Pak Mansyur tak mau mendengar apa yang di katakan istri dan anak sambungnya. Lalu, pergi masuk ke dalam kamar. Dirinya sudah benar-benar lelah karena selama ini selalu memihak orang yang salah, sekarang semuanya sudah terbuka lebar ia tidak mau lagi terus-terusan menyalahkan anaknya yang tidak tahu apa-apa itu. Ya sudah benar-benar muak kepada istri dan juga anak-anak tirinya itu bagaimana bisa mereka terus saja mengganggu kehidupan Putri kandungnya, ia benar-benar tidak menyangka dengan semua itu. Bu Layla hampir terjatuh jika Sella tak menahannya. Dirinya sangat syok dengan pernyataan dari suaminya itu, bagaimana bisa Pak Mansyur orang yang selama ini selalu membelanya orang yang selalu mendukungnya bahkan orang yang tidak pernah mau mendengar apa yang dikatakan orang lain kecuali dirinya sekarang sudah tidak mau lagi mendengarnya. "Ma, sudah jangan dipikirkan. Ayo bangun, " Sella mencoba menguatkan. Sebenarnya ia juga sangat terkejut dengan apa yang baru saja ia lihat, orang
Sepulang dari rumah orang tuanya Dara, Farhat kembali mempertanyakan beberapa hal pada sang istri. Perselingkuhan Farhat dan Dara terjadi karena Dara menjebaknya. Merayu pria itu yang tidak pernah mendapatkan keperawanan dari Zea. Dan karena ibunya pun tak merestui mereka. "Jelaskan semuanya Dara. Apa maksud Papa kamu dengan impas uang 1 M dengan kerugian yang sengaja di buat Zea?" tanya Farhat dengan penuh emosi. Awal mula dirinya membenci Zea karena hasutan Dara. Percaya jika Zea berselingkuh dengan atasannya saat masih menjadi pelayan toko. Kini, Zea kembali di fitnah dan dia awalnya percaya karena Farhat berpikir Zea akan membalas dendam padanya dengan cara apa pun. Dara menunduk dengan tangan yang meremas ujung baju. Perutnya terasa nyeri saat ini, sejak tadi merasa tegang dengan apa yang tengah terjadi. "Jelaskan sekarang, Dara!" untuk pertama kalinya Farhat berteriak di hadapan sang istri. Dara mengangkat kepala sembari mengeluarkan air mata. Jurus yang selalu di keluarkan
Bu Layla dan Pak Mansyur pun gegas ke rumah sakit saat mendapat telepon dari Farhat. Bu Layla sepanjang jalan terus menggerutu kesal, tapi Pak Mansyur tak menanggapi. Pria tua itu hanya fokus menyetir. Sebenarnya malas mengantar, tapi Bu Layla terus memaksanya. Namun, kali ini ocehannya membuatnya kesal. "Kalau kamu tidak berhenti bicara, aku tinggal juga dari rumah sakit." Bu Layla sontak langsung bungkam, sama halnya dengan Sella yang juga sejak tadi mengantuk karena harusnya dia tertidur di rumah bukannya ikut ke rumah sakit. Baru mau tidur sudah di kejutkan oleh telepon Farhat yang mengatakan jika Dara akan melahirkan. Mereka pun gegas pergi tanpa memberi tahu Zea seperti biasanya yang terjadi. "Jeng, Layla. Untung cepat datang," ujar ibunya Farhat. Besan Bu Layla menghampirinya lalu memeluknya. Pak Abdullah sejak tadi diam saja, apalagi saat melihat Pak Mansyur. Tak ada yang ingin dia katakan sejak perdebatan kala itu. "Bu, ini Dara kenapa ya?" tanya Bu Layla.
"Ada apa sih Pak Bos? " tanya Alan. Gio terlihat terburu-buru saat melihat Zea yang sudah naik taxi. Keringat bercucuran membasahi bajunya. Hanya karena seorang Zea dirinya seperti badut yang sedang dipermainkan. "Aku tidak tahu kenapa Zea sepertinya sedang marah padaku. Apa salahku?" Gio menyenderkan tubuh di sofa. Sejak semalam istrinya sangat cuek dan tak terlihat senyum. Semenjak pertengkaran dengan kedua orang tuanya juga apalagi dengan tuduhan yang di lontarkan padanya. "Bos ingat-ingat, buat masalah enggak sama dia?" Akan kembali mengingatkan. Gio mencoba mengingat-ingat, Rata-rata dia tidak membuat kesalahan pada sang istri. Apa salahnya pikir Gio kembali. Tidak mau terus pusing, Gio pun meminta Alan membawanya ke rumah lebih dulu untuk mandi karena dia merasa tubuhnya tak segar. Satu jam dia sampai di rumah, gegas dia masuk ke dalam. Namun, dia di kejutkan oleh Sasy yang sedang bersama sang kakek. "Hai sayang?" Sasy menghampiri Gio, saat ingin memeluknya Sasy memundur
Gio tidak mengerti maunya sang kakek. Pria itu itu sangat menyusahkan dirinya dengan tiba-tiba malah memberi lampu hijau pada Sasy. Apalagi Sasy muncul di mana dirinya sedang mengadakan meeting klien yang sangat besar. Sebagai seorang cucu dirinya tidak mengerti mengenai jalan pikiran dari kakeknya itu. Ia sudah begitu sangat bingung dengan permasalahan yang ada tiba-tiba kakeknya justru memunculkan masalah baru yang membuatnya harus kembali ekstra dalam berpikir lagi."Bagaimana aku mengusir dia Ga?" Gio frustasi saat mengingat Sasy akan mengganggu dirinya. Iya tidak bisa berpikir dengan jernih, mengapa sih masalah datang silih berganti, mengapa dirinya harus hidup dengan masalah-masalah yang begitu sangat memusingkan dan membuatnya harus berpikir ekstra keras ini. Iya benar-benar merasa begitu sangat lelah sekali. Ingin rasanya dirinya hidup dengan tenang tanpa ada masalah-masalah itu."Tuan Bos, katakan saja sudah menikah dengan Nyonya Zea." Alan yang sejak tadi hanya bermain pon
Jantung Zea berdetak tak karuan saat tau Alan adalah sopir pribadi Bos Gior. Jika demikian, bagaimana bisa Alan melunasi hutang keluarganya sebesar 1 M pada juragan teh. Netranya tak berkedip, saat Alan terlihat bangkit dan mengambilkan minuman untuk Gior. Kali ini pikirannya sedang tidak karuan, ia sedang tidak bisa berpikir dengan jernih yang ada di dalam benaknya hanya segelintir pikiran-pikiran negatif yang membuatnya semakin ketakutan dan semakin berpikir yang tidak tidak. Zea benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang sekarang ia lalui itu, ia tidak bisa mencerna apapun yang terjadi di dalam hidupnya saat ini.Fahmi yang heran melihat Zea pun mulai bertanya-tanya. Wajahnya penuh kebingungan, ia merasa heran apa yang sebenarnya terjadi mengapa temannya itu terlihat sangat bingung saat ia mengatakan jika Alan itu adalah sopir dari sang bos."Ze, kenapa kok kamu kaya orang bingung?" tanya Fahmi. Fahmi pun merasa heran iya lantas bertanya daripada dirinya menduga-duga hal yang
Dalam sebuah kepanikannya juga kebingungannya, Zea tak mampu untuk kembali menerka-nerka. Saat sore tiba dia pun diajak Fahmi untuk makan sore di sekitar hotel. Karena dia merasa suntuk, Aleta pun malah sibuk dengan beberapa rekannya dirinya pun terabaikan. Di sini Zea benar-benar tidak memiliki sahabat selain Fahmi yang memang dia benar-benar sangat welcome menerimanya itu. Jea juga merasa bosan jika terus-terusan berada di dalam kamar hotel karena jika ia tidak ada kesibukan, dirinya juga kembali lagi berpikir yang tidak tidak.Waktu sedang bebas, Fahmi memanfaatkan untuk mengajak makan Zea. Pria itu merasa Zea itu nyaman diajak bicara. Menurutnya mengobrol dengan Zea itu sangat mengasyikkan sekali, maka dari itu dirinya pun memilih untuk senang berbicara dengannya. Dia benar-benar merasa begitu sangat bahagia karena sekarang rekan satu timnya ada yang bisa diajak untuk berbicara.Fahmi rekan kerja yang baru saja kembali dipindahkan dari cabang lain untuk perbantuan. Baru dua Mingg
Setelah memastikan wanita yang bernama Sasy itu keluar, Zea pun turun dari toilet. Dia memindik saat keluar toilet. Dirinya benar-benar tidak menyangka dengan apa yang baru saja ia dengar itu, bagaimana bisa di dunia ini ada wanita yang berpikiran licik seperti itu. Walaupun berusaha untuk tenang, tetapi ia tetap saja tidak bisa menyembunyikannya dirinya tetap melangkah dengan cepat takutnya jika Fahmi langsung berubah pikiran.Lalu menghampiri Fahmi lagi, teringat tadi dia menolak datang akan tetapi dia langsung mengatakan akan datang. "Yakin mau datang?" tanya Fahmi.Fahmi sedikit bingung karena tadi bukankah Zea menolak untuk datang menurutnya ia merasa tidak pantas dan juga bingung karena tidak memiliki teman di sana."Iya. Tapi aku enggak punya baju bagus." Lagi dan lagi Zea bingung dirinya ingin menyelamatkan sang bos tapi ia juga memiliki banyak kekurangan apalagi dirinya tidak pernah menghadiri acara-acara seperti itu."Memang kamu enggak di info?" tanya Fahmi lagi."Sudah,
"Maksud kamu apa?" Bu Layla panik dengan ucapan Gior. Kekhawatiran mulai terlihat jelas di wajahnya.Tanpa berkata apa pun lagi, Gior mulai membuka kedoknya. Dia dengan tenang melepaskan tompel yang menempel di pipinya, kemudian membenarkan rambutnya, dan membersihkan wajahnya dari semua penyamaran. Dalam sekejap, sosok yang selama ini dianggap sebagai "si miskin" berubah menjadi pria elegan dengan aura otoritas.Semua yang ada di ruangan itu terdiam, mata mereka terpaku pada Gior. Mereka terkejut melihat perubahan drastis dari pria yang selama ini mereka remehkan."Ti-tidak mungkin si miskin itu adalah Pak Gior," ucap Sella dengan suara gemetar. Gadis itu merasa tubuhnya memanas dan dingin bersamaan, terutama setelah mengetahui bahwa dia baru saja mencoba menghancurkan Zea, istri seorang CEO.Dara, yang berdiri di sampingnya, tampak lebih terkejut. "Ma, ini enggak mungkin, kan?" tanya Dara dengan suara lemah pada Bu Layla, yang juga sama bingungnya.Pak Abdullah dan Farhat, yang sela
Pak Abdullah, dengan wajah penuh ketidakpercayaan, menghampiri Pak Wicaksono. "Pak, tidak salah dengar?" tanyanya, masih terkejut bahwa Pak Mansyur, yang dianggapnya hanya seorang pengusaha kecil, mendapatkan kontrak saham dengan perusahaan besar yang sebelumnya membatalkan kontrak mereka.Pak Wicaksono, dengan tenang, menatap Pak Abdullah. "Tidak, memang benar. Ada apa memangnya?" tanya Pak Wicaksono dengan nada datar, seolah tak terpengaruh oleh kekhawatiran Pak Abdullah.Pak Abdullah tak mau menyerah begitu saja. "Perusahaan Pak Mansyur itu masih kecil, Pak. Kemungkinan besar tidak akan memberikan benefit tinggi. Lebih baik batalkan saja dan bekerja sama dengan perusahaan saya, yang jelas-jelas sudah besar dan mapan," katanya, mencoba meyakinkan Pak Wicaksono sambil meremehkan kualitas perusahaan Pak Mansyur.Saat itu, Gior, yang mendengar percakapan mereka, menghampiri kakeknya. Dengan senyum kecil di bibirnya, ia tertawa pelan, lalu menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. "P
Farhat menepis tangan Gior dengan kasar, lalu menepuk-nepuk kemejanya seolah jijik setelah disentuh oleh Gior. "Orang miskin tidak pantas di sini," katanya dengan nada penuh kebencian. "Satpam, usir mereka!" titahnya, seperti merasa dirinya pemilik acara dan berkuasa penuh atas tempat itu.Suasana semakin panas ketika Sella, yang sepertinya sengaja ingin memicu keributan, muncul dengan sebuah rencana liciknya. Dengan sengaja, dia menunjukkan foto-foto yang memfitnah Zea dan Pak Gior sedang bersama, mencoba menciptakan kesan bahwa mereka berselingkuh."Ini dia buktinya!" seru Sella dengan penuh semangat, memamerkan foto-foto itu kepada orang-orang di sekelilingnya. "Wanita ini munafik! Sudah punya suami, tapi malah berselingkuh. Dasar murahan!"Kerumunan mulai bergemuruh, desas-desus dan tatapan merendahkan mengarah kepada Zea. Namun, sebelum tudingan Sella semakin menggila, tiba-tiba Pak Mansyur, ayah Zea, muncul dari kerumunan. Dengan wajah penuh kemarahan, dia berdiri di depan Zea u
Setelah suasana mulai mencair, Pak Wicaksono keluar dari ruangan Gior dengan ekspresi yang sulit ditebak. Di luar, tampak Aleta, salah satu karyawan, berdiri menunggu dengan gelisah. Desas-desus tentang hubungan terlarang antara Zea dan Gior telah beredar dengan cepat, dan Aleta, yang sudah lama mencurigai sesuatu, tak sabar ingin tahu kebenarannya.Begitu Zea keluar dari ruangan, Aleta segera menghampirinya. "Zea, jadi benar kamu dan Pak Gior selingkuh? Ih, gila kamu! Sudah punya suami, masih saja menggoda bos kamu. Dasar murahan!" tuding Aleta dengan nada penuh kebencian.Zea menghentikan langkahnya, lalu menatap Aleta tajam. "Stop mengatakan aku murahan," balas Zea dengan tenang tapi tegas. "Jaga bicara kamu, atau aku akan meminta Pak Gior memecat kamu. Sama seperti aku meminta Pak Gior memutuskan kontrak dengan Pak Abdullah." Sebuah senyum kecil terlihat di bibir Zea, penuh kepastian.Aleta terkejut dengan respons Zea. Dia tak menyangka bahwa Zea, yang biasanya tampak pendiam dan
Pak Wicaksono merasa kecewa bukan karena cucunya, Gior, sudah menikah, melainkan karena Gior tidak terbuka sejak awal. Dengan nada marah tapi tegas, Pak Wicaksono menegur Gior atas kerahasiaannya."Aku hanya takut kakek tidak merestui," ujar Gior, dengan nada rendah.Pak Wicaksono menggeleng pelan, merasa kesal dengan alasan cucunya. "Kamu ini benar-benar membuat onar, Gior. Bereskan kabar miring yang sudah tersebar di luar. Kalau kamu masih ingin mempertahankan pernikahanmu, selesaikan semuanya. Jangan lari dari tanggung jawab."Gior mengangkat dagu dengan tegas, menunjukkan bahwa dia tidak akan membiarkan Zea disalahkan. Pak Wicaksono, kakeknya, menatap Zea dengan tatapan penuh pertanyaan. Dia merasa heran dengan menantunya yang memilih bekerja di perusahaan suaminya, padahal dengan statusnya sebagai istri cucunya yang kaya raya, seharusnya Zea bisa menikmati hidup dengan lebih santai tanpa perlu terlibat dalam urusan bisnis keluarga."Katakan, permainan apa yang sedang kalian maink
Situasi itu tak di sangka membuat Gior dan Zea tertangkap basah. Apalagi ada info yang menyudutkan mereka. Kedatangan sang kakek pun tak lepas membahas masalah itu. Mereka berdua benar-benar tidak menyangka jika ternyata apa yang keduanya lakukan justru kini menjadi bumerang besar. Ia tidak tahu jika Aleta melihat hal tersebut bahkan bukan hanya aletta yang melihat tetapi kakek dari Gio juga melihat apa yang mereka berdua lakukan. Ya sudah benar-benar merasa bingung dirinya tidak bisa memikirkan alasan yang tepat apalagi orang-orang di kantor ini mengetahui jika dirinya sudah menikah dengan lelaki bertompel. Semua orang tidak mengetahui jika lelaki bertompel itu adalah Gio. Masa iya dirinya dikira selingkuh dengan suaminya sendiri? "Kalian berdua, saya tunggu di dalam!" titah sang kakek. Zea dan juga Gio hanya saling memandang, keduanya tidak banyak bicara daripada berdebat di hadapan semua orang lebih baik menurut. Gio benar-benar tidak menyangka jika hari ini akan tiba. Mere
Gior menghubungi Agra untuk mempersiapkan semua berkas yang akan di buat meeting siang ini. Dirinya akan hadir dan memberikan beberapa saham pada Pak Mansyur. Mungkin bukan saham besar, tapi saham kecil yang mungkin nanti akan menjadi besar. Dirinya tidak tega melihat perusahaan sang mertua yang sudah berada di ujung tanduk itu. Bagaimanapun juga ia ingin menjadi menantu yang baik dan walaupun Pak Mansyur tidak mengetahui tentang dirinya yang sebenarnya. Tapi geo memang benar-benar berniat ingin membantu mengembangkan perusahaan milik ayahnya itu. Melihat Pak Mansyur yang sudah berubah menjadi baik kepada dirinya dan juga sang istri membuat hati Gio benar-benar sangat tergerak sekali.Setelah itu, Gio pun bersiap untuk pergi ke perusahaan. Dengan alasan akan makan siang. Sepertinya hanya alasan itu yang sangat masuk akal tidak mungkin jika dirinya mengatakan hal yang sebenarnya bisa-bisa sang ayah mertua akan sangat sok sekali mendengar apa yang dirinya katakan tersebut."Yah, aku m
Pagi hari menjelang siang, Pak Mansyur dan Gio sudah bersiap untuk pergi ke perusahaan. Zea juga sudah siap ke kantornya, setelah itu Gio mengirim pesan pada Arga untuk meng-handle semua urusan di kantor untuk beberapa hari. Pokoknya dirinya menginginkan jika tidak akan ada masalah baru dan masalah-masalah lainnya yang akan menghambat semuanya. Dirinya ingin berperan sebagai menantu yang baik, melihat mertuanya yang sudah hampir putus asa benar-benar membuatnya merasa begitu sangat kasihan sekali.Gio pun sampai di perusahaan sang mertua. Memang sudah sepi tak banyak karyawan yang setia. Rasanya benar-benar sangat miris melihat perusahaan Pak Mansyur yang berada di ujung tanduk ini, menurutnya Pak Mansyur orang yang mudah dibohongi dan orang yang tidak mahir dalam mencari klien."Boleh saya lihat file beberapa klien?" tanya Gio pada salah satu karyawan pak Mansyur. Kebetulan saat itu mertuanya sedang menemui investor di ruangannya. Gio lebih mudah mencari tahu dan mendalami apa yang
Gio benar-benar memberikan sebuah saran kepada ayahnya, tidak mungkin jika tiba-tiba perusahaannya langsung mengajukan investasi ke perusahaan Pak Mansyur, jika tidak ada proposal yang diajukan mungkin saja Pak Mansyur akan curiga. Maka dari itu ia memilih untuk mengatakan hal tersebut. Dirinya berharap jika mertuanya mau mengajukan proposal ke perusahaannya agar dirinya bisa menyuntikkan dana untuk bisa membantu perusahaan sang mertua yang memang sudah berada di ujung tanduk itu. Pak Mansyur hanya menoleh saja ke arah sang menantu seolah-olah saran yang diberikan menantunya itu hanya berujung sia-sia saja. Mana mungkin perusahaan besar seperti Gior bisa membantu perusahaannya yang sudah hampir gulung tikar. Perusahaan-perusahaan kecil saja tidak ada yang mau menaruh saham apalagi perusahaan besar yang tentu saja mereka akan memperhitungkan tentang untung dan ruginya lebih detail lagi dan sepertinya perusahaannya tidak akan menguntungkan sama sekali untuk perusahaan Gior itu."Mana m