Kembali ke mas Bagas. "Kapan Lee balik dari singapura?" tanya seseorang yang belum ku ketahui namanya di toko. "Belum tau Pak, kemungkinan masih lama katanya di sana sekitar sebulanan Pak, ada yang bisa saya bantu," jawabku sopan. "Oh iya begini, perkenalkan namaku Heru aku sahabat sekaligus rekan bisnis Lee," ucap Pak Heru sambil mengulurkan tangannya. "Saya Bagas Pak saya yang bertanggung jawab di toko ini," jawabku seraya menyalami Pak Heru. "Jadi saya sama Lee menjalin kerja sama untuk proyek pembangunan jembatan, kami sepakat kalau toko Lee ini akan menjadi pemasok utama segala kebutuhan material pembangunan jembatan itu sampai selesai," kata Pak Heru menjelaskan. "Masalahnya proses pengerjaannya akan segera dimulai tapi Lee malah pergi,kan saya yang repot jadinya," ujar Pak Heru panjang lebar. "Iya, ayahnya baru saja meninggal jadi Bos Lee harus pulang ke Singapura untuk waktu yang cukup lama karena harus mengurus bisnis ayahnya juga di sana, katanya begitu Pak," jawabku
"Mas Bagas,apa bos Lee masih belum bisa di hubungi?" tanya mbak Intan padaku. "Belum nih, menurut kalian aku harus gimana nih?" tanyaku meminta saran pada mbak Intan dan Andi. "Maaf ya Mas, bukannya saya mau sok menasehati,tapi seperti yang kita tahu kalau harga material itukan mahal apalagi untuk pembuatan jembatan tentu membutuhkan sangat banyak material," ucap Andi. "Jadi kalau saran saya ada uang ada barang, selama uangnya belum ada sebaiknya materialnya gak usah dikirim dulu Mas," lanjutnya. "Iya Mas sekarang saja sudah sampai ratusan juta," tambah mbak Intan. "Kalau seperti ini terus lama-lama uang modal habis, trus kita mau bayar pake apa kalau ada barang datang," ucap mbak Intan lagi. “Uang untuk gaji karyawan juga gak ada lho Mas,mereka gak akan mau tau kondisi toko tahunya setiap tanggal 1 Mas Bagas kasih gaji ke mereka,” ucap mbak Intan panjang lebar. "Masalahnya Pak Heru bilang dia sudah bayar ke bos Lee," jawabku putus asa. "Bos Lee kan tau perputaran uang di to
Seminggu berikutnya. "Aku sudah mengerahkan orang-orang kepercayaanku untuk mengurus masalah Heru itu," ucap bos Chintya. "Aku tidak bisa bertemu langsung dengannya, dan lagi meskipun aku bisa bertemu langsung kita tidak bisa menuntut karena kamu sudah tanda tangan atas nama toko," bentak bos Chintya padaku. "Aku tidak mau tau pokoknya kamu harus ganti semua kerugian toko, dan ingat kamu gak usah hubungi Lee karena kamu bisa mengganggu masa pemulihannya," ucapnya lagi seraya menunjuk mukaku. "Maaf Bos, tapi saya gak ada uang sebanyak itu Bos," ucapku memelas pada bos Chintya. "Lalu kamu mau lepas tangan dari tanggung jawabmu itu, pokoknya saya akan perkarakan masalah ini melalui jalur hukum," ancam bos Chintya. "Kamu silahkan bayar sejumlah kerugian toko atau kamu mau mendekam di penjara," ucap bos Chintya masih emosi. "Beri saya waktu Bos, saya akan usahakan uangnya segera," ucapku mengharap belas kasihan dari bos. "Ok saya tunggu," jawab bos Chintya sambil melangkah ke luar
"Assalamu'alaikum Dek," ucapku menyusul Sari di dapur. "Wa'alaikumussalam," jawab Sari kaget sekaligus bahagia sambil memelukku. "Mas kok bisa bebas padahal kan kita belum bayar uang tebusannya," ucap Sari sambil melepas pelukannya dan mencium punggung tanganku. "Ibu yang bebasin Dek" jawabku datar sambil menarik kursi dan duduk. "Kok Ibu gak bilang sama adek ya, Ibu langsung yang jemput mas?" tanya Sari sambil ikut duduk di depanku. "Sudahlah kita bersyukur saja karena mas sudah bisa pulang," jawabku masih datar. "Dek, mas mau keluar dulu ya," pamitku."Kemana mas,baru juga sampai rumah,gak kangen sama Rafif Mas, padahal kan sudah hampir sebulan Mas gak ketemu Rafif?" rengek Sari. "Kerumah Ibu," jawabku singkat. "Adek ikut Mas, adek mau berterimakasih sama Ibu," pinta Sari. "Gak usah lah biar mas aja cukup," potongku segera. "Kenapa Mas?" tanya Sari bingung. "Ya gak papa biar mas sendiri saja," ucapku sambil berlalu pergi tanpa menghiraukan ucapan Sari lagi. ***Sesampain
"Mah kok di rumah," tanya Adit sepulangnya dari main futsal. "Lha emang harus di mana? pertanyaanmu kok aneh lho," jawabku sambil senyum-senyum. "Gak di rumah eyang?" tanya Adit heran. "Emangnya kenapa harus di rumah eyang?" jawabku seraya mengernyitkan kening memandang Adit. "Tadi di rumah eyang rame, kaya lagi ada acara gitu,jadi Adit pikir Mamah juga di sana,emang acara apaan Mah?” tanya Adit lagi. "Ya mana mamah tau, mamah kan gak di sana, harusnya kamu tadi mampir, biar tau ada acara apaan," jawabku sambil mengulas senyum. Adit hanya tersenyum sambil menaikan bahunya. "Kenapa senyumnya kok gitu?" tanyaku penasaran. "Gak papa Mah lagi gak pengin ke rumah eyang, kapan-kapan aja," jawab Adit sambil berlalu ke kamar mandi. "Ya ya terserah kamu aja," jawabku asal. **"Belum tidur Dek?" ucap mas Bagas saat masuk rumah. "Udah jam berapa ini Mas, kok malem banget si pulangnya,dari mana?" tanyaku seraya menegakkan posisi duduk. "Kan sudah bilang ke rumah Ibu," jawab mas Bagas
"Dek kamu liat hpku?" ucap mas Bagas mengagetkanku. "Oh ini Mas," ucapku tegang sambil menyerahkan hp mas Bagas. "Ya udah aku berangkat ya," ucap mas Bagas sambil melangkah ke luar. “Eh Mas,” ucapku sambil menarik lengannya. “Ya...kenapa Dek?” jawab mas Bagas sambil membalikan badannya menghadapku. “Emm... hati-hati ya,” ucapku seraya mengulas senyum. “Ah, iyah,” jawab mas Bagas sambil menunjukan senyum terbaiknya seraya mengusap pucuk kepalaku. Mas Bagas pergi dan aku masih tak bisa berkata apa-apa.Aku masih diam mematung. Sepertinya ada yang tidak beres, apakah aku perlu buntuti mas Bagas."Adit...tolong jagain Rafif ya, mamah mau keluar sebentar," ucapku pada Adit. "Ok Mah, siap,” jawab Adit segera. Aku segera keluar mencari ojeg, mas Bagas sudah tidak keliatan tapi aku dengan yakin menuju arah rumah Ibu. Ojeg ku minta berhenti sebelum sampai di halaman rumah Ibu, benar saja di sana sedang ada tamu, dan ada satu perempuan yang menyita perhatianku. Apakah dia yang bernam
Sesampainya di rumah hancur sudah benteng pertahananku, aku menangis tapi masih ku tahan takut Adit melihatku. "Mamah kenapa?" tanya Adit masuk ke kamarku dan duduk di sebelahku. Aku masih bimbang antara ingin menceritakan pada Adit atau menutupinya, tapi jika hal ini terjadi tentu percuma juga jika sekarang aku menutupi dari Adit. "Mamah, Adit bisa jadi pendengar yang baik, ceritalah Mah, biar beban mamah bisa berkurang," ucap Adit sambil memelukku dari smping. Adit memang bukan anak-anak lagi sikap dewasanya juga sudah cukup menunjukan kalau dia anak yang tanggungjawab. "Mungkin Adit gak bisa kasih solusi terbaik, tapi dengan mamah cerita, setidaknya akan sedikit mengurangi beban mamah," ucap Adit lembut. "Dit, jika mamah sama Papah bercerai gimana?" tanyaku ragu. "Alasannya apa Mah?" ucap Adit tenang. Akhirnya ku ceritakan semua yang terjadi di rumah Ibu tadi. "Mamah yakin itu keinginan Papah?" tanya Adit. "Kenapa Adit tanya begitu,jelas-jelas Papah menyetujui kesepakatan
"Assalamualaikum ustazd" ucapku sambil mendekat ke arah Adit dan Ustadz Efendi. "Wa'alaikumussalam..." jawab ustadz dan Adit serempak sambil memandang ke arahku. "Adit sudah cerita sekilas kepada saya tentang masalah Ibu dan Bapaknya," ucap pak Ustadz. "Mohon maaf Ustadz karena kami menceritakan aib keluarga," ucapku ragu seraya duduk di atas karpet bersama mereka. "Masalahnya bukan tentang ceritanya Bu, tetapi tentang tujuan Ibu menceritakan hal tersebut,jika memang untuk mengumbar aib tentu saja salah, tapi jika untuk mencari petunjuk inshaAllah tidak salah," ucap Ustadz bijak. "Iya Ustadz, Adit juga bilang begitu kemarin,saya minta nasehatnya Ustadz," pintaku sopan. "Mohon maaf Bu, nama lengkap Bapaknya Adit siapa ya, sama nama perempuannya?" tanya Ustadz sopan. "Bapaknya Adit, Eko Bagas Antoro kalau perempuannya yang saya tau Anita, saya kurang tau nama lengkapnya Ustadz," jawabku tak kalah sopan. "Oh Iyah tidak papa,kalau begitu tunggu sebentar ya Bu saya sholat dulu sebe
"Alhamdulillah sekarang Rehan udah bisa pulang," ucapku seraya memeluk Rehan. "Ayah mana Bun? katanya mau jemput Rehan?" tanya Rehan seraya memandang arah pintu. "Mungkin sebentar lagi datang, atau sepertinya Ayah akan langsung menyusul ke rumah," jawabku menyemangati Rehan. "Tapi Rehan takut Ayah gak datang," ucap Rehan dengan tertunduk lesu. "Bunda telepon Ayah sekarang yah," ucapku seraya meraih hpku di tas. "Iya Bunda, telepon sekarang cepat, Rehan mau pulang sama Ayah," ucap Rehan begitu semangat. "Rehan mau pulang ke tempat Ayah?" tanyaku cemas. "Iya, kan kemarin Bunda bilang, kalau Rehan udah sembuh Rehan boleh ikut Ayah," jawabnya dengan mata berkaca. Aku seperti tak mau merelakan, tapi juga tak kuasa merusak kebahagiaan Rehan yang baru sembuh dari sakitnya. "Bunda akan tepati janji Bunda kan," ucap Rehan menyadarkanku. "Iya Iyah, tentu saja," jawabku gugup. "Kalo gitu Bunda telepon Ayah sekarang, Rehan pengin mainan sama Ayah cepet," ucap Rehan seraya menggoyang-go
"Mbak Sari aku minta nasehatnya aku minta sarannya aku lagi bingung banget Mbak," rengekku pada mbak Sari. "Apa yang kamu lakukan sudah benar, sudah serahkan saja pada dokter tugas kamu sekarang tinggal berdo'a," jawab mbak Sari bijak. "Masalahnya sudah tiga hari panasnya belum turun juga, dan Rehan terus saja memanggil Ayahnya, dokter juga menyarankan untuk segera memanggil Ayahnya," ucapku ragu. "Apa gak sebaiknya kamu beritahu Bayu tentang keadaan Rehan sekarang," ucap mbak Sari memberi saran. "Itu dia masalahnya Mbak, aku sempat berfikir jika Rehan bisa melewati masa ini maka Rehan akan benar-benar bisa lepas dari Bayu," ucapku penuh harap. "Jika Rehan sudah bisa lepas dari Bayu maka aku akan segera mengajukan permohonan cerai,” ucapku ragu. “Tapi keadaan Rehan sekarang membuatku bingung juga, baiknya gimana ya Mbak," lanjutku dengan putus asa. "Aku tau ini hal yang berat untukmu, tapi ini juga berat buat Rehan, mungkin untuk saat ini, kamu ngalah dulu aja ya, biarkan Rehan
"Tania mau mampir dulu gak?" tanya Niar ketika sampai di rumah tantenya Niar. "Udah malam ya, besok-besok aja, udah main seharian mau istirahat dulu ya Tan," ucapku menolak. "Apa kita mampir dulu sebentar Yah, sebentar aja," rayu Tania padaku. "Kan udah main seharian ini, besok juga ketemu lagi sama tantenya," bujukku. "Sebentar aja, sebentaaaaar banget Yah," Tania terus saja merengek. "Ya sudah tapi bentaran aja," ucapku menyerah. "Oke, makasih Ayah," ucap Tania seraya ke luar mobil. Aku pun menepikan mobilku kemudian turun dari mobil. "Kayaknya ada tamu di dalam?" tanyaku seraya berjalan ke dalam. "Kayaknya si iya," jawab Niar dengan terus melanjutkan langkahnya. "Assalamu'alaikum," ucap kami serempak di depan pintu. "Wa'alaikumsalam.. " jawab serempak orang-orang dari dalam. Kemudian Niar membuka pintu dan masuk rumah, aku dan Tania lekas mengikutinya. "Niar ini Halim sudah lama nungguin kamu," ucap tantenya Niar. Aku mendekat menyalami semua orang di dalam tak lupa T
"Tunggu-tunggu, kok Mbak Niar bisa kenal juga sama suaminya Bening, dan berarti Bening masih punya suami?" ucap Nisa terlihat bingung. "Kan sudah ku bilang, gak ada yang gak aku ketahui," jawab Niar dengan khas sombongnya. "Tadi kebetulan kami lihat mereka di rumah makan yang kami datangi," jawabnya lagi menjelaskan. "Dia kayaknya masih berstatus istri orang tapi kemungkinan besar dia akan menceraikan suaminya, karena di lihat tadi dia sudah gak mau lagi peduli sama suaminya," ucap Niar yakin. Sekarang aku tau kenapa Niar begitu tertarik ingin tau masalah Bayu tadi, ternyata benar dia ingin membantu Nisa, aku yang kakanya bahkan tak ada usaha apapun untuk membantunya. "Terus untuk Rehan gimana Mbak, gimana kalau Bayu menuntut hak asuh anak juga," ucap Nisa khawatir. "Sebernarnya kalau Bayu terbukti dengan kuat dia selingkuh maka hak asuh anak akan jatuh padamu Nis," ucapku meyakinkan. "Tapi, percuma juga Rehan bersamaku kalau dia terus-terusan maunya sama ayahnya," keluh Nisa.
"Assalamu'alaikum.. " ucapku seraya mengetuk pintu rumah Nisa. "Wa'alaikumsalam.. Oh Om Ardi Rehan kira Ayah yang pulang," ucap Rehan sambil membuka pintu rumah.“Siapa yang datang Re?” tanya Nisa dari dalam. “Tania Bun,” jawab Rehan. "Eh Mas Ardi kok sama mbak Niar, ada Tania juga sini masuk," ucap Nisa mempersilahkan kami masuk. "Duduk Mas, Mbak aku ambil minum dulu ya," ucap Nisa seraya berjalan ke belakang. "Kopi ya Nis," ucap Niar sedikit berteriak. "Iya Mbak,Mas Ardi juga kopi?" ucap Nisa juga berteriak. "Ya boleh," jawabku. "Rehan kok sedih, Rehan gak suka ya aku datang ke sini?" tanya Tania murung. "Suka kok, aku cuma kangen Ayah, Ayah sudah lama gak pulang," ucap Rehan sedih. "Kamu telepon aja, vidio call sama Ayahmu," ucap Tania memberi saran. "Bunda sudah mencoba, tapi Ayah gak bisa di hubungi," jawab Rehan putus asa. "Pakai ponsel Ayahku aja sini," ucap Tania seraya menggandeng tangan Rehan mendekat padaku. "Ayah coba telepon Ayahnya Rehan Yah," pinta Tania pa
"Akhirnya bisa jalan-jalan dan makan di luar sama tante Niar, Tania seneng banget deh," ucap Tania semangat. "Jalan-jalannya memang udah tapi makannya belum, jangan bilang udah makan, tante lapar ini," ucap Niar seraya mengusap perutnya dengan ekspresi memelas. Niar nih lucu banget bersamanya bener-bener rame dan gak ada bosennya. "Oh iya kita baru mau makan ya, Tante jangan nangis dong yuk kita makan makanan kesukaan Tante," ucap Tania seraya menggandeng Niar ke dalam. "Mereka terlihat begitu kompak, Niar benar-benar memposisikan diri seperti teman bagi Tania," batinku. "Ayah kenapa senyum-senyum sendiri, ayo cepat masuk ini tante sudah kelaparan," ucap Tania mengagetkan dari lamunanku. "Aduh aw," teriak Niar karena tertabrak oleh orang tak di kenal. Untung saja aku sudah berada di dekatnya sehingga aku bisa menopang tubuhnya agar tidak jatuh. "Heh punya mata gak si, main tabrak aja!" teriak Niar. "Kamu gak papa?" tanyaku khawatir seraya membantunya berdiri tegak. "Heh berh
"Assalamu'alaikum mbak Sari gimana keadaanmu?" tanya Ardi masuk ruangan. "Wa'alaikumsalam Alhamdulillah baik Di, mas Bagas kasih tau kamu kalau aku di rumah sakit?" tanya mbak Sari. "Nggak Mbak, Tania merengek minta ke rumah Mbak Sari katanya pengin main sama tante Niar, waktu aku datang sepi, kata art nya Mbak lagi di rawat jadi aku langsung ke sini aja," jawabku jujur. "Tapi kalau di rumah sakit kan gak mungkin main, entar bisa di semprot sama pasien sebelah," jawab Niar sambil tertawa. "Ya gak papa gak main dulu nanti mainnya kalau tante Sari sudah sehat dan sudah di rumah," jawab Tania dengan logat lucunya. "Ini aku bawakan makanan buat mbak Sari buat Niar juga," ucapku seraya menyodorkan kantong makanan. "Aku sudah makan, makanan dari rumah sakit tadi Di, kalian aja makan kebetulan mbak Niar belum makan tuh," ucap mbak Sari. "Tapi kamu makan buahnya ya Sar, ini sudah aku kupasin," ucap Niar seraya menyodorkan buah yang sudah dipotong di piring. "Iya Mbak, ya sudah kalian
"Kok bayi si, Mbak Sari hamil lagi?" tanyaku tak percaya. "Iya Nis aku lagi hamil," jawab mbak Sari dengan tersenyum. "Kalau dia gak sedang hamil mana mungkin dia bertahan dengan kakamu yang kurang ajar itu," ucap mbak Niar emosi. "Jaga omonganmu Mbak, bagaimanapun mas Bagas itu suamiku, aku tetap gak terima kamu ngatain dia begitu," ucap mbak Sari terlihat emosi. "Iya Sar, maaf maaf, suasananya benar-benar membuatku gak bisa nahan emosi nih," jawab mbak Niar seraya cengengesan. "Alesan aja kamu Mbak, pokonya aku gak mau ya, denger kamu ngatain mas Bagas lagi," ucap mbak Sari tegas. "Iya Sari aku janji," jawab mbak Niar seraya nyengir. "Apakah Mbak Sari juga berniat untuk cerai sama mas Bagas?" tanyaku memastikan. "Ya waktu itu memang sempat terfikir untuk cerai, wanita mana yang tahan dimadu Nis," jawab mbak Sari dengan tertunduk."Tapi aku kan gak boleh egois, aku juga harus memikirkan bayiku ini, jadi aku coba berdamai dengan keadaan aku akan coba menerima takdir ini," ucap
"Apa kamu sungguh bisa bantu aku Mbak?" tanyaku tak sabar. "Yah kamu gimana udah pernah ngajuin buat cerai belum?" tanya mbak Niar seperti menuntutku. "Yah gimana, aku belum bisa cerai karena Bayu terus saja mempengaruhi anakku," keluhku. "Katanya sekarang sudah hampir sebulan gak pulang?" tanya mbak Niar menegaskan. "Iyah tapi pengaruhnya Bayu yang dulukan masih ada sampe sekarang, kalau aku cerai maka aku yang di salahkan sama Rehan dan bisa-bisa Rehan gak mau lagi sama aku," keluhku. "Eh kamu cari perempuan buat godain suamimu, kalau dia udah jatuh cinta suruh cewe itu buat rayu suamimu agar menceraikanmu dan meninggalkan anakmu," ucap mbak Niar."Kasih aja perempuan itu semua hartamu, perempuan macam itu pasti bakal seneng banget," lanjutnya yakin. "Nanti kamu tunjukkan ke anakmu kalau suamimu yang ngusir kamu, kasih liat dia kalau dia juga gak butuh anakmu, biar anakmu tau siapa yang salah," ucap mbak Niar mantab. "Tapi selama ini Bayu tuh gak pernah naruh hati sama peremp