat istrinya bergaul dengan orang kaya. Dan jangan lupakan, banyak sesama perempuan yang tega menjual temannya pada para hidung belang, untuk mendapatkan komisi. Hal seperti itu sudah sering viral di sosial media, bahkan di berita yang disiarkan televisi. Hendra tentu tidak ingin istrinya terjebak hal seperti itu.

“Jawab, Lis, dari mana kamu sejak siang tadi!”

“Aku zumba, aku pengen langsing, nggak melar kayak gini,” kata Lilis, menunjuk perutnya yang melar sejak melahirkan Alan.

“Lantas, siapa yang ngantar kamu? Kamu jangan bohong, ya, sampe aku dengar kamu aneh-aneh di luar sana, aku nggak bakal maafin kamu, Lis!” ancam Hendra tak main-main. Kepalanya terus berpikir jika mungkin perempuan yang mengantar istrinya adalah seorang mucikari.

Lilis menghela napas membalas tatapan garang suaminya. “Kamu ini kenapa, sih? Orang baru pulang juga  udah diomelin! Aku udah bilang, kan, aku pergi zumba, dan yang anter aku itu namanya Jeng Juwita. Dia instruktur zumba kami yang kaya raya punya banyak uang! Bukannya senang istrinya diantar orang, malah marah-marah! Makanya, kalo nggak mau istri kamu pulang sama orang lain, beliin mobil dong!” serga Lilis membalas Hendra. Hidungnya terangkat ke atas, matanya memindai Hendra dari kepala sampai ke bawah dan lanjut berbicara dengan entengnya. “Beliin motor aja nggak mampu, gimana mau beli mobil, ya? Rumah aja mampunya ngontrak!”

Hendra yang merasa harga dirinya terluka, mengangkat tangan bersiap untuk menampar Lilis, tapi terhenti saat mendengar putranya kembali menangis. Dia turunkan tangannya, memikirkan Alan yang bisa saja merekam kejadian itu hingga mengganggu perkembangannya. Hendra yang sudah dipenuhi kemarahan takut khilaf sehingga memilih mundur menjauh.

Kata-kata itu sangat menohok Hendra yang saat ini hanya seorang buruh pabrik. Untuk mengisi perutnya pun dia tidak bernafsu. Kalimat sang istri terus berputar di dalam kepala, memaksa Hendra ikut memutar pikiran bagaimana caranya untuk mendapatkan uang lebih.

Sekarang Lilis sudah tidur bersama Alan, tapi Hendra belum juga bisa memicingkan matanya. Rasa bersalah yang sangat besar memenuhi pikiran lelaki berusia 27 tahun itu, bahkan membuatnya tidak berselera untuk makan.

Ah... dia sudah membuat Lilis menderita, begitulah isi pikiran Hendra.  Dia sadar betul, sejak Lilis  menikah dengannya,  Hendra belum mampu membahagiakan istri juga anaknya. Jangankan rumah dan mobil yang tadi Lilis bahas, bahkan untuk sekedar merawat wajahnya pun, Lilis sudah tak bisa. Hanya ada bedak murahan yang selalu dipakai istrinya setiap hari, yang terletak di atas meja rias usang itu.

“Maafin aku, Lis, gaji aku hanya cukup untuk kebutuhan kita. Tapi aku bakal cari uang tambahan untuk kamu merawat diri,” bisik Hendra lemah.

Sepatutnya dia tidak semarah itu pada Lilis. Istrinya toh hanya pergi berolahraga. Jika Lilis menjadi lebih langsing dan menarik, toh yang menikmati tubuhnya juga Hendra sendiri. Meski bagi Hendra tidak masalah andai pun Lilis bertubuh melar juga wajahnya tidak selalu cantik, tapi bagi Lilis itu tentunya sangat berarti. Bukankah semua wanita ingin terlihat cantik di depan suami dan teman-temannya?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
jjjjjkkkkkkkk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Suami yang Tak Diinginkan   2. Ingin Menjadi Kaya.

    Waktu sudah subuh saat Hendra kembali dari pangkalan ojek. Ada senyum sumringah di wajahnya membayangkan Lilis akan senang menerima uang itu nantinya. Tidak banyak memang, hanya 46.000 yang dia dapatkan malam ini. Tapi jika dapat segitu saja pun setiap malamnya, pasti bisa Lilis gunakan membeli skincare seperti yang dipakai orang-orang.“Kamu dari mana aja? Aku pulang malem kamu omelin, tapi kamu boleh pulang subuh?” Lilis sudah menunggu Hendra di teras rumah dan langsung mengomelinya. Dia memang tidak tahu saat tadi malam Hendra memutuskan mengojek malam, demi bisa menyenangkan sang istri.“Ini loh, aku habis ngojek di pengkolan. Nggak banyak sih, tapi lumayan buat kamu beli bedak,” terang Hendra, menyerahkan gulungan uang yang dia ambil dari saku celana. “Kamu tabung dulu, ya. Aku bakal ngojek tiap malam biar kamu bisa bebelian bedak," ucapnya dengan bannga.Bukannya senang, Lilis hanya menatap gulungan uang di tangannya. &l

    Last Updated : 2022-03-13
  • Suami yang Tak Diinginkan   3. Jual Diri Atau Bercerai!

    Lagi-lagi ketika Hendra pulang, dia tidak menemukan Lilis di rumah. Mertuanya datang mengantar Alan, sama persis seperti kemarin malam. Tak lupa dengan omelan pedas yang dilontarkan Ratna, menyuruh Hendra mencari baby sitter agar tidak menyusahkan dirinya. Hendra hanya bisa diam mendengar mertuanya mengomel sambil lalu.“Kamu ini kenapa sih, Lis....” keluh Hendra memikirkan istrinya.Padahal sebelum pulang tadi, Hendra sengaja membawa martabak, makanan kesukaan Lilis. Niatnya untuk membujuk istrinya itu agar tidak marah-marah seperti kemarin malam. Tapi nyatanya, dia yang kembali dibuat geram oleh kelakuan sang istri yang tidak tahu keberadaannya. Ponsel Lilis tidak aktif, Hendra hanya bisa mendesah lesu meletakkan lagi ponselnya.Belum lagi Alan yang terus saja menangis, tidak mau makan dan selalu hanya memanggil mamanya, itu membuat Hendra berasa ingin gila. Ketika Lilis pulang nanti, Hendra akan memberi istrinya pelajaran agar tidak lagi mengulang

    Last Updated : 2022-03-13
  • Suami yang Tak Diinginkan   4. Mau Membeli Suamiku?

    Menjual diri? Benarkah Lilis menyuruh Hendra menjual diri? Sejak kapan pula Lilis bisa berbicara hal tabu seperti itu? Apakah ini yang Lilis pelajari selama dua hari pulang selalu malam?“A-apa maksud kamu?” Hendra tergagap, tidak ingin percaya dengan isi kepalanya yang mulai berpikir buruk pada istrinya.“Kamu yang jual diri, biar aku yang carikan pelanggan buat kamu.”“Lilis!” sentak Hendra. "Aku udah cukup sabar, ya. Aku nggak akan segan-segan nampar kamu kalau berani ngomong gitu lagi!"“Kalo kamu nggak mau, ya sudah. Nggak usah ngancam aku segala, deh... aku yang bakal jual diri kalo kamu nggak mau. Kamu mau bantu aku carikan om-om kaya, nggak?”Apakah Lilis tidak sadar dengan ucapannya? Dia ingin suaminya menjual diri, apa yang ada di dalam kepalanya? Istri di luar sana justru banyak yang makan hati melihat suaminya menikah lagi. Hendra sendiri, jangankan berpikir menikah, bahkan membalas

    Last Updated : 2022-03-13
  • Suami yang Tak Diinginkan   5. Berapa Harga Suamimu.

    Pertengkaran Lilis dan Hendra masih terus berlanjut. Alan yang menangis kencang tak mengurunkan niat Lilis mendesak Hendra untuk keinginannya. Sampai kapan mereka akan terus bertengkar, apa tidak malu sama tetangga? Juwita sangat gemas melihat Lilis yang bersitegang memaksa Hendra menceraikannya.“Buruan ceraikan aku!” Lilis mendorong Hendra yang hanya menatap istrinya tajam.“Jangan berharap. Sampai kapan pun, aku nggak bakal mau pisah sama Alan!”“Oke, nggak apa-apa. Kalo gitu, kamu ambil Alan buat kamu dan aku yang pergi dari rumah ini!”“Lis!”“Nggak! Aku nggak mau dengar apa pun. Kalo kamu mau aku tetap di sini, kamu harus ikuti omongan aku!” Lilis berlari ke kamar dan mulai menyusun pakaian lagi ke dalam tasnya. “Aku nggak mau miskin sampai mati! Aku juga mau menikmati hidup seperti orang-orang.”Keduanya kembali saling merampas tas yang di tangan Lilis. Benar-bena

    Last Updated : 2022-03-16
  • Suami yang Tak Diinginkan   6. Mengancam Bunuh Diri.

    “Me-menikah?” Lilis masih tidak percaya dengan pendengarannya. “Kamu mau menikah dengan suami aku?” “Kenapa, kamu keberatan? Kalo gitu, aku nggak jadi beli suami kamu.” “Bu-bukan begitu!” seru Lilis, takut jika Juwita akan menarik lagi ucapannya. “Kamu yakin mau menikah dengan Hendra? Tiga miliar bukan uang yang sedikit, loh!” ucapnya penuh tekanan. “Yakin. Atau mungkin itu kurang? Oke, aku tambahi dengan satu unit apartemen.” Napas Lilis hampir berhenti. Dia sangat tidak percaya, bagaikan tertimbun reruntuhan uang yang sangat banyak. Bayangkan saja, uang 3 miliar pun sudah sangat besar, dan masih ditambah dengan satu unit apartemen? Astaga, mimpi apa Lilis kemarin malam! “Kamu keberatan?” tanya Juwita, melihat Lilis yang terdiam sangat lama seperti sedang mempertimbangkan. ‘Tiga miliar. Tiga miliar.' Lilis mengulang-ulang nominal yang Juwita ucapkan, di kepalanya. Hanya syarat menikah? Ah, itu mah kecil! Lilis nggak akan m

    Last Updated : 2022-03-17
  • Suami yang Tak Diinginkan   7. Aku Akan Menikahinya.

    Beberapa saat Hendra terpaku di depan pintu kamarnya. Ada rasa takut jika Lilis akan benar melakukan apa yang tadi diucapkannya. Tentu saja itu menakutkan, Hendra tidak ingin istrinya menjadi nekad melakukan bunuh diri. Tak ada pilihan, dia pun membuka pintu kamar untuk memastikan istrinya baik-baik saja.Tapi fakta yang Hendra lihat sekarang adalah, Lilis tengah meletakkan sebilah pisau di atas pergelangan kirinya, dan menatap Hendra dengan tajam.“Kamu nggak mau nikah, kan? Berarti kamu juga harus rela aku mati!”“Lilis, jangan, Lis!” Hendra yang terkejut lantas memeluk sang istri untuk menghentikan perbuatan gila itu. Dia pegangi kedua tangan Lilis dan mendorongnya ke dinding rumah. “Jangan lakuin itu, jangan aneh!”“Lepasin aku! Aku nggak mau hidup begini terus-terusan! Kalo kamu nggak mau nikah sama Juwita, kamu juga harus rela lihat aku mati di depan kamu!” jerit Lilis bersama tangisan dari mulut

    Last Updated : 2022-03-17
  • Suami yang Tak Diinginkan   8. Juwita Banyak Maunya.

    Senam zumba kali ini sangat spesial bagi Lilis. Dia bergerak penuh semangat mengingat jawaban suaminya tadi malam. Rasanya tidak sabar agar musik itu segera berhenti lantas dia akan menemui Juwita dan mengatakan bahwa Hendra sudah setuju.“Satu, dua, tiga, empat....”Juwita sebagai instruktur mereka terus menghitung, bersahutan dengan musik yang sangat kencang di arena yang dikelilingi cermin besar. Lilis terus menari dengan semangat sembari menatap dirinya di pantulan cermin di sebelahnya.‘Sebentar lagi aku bakalan kaya! Aku bisa beli baju-baju bagu, sepatu bagus, juga perhiasan mahal kayak punya kalian!’ batinnya terus berbicara dan sesekali menatap teman-temannya.Hingga olahraga zumba itu berakhir, semua anggota duduk di atas lantai untuk meregangkan tubuh mereka. Lilis sama sekali tidak merasa lelah seperti biasa, mungkin karena terlalu senang akan menjadi orang kaya?“Lis, mau ganti bareng, nggak?” Vanny m

    Last Updated : 2022-03-17
  • Suami yang Tak Diinginkan   9. Mertua dan Istri Sama Saja!

    “Ada apa sih, Lis... ini mau ngapain?” tanya Hendra tidak mengerti, saat Lilis memaksanya mengenakan pakaian rapi. Tidak biasanya Lilis sangat perhatian seperti ini, mengambilkan baju dari lemari, membantu Hendra mengenakannya, bahkan sekarang menyisir rambutnya. Tidak seperti Lilis yang biasanya.“Lis, jawab dulu, dong. Ini ada apa aku harus pake baju bagus? Cuma mau tidur juga.”“Kamu harus ketemu Juwita, Sayang. Tadi sore dia bilang, dia mau ketemu kamu dulu. Inget, ya, di sana nggak usah banyak ngomong. Bilang aja kamu setuju nikah sama dia, tentukan tanggal nikahnya biar urusan cepat kelar.”Sontak hal itu membuat Hendra terkejut bukan main. Ternyata kebaikan istrinya tidak lah tulus seperti yang dia bayangkan. Lilis melakukan semua ini masih tetap demi... uang yang Juwita tawarkan.“Tapi, Lis-““Nggak ada tapi-tapian! Ingat, kamu udah janji kemarin malam,” serga Lilis memotong ucapan

    Last Updated : 2022-03-24

Latest chapter

  • Suami yang Tak Diinginkan   305. Maukah Menikah Denganku? (END)

    Sejenak Hendra menunduk. Dia menatap lantai di bawah kakinya dan memikirkan pertanyaan itu. Cinta... Hendra tersenyum kecil.Tentu saja dia mencintai Juwita, dan cinta itu pula yang membuatnya selalu sabar dengan semua cobaan pernikahan mereka. Tapi Hendra tidak akan lupa bahwa cinta pula yang membuatnya menjadi suami yang terjual. Karena rasa cintanya pada Lilis dan tidak ingin istrinya bercerai, Hendra yang bodoh pun menerima pernikahan tertulis dengan Juwita.Bukankah cinta itu pula yang membuatnya menjadi menderita? Meski sangat mencintai Juwita, Hendra juga ingin mempertahankan harga dirinya.“Mencintai adalah hal yang sangat mematikan, sampai aku menjadi menantu Anda pun itu karena dulu aku mencintai mantan istriku. Jika sekali lagi aku mengalah demi cinta, bukan tak mungkin akan kehilangan harga diri lagi. Maka kuputuskan, bercerai adalah jalan yang sudah sepatutnya,” ucap Hendra dengan yakin.Juwita tidak kuasa mendengar perkataan Hendra, air matannya mengalir lebih deras oleh

  • Suami yang Tak Diinginkan   304. Tak Ada Cinta Tersisa?

    Hendra mengangguk, tidak ingin mengulur waktu sehingga membuat orang-orang berharap banyak padanya. Semuanya harus diakhiri agar Juwita tidak terus merendahkannya.“Nggak mungkin,” bisik Juwita patah hati, kedua tangan memegangi kepalanya yang belum mampu menerima kenyataan. “Kamu nggak mungkin menanda tanganinya, kamu pasti berbohong.” Dia tatap suaminya dengan mata memelas, sungguh tidak Juwita harapkan benar-benar bercerai dari Hendra.“Maaf mengecewakan kamu. Tapi... kedatanganku ke sini untuk mengantarkan surat cerai itu.” Hendra mengeluarkan amplop yang Juwita kirimkan itu, dan membuka bagian yang sudah dia tanda tangani. Dia letakkan berkas itu di atas meja agar semua orang bisa melihatnya. “Aku hanya mengabulkan permintaan kamu. Dan lagi, aku rasa kita tidak mungkin meneruskan pernikahan yang sejak awal tidak sehat. Aku tidak ingin terus dikenal sebagai suami yang dibeli, maka itu memang sebaiknya kita bercerai saja.”Sebagai lelaki, Hendra punya harga diri. Meski di awal sud

  • Suami yang Tak Diinginkan   303. Mengantar Surat Cerai

    Berkali-kali Juwita melirik ke pintu utama rumah orang tuanya. Duduknya tak bisa diam, bergeser setiap menit seakan tidak sabaran. Sofa yang didesain sangat empuk itu seakan tidak nyaman menjadi tempatnya. Dia melirik lagi, dan itu terus saja terulang setiap kali dia mendengar suara pergerakan seseorang di sekitarnya.Maria mengamati putrinya itu dari anak tangga, tampak penyesalan dan ragu-ragu di wajah cantik Juwi yang belakangan ini terlihat semakin kurus. Dia mendatangi putrinya dan duduk di sebelah Juwi.“Wi, tenangkan dirimu,” kata Maria, mungkin dengan ucapan itu putrinya bisa merasa lebih baik. “Pikirkan anak di kandungan kamu. Jika mamanya stres, anak kamu juga akan ikut stres di dalam sana.Mata sayu Juwi menatap mamanya ragu dan dia berkata, “Entah lah, Ma. Aku tidak bisa tenang sebelum melihat Hendra datang. Aku takut jika dia tidak benar-benar menemuiku,” katanya.Hendra memang tidak pernah berkata akan datang menemui Juwita, melainkan Armaja lah yang akan ditemui lelaki

  • Suami yang Tak Diinginkan   302. Tolong Maafkan Juwita.

    Setelah mendapatkan bukti itu, polisi langsung memeriksanya. Benar saja, video yang Steve berikan sebagai bukti jelas adalah editan. Banyak bukti yang Armaja bawa sehingga Steve tidak bisa berkutik sekarang. Bukan hanya itu, Armaja juga berhasil menangkap pelaku yang selama ini bersembunyi di belakang Steve, sebagai orang yang mengunggah di media sosial.“Bukan saya yang bersalah, Pak! Dia yang lebih dulu memukul saya!” Steve meronta di tangan polisi. Dia terus menuduh Hendra lah yang sudah memukulnya terlebih dahulu, tapi bukti-bukti yang dibawa oleh Armaja tidak bisa dibohongi.Hendra yang masih sangat shock dengan kejadian ini, hanya bisa diam menyaksikan Armaja dan polisi menyelesaikan masalah mereka. Lelaki itu memeluk putranya erat, menenangkan Alan yang masih sesunggukan.“Dia yang memukul saya! Dia yang seharusnya ditangkap!” Steve menunjuk-nunjuk pada Hendra, sangat memuakkan. Bahkan ketika semua bukti sudah terarah padanya, lelaki itu masih saja ingin menyalahkan Hendra.And

  • Suami yang Tak Diinginkan   301. Pa, Kenapa Kita di Sini?

    Jalan raya itu sangat ramai oleh mobil-mobil yang berlalu lalang. Tak ada cela jika pun Hendra ingin lari dari kejaran polisi yang tengah menunggunya di luar sana. Pasrah. Hanya itu yang bisa Hendra lakukan sekarang. Dia tidak mungkin berlarian di jalanan menggendong Alan, seperti yang tadi dilakukannya. Bisa-bisa membuat Alan menjadi celaka.“Pak, bagaimana selanjutnya? Kita tidak bisa lewat, apakah kita harus menabrak mobil lainnya agar memberikan jalan?” tanya Rahmat dari bangku kemudi, dia tidak rela bosnya tertangkap begitu saja.Akan tetapi, Hendra sudah lelah. Perkataan Rahmat terlalu berisiko dan dia tidak ingin membuat masalah yang lebih besar.Dia melepaskan sebelah tangan dari punggung Alan, kemudian membuka pintu mobil itu sangat pelan.“Pak, jangan keluar. Bagaimana nasib Alan jika bapak sampai ke kantor polisi?” Rahmat masih mengingatkan.“Kita tidak mungkin membuat masalah yang lebih besar lagi, Mat. Aku tidak ingin kamu ikut ke dalam masalah ini.” Dia pun keluar dari

  • Suami yang Tak Diinginkan   300. Tertangkap.

    Taksi yang Hendra tumpangi dengan Alan pun meluncur di jalanan. Sopir taksi itu merasa iba melihat Alan yang menangis berkata takut, dia membayangkan andaikan dirinya bersama anaknya yang ada di posisi Hendra sekarang. Meski sebenarnya pak sopir juga terlihat ketakutan, wajahnya berkeringat saat melihat dua petugas polisi dari kaca spion-nya.“Bapak ini mau ke mana, toh? Saya nggak berani kalo Suria Hotel, itu terlalu jauh, takutnya dikejar sama polisi. Saya juga punya anak istri, Pak, tidak berani berurusan dengan mereka,” kata pak sopir, nadanya gemetar saat bertanya.Hendra pun tidak mungkin melibatkan orang lain dalam kasusnya. Suria Hotel terbilang jauh dari posisi mereka sekarang, sangat benar yang dikatakan sang sopir kalau petugas kepolisian itu mungkin tengah mengejarnya. Lagian, Hendra juga tidak mungkin pergi ke sana lagi, akan sangat gampang jika polisi melacaknya.Beruntung saja ponselnya terselip di saku celana Hendra, sehingga dia bisa menghubungi Rahmat untuk meminta

  • Suami yang Tak Diinginkan   299. Mereka Kejar Kita, Pa....

    Ketika Hendra masih memaksa Lilis agar keluar dari mobilnya, dua mobil lainnya datang ke tempat itu. Berhenti tepat di sebelah Hendra, membuatnya bertanya-tanya siapa kira-kira orang yang datang di dalam sana. Hendra menghela napas panjang ketika melihat itu adalah Steve dan beberapa orang dengan kamera besar.Reporter lagi?Astaga... entah sampai kapan Hendra harus bertemu dengan orang-orang itu, dia sudah sangat lelah.Tidak cukup hanya Steve dan reporter saja yang datang ke sana. Tidak lebih dari dua menit, ada mobil polisi yang juga ikut parkir di halaman warga yang luas itu. Entah apa yang akan terjadi di ke depan nanti, Hendra sudah sangat lelah berpikir. Menghadapi Lilis saja sudah membuatnya kesulitan, kenapa Steve harus datang ke sini membawa reporter dan polisi?“Itu perempuan yang menghancurkan kaca mobil saya, tolong tangkap dia, Pak. Meski Lisa adalah istri saya, saya tidak terima mobil saya dirusak begitu saja,” kata Steve pada polisi, menunjuk Lilis di dalam mobil Hendr

  • Suami yang Tak Diinginkan   298. Aku Ikut

    “Jangan bawa Alan, Hendra! Kamu nggak boleh bawa dia sebelum kasih duit ke aku!”Hendra sudah berhasil merebut paksa Alan dari Lilis dan Ratna, tapi saat akan membawanya masuk ke mobil, Lilis segera menghentikan Hendra. Perempuan itu betul-betul tak merelakan Hendra pergi tanpa memberinya uang. Lilis bahkan bergantung di kaki Hendra, memegangi agar lelaki itu tidak bisa bergerak.“Kasih aku uang dulu! Kamu nggak boleh pergi dari sini sebelum ngasih aku uang!” kata Lilis terus berteriak, memeluk kaki Hendra sangat erat.Setiap kali Hendra akan melangkah, kakinya selalu ditahan oleh Lilis. Bahkan hampir saja Hendra terjatuh karena tidak bisa menjaga keseimbangan.“Lepasin, Lilis! Kamu ini jangan bikin malu!” Hendra berkata geram, orang-orang sudah berkerumun menyaksikan mereka di halaman itu. Sudah seperti suami kejam saja Hendra dengan posisi Lilis memeluk kakinya.“Nggak! Aku nggak bakal lepasin kaki kamu, sebelum kasih aku uang!” sahut Lilis semakin mempererat pelukannya di kaki Hend

  • Suami yang Tak Diinginkan   297. Berikan Alan Padaku!

    Dalam kecewanya yang mendalam terhadap Steve, Lilis mencengkeram baju lelaki itu, lalu merosot perlahan-lahan. Saat itu dia mendengar deru mesin mobil di sebelahnya, dalam keputusasaan dia melihat ke kanan, berharap seseorang mungkin mendengar pertengkarannya dengan Steve. Mungkin seseorang itu bisa bersaksi untuk Lilis, bahwa semua ini sudah direncanakan Steve, dan laki-laki itu adalah alasannya bercerai dari Hendra.“He-Hendra. I-itu Hendra!” seru Lilis penuh harap. Dia berpikir Hendra bisa membantunya untuk itu.Namun, benarkah Hendra mau membantunya? Meski laki-laki itu mendengar pertengkarannya dengan Steve, Hendra tidak mungkin mau membantu Lilis. Harapan yang tadi sempat singgah, perlahan menjadi rasa takut.“Tidak! Dia tidak boleh mengambil Alan!” seru Lilis lantas berdiri. “Jangan ambil Alan! Alan milikku!”Tidak Lilis hiraukan lagi Steve yang kebingungan melihatnya, Lilis sudah berlari kembali ke dalam mobil. Dia harus menghentikan Hendra sebelum lebih dulu mengambil Alan.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status