"Kamu sedang melihat apa, honey?" tanya Jenifer.Jenifer mengikuti langkah Azlan, matanya beralih melihat kakaknya yang sedang bersama Nauma. Jenifer tersenyum dan menggenggam tangan Azlan."Sepertinya kak Jhon menyukai Nauma, meskipun aku sangat membencinya, aku mendukung mereka. Asalkan bukan kamu yang menyukainya," ucap Jenifer sambil merangkul lengan Azlan.Azlan merasa risih dengan rangkulan Jenifer. Azlan berusaha melepaskannya, tapi Jenifer semakin mengeratkannya, bahkan kepalanya disandarkan pada pundak Azlan."Mereka terlihat serasi sekali, kakakku tampan, dan Nauma... dia terlihat cantik meski miskin," sambung Jenifer lagi.Azlan tidak terima Jenifer merendahkan istrinya, Azlan juga tidak terima Jenifer menjodoh-jodohkan Nauma dengan kakaknya. Tangannya terkepal, Azlan berusaha menahan amarahnya dengan memejamkan mata. "Aku pergi dulu, masih ada urusan yang harus aku selesaikan," ucap Azlan sambil melepaskan rangkulan Jenifer."Kamu mau ke mana honey? Apakah kamu mau syuting
"Kenapa kamu menatapku seperti itu? Aku tahu aku tampan, jadi tidak usah terpesona seperti itu," ucap Azlan sambil menyeringai. Agnes mengakhiri pembicaraannya di telpon. Tangannya diayunkan ke udara berniat untuk menampar pria yang baru saja menipunya, tapi tangan itu terkepal lagi dan diturunkan oleh Agnes. Napasnya memburu menahan rasa kesal di hati. "Berengsek kamu! Rupanya kamu sudah pandai menipuku!" bentak Agnes dengan tatapan nyalangnya. Azlan tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. "Kamu pintar sekali, kamulah guruku. Aku tunggu rumah dan mobil mewah yang sudah kita sepakati," ucap Azlan sambil melambai-lambaikan surat perjanjian mereka di hadapan Agnes. Azlan keluar dengan wajah puas, kali ini dia merasa menang melawan Agnes yang selama ini sudah membodohinya. "Ada untungnya juga Mr. Jhon nyuruh gue menyelesaikan masalah, gue sudah tenggelam dalam permainan wanita licik itu, sekalian saja gue manfaatkan. Enak saja dia bersenang-senang di atas penderitaan gue dan Nauma," g
"Aku mohon jangan marah, kemarin han-" "Hanya sandiwara di depan publik? Aku tahu, dan semoga aku terbiasa," ucap Nauma memotong penjelasan Azlan sambil tersenyum kecut. Nauma berjalan menghindari Azlan, lalu ia duduk di bangku dan memakan makanannya tanpa menawari suaminya. Azlan terpaku di tempatnya melihat perubahan pada diri Nauma. Baru juga beberapa hari kehidupan pernikahannya terlihat normal, kini menjadi buruk lagi. "Wah... sepertinya enak sekali masakan kamu," ucap Azlan memecah suasana sambil duduk di hadapan istrinya."Makanlah," balas Nauma meski terkesan dingin. Nauma mengambilkan nasi dan lauk untuk suaminya, lalu meletakkannya dengan kasar di hadapan Azlan. Azlan tersenyum kecut melihat itu semua, tapi ia tidak bisa marah pada istrinya. Ia sadar diri jika kemarahan Nauma karena kesalahannya.Azlan memakan makanan yang diberikan sambil memandangi wajah istrinya. Tidak ada ekspresi apapun yang diberikan Nauma, ia hanya terus makan tanpa memperdulikan Azlan yang ada di
"Kenapa dia nggak ada di sini? Apa Nauma nggak mau ke makam orangtuanya?" gumam Azlan. Azlan berlari ke luar rumah mencari keberadaan istrinya, rupanya Nauma sudah duduk manis di dalam mobil sambil memainkan ponselnya. Azlan menggelengkan kepala melihat Nauma di dalam sana, padahal pikirannya sudah berkelana jauh, takut Nauma tidak mau pergi bersamanya. "Aku pikir kamu pergi dan nggak mau ke makam Ibu sama Bapak," ucap Azlan sambil memasuki mobil, lalu ia menghidupkan mobilnya. Nauma tidak membalas ucapan Azlan, Nauma hanya mengendikkan bahunya saja. Azlan tetap tersenyum meskipun Nauma tidak membalas ucapannya. Bisa berdua saja dengan istrinya tanpa ada pengganggu sudah membuatnya sangat bahagia. Azlan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, senyuman tidak lepas dari bibirnya. Jarak kampung Nauma dan Ibu kota tidaklah jauh, hanya memakan waktu dua jam perjalanan saja. Bagitu sampai di kampung halaman, Nauma meminta Azlan untuk langsung menuju makam orangtuanya. "Langsung ke m
"Pergi kamu dari sini! Tinggalkan aku sendiri!" bentak Nauma sambil menangis. "Kamu ngusir saya?" tanya tetangga Nauma. "B-bukan Bu, dia yang saya maksud," balas Nauma tidak enak hati sambil menunjuk Azlan. "Apa-apaan sih Neng! Kenapa kamu gini? Kita bisa bicarakan semuanya baik-baik!" ucap Azlan. Tetangga yang baru saja masuk bingung dengan pertengkaran sepasang suami istri yang ada di hadapannya. "Aku mohon kang, tinggalkan aku sendiri di sini, aku ingin tinggal di sini," mohon Nuama dengan mengatupkan kedua tangannya. "Jangan seperti ini neng, bagaimana bisa kita tinggal di sini? Sedangkan pekerjaanku berada di kota," balas Azlan sambil memegang tangan Nauma yang terkatup. Nauma menghempaskan tangan dan mendorong tubuh suaminya. "Pekerjaan apa? Pekerjaan yang mengaharuskanku menjadi pembantumu dan melihat kemesraanmu dengan wanita itu?! Kamu gila kalau berpikir aku baik-baik saja!" ucap Nauma tidak terkontrol, emosinya diluapkan begitu saja. Tetangga yang berada di sana meme
"Tidak, Bu. Saya baru saja pulang. Lalu ke mana istri saya?" tanya Azlan cemas. Azlan merogoh sakunya mencari ponsel yang ia miliki, lalu menelpon Ibu pemilik kontrakan di kota. Ia ingin menanyakan apakah Nauma pulang ke kontrakan atau tidak? Kecemasan semakin menyelimuti hatinya saat Ibu pemilik kontrakan bilang tidak ada Nauma di sana. "Bagaimana?" tanya Ibu yang ada di hadapannya. Azlan menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan itu. Hari sudah semakin larut, ia sangat mencemaskan keadaan istrinya. Pikiran-pikiran buruk hinggap di kepalanya, ia berpikir Mr. Jhon yang membawa Nauma. Tanpa berpikir panjang, Azlan menelpon Mr. Jhon. "Apa kamu sudah gila menelponku di jam segini?" bentak Mr. Jhon di seberang telpon. "Di mana kau menyembunyikan Nauma?" tanya Azlan tanpa menggubris bentakan Mr. Jhon. "Kamu menelpon malam-malam gini hanya menanyakan di mana istrimu? Kamu pikir aku pengasuhnya? Dasar gila!" bentak Mr. Jhon lalu menutup panggilan telpon. "Kalau bukan Mr. Jhon yang me
"Astaghfirullah, ke mana Kakek itu?" tanya Azlan terkejut. Jantungnya sudah berdetak tak menentu, ia langsung berlari meninggalkan kuburan yang sangat meyeramkan itu. Tapi, baru setengah perjalanan ia diingatkan jika kondisi Nauma masih tidak stabil, ada kemungkinan Nauma ke makam orangtuanya. Azlan menggelengkan kepalanya mengeyahkan pikiran itu, ia terus berlari, tapi hatinya masih memikirkan ucapan Kakek misterius tadi. "Haiss... Kenapa bingung gini? Apa mungkin Kakek itu memberi petunjuk? Tapi masa iya gue masuk ke kuburan malam-malam gini?" ucapnya bimbang. Hatinya menuntun langkah menuju kuburan tadi, meski merasa takut, Azlan berusaha mempercayai perkataan Kakek tadi. "Masuk nggak? Masuk nggak?" bimbangnya saat sudah di depan pintu masuk makam. "Masuk ajalah," sambungnya lagi. Azlan mengucapkan salam saat memasuki makam itu, suara-suara gesekan dedaunan mengiringi langkahnya. Pekatnya malam menyulitkannya mengambil langkah karena terlalu banyak makam di dalamnya. Cahaya dar
"Bukan begitu sayang, aku tidak bisa meninggalkan pekerjaan begitu saja. Produksi film yang aku bintangi juga belum selesai. Kecuali kamu mau aku dipenjara karena melanggar kontrak dan tidak sanggup membayar dendanya." "Terserahlah, aku mau pulang saja." Nauma berjalan dengan sangat cepat, Azlan mengikutinya dari belakang. Nauma masih saja merasa kesal dengan suaminya, sampai ia mengabaikan teriakan-teriakan suaminya. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan para warga yang tadi membantu Azlan mencari Nauma. "Syukurlah sudah ketemu, kamu dari mana saja Neng?" tanya warga. "Dari kuburan Pak," balas Nauma. "Ngapain kamu ke kuburan malam-malam, Neng?" tanya warga yang lain. "Nyari wangsit Pak, buat melet suami biar nggak kegatelan," balas Nauma ketus, lalu pergi dari hadapan mereka semua. "Astaghfirullah," ucap para warga setelah mendengar perkataan Nauma. Azlan mengusap dadanya saat mendengar perkataaan Nauma. Ia yakin, Nauma hanya asal bicara saja, tidak mungkin istrinya mau
"Kenapa saat hatiku sudah memilihmu jusrtu kau yang menghilang?" gumam Nauma sambil berjalan mencari taksi.Rumah Azlan yang ia datangi ternyata sudah dijual, tapi ia tak putus asa. Nauma mengunjungi Strar Entertaint, agensi tempat Azlan bekerja. Nauma pikir Azlan masih menjadi artis dan bekerja dengan Agnes."K-kamu Nauma?" tanya Fero yang tak sengaja melihat Nauma memasuki lobi kantornya."Ya, ini aku. Sudah lama kita tak bertemu," balas Nauma."Kau sudah berubah sekali, semakin cantik dan mempesona. Oh ya, untuk apa kau ke sini?" tanya Fero."Apakah Azlan ada di sini? Aku mencari ke rumahnya tapi ia tak tinggal di sana lagi, nomor ponselnya pun sudah tak aktif lagi," tanya Nauma.Fero mengembuskan napas saat mendengar pertanyaan Nauma. "Dia sudah tak bekerja di sini lagi, sekarang dia tak memiliki pekerjaan, semua harta yang diberikan Mr. Jhon pun sudah diambil dan dia sudah tak memiliki apapun. Tapi untuk apa kau mencarinya, bukankah kau sudah menikah dengan Mr. Jhon?" tanya Fero
"Kenapa Azlan, Nak?" tanya Ibu Tomi sambil berlari karena mendengar teriakan anaknya."Kak Azlan tak sadarkan diri, Bu. Lebih baik kita bawa ke rumah sakit sekarang," balas Tomi cemas.Tomi dan ibunya membawa Azlan ke rumah sakit terdekat, sepanjang perjalanan ia merasa cemas karena keadaan Azlan. Wajahnya sudah terlalu pucat, mata menghitam dan terlihat lebih kurus dari biasanya.Ia melajukan mobil dengan kecepatan penuh tanpa memperdulikan makian pengguna jalan lainnya. Ibu Tomi pun merasa cemas karena tak biasa berada di jalan raya dengan kecepatan seperti ini."Hati-hati, Nak," ucap Ibu Tomi memperingati anaknya.Begitu sampai di rumah sakit mereka langsung melarikan Azlan ke ruang UGD. Dalam perjalanan menuju UGD mereka bertemu dengan Fero yang kebetulan sedang syuting di rumah sakit untuk film terbarunya. Fero pun membantu Tomi mendorong brangkar pasien."Apa yang terjadi? Mengapa ia jadi seperti ini?" tanya Fero."Nanti aku ceritakan, yang penting kondisi Kak Azlan membaik dulu
"Maaf Nyonya. Semua biaya atas nama Axcel sudah dilunasi," ucap petugas administrasi saat Nauma ingin membayar tagihan rumah sakit."Siapa yang telah membayarnya?" tanya Nauma penasaran."Pria yang mendonorkan mata untuk anak anda."Nauma terkejut dengan apa yang ia dengar. Azlan menjalankan peran sebagai Orangtua yang sesungguhnya dengan menjaga Axcel tanpa sepengetahuannya. Bahkan biaya operasi yang terbilang mahal pun Azlan lakukan. "Baiklah kalau begitu, terima kasih."Nauma pergi dengan tatapan kosong, ia masih memikirkan Azlan di hatinya. Nauma pun merogoh tas kecil yang ia bawa dan mengambil ponselnya. Ia mencari nomor Azlan hendak menelpon dan mengucapkan rasa terima kasihnya."Kenapa nomornya tidak aktif?" gumam Nauma.Nauma kembali menelpon Azlan dengan nomor yang dulu Azlan gunakan sebagai Mr. A, tapi tetap saja nomor itu tak aktif sama sepeti nomor sebleumnya. "Kenapa nomor ini juga tak aktif? Apakah ia mengganti nomornya?" gumam Nauma."Ada apa?" tanya Mr. Jhon menghamp
"Mengapa kau ada di sini?" tanya Nauma begitu seorang pria keluar dari kamar mandi.Azlan terkejut saat melihat kehadiran Nauma di ruang rawatnya, ia tak bisa menjawab pertanyaan Nauma. Nauma pun terlihat menahan kesedihannya sambil memandang wajah Azlan yang terdapat perban di bagian mata. "Apakah kau yang mendonorkan mata untuk Axcel?" tanya Nauma lagi.Azlan masih terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa, rasanya percuma ia menyembunyikan identitasnya saat Nauma mengetahui apa yang ia lakukan.Azlan mengambil ponsel Nauma di lantai dan memberikannya. Ia pun tersenyum dan berkata. "Tenang saja, aku akan pulang begitu pengobatan ini selesai, aku pun janji akan menghilang dari hidup kalian," ucap Azlan menahan sesak di hati.Nauma tak menerima ponsel yang Azlan berikan, ia masih terpaku pada wajah Azlan yang berbalut perban. Tanpa ia sadari air mata sudah jatuh begitu saja membasahi pipi. Azlan pun panik dengan kesedihan yang Nauma tampakkan. Ingin sekali rasanya memeluk wanita yang
"Tentu saja bisa, tapi kau harus melewati serangkaian tes terlebih dulu untuk melihat kecocokan mata kalian," ucap sang dokter."Baiklah, aku akan melakukan tes itu sekarang juga," balas Azlan.Azlan menjalani pemerikasaan dan ia bersyukur karena matanya cook untuk didonorkan. Tomi merasa cemas dengan keputusan yang diambil Azlan. Sedangkan Azlan memantapkan hati untuk kesempurnaan anaknya. Ia tak akan tega melihat Axcel hidup dengan kekurangan."Apakah kau serius dengan keputusanmu, Kak?" tanya Tomi."Tentu saja, kau tenanglah, bukan hal buruk hidup dengan satu mata," balas Azlan.Dokter memberikan jadwal operasi pada Azlan, serangkaian tindakan pun telah Azlan lakukan. Hari demi hari ia tinggal di rumah sakit, dan mendapati kabar bahwa operasinya telah berhasil. Rasa syukur selalu ia ucapkan.Azlan pun melihat keadaan Axcel saat malam tiba, tentunya hanya dari luar jendela. Ia tak ingin Nauma mengetahui apa yang ia lakukan untuk anaknya."Syukurlah kalau kau sudah bisa melihat denga
"Tapi mobil itu adalah mobil kesayangamu, Kak," balas Tomi."Tak ada yang lebih penting dari keselamatan anakku, aku harus segera menemuinya. Hati ini tak akan tenang jika belum melihat keadaannya dengan mata kepalaku sendiri. Sekarang juga kau temani aku ke dealer mobil," ucap Azlan.Azlan berlari menuju kamarnya mengambil kunci mobil serta berkas yang dibutuhkan, kemudian ia dan Tomi langsung menuju dealer mobil tempatnya membeli dulu. Pekatnya malam membuat jalanan semakin lengang, hingga Tomi berpikir dealer yang mereka tuju pasti sudah tidak beroperasi."Sepertinya Dealer mobil sudah tutup di jam segini, Kak. Lebih baik besok saja kita ke sana," ucap Tomi."Semoga saja belum." Azlan mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh, hingga Tomi berpegangan pada tali pengaman yang ada di tubuhnya.Harapan Azlan tak menjadi kenyataan, dealer mobil yang mereka tuju sudah tutup, tapi Azlan tak patah semangat. Ia mencari dealer mobil lainnya yang masih buka. Keberuntungan tak berpihak padanya
Nauma : Entahlah, aku pun tak tahu apa yang aku rasakan. Benar apa yang kau katakan, masih ada cinta untuknya. Tapi saat mengingat pengkhianatannya aku merasakan sesak yang sangat menyakitkan. Terlebih kemarin ada seorang pria yang melamarku, pria itu yang selama ini menjagaku dan anakku.Azlan tak langsung membalas pesan itu, ia sadar jika kesalahannya tak mungkin bisa dimaafkan begitu saja. Azlan pun yakin, pria yang dimaksud Nauma adalah Mr. Jhon. Senyum pahit terukir di wajahnya, merasa tak memiliki harapan sama sekali.Azlan : Ikutilah apa yang hatimu katakan, aku doakan kebahagiaan untukmu. Semoga kau mendapatkan cinta yang tulus dan tak tersakiti lagi.Nauma : Terima kasih kau sudah mau mendengarkanku, padahal kita tak pernah saling mengenal, tapi entah mengapa rasanya nyaman sekali berbicara denganmu.Azlan : Jangan berterima kasih karena aku tak melakukan apapun. Jika kau membutuhkan teman bercerita kau bisa menghubungiku. "Ya, lebih baik kau bersama dengan Mr. Jhon, pria it
"Kau yang siapa? Mengapa pintu rumahku tak bisa dibuka seperti ini?" tanya Azlan ksal."Ini adalah rumahku, sudah dua tahun aku membeli rumah ini dari Jenifer," balas pria paruh baya yang ada di hadapan Azlan."Kakak dan adik itu membuat hidupku menderita saja, seenaknya menjual rumahku," gumam Azlan."Aku tak pernah menjual rumah ini, dan aku tak pernah menandatangani surat jual beli rumah ini," ucap Azlan pada pemilik rumahnya."Tapi aku membelinya dengan resmi, apakah kau Tuan Azlan?""Ya, benar aku Azlan.""Masuklah Tuan, aku akan tunjukkan berkas pembelianku dulu, tanda tanganmu pun ada di berkas itu."Azlan memasuki rumah dan menunggu di ruang tamu, sudah banyak perubahan di rumah ini. Bahkan barang-barang yang dulu sudah di ganti oleh pemilik barunya. Azlan menaruh kesal di hati saat mengetahui rumahnya telah dijual oleh Jenifer."Sebelumnya perkenalkan, aku Ryan," ucap pemilik rumah memperkanalkan diri."Mana berkasnya?" tanya Azlan tak sabar.Ryan mengeluarkan surat perjanjia
Azlan : Aku berasal dari Indonesia.Nauma : Kebetulan, aku juga berasal dari Indonesia, senang berkenalan denganmu.Pesan demi pesan mereka balas hingga menjelang malam. Ketenangan hadir di hati saat bisa bertukar pesan dengan wanita yang dicintainya. Azlan tidur dengan nyenyak sambil memeluk ponselnya. Berbulan-bulan sudah ia tinggal di negara orang.Berkali-kali pula ia mencoba mendekati Nauma dan Axcel, tapi hanya penolakan yang ia terima. Tabungannya pun sudah hampir habis, pekerjaan di Jakarta pun sedang menunggunya. Azlan memutuskan untuk menemui Nauma dan Axcel, ia ingin sekali lagi memperjuangkan perasaannya."Ya, ini adalah yang terkahir, jika mereka masih menolakku, maka aku akan pulang ke Indonesia," gumamnya sambil mengenakan jaket.Azlan menuju apartemen Nauma menggunakan bus, sepanjang perjalanan ia berdoa agar Nauma mau menerimanya lagi. Hanya sekedar harapan dengan kemungkinan kecil, ia tak begitu yakin jika Nauma mau menerimanya lagi. Terlebih penolakan-penolakan yang