Baru saja menyelesaikan kelasnya, Alby dengan cepat pergi ke ruang guru dan bersiap untuk pulang. Sambil berjalan dan membalas sapaan murid-muridnya, Alby memainkan ponsel untuk menghubungi Shafa lagi.
"Kebiasaan banget kalau ditelepon enggak langsung diangkat," gumam Alby.Entah sejak kapan, seorang wanita sudah menunggu di depan mobil Alby. Saat Alby mendekatinya, "Dateng, ya? Sebentarrr aja.""Siska, saya harus cepet-cepet pulang.""Gini, deh. Kalau kamu dateng, aku janji setelah ini enggak akan ganggu kamu lagi."Masa bodo dengan apa yang Siska ucapkan, Alby langsung masuk ke dalam mobilnya dan wanita itu pergi dengan ojek online yang dia pesan.Bukannya pergi, Alby terus berusaha menghubungi Shafa walau tidak diangkat juga. Tiba-tiba pikirannya putar balik pada Siska. Dia tidak ingin ada masalah lagi di dalam rumah tangganya. Jika kali itu dia menuruti mau Siska, apa wanita itu benar tidak akan mengganggunya lagi?MSetelah bertengkar hebat untuk yang pertama kalinya, mereka jadi lebih banyak diam tapi saling berdekatan. Bahkan, mereka saling berpelukan di kasur sejak pertengkaran itu berakhir. Berkali-kali Alby mencium pucuk kepala Shafa dengan rasa bersalah yang masih dia rasakan."Maafin aku, ya, Shaf?""Iya, Mas. Udah, enggak usah minta maaf terus. Aku capek jawabnya.""Sebagai permintaan maaf aku yang terakhir, gimana kalau malam ini kita jalan-jalan?""Aku mau di rumah aja, Mas.""Katanya kamu mau jalan-jalan?""Enggak sekarang.""Terus kamu mau apa?"Tiba-tiba Shafa menangis. Tentu saja Alby terkejut. "Kenapa nangis? Tangan kamu sakit, ya?""Maafin aku, ya, Mas? Aku belum bisa kasih kamu anak lagi."Anak adalah karunia terbesar yang Tuhan berikan. Tuhan pasti memberikannya. Hanya saja kita tidak tau kapan waktunya, waktu terbaik menurut Tuhan. Sejujurnya, Alby memang sangat menantikan seorang anak s
"Shafa!"Suara itu asalnya dari luar rumah. Saat berdiri, Shafa melihat seorang pria di depan pagar rumahnya dengan mengendarai sepeda. "Kevin?""Aku pikir, aku salah orang. Ternyata kamu beneran tinggal di sini?"Shafa mendekati pria itu. "Kamu ngapain di sini?""Rumah aku di komplek sebelah. Baru pindah beberapa hari lalu.""Oh, gitu. Yaudah, aku masuk dulu." Dengan spontan, Shafa menepis tangan Kevin yang mencoba menariknya. "Kevin, aku minta maaf sebelumnya. Aku udah menikah dan sekarang tinggal di sini bareng suami aku. Aku enggak bermaksud apa-apa, kok. Maaf, ya?""Iya, aku udah tau dari Jihan. Tapi kamu mau, 'kan, jadi teman aku? Setidaknya kita berteman, Shaf.""Iya, boleh.""Awalnya, aku seneng karena bisa ketemu kamu lagi. Tau-tau, Jihan bilang kamu udah nikah. Jadi pupus lagi harapan aku. Tapi, aku seneng bisa kenalan sama kamu secara langsung. Enggak diam-diam kayak dulu.""Maaf, k-kamu udah
Perempuan cantik yang dia kenal, terlihat sangat lusuh dan penuh luka di wajah dan tubuhnya. Kevin tidak bisa melihat Shafa lebih dekat karena ada Alby disamping wanita itu. Padahal dalam hati, dia ingin sekali memeluk Shafa. Iya, sebenarnya dia masih mencintai Shafa, cinta pertamanya."Kalau ada yang sakit, kasih tau aku, ya? Biar aku panggil dokter," seru Alby dengan tangan yang terus menggenggam jari Shafa penuh kelembutan."Mas, mama kamu gimana sekarang?" Suara Shafa terdengar sangat serak karena terus berteriak semalaman."Udah ditangani polisi. Dia pasti bakal dipenjara karena apa yang dia lakukan itu udah kriminal banget. Dia juga terancam pidana percobaan pembunuhan karena memaksa kamu untuk aborsi.""Sejahat apapun, dia tetap mama kamu. Dia udah dapat balasan dari apa yang dia lakukan. Jadi, kamu harus bisa maafin dia, ya?"Apa yang Shafa katakan, membuat Kevin semakin jatuh cinta. Dia tidak pernah mengenal Shafa lebih dekat, ha
Rendi langsung pergi ke Jakarta setelah mendapat kabar tentang Shafa. Setelah kehilangan Sonya, Rendi jadi sangat sensitif pada keadaan Shafa. Dia tidak mau kehilangan sahabatnya lagi."Aku bener-bener panik banget, Shaf. Tapi syukurlah kamu baik-baik aja.""Kamu enggak ajak Jasmin ke sini?""Nanti aku ceritain semuanya kalau kamu udah sembuh.""Ada apa, Ren? Rumah tangga kalian baik-baik aja, 'kan?""Makannya kamu cepet sembuh. Biar aku bisa ceritain semuanya."Mereka akhirnya dapat mengobrol lagi setelah sekian lama. Hanya membicarakan hal yang tidak membuat Shafa drop. Tapi, Shafa malah memulainya disaat mereka tidak ada lagi bahan obrolan."Kak Galih mana?" tanya Shafa."Tadi pas aku dateng, dia lagi di luar. Terus bilang katanya mau pulang dulu. Kenapa?""Aku mau ceritain soal Mas Alby. Tapi, jangan ada yang tau selain kamu, ya?""Kenapa lagi? Dia nyakitin kamu lagi?!" Benar, 'kan? Rendi jadi lebih sensitif tentang hal yang berkemungkinan membuat Shafa tersakiti. "Ren, tenang dul
Kevin adalah mahasiswa semester 3 Fakultas Teknik di salah satu universitas swasta. Setelah lulus SMA, dia langsung bekerja agar dapat kuliah. Dia bekerja sebagai barista sampai saat itu.Hari itu tidak ada jam kuliah pagi. Jadi, Kevin memutuskan untuk menjenguk Shafa dengan membawa buah-buahan yang dia beli semalam. Berkat Jihan, dia jadi tau banyak hal tentang Shafa.Sebenarnya, dari luar ruangan tidak terdengar suara siapapun. Namun saat membuka pintu, ada seorang pria yang menemani Shafa. "Permisi? Aku boleh masuk, Shaf?""Iya, masuk aja. Ada apa kamu pagi-pagi banget udah ke sini?" tanya Shafa yang bersandar di ranjangnya."Kevin?""Loh, Rendi?"Ternyata, Kevin dan Rendi adalah teman satu tongkrongan sewaktu SMA. Mereka sangat akrab saat itu dan mulai hilang komunikasi setelah lulus SMA karena Rendi pindah ke Malang."Kamu kenal sama Kevin, Shaf?" tanya Rendi."Iya, dikenalin sama Jihan. Baru beberapa hari
"Kak Dinda salah. Buktinya, aku masih sangat mencintai Shafa walaupun berkali-kali Shafa terluka karena aku. Ini nyata, aku beneran cinta sama Shafa. Aku sadar sama semua kesalahan aku dan aku coba perbaiki itu. Tapi, semuanya udah terlanjur, 'kan, Shaf? Kamu udah terlanjur enggak percaya lagi sama aku, 'kan?"Cengengnya Shafa kembali terlihat. Dia merasa kasihan pada Alby entah apa alasannya. "Mas, anggap kamu enggak dengar apa-apa, ya? Lupain semua yang kamu dengar tadi.""Aku seneng tanpa sengaja bisa tau isi hati kamu yang sebenernya, yang enggak akan pernah kamu ceritain ke aku. Tapi tolong, Shaf. Untuk yang terakhir kali, tolong percaya lagi sama aku. Aku udah berusaha untuk jujur sama kamu, untuk bisa bahagiain kamu, dan berusaha untuk enggak menyakiti kamu lagi."Dinda menarik tangan Alby untuk mendekat pada Shafa, setelahnya dia keluar meninggalkan pasutri itu untuk menyelesaikan masalahnya. Alby yang biasanya selalu menyentuh Shafa dengan lembut bahkan tanpa izin, saat itu se
"Sayang, kamu yakin mau pergi sekarang? Udah enggak sakit kakinya kalau dibuat jalan?" Alby mengelus kaki Shafa dengan sedikit pijatan."Enggak, Mas. Udah enakan badan aku. Pokoknya kita harus pergi sekarang."Alby memperlihatkan rasa sayangnya pada sang istri. Beberapa kali tangan kirinya mencium tangan Shafa juga membelai rambut panjang sang istri. Setelah orang tuanya pergi, hanya Alby yang membuatnya merasa sangat dicintai. Tapi, sampai kapan perasaan itu akan Shafa rasakan?Sebuah pemakaman umum yang sangat luas itu adalah rumah terakhir Yunus dan Fatim. Pasti mereka sangat bahagia melihat anak dan menantunya datang setelah sekian lama. Dibantu Alby, Shafa duduk di antara makam ayah dan ibunya."Maafin aku karena enggak bisa bahagiakan Shafa. Aku udah terlalu sering nyakitin Shafa. Aku minta maaf, Ayah, Ibu. Tapi aku janji akan perbaiki semua kesalahan aku selama ini. Aku akan berusaha untuk mencintai dan membahagiakan Shafa. Aku janji."Apa ucapannya itu sungguhan? Itu yang menj
Tidak ada bosannya memuji betapa cantik wanita dihadapannya. Namun, Shafa tetap saja merasa tidak pantas dimiliki Alby. Padahal Alby yang seharusnya merasa begitu karena Shafa lebih pantas bersanding dengan pria yang jauh lebih baik darinya."Aku emang bukan pria yang baik, tapi aku akan berusaha jadi yang terbaik buat kamu untuk menebus semua kesalahan aku," ucap Alby pada Shafa yang tertidur pulas.Alby beranjak dari ranjang dan memakai pakaiannya. Melihat pintunya sedikit terbuka, "Loh, dari tadi pintunya enggak dikunci, ya?"Kaki jenjangnya menuruni dua anak tangga sekaligus. Belum sampai di lantai dasar, langkah Alby terhenti kala mendengar keributan di ruang tengah. "Ada apaan, sih?""Saya masih tau diri. Enggak kayak kamu. Udah tau Alby punya istri, masih aja di deketin.""Ada juga kamu. Udah tau Shafa punya suami, masih aja ikut campur urusan rumah tangga mereka. Kamu suka, 'kan, sama Shafa?"Suara Rendi dan Siska dapat Alby kenali. Dia bersembunyi dibalik dinding dan diam-dia
Shafa merasa kalau dia penyebab semua kekacauan itu. Kekacauan di hidupnya dan di hidup orang-orang terdekatnya. Karena menikah dengannya, Alby jadi banyak menderita. Lalu karena mengenalnya, Rendi jadi harus merasakan jatuh cinta yang tak berbalas.Di halaman belakang rumah, Shafa duduk termenung sampai lupa waktu. Bahkan Mbok Dewi yang menjemput Bizar di sekolah. Sudah 2 hari Shafa banyak melamun dan tidak pergi bekerja."Mbak Shafa?"Lamunannya tersadarkan dan Shafa menengok. "Ada apa, Mbok?""Tadi Bizar di jemput kakeknya. Dia merengek minta ikut kakeknya untuk ketemu Mas Alby. Enggak apa-apa, toh?""Enggak apa-apa, Mbok.""Ada masalah apa, toh, Mbak? Beberapa hari ini melamun terus?""Kalau Mbok di posisi aku, siapa yang bakal Mbok pilih? Mas Alby atau Rendi?""Loh, itu soal perasaan masing-masing, Mbak. Mbok enggak punya alasan untuk kasih jawaban ke Mbak.""Mereka tulus cinta sama aku, Mbok. Tapi aku enggak bisa balas ketulusan itu.""Mbak pernah bersama Mas Alby. Harusnya Mbak
Walau tidak sejauh Indonesia-Australia, Shafa tetap merasakan dirinya jauh dari Alby. Di luar ruangan dengan kaca besar sebagai pembatas, Shafa terus menatap Alby sambil menangis sesenggukan. Satu persatu kenangan kebersamaan mereka saat dulu berputar bergantian. Sampai Bizar datang dan menghentikan putaran memori itu."Bunda!"Bersama Rendi, Bizar datang dengan masih mengenakan seragam sekolah dan ransel berkarakter Superman kesukaannya. Seperti tau apa yang bundanya rasakan, Bizar memeluk Shafa dengan sangat erat."Ayah kenapa, Bunda? Ayah sakit, ya?" tanya Bizar yang juga ikut menangis."Iya, ayah sakit. Tapi Bizar enggak usah khawatir. Pasti sebentar lagi ayah sembuh, kok."Anak lelaki dengan tubuh yang masih sangat kecil itu berusaha memeluk Shafa agar sepenuhnya masuk dalam pelukannya. "Aku sedih banget. Pasti Bunda lebih sedih, 'kan? Selama ini aja Bunda selalu nangis padahal enggak tau keadaan ayah. Apalagi sekarang saat bunda liat ayah sakit?" Bizar memeluknya lagi sambil mene
Hari yang sangat melelahkan untuk Alby lewati. Tapi juga membahagiakan karena mungkin itu keinginan terakhir yang telah terpenuhi. Dia hanya ingin memiliki anak dari Shafa, walau dengan status yang sudah berbeda.Sepertinya Shafa sadar kalau Alby terlihat jauh lebih kurus dari terakhir bertemu 5 tahun lalu. Bahkan, otot yang dulu selalu menjadi bantalan sudah tidak nampak lagi. Iya, itu semua karena penyakit yang dia alami sejak 3 tahun lalu. Kalau dipikir, itu lebih baik daripada dia meninggal Shafa dan anaknya disaat keluarga mereka utuh dan penuh kebahagiaan. Kepergiannya akan sangat menyakitkan untuk berikan, 'kan?"Iya, Pa. Aku di Yogya dari 2 hari lalu. Maaf aku enggak kasih tau Papa dulu." Sembari tiduran, Alby sengaja menelpon Fahri yang sudah beberapa kali menghubunginya."Kamu sendirian? Ngapain kamu ke sana?""Iya, aku pergi ke sini sendirian. Aku kangen sama Shafa, makannya aku ke Indonesia.""Tapi kamu lagi sakit, Al. Papa takut kamu kenapa-napa di sana. Kamu ngerti perasa
"Albizar, bangun, yuk? Katanya mau jalan-jalan sama ayah?"Sebenarnya bukan hanya kali itu, tapi setiap harinya Bizar selalu mudah jika dibangunkan. Bahkan, dia selalu bangun saat mendengar bundanya menangis di malam hari."Emangnya ayah udah dateng, Bun?""Nanti ayah jemput di kafe. Sekarang, Bizar siap-siap dulu. Mandi, terus sarapan, oke?"Mandi pun, Bizar sudah bisa melakukannya sendiri, tapi masih tetap dipantau sang bunda. Untuk makan, sudah sejak usia 3 tahun Bizar mulai makan tanpa di suapi. Shafa tidak heran kalau Bizar tergolong anak yang cerdas sejak kecil, karena itu pasti turunan dari ayahnya."Ayo, Bunda! Pasti ayah udah dateng."Shafa masih sibuk menguncir rambutnya disaat anaknya sudah menunggu di luar rumah. "Tunggu, Sayang.""Cepet, Bunda.""Iya, sabar."Bizar duduk dengan resah, tidak sabar bertemu ayahnya. Bukan salah liat, Bizar langsung memanggil saat melihat Alby datang. "Ayah?!""Assalamualaikum?""Wa'alaikumsalam, Ayah! Bunda, ayah dateng!"Walau tidak bisa mem
Acara telah selesai. Kafe sudah sepi, hanya menyisakan para karyawan yang merapikan sisa acara. Alby duduk diposisi paling ujung, dekat jendela yang memperlihatkan hujan di malam hari. Ditemani secangkir mocaccino coffee, Alby menunggu dengan sabar."Bunda, itu siapa? Dari tadi om itu liatin aku terus, sih?" tanya Bizar pada sang bunda."Ayo, ikut Bunda."Shafa menggendong Bizar dan mendekati Alby. Rasanya sangat canggung saat kembali bertemu setelah sekian lama. Kalau Alby, dia canggung pada sang anak yang baru kali pertama dia temui.Bizar melihat Alby sebentar, kemudian memeluk bundanya yang masih menggendongnya. "Bizar, dengerin bunda dulu coba." Tangan Shafa mengelus kepala anaknya seakan merapikan rambut. "Bizar mau ketemu ayah, kan?""Iya, mau.""Ini ayah Bizar. Om yang dari tadi liatin Bizar itu ayah. Ayahnya Bizar."Kepalanya yang kecil kembali menengok dan menatap Bizar dengan wajah polosnya. "Ayah?"Setelah mencoba memberanikan diri, Alby akhirnya benar-benar berani untuk me
5 tahun berlalu. Shafa mengurus anak laki-lakinya tanpa suami. Tapi tidak sendirian, ada Mbok Dewi yang masih setia menemaninya. Mbok Dewi memutuskan untuk tidak lagi bekerja sebagai ART karena ingin kembali berjualan, ditemani dengan Shafa. Sudah 2 tahun mereka berjualan keliling menjajakan kue buatan sendiri. Sampai akhirnya, Shafa memiliki sebuah kafe, modal dari sang kakak.Keberadaannya di Yogya diketahui oleh Rendi setelah Shafa melahirkan. Tapi, Alby dan ayahnya–Fahri–sama sekali tidak terdengar kabarnya. Rindu. Iya, itu yang Shafa rasakan walau mereka sudah lama bercerai.Bizar tumbuh menjadi anak tampan dan pintar. Usianya sudah menginjak 5 tahun. Tentu dia banyak bertanya tentang ayahnya. Di mana ayah? Kapan aku ketemu ayah? Dan beberapa pertanyaan lain yang selalu diulang.Hari itu, Shafa sengaja memboking sendiri kafe miliknya untuk ulang tahun Bizar. Dia mengundang teman sekelas Bizar dan guru-gurunya juga."Ayo, silahkan masuk. Di pakai topinya, ya?" Shafa memberikan topi
Kemarin menjadi hari kehilangan kesekian kalinya untuk Shafa. Setelah kehilangan orang tuanya, anaknya, dan sahabatnya, dia juga telah kehilangan suaminya. Sungguh, saat itu ingin sekali Shafa mencegahnya. Bukan gengsi. Tapi entah kenapa sulit dilakukan."Maafin aku, Mas." Itu yang berkali-kali Shafa ucapkan dalam lamunannya."Shafa, ada Mbok Dewi dateng, nih."Berbeda dengan saat Alby yang datang, kali itu Shafa yang menemui tamunya sendiri di ruang tamu. "Mbok Dewi? Apa kabar, Mbok?""Baik. Mbak sendiri gimana kabarnya?""Aku baik-baik aja. Mbok Dewi mau ke mana?" Shafa melihat wanita tua berusia 50-an tahun itu membawa 2 tas besar."Mbok ke sini mau pamit sama Mbak Shafa. Mbok mau pulang kampung karena udah enggak ada kerjaan lagi di sini. Mbok juga harus betul-betul pilih majikan, jadi enggak mau buru-buru, Mbak.""Mas Alby ....""Beliau udah berangkat ke Australia pagi tadi, Mbak.""Jadi, Mas Alby bener-bener pergi?""Iya. Oh, ada sesuatu yang dia titipin ke saya buat Mbak Shafa.
Hari pertama tanpa Shafa sangat sulit Alby lalui. Fahri melarangnya untuk menemui Shafa karena keadaan belum baik-baik saja. Alby menurut walau sulit dia lakukan. Mbok Dewi juga banyak memberikan saran dan masukan yang sedikit membuat Alby merasa masih ada harapan untuk dapat kembali bersama dengan Shafa."Selama ini, Mbak Shafa selalu cinta sama Mas Alby dalam situasi apapun. Dia bisa bertahan sendiri, Mas. Jadi, bibi sebenarnya enggak percaya kalau Mbak Shafa bisa semudah itu mau pisah sama Mas Alby.""Jadi maksud Mbok Dewi, mungkin Shafa cuma lagi emosi dan bakal kembali sama saya lagi?""Iya, Mas. Coba sabar aja dulu. Biarin Mbak Shafa tenangin dirinya dulu. Nanti coba Mas Alby temuin dan ngomong baik-baik."Setelah hampir 30 menit mengobrol, Alby yang cuti dari jadwal mengajar dan kuliahnya, pergi menemui Siska di penjara. Polisi berhasil menangkapnya 2 hari setelah laporan di terima dan Siska terbukti bersalah.Penampilan Siska sangat berubah. Saat SMP, Alby jatuh cinta padanya
"Apa salah aku, Mas? Kenapa aku selalu kehilangan orang-orang yang aku cinta?! Kenapa?!!!"Shafa marah besar saat tau dia kembali kehilangan anak dikandungannya. Fahri, Galih, dan Mbok Dewi pun ikut menangis dan ikut merasakan hal yang Shafa rasakan. Bukan hal yang mudah untuk bisa ikhlas dan bangkit setelah kehilangan banyak orang tercinta."Daripada orang-orang dekatku mati, mending aku aja yang mati!"Walau Alby memeluknya, Shafa dapat memberontak karena tenaganya begitu kuat. "Sayang, tenang dulu. Tenangin diri kamu dulu.""Lepas!" Shafa menampar Alby untuk pertama kalinya. "Ini semua gara-gara kamu! Kamu yang bikin hidup aku jadi kayak gini! Setelah nikah sama kamu, kedua orang tua aku meninggal! Kamu juga udah hancurin hidup sahabat aku sampai dia meninggal. Mama kamu yang jahat itu, banyak nyakitin aku dan sampai bikin anak aku meninggal juga! Ini semua karena kamu! Bukan aku, tapi kamu yang pembawa sial! Kamu yang pembawa sial!!!"Sakit. Sangat sakit. Apa yang Shafa tuturkan s