Halo gaes. Kira-kira Azlan percaya nggak ya sama perkataan Kakek misterius itu?
"Astaghfirullah, ke mana Kakek itu?" tanya Azlan terkejut. Jantungnya sudah berdetak tak menentu, ia langsung berlari meninggalkan kuburan yang sangat meyeramkan itu. Tapi, baru setengah perjalanan ia diingatkan jika kondisi Nauma masih tidak stabil, ada kemungkinan Nauma ke makam orangtuanya. Azlan menggelengkan kepalanya mengeyahkan pikiran itu, ia terus berlari, tapi hatinya masih memikirkan ucapan Kakek misterius tadi. "Haiss... Kenapa bingung gini? Apa mungkin Kakek itu memberi petunjuk? Tapi masa iya gue masuk ke kuburan malam-malam gini?" ucapnya bimbang. Hatinya menuntun langkah menuju kuburan tadi, meski merasa takut, Azlan berusaha mempercayai perkataan Kakek tadi. "Masuk nggak? Masuk nggak?" bimbangnya saat sudah di depan pintu masuk makam. "Masuk ajalah," sambungnya lagi. Azlan mengucapkan salam saat memasuki makam itu, suara-suara gesekan dedaunan mengiringi langkahnya. Pekatnya malam menyulitkannya mengambil langkah karena terlalu banyak makam di dalamnya. Cahaya dar
"Bukan begitu sayang, aku tidak bisa meninggalkan pekerjaan begitu saja. Produksi film yang aku bintangi juga belum selesai. Kecuali kamu mau aku dipenjara karena melanggar kontrak dan tidak sanggup membayar dendanya." "Terserahlah, aku mau pulang saja." Nauma berjalan dengan sangat cepat, Azlan mengikutinya dari belakang. Nauma masih saja merasa kesal dengan suaminya, sampai ia mengabaikan teriakan-teriakan suaminya. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan para warga yang tadi membantu Azlan mencari Nauma. "Syukurlah sudah ketemu, kamu dari mana saja Neng?" tanya warga. "Dari kuburan Pak," balas Nauma. "Ngapain kamu ke kuburan malam-malam, Neng?" tanya warga yang lain. "Nyari wangsit Pak, buat melet suami biar nggak kegatelan," balas Nauma ketus, lalu pergi dari hadapan mereka semua. "Astaghfirullah," ucap para warga setelah mendengar perkataan Nauma. Azlan mengusap dadanya saat mendengar perkataaan Nauma. Ia yakin, Nauma hanya asal bicara saja, tidak mungkin istrinya mau
"Memangnya enak aku kerjain, biar saja Akang pulang jalan kaki, dompet sama ponselnya aku sita. Siapa suruh ngeselin," gumam Nauma sambil menyetir mobil. Nauma meninggalkan suaminya sendiri di kampung tanpa meninggalkan uang. Ponsel dan dompet semua ia bawa untuk memberi pelajaran pada suaminya. Nauma hanya meninggalkan sepucuk surat pada Azlan untuk memberitahu jika semua barang berharganya ia bawa. Hanya satu keping uang logam seribu rupiah saja yang ia tinggalkan, itupun untuk menahan kertas agar tidak hilang terbawa angin. "Sepertinya memang harus terbiasa hidup tanpa beban, mau bagaimanapun semua ini sudah terlanjur terjadi. Lebih baik aku pakai saja uang Akang untuk bersenang-senang," gumamnya lagi. Nauma melihat papan reklame yang ada di pinggir jalan. Papan itu menampakkan foto iklan Azlan dan Jenifer yang sedang mempromosikan produk Jhon Company. Hatinya masih sakit melihat kedekatan antara suaminya dan Jenifer. Tapi ia mengingatkan dirinya lagi untuk bersikap biasa saja. D
"Masa gue harus pinjam uang sama Ibu Ningsih? Haiss, Nauma ada-ada saja," gerutunya saat membaca surat yang ditinggalkan istrinya. Azlan membersihkan diri, lalu memberanikan diri meminjam uang pada Ibu Ningsih. Beruntung Ibu Ningsih mau meminjamkannya, Azlan berjanji akan mengganti uang itu dua kali lipat saat sudah tiba di kota nanti. Azlan pulang ke kota menggunakan angkutan umum, sepanjang perjalanan, banyak orang yang memperhatikannya meski ia sudah mengenakan masker. Azlan terus menundukkan wajahnya, menghindar dari tatapan orang di sekitarnya. 'Kamu tega banget si Neng?' ucapnya dalam hati. Begitu ia sampai di kontrakan, Azlan tidak mendapati keberadaan istrinya. Ia juga sudah bertanya pada Ibu pemilik kontrakan, tapi Ibu itu bilang Nauma belum kembali ke rumah. Azlan melempar tubuhnya di sofa, ia sudah sangat lelah karena perjalanan yang baru saja ia lakukan. "Memghilang ke mana lagi istri gue? Sekarang hobi banget menghilang," gerutunya kesal. Lama menunggu Nauma pulang sa
"Temani aku yuk," Ajak Azlan, ia masih berusaha mendekatkan diri pada istrinya. Meski sikap Nauma terkesan semaunya, tapi Azlan masih bertahan karena rasa cinta yang ada di hatinya. "Aku lelah, pesan online saja kalau Akang malas keluar," balas Nauma acuh sambil berjalan ke kasurnya, lalu memunggungi Azlan. Azlan menghela napasnya kasar saat mendengar jawaban dari istrinya, ia keluar dari kamar tanpa mau membalas perkataan Nauma. 'Tabungan habis, istri cuek, kelaparan pula, cocok,' gerutunya dalam hati. Azlan memesan makanan dari ponselnya, ia memilih makanan yang diinginkannya. "Beli satu apa dua ya?" gumamnya. "Satu ajalah, Nauma bilang dia sudah makan, dari pada mubazir," sambungnya lagi, lalu memesan makanan dan minuman di aplikasi helm hijau. Ia menunggu makanannya tiba sambil memainkan ponselnya. Tidak berselang lama, makanan yang dipesan sudah tiba. Tanpa menunggu lama lagi, ia langsung memakan makanan itu, begitu Azlan makan, Nauma keluar dari kamarnya sambil mengikat rambu
"Aku tidak bisa Tuan, aku juga tidak mengerti bagaimana caranya berpose." "Nanti akan ada yang mengajari, sekarang aku mohon bantu aku," pinta Mr. Jhon. Dengan terpaksa Nauma menerima permohonan pria yang ada di hadapannya, penata ria mulai merias wajah dan rambut Nauma. Berbagai make up diaplikasikan pada wajah Nauma, hingga ia benar-benar terlihat sangat cantik. Penata rias yang ada di hadapannya tidak percaya seorang OB yang selama ini dikenalnya memiliki wajah yang begitu cantik. "Aku nggak sadar loh mba kalau wajah mba Nauma ini cantik sekali, Mr. Jhon pandai menilai orang," ucap penata rias. "Cantik juga karena riasanmu mba," balas Nauma. Nauma juga diberikan pakaian yang terlihat seksi, Nauma merasa ragu mengenakan pakaian itu. Nauma mematung di ruang ganti saat melihat dirinya di dalam cermin. "Kalau Akang lihat pasti marah," gumamnya saat melihat bagian dadanya menyembul keluar. Dengan rasa tidak nyaman, Nauma melangkah keluar menemui penata rias sambil menutupi dadanya
"Tentu saja, aku sangat mengenalnya," balas Azlan sambil tersenyum paksa. "Senang bisa bekerjasama denganmu Tuan," ucap Nauma pada suaminya. "Wah... Aku tidak menyangka kalau wanita kampung ini bisa menjadi model," timpal Jenifer. "Tentu saja Nona, apapun bisa aku lakukan, bukankah begitu Tuan Azlan?" balas Nauma. Sebisa mungkin Azlan menahan amarahnya, ia tidak mau memarahi istrinya di hadapan publik. Azlan terus memandangi wajah istrinya tanpa ekspresi, tapi tidak dengan Nauma. Ia memandang suaminya sambil menunjukkan senyuman termanisnya. "Ayo kita mulai," ucap sang fotografer. Jenifer dan Mr. Jhon pergi meninggalkan mereka berdua dan melihat dari pinggir. Azlan dan Nauma berfoto dengan pose mesra dan itu tidak luput dari pandangan Jenifer. "Kenapa kakak membiarkan wanita itu menjadi model? Aku tidak suka dia terlalu dekat dengan Azlan!" tanya Jenifer pada kakaknya sambil bersedekap dada. "Dia memang pantas menjadi model, wajahnya sangat cantik sekali," balas Mr. Jhon sambil
"Istri pintar," ucap Azlan saat Nauma menganggukkan kepalanya. Azlan mengusap lembut wajah istrinya, ia juga menghapus air mata yang ada di pipi Nauma. Pikirannya sudah mulai jernih saat melihat kepatuhan istrinya. "Kenapa Akang selalu bersikap kasar padaku?" "Maafkan aku, aku hanya tidak suka saja melihatmu memakai pakaian itu. Jangan pernah pakai pakaian seperti itu lagi," balas Azlan sambil memeluk tubuh istrinya. "Mba Nauma!... kamu lagi ganti pakaian ya?... tadi Mr. Jhon menyuruhmu ke kantornya," teriak salah satu kru wanita yang berhasil membuka pintu ruang ganti dengan kunci cadangan. "I-iya nanti aku ke sana!" balas Nauma dengan berteriak. Azlan menatapnya lagi, meminta penjelasan pada istrinya, kenapa ia bisa dipanggil Mr. Jhon ke ruangannya? Nauma tidak paham dengan tatapan Azlan sehingga ia mengabaikannya. Nauma langsung mengenakan pakaian OBnya meski harus berdesakan dengan Azlan. "Kenapa Mr. Jhon memanggilmu?" tanya Azlan. "Aku tidak tahu," balas Nauma cepat, lalu
"Kenapa saat hatiku sudah memilihmu jusrtu kau yang menghilang?" gumam Nauma sambil berjalan mencari taksi.Rumah Azlan yang ia datangi ternyata sudah dijual, tapi ia tak putus asa. Nauma mengunjungi Strar Entertaint, agensi tempat Azlan bekerja. Nauma pikir Azlan masih menjadi artis dan bekerja dengan Agnes."K-kamu Nauma?" tanya Fero yang tak sengaja melihat Nauma memasuki lobi kantornya."Ya, ini aku. Sudah lama kita tak bertemu," balas Nauma."Kau sudah berubah sekali, semakin cantik dan mempesona. Oh ya, untuk apa kau ke sini?" tanya Fero."Apakah Azlan ada di sini? Aku mencari ke rumahnya tapi ia tak tinggal di sana lagi, nomor ponselnya pun sudah tak aktif lagi," tanya Nauma.Fero mengembuskan napas saat mendengar pertanyaan Nauma. "Dia sudah tak bekerja di sini lagi, sekarang dia tak memiliki pekerjaan, semua harta yang diberikan Mr. Jhon pun sudah diambil dan dia sudah tak memiliki apapun. Tapi untuk apa kau mencarinya, bukankah kau sudah menikah dengan Mr. Jhon?" tanya Fero
"Kenapa Azlan, Nak?" tanya Ibu Tomi sambil berlari karena mendengar teriakan anaknya."Kak Azlan tak sadarkan diri, Bu. Lebih baik kita bawa ke rumah sakit sekarang," balas Tomi cemas.Tomi dan ibunya membawa Azlan ke rumah sakit terdekat, sepanjang perjalanan ia merasa cemas karena keadaan Azlan. Wajahnya sudah terlalu pucat, mata menghitam dan terlihat lebih kurus dari biasanya.Ia melajukan mobil dengan kecepatan penuh tanpa memperdulikan makian pengguna jalan lainnya. Ibu Tomi pun merasa cemas karena tak biasa berada di jalan raya dengan kecepatan seperti ini."Hati-hati, Nak," ucap Ibu Tomi memperingati anaknya.Begitu sampai di rumah sakit mereka langsung melarikan Azlan ke ruang UGD. Dalam perjalanan menuju UGD mereka bertemu dengan Fero yang kebetulan sedang syuting di rumah sakit untuk film terbarunya. Fero pun membantu Tomi mendorong brangkar pasien."Apa yang terjadi? Mengapa ia jadi seperti ini?" tanya Fero."Nanti aku ceritakan, yang penting kondisi Kak Azlan membaik dulu
"Maaf Nyonya. Semua biaya atas nama Axcel sudah dilunasi," ucap petugas administrasi saat Nauma ingin membayar tagihan rumah sakit."Siapa yang telah membayarnya?" tanya Nauma penasaran."Pria yang mendonorkan mata untuk anak anda."Nauma terkejut dengan apa yang ia dengar. Azlan menjalankan peran sebagai Orangtua yang sesungguhnya dengan menjaga Axcel tanpa sepengetahuannya. Bahkan biaya operasi yang terbilang mahal pun Azlan lakukan. "Baiklah kalau begitu, terima kasih."Nauma pergi dengan tatapan kosong, ia masih memikirkan Azlan di hatinya. Nauma pun merogoh tas kecil yang ia bawa dan mengambil ponselnya. Ia mencari nomor Azlan hendak menelpon dan mengucapkan rasa terima kasihnya."Kenapa nomornya tidak aktif?" gumam Nauma.Nauma kembali menelpon Azlan dengan nomor yang dulu Azlan gunakan sebagai Mr. A, tapi tetap saja nomor itu tak aktif sama sepeti nomor sebleumnya. "Kenapa nomor ini juga tak aktif? Apakah ia mengganti nomornya?" gumam Nauma."Ada apa?" tanya Mr. Jhon menghamp
"Mengapa kau ada di sini?" tanya Nauma begitu seorang pria keluar dari kamar mandi.Azlan terkejut saat melihat kehadiran Nauma di ruang rawatnya, ia tak bisa menjawab pertanyaan Nauma. Nauma pun terlihat menahan kesedihannya sambil memandang wajah Azlan yang terdapat perban di bagian mata. "Apakah kau yang mendonorkan mata untuk Axcel?" tanya Nauma lagi.Azlan masih terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa, rasanya percuma ia menyembunyikan identitasnya saat Nauma mengetahui apa yang ia lakukan.Azlan mengambil ponsel Nauma di lantai dan memberikannya. Ia pun tersenyum dan berkata. "Tenang saja, aku akan pulang begitu pengobatan ini selesai, aku pun janji akan menghilang dari hidup kalian," ucap Azlan menahan sesak di hati.Nauma tak menerima ponsel yang Azlan berikan, ia masih terpaku pada wajah Azlan yang berbalut perban. Tanpa ia sadari air mata sudah jatuh begitu saja membasahi pipi. Azlan pun panik dengan kesedihan yang Nauma tampakkan. Ingin sekali rasanya memeluk wanita yang
"Tentu saja bisa, tapi kau harus melewati serangkaian tes terlebih dulu untuk melihat kecocokan mata kalian," ucap sang dokter."Baiklah, aku akan melakukan tes itu sekarang juga," balas Azlan.Azlan menjalani pemerikasaan dan ia bersyukur karena matanya cook untuk didonorkan. Tomi merasa cemas dengan keputusan yang diambil Azlan. Sedangkan Azlan memantapkan hati untuk kesempurnaan anaknya. Ia tak akan tega melihat Axcel hidup dengan kekurangan."Apakah kau serius dengan keputusanmu, Kak?" tanya Tomi."Tentu saja, kau tenanglah, bukan hal buruk hidup dengan satu mata," balas Azlan.Dokter memberikan jadwal operasi pada Azlan, serangkaian tindakan pun telah Azlan lakukan. Hari demi hari ia tinggal di rumah sakit, dan mendapati kabar bahwa operasinya telah berhasil. Rasa syukur selalu ia ucapkan.Azlan pun melihat keadaan Axcel saat malam tiba, tentunya hanya dari luar jendela. Ia tak ingin Nauma mengetahui apa yang ia lakukan untuk anaknya."Syukurlah kalau kau sudah bisa melihat denga
"Tapi mobil itu adalah mobil kesayangamu, Kak," balas Tomi."Tak ada yang lebih penting dari keselamatan anakku, aku harus segera menemuinya. Hati ini tak akan tenang jika belum melihat keadaannya dengan mata kepalaku sendiri. Sekarang juga kau temani aku ke dealer mobil," ucap Azlan.Azlan berlari menuju kamarnya mengambil kunci mobil serta berkas yang dibutuhkan, kemudian ia dan Tomi langsung menuju dealer mobil tempatnya membeli dulu. Pekatnya malam membuat jalanan semakin lengang, hingga Tomi berpikir dealer yang mereka tuju pasti sudah tidak beroperasi."Sepertinya Dealer mobil sudah tutup di jam segini, Kak. Lebih baik besok saja kita ke sana," ucap Tomi."Semoga saja belum." Azlan mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh, hingga Tomi berpegangan pada tali pengaman yang ada di tubuhnya.Harapan Azlan tak menjadi kenyataan, dealer mobil yang mereka tuju sudah tutup, tapi Azlan tak patah semangat. Ia mencari dealer mobil lainnya yang masih buka. Keberuntungan tak berpihak padanya
Nauma : Entahlah, aku pun tak tahu apa yang aku rasakan. Benar apa yang kau katakan, masih ada cinta untuknya. Tapi saat mengingat pengkhianatannya aku merasakan sesak yang sangat menyakitkan. Terlebih kemarin ada seorang pria yang melamarku, pria itu yang selama ini menjagaku dan anakku.Azlan tak langsung membalas pesan itu, ia sadar jika kesalahannya tak mungkin bisa dimaafkan begitu saja. Azlan pun yakin, pria yang dimaksud Nauma adalah Mr. Jhon. Senyum pahit terukir di wajahnya, merasa tak memiliki harapan sama sekali.Azlan : Ikutilah apa yang hatimu katakan, aku doakan kebahagiaan untukmu. Semoga kau mendapatkan cinta yang tulus dan tak tersakiti lagi.Nauma : Terima kasih kau sudah mau mendengarkanku, padahal kita tak pernah saling mengenal, tapi entah mengapa rasanya nyaman sekali berbicara denganmu.Azlan : Jangan berterima kasih karena aku tak melakukan apapun. Jika kau membutuhkan teman bercerita kau bisa menghubungiku. "Ya, lebih baik kau bersama dengan Mr. Jhon, pria it
"Kau yang siapa? Mengapa pintu rumahku tak bisa dibuka seperti ini?" tanya Azlan ksal."Ini adalah rumahku, sudah dua tahun aku membeli rumah ini dari Jenifer," balas pria paruh baya yang ada di hadapan Azlan."Kakak dan adik itu membuat hidupku menderita saja, seenaknya menjual rumahku," gumam Azlan."Aku tak pernah menjual rumah ini, dan aku tak pernah menandatangani surat jual beli rumah ini," ucap Azlan pada pemilik rumahnya."Tapi aku membelinya dengan resmi, apakah kau Tuan Azlan?""Ya, benar aku Azlan.""Masuklah Tuan, aku akan tunjukkan berkas pembelianku dulu, tanda tanganmu pun ada di berkas itu."Azlan memasuki rumah dan menunggu di ruang tamu, sudah banyak perubahan di rumah ini. Bahkan barang-barang yang dulu sudah di ganti oleh pemilik barunya. Azlan menaruh kesal di hati saat mengetahui rumahnya telah dijual oleh Jenifer."Sebelumnya perkenalkan, aku Ryan," ucap pemilik rumah memperkanalkan diri."Mana berkasnya?" tanya Azlan tak sabar.Ryan mengeluarkan surat perjanjia
Azlan : Aku berasal dari Indonesia.Nauma : Kebetulan, aku juga berasal dari Indonesia, senang berkenalan denganmu.Pesan demi pesan mereka balas hingga menjelang malam. Ketenangan hadir di hati saat bisa bertukar pesan dengan wanita yang dicintainya. Azlan tidur dengan nyenyak sambil memeluk ponselnya. Berbulan-bulan sudah ia tinggal di negara orang.Berkali-kali pula ia mencoba mendekati Nauma dan Axcel, tapi hanya penolakan yang ia terima. Tabungannya pun sudah hampir habis, pekerjaan di Jakarta pun sedang menunggunya. Azlan memutuskan untuk menemui Nauma dan Axcel, ia ingin sekali lagi memperjuangkan perasaannya."Ya, ini adalah yang terkahir, jika mereka masih menolakku, maka aku akan pulang ke Indonesia," gumamnya sambil mengenakan jaket.Azlan menuju apartemen Nauma menggunakan bus, sepanjang perjalanan ia berdoa agar Nauma mau menerimanya lagi. Hanya sekedar harapan dengan kemungkinan kecil, ia tak begitu yakin jika Nauma mau menerimanya lagi. Terlebih penolakan-penolakan yang