Katarina memilih diam dan menarik ucapannya, Rafka sempat menatapnya lekat. Memastikan Katarina melanjutkan ucapannya. Namun, wanita itu tetap kekeh untuk diam tanpa sepatah kata pun.“Dari mana saja?” Rafka mulai memecahkan keheningan di antara keduanya.“Cafe di Batu,” singkat jawaban Katarina yang hanya dibalas senyum simpul oleh Rafka.“Mas,” panggilnya lirih.“Hm,” Rafka masih fokus pada layar laptopnya.Katarina kembali diam, enggan memberikan pertanyaan yang sama pada Rafka yang jawabannya sudah bisa ditebak. Suasana kamar saat itu kembali hening dan saling diam. Sejenak Rafka mengalihkan pandangannya dari laptop, menatap Katarina yang kini diam memandang ke arah luar selebrit'Kata, tetaplah menjadi wanita baik-baik saja,' batin Rafka.Dua orang yang saling menyimpan rasa, namun enggan mengutarakan secara nyata. Mungkin itu ungkapan yang tepat untuk keduanya. Rafka yang masih sangat gengsi untuk mengakui kalau iya juga merasakan jatuh cinta, dan Katarina yang enggan mengatakan
“Ngapain kesini?” tanya Katarina terkejut.Atalas yang tiba-tiba muncul begitu saja membuat Katarina kaget, dari mana ia tahu kalau Katarina ada di sini. Padahal ia sama sekali tidak memberi kabar siapa pun saat berangkat, hanya meminta Pak Didin mengantarnya begitu saja.“Mau nongkrong, Kak. Sama kamu,” jawabannya lirih.“Kok tahu aku di sini?” tanya Katarina lagi.Atalas terlihat menggaruk tengkuknya pelan, lelaki itu terlihat gugup saat akan menjawab pertanyaan Katarina. Entah apa yang ada dipikiranya saat ini, Katarina mulai geram karena rencananya gagal.“Atalas!” seru Katarina keras.“Gak tahu, Kak. Aku asal aja tadi ke sini, kebetulan tadi pulang dari kantor paman,” jelas Atalas yang terlihat berbohong itu.“Oh, oke.” Singkat jawaban Katarina tidak ingin memperpanjang masalah.Katarina mulai menatap ke arah meja Rafka, lagi-lagi suaminya asik berbincang dengan Rengga. Kenapa saat bersama Katarina suaminya itu tidak bisa diajak ngobrol bak sepatah atau dua patah kata? Ia masih t
“Kamu harus memaafkan aku!” pekik Katarina keras.Rafka menoleh ke arah Katarina, saat mobil itu sampai di halaman rumah makan padang. Katarina menatap lekat suaminya yang sedang menatapnya. Hatinya seperti merasakan sensasi yang berbeda.“Turun, kamu belum makan kan?” tanya Rafka dengan wajah datar.Katarina hanya mengangguk pelan, ia tidak begitu merasa lapar sebenarnya. Namun, lebih baik makan bersama Rafka daripada harus makan satu meja dengan Pramana. Katarina terlalu asik melamun sampai ia ditinggal Rafka masuk ke rumah makan padang itu.‘Ini suami gak punya perikeistrian!’ gerutu Katarina dalam batinnya.Dengan segera ia turun dari mobil, mencari di mana keberadaan Rafka. Hingga matanya menemukan satu lelaki yang cukup ia kenal, ya suaminya itu duduk sendirian di sudut pojok paling belakang sebuah rumah makan padang.“Mas, kamu ini masuk ke sini kenapa gak nunggu aku? Aku udah kek orang hilang pas nyariin kamu gak ada!” gerutu Katarina merutuki sikap Rafka yang meninggalkannya
“Aku tidak berminat ngopi dengan siapa pun saat ini,” Rafka menolak kedatangan siapa pun yang ingin mengganggu ngopi senjanya.Tidak berselang lama dari itu, tanpa persetujuan Rafka sepupunya itu asal duduk di kursi di sebelah Rafka. Dengan senyum merekah dan sangat bersemangat yang membuat Rafka sangat muak.“Rafka, masa kamu nolak aku buat ikut ngopi di sini, ini kan halaman rumah harusnya siapa saja boleh ikutan,” gerutu Atalas dengan terkekeh.“Terserah,” ujar Rafka singkat.Rafka memilih menatap langit senja yang indah daripada melihat sepupu laki-lakinya yang sangat caper itu. Tanpa basa-basi panjang, Atalas mulai membuka percakapan yang arahnya tidak jelas.“Raf, Katarina cantik ya!” ucapnya dengan nada menggoda.“Maksudmu apa?” tanya Rafka dengan ketus.Rafka menatap mata Atalas lekat, kini ia mulai dibuat naik darah oleh sepupunya sendiri. Beraninya ia memuji istrinya seperti itu! Cueknya Rafka hanya untuk Katarina, bukan karena tidak cinta. Ia hanya tidak tahu cara mengungka
“Hai, Kata. Tumben kesini,” sapa Refaldy.“Hai, kok kamu di sini?” tanya Katarina pada laki-laki yang duduk sendirian di cafe itu.“Iya, nih. Lagi ada kerjaan dikit, bosen kerja di rumah,” jelasnya.Tatapan Rafka pada Refaldy sedikit mengultimatum sahabat Katarina itu. Setelah asik berbasa-basi dengan sahabat laki-lakinya, Katarina mengingat ia pergi ke cafe bersama suaminya.“Oh ya, Refal. Ini suamiku, Rafka Zavier,” seru Katarina dengan ramah.“Hai, Rafka. Senang bertemu denganmu,” Refaldy mengulurkan tangan kanannya sebagai tanda perkenalan.“Rafka,” singkat sapaan Rafka pada Refaldy.“Maaf kamu masih ada urusan,” ucap Rafka dengan menarik lengan Katarina menjauh dari meja Refaldy.Katarina hanya mengikuti langkah Rafka yang terburu-buru, lelaki itu memilih ruang privat yang berisi beberapa orang saja. Katarina merasa canggung dengan sikap Rafka beberapa waktu lalu, sikap aneh Rafka pada orang terdekatnya.“Mas, kalau ngopi di sini ya saja aja aku ngopi di kamar, yang aku lihat kam
Katarina menatap seorang Rafka yang berdiri tegak di tangga dekat kamar. Rafka yang masih bersedekap dada itu menatap datar ke arah Katarina yang asik mengobrol dengan Atalas.“Mas,” seru Katarina keras.“Masuk!” teriak Rafka keras.“Aku ke kamar dulu,” pamitnya pada Atalas.Katarina beranjak meninggalkan ruang keluarga, Rafka terlihat sangat menakutkan jika sudah berteriak kencang. Dengan langkah pelan Katarina menaiki setiap anak tangga, merutuki kelakuannya yang lebih memilih mengobrol dengan Atalas. Daripada langsung masuk ke kamar bersama Rafka. Tapi ini bukan sepenuhnya kesalahannya karena awalnya ia mengobrol dengan Elegi. ‘Huh, kalau dia marah lagi, aku tambah gak tau bagaimana cara bikin dia hangat lagi!’ Katarina menghela napas panjang.“Ngapain aja sama Atalas?” tanya Rafka menodong pertanyaan.“A-aku hanya mengobrol tidak lebih,” jawab Katarina terbata.“Kamu kira aku buta, apa ini?” tanya Rafka dengan menunjukkan sebuah foto yang dikirim oleh Pramana.‘Sial!’ umpat Katari
“Aku pamit kerja dulu!” pamit Rafka beranjak dari kamar.“Kamu gak sarapan sama ayahmu dulu, Mas?” tanya Katarina mencekal tangan Rafka sejenak.Rafka sempat diam sebelum menepis tangan Katarina, tatapan lelaki itu membuat Katarina reflek mundur beberapa langkah. Tidak ingin melihat Rafka tambah marah, Katarina membiarkan lelaki itu beranjak meninggalkannya sendiri.“Aku sedang tidak ingin sarapan bersama ayah, kamu saja sarapan bersama mereka. Aku kerja dulu,” ujar Rafka dengan menenteng tas kerjanya.Katarina menatap kepergian suaminya dengan gusar, mengapa suaminya pagi ini sangat aneh? Gelagatnya tidak seperti biasanya, setelah emosinya redam semalam. Hingga pagi tadi ia terlihat fresh, namun saat akan berangkat rona wajahnya berubah.****Nona mencari apa? Biar bibi bantu cari,” tanya Bibi yang sudah berdiri di belakang Katarina.“Eh, bibi. Aku mau masak buat Mas Rafka makan siang, biasanya Mas Rafka makan apa ya? Aku belum tahu makanan kesukaannya,” tanya Katarina kikuk.Bibi ha
“Apa ini? Dari siapa?” tanya Rafka pada Eldito, sekretarisnya.“Dari Bu Katarina, Pak. Saya ijin keluar dulu,” pamitnya sembari melangkah pergi.“Dito, apakah dia sendiri yang mengantar ke sini?” tanya Rafka penasaran.“Ojek online yang mengantar, kebetulan saya tadi di bawah,” jawab ElditoRafka hanya menganggukkan kepalanya, setelah Eldito keluar. Beberapa kali ia membolak-balik kotak makan yang dikirimkan Katarina. Sengaja ia membuka ponselnya, matanya membelalak saat membaca satu pesan yang dikirim istrinya itu.‘Semoga suka dengan masakan aku,' batinnya pelan.“Katarina memasak untukku?” tanyanya lantang.Ia membuka pelan kotak bekal yang ia terima dengan satu botol minum berwarna biru. Pertama kali ia membuka kotak itu dengan semangat, ditatapnya berulang kali kotak bekal itu. Sop ayam dengan es teh, makanan dan minuman kesukaan Rafka.“Tau dari mana dia makanan kesukaan aku?” tanya Rafka pada dirinya sendiri.Tok tok tok!Seorang laki-laki berdiri di balik pintu, sebelum benar-
"Sudahlah, Ayah. Sekarang keadaan sudah lebih baik, ayah juga sekarang memiliki cucu yang lucu dan menggemaskan. Tidak perlu mengingat masalalu yang sudah-sudah," jelas Rafka panjang. "Benar juga!" Pramana menepuk pundak Rafka dengan terkekeh. Dua pria itu kini berjalan keluar dari ruangan bayi, menemui Elegi untuk bertanya ruang inap Katarina. Sepanjang koridor Rafka merasa senang sekaligus terharu. "Raf, kamu sudah mengabari Rengga? Ayah rasa dia sangat cemas denganmu yang selama beberapa jam ini sibuk menemani Katarina di ruang bersalin," ujar Pramana. Rafka hanya mengangguk, sudah beberapa jam ponsel itu tidak ia sentuh. Beberapa pesan dan telepon masuk dari Rengga. "Ayah duluan saja, ini Rengga mau telepon," ucapnya. Tidak berselang lama ponsel itu bersering, notifikasi telepon masuk dari Rengga. "Halo, ke mana aja?!" tanya Rengga dengan keras dari seberang. "Katarina lahiran, ada apa? telepon banyak banget, tadi ponselnya mati," jelas Rafka tanpa di minta. "Wah aku jadi
"Aku mau hidup sama kamu seumur hidup aku," bisik Rafka dengan memeluk tubuh istrinya. Katarina hanya pasrah dalam dekapan Rafka, ia menitikkan air matanya. Ucapan Rafka membuat hati Katarina tersentuh dalam. Jarang sekali Rafka mengatakan kalimat magic tersebut. "Mas, aku juga ingin bersamamu seumur hidupku, jangan lagi menjadi dingin seperti es batu, ya!" tegas Katarina terisak. Keduanya saling menguatkan satu sama lain, enggan melepas pelukan satu sama lain. Malam itu semua hal terasa sangat menguras air mata, namun dalam hati Katarina paling dalam ia ingin bahagia bersama Rafka. "Kita jaga anak ini sama-sama, dan kita akan menjadi orang tua kebanggaan mereka!" ucap Rafka dengan antusias. "Iya, mereka akan sangat bangga dengan kita, Mas!" ujar Katarina keras. *** Tiga bulan setelah perubahan Pramana, laki-laki paruh baya itu mempersiapkan semua kebutuhan acara tujuh bulanan Katarina. Dan hari ini adalah waktu acaranya, seluruh rumah didekorasi dengan sangat cantik dan Elegan
"Ayah, ada apa?" tanya Rafka dengan penasaran saat Pramana diam tidak melanjutkan ucapannya. "Em, Ayah sudah memikirkan sesuatu tentang ... anak kalian," ucap Pramana dengan ragu. Rafka dan Katarina berakhir saling menatap, keduanya tidak percaya akan ucapan Pramana. Sejak di awal kehamilan Katarina, Pramana terlihat acuh dan tidak peduli sama sekali. "Maksud ayah apa?"" tanya Katarina lirih. "Acara tujuh bulanan anak kembar kalian biar ayah yang persiapkan. Terus ayah juga kepikiran menyumbang nama untuk anak kalian nanti," jelas Pramana dengan antusias. "Hah! ini ayah serius?" tanya Rafka dengan penuh keraguan. Matanya masih memicing ke arah Pramana yang kini duduk di hadapannya. Laki-laki yang dulunya sangat menentang keras hubungan keduanya kini luluh karena kabar bayi kembar? "Iya, ayah sudah mencari vendor yang bagus untuk acara tujuh bulanan anak kalian. Terus ayah sudah memikirkan nama anak yang sangat lucu, sayangnya kita belum tahu ya jenis kelaminnya," keluh Pramana
"Hm," singkat jawaban Pramana beranjak meninggalkan Rafka begitu saja. 'Ada apa dengan ayah? kenapa dia tidak suka aku punya anak, bukannya ini hal baik ya dia akan menimang cucu dari anak sulungnya,' gumam Rafka dalam batinnya. Rafka hanya menghela napas panjang, ia berjalan masuk ke dalam rumah. Melihat tingkah Pramana yang seolah biasa saja, membuat perasaan Rafka sedikit kacau dan takut. "Tapi ayah tidak akan berbuat yang macam-macam pada Katarina, em lagian semua asetnya sudah aku kembalikan sesuai janji. Kalau ayah masih nekat mencelakai Katarina, seharusnya dia tahu apa akibatnya," ucap Rafka sepanjang langkah ke kamar. "Kak!" seru Elegi keras. Rafka menoleh, "Ada apa, El?" tanya Rafka dengan ketus."Gak apa-apa, cuma manggil aja. Kak Kata di mana, Kak?" tanya Elegi lagi. "Kamar," singkat jawaban Rafka lalu beranjak meninggalkan adiknya. *** Saat tiba di kamar, Rafka melihat Katarina sudah bangun dari tidurnya. Hanya saja ia hanya duduk diam di ranjang, matanya menatap
"Raf, maaf ganggu. Ini ada meeting yang kamu harus datang," ucap Rengga di telepon. "Emang gak bisa diwakili? biasanya juga kamu yang wakili," tanya Rafka sedikit berbisik."Enggak bisa, client pengennya kamu yang presentasi. Udah sempet aku rayu tapi tetep gak mau," jelas Rengga. "Siapa sih, Reng?" tanya Rafka dengan tegas. Rengga sejenak diam, ditelpon Rafka sudah menunggu jawaban dengan penuh tanda tanya. "Andini," singkat jawaban Rengga membuat Rafka bungkam. "Duh, aku lagi gak bisa ninggal Katarina sendirian di rumah. Reng, Katarina hamil, badannya masih belum kuat banget trimester pertama," jelas Rafka dengan antusias. "Terus ini gimana? Andini tetep minta kamu," tegas Rengga. Sejenak Rafka menghela napasnya, berpikir panjang apakah ia bisa meninggalkan Katarina 1-3 jam saja. "Gimana? aku butuh jawaban," tegas Rengga di telepon. "Bentar aku mikir!" gertak Rafka. Rafka mempertimbangkan banyak hal, meeting hanya 1-3 jam. Akan tetapi, keselamatan Katarina selama 1-3 jam i
"Kak!" teriak Elegi keras dari luar kamar.Mata Katarina dan Rafka kini tertuju pada pintu, percakapan itu terhenti begitu saja. Rafka segera beranjak ke pintu, menemui Elegi yang secara tiba-tiba mengetuk pintu dan berteriak sangat keras. "Ada apa?" tanya Rafka setelah membuka pintu. "Em, itu, ayah aneh banget!" gerutunya. "Terus? kamu ngapain malem-malem ke sini?" tanya Rafka dengan sedikit keras."Gak apa-apa sih, cuma pengen iseng aja," Elegi terkekeh lalu berlari ke kamarnya. Rafka hanya menggelengkan kepalanya, melihat tingkah adiknya yang sangat aneh itu. Kini ia hanya memijit pelan pelipisnya yang terasa sakit. "Mas, ada apa?" tanya Katarina lirih. "Adik iparmu, cari ribut mulu," jawab Rafka terkekeh."Apa katanya?" Katarina berbalik tanya dengan melihat tangan Rafka yang memijit pelipisnya. pria itu hanya menggelengkan kepalanya, merebahkan tubuhnya di dekat Katarina. secara tiba-tiba Katarina ikut memijat pelipis Rafka, tanpa permisi dan basa-basi. "Pusing ya? kamu k
“Raf, apa ini tidak berlebihan?” tanya Pramana dengan tatapan sendu.‘Ada masalah apa dia mengatakan ini berlebihan? Bukannya dia sendiri yang membuat ulah hingga kejadiannya seperti saat ini,’ batin Rafka bertanya-tanya.“Bagiku ini sudah tepat, ayah!” tegas Rafka.Matanya melihat Pramana yang sibuk memainkan tangannya berulang, laki-laki paruh baya itu terlihat ragu. Rafka yang tidak ada ampun mendesak ayahnya untuk memberi jawaban.“Gimana? Apakah ayah sudah memiliki jawaban?” tanya Rafka dengan suara sedikit mendesak. [“Raf … berikan ayah waktu untuk berpikir dan mempertimbangkannya sedikit lagi. Sepertinya waktu setengah jam masih kurang,” jawabnya dengan menghindari pandangan Rafka.“Tidak, ayo berikan jawaban ayah sekarang, aku tidak punya banyak waktu!” ujar Rafka dengan tegas.Pramana kini duduk menghadap Rafka, helaan napas panjang yang sempat terlihat oleh Rafka. Pria paruh baya itu hanya menunduk pilu, terlihat keresahan yang ada dalam dirinya.“Bagaimana ayah? Apa ayah m
“Loh, Ra ....” Belum sempat Pramana melanjutkan ucapannya Rafka sudah menyangkal perkataan laki-laki paruh baya itu. “Bubar kalian semua!” teriak Rafka keras. Rafka saat itu hanya memijit pelipisnya pelan, tangan kanannya kini mempersilakan Katarina dan Elegi untuk masuk ke kamar. Meja ruang tamu yang kini berisi berbagai minuman dengan bau sangat menyengat. “Pamit dulu, Pram,” ujar seorang teman dengan membawa beberapa temannya. Mata Rafka hanya menatap nyalang ke arah Pramana, ia sudah keheranan dengan tingkah ayahnya yang tidak henti-hentinya berulah. “Ikut aku!” ujar Rafka dengan berjalan ke ruang kerjanya. Rafka menghela napas panjang, matanya masih tertuju pada laki-laki yang kini berdiri dengan wajah biasa saja. Pramana hanya mengulas senyum tipis tanpa banyak bicara. “Ada apa?” tanya Pramana tanpa berdosa. “Masih bisa tanya ada apa? Ayah, apa yang kamu lakukan beberapa hari setelah aku berangkat ke Yogyakarta? Pantas begitu!” dengan suara keras Rafka membentak
“Jadi selama aku tidak pulang ke rumah ayah berbuat ulah ya, Kak. Seharusnya aku tidak meninggalkan rumah dan menjaga ayah,” ucap Elegi dengan suara purau.Usapan pelan pada pundak kiri Elegi dari Edgar membuatnya menoleh. Rafka yang menedengar ucapan ELegi semakin banyak beban di kepalanya.“Enggak apa-apa, semuanya sudah terjadi,” ujar Rafka.“Aku tidak paham lagi dengan maksud ayah, tapi kalau kakak butuh bantuan untuk ngobrol sama ayah aku bantu,” tegas Elegi dengan antusias.“El, terima kasih ya sudah mau membantu kakak menyelesaikan semua ini,” ucap Rafka dengan senyum yang terulas di bibirnya.Katarina hanya mendengarkan percakapan adik dan suaminya, ia merapal doa untuk apa pun yang mereka lakukan. Ia masih merasa sangat bersalah dengan apa yang sudah terjadi, mungkin jika Atalas masih hidup semua kejadian yang terjadi sekarang tidak akan terjadi.“Em, Mas, El. Maafkan aku ya, akibat dari kejadian yang bermula dari aku semuanya jadi seperti saat ini,” ungkap Katarina dengan m