“Cepat keluar!! Nauma, bangun dong! Bantu ibu masak. Sekalian itu suami kamu suruh kerja, jangan tidur aja! Masa udah jadi kepala keluarga malas-malasan sih!" teriak Ibu dengan nada membentak, dan dia terus saja menggedur pintu kamar mereka.
Baru juga ingin bermanja dengan sang istri tercinta, tetapi Ibu mertua Azlan sudah menggedur kamar mereka dengan sangat kencang. Saking kencangnya, engsel pintu hampir terlepas.“Iya, Bu!” balas Nauma dengan berteriak.“Ibu kamu masih tidak suka ya Neng sama aku?”“Akang jangan mikir macam-macam ya, Ibu memang orangnya seperti itu, aku keluar dulu takut Ibu tambah marah.”Nauma keluar dengan langkah tertatih, mungkin masih ada rasa nyeri akibat pergulatan mereka semalam.“Ada apa sih, Bu? Jangan bicara keras-keras ih, kasian Akang Azlan, baru bangun tidur juga,” ucap Nauma pada ibunya saat baru membuka pintu.“Ngapain sih, kamu kasian sama suami kayak gitu? Dasar suami malas! Mana janji dia yang bilang mau cari kerja? Cuman segitu aja bicara dia? Ucapan dia hanya janji yang mustahil jadi kenyataan!"“Bu, udah ya. Kang Azlan itu suami Nauma. Biar Kang Azlan yang memutuskan. Cari kerja itu gak gampang. Kang Azlan lagi butuh waktu dan selama ini Kang Azlan juga usaha kok, tidak diam saja."“Alah! Kamu itu. Padahal dulu Ibu jodohin sama yang kaya dan mapan nggak mau. Eh, kamu malah pilih pengangguran kayak dia! Mata kamu buta apa gimana sih? Kecewa Ibu sama kamu Nauma!”Azlan menghela napas mendengarnya. Ibu mertuanya sengaja mengatakan dengan keras. Nauma kembali masuk ke kamar dengan tersenyum manis karena Nauma tidak mau Azlan merasa sedih.“Oh iya, Akang mau sarapan apa?” tanya Nauma.Azlan tidak ingin membuatnya bersedih, dia pun menjawab, “Aku mau susu, tapi dari sumbernya langsung ya,” balas Azlan ambigu, entah Nauma mengerti atau tidak dengan apa yang Azlan katakan.“Oke kalau gitu, Akang tunggu sebentar di sini.”Azlan tidak mengerti apakah Nauma paham dengan maksud candaannya atau tidak. Azlan mengikuti langkah Nauma sampai ke ruang tamu.“Kamu ngapain Neng?!” tanya Ibu Nauma.“Kang Azlan minta susu langsung dari sumbernya Bu!!” balas Nauma sambil berteriak.“Pasti kamu nih yang buat Nauma aneh, kamu nyuruh anak saya ngapain?!” Ibu mertuanya marah dan menyalahi Azlan.“Aku juga nggak tahu Bu,” balas Azlan.“Sudah sana kamu susulin! Suruh masuk! Bantu Ibu masak!” pinta Ibu.Baru juga Azlan berdiri ingin menyusul Nauma, Nauma sudah datang dengan membawa sapi yang ada di halaman belakang.“Ngapain kamu bawa-bawa sapi Neng?”“Katanya Akang mau minum susu dari sumbernya langsung? Ini aku bawain sapi, biar Akang bisa minum susu langsung dari sumbernya,” jawab Nauma dengan wajah polos.“Astaga Neng, tega banget nyuruh Akang minum susu sapi dari sapinya langsung, bener-bener kamu mah, buat Akang gemes pengen sentil otak kamu.”Nauma sangat polos, bukan ini yang Azlan maksud, tetapi sumber yang lainnya. ‘Ah, salahku juga yang berkata ambigu, wajar saja kalau dia salah kaprah,’ ucap Azlan dalam hati sambil menggelengkan kepala.“Hehehe, jadi salah ya Kang? Akang nggak mau susu sapi, terus Akang maunya susu apa? Susu kambing ya? Bentar ya Kang, Neng ambil dulu kambingnya.”“Yasalam Neng, Akang gemes banget loh sama kamu, sudahlah, Akang nggak jadi minum susu, kamu ke dapur saja bantuin Ibu, biar Akang yang kembalikan sapinya ke belakang,” ucapnya sambil mengambil alih tali pengekang Sapi yang ada di tangan Nauma.Kepolosan Nauma membuat Azlan khawatir, beruntung dia yang mendapatkannya. Coba kalau pria bajingan yang mendapatkannya, pasti Nauma sudah dibodohi oleh mereka.“Bisa-bisanya kamu mau minum langsung dari sumbernya?! Sana kembalikan sapinya, kamu juga bodoh banget jadi wanita! Mau-maunya dibodohi suami, sudah miskin banyak maunya lagi! Nikah cuma modal tampang saja!!” bentak Ibu.Lagi-lagi Ibu menghina Azlan, mulutnya sudah seperti petasan kalau sudah menghina dan membentak Azlan. Dari awal Azlan mengenalnya, Ibu selalu menunjukkan ketidak sukaannya. Beruntung Azlan bisa merayu orantua Nauma, dan mengizinkan mereka menikah.“Sudah sih Bu, jangan marahin Akang Azlan terus, kasian tahu,” bela Nauma.“Kasihan! Kasihan! Kasihan sama diri kamu sendiri, bisa-bisanya kamu mau nikah sama pengangguran gini!”“Bu, sapinya ngeliatin Ibu terus tuh, kayaknya dia terpesona lihat Ibu marah-marah,” timpal Azlan dengan canda, dia tidak tega melihat Nauma dihentak seperti itu, meskipun dihentak oleh Ibunya sendiri.“Azlan! Kamu nggak lihat Ibu lagi marah?! Sini kamu!” Azlan langsung mendekat ke arah Ibu. Saat ini Azlan sudah berada di samping Ibu, Ibu langsung menarik tangannya, dan menyuruhnya berjongkok di bawah tubuh sapi.“Ngapain aku di suruh jongkok di sini Bu?” tanya Azlan dengan heran.“Minum tuh susu sapi! Katanya kamu mau minum susu langsung dari sumbernya,” balas Ibu, Ibu mendorong kepala Azlan hingga wajahnya menyentuh puting susu sapi.Rasa geli, jijik dan juga kesal bercampur jadi satu di hati karena perlakuan Ibu, ingin melawan pun tidak bisa. Azlan masih menghargainya sebagai orangtua dari wanita yang sudah sah menjadi istrinya. Dalam hidupnya, baru kali ini Azlan dihina.“Ibu ini apa-apaan sih Bu?! Ibu pikir Kang Azlan ini anak sapi di suruh menyusu langsung seperti ini? Lepasin Bu!” bela Nauma lalu dia membantu Azlan untuk berdiri.“Lepas nggak?! Apa yang kamu tahu, hah?! Suami tidak berguna saja masih kamu bela, sana kamu ke dapur!” ucap Ibu sambil melepaskan cengkraman tangan Nauma.Ibu pergi ke dapur dan Nauma langsung membantu Azlan berdiri, Azlan bersyukur memiliki istri seperti Nauma. Nauma mencintainya dengan tulus, bahkan tidak memandang materi, dia tetap menerimanya meskipun Azlan hanya seorang pengangguran.“Terima kasih ya Neng,” ucap Azlan sambil tersenyum.“Neng ke dapur dulu, Akang pulangin Jono ke kandangnya ya, jangan lupa dikasih makan juga."“Siapa Jono Neng?”“Sapi Kang, jadi Sapi ini namanya Jono, Bapak yang ngasih nama,” balas Nauma.“Kirain Akang siapa, nggak sekalian dikasih nama Jhonatan biar keren Neng, hehehe.”Azlan mengembalikan Jono ke kandangnya, dia juga menyempatkan diri untuk bercanda dengan Jono.“Nih kamu makan yang banyak, biar cepet gemuk,” ucapnya kepada sapi sambil menyuapi rumput.Mooo mooo“Kamu ngerti apa yang aku ucapin?”Moo moo“Lah, kenapa gue malah ngomong sama sapi? Ketularan Nauma ini mah,” gerutunya sambil menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.“Azlan!!... ngapain ngomong sama sapi?! Kamu sudah gila apa gimana?! Cepat ke sini ambil air di sumur!!” teriak Ibu dari dapur.“Iya, Bu!!”“Ambil yang banyak airnya! Buat mandi juga!” pinta Ibu lagi. Azlan hanya mengembuskan napas menerima perintahnya, mau tidak mau Azlan harus melakukan apa yang diperintahkan Ibu mertuanya. “Iya Bu!” balas Azlan sambil berjalan ke arah sumur. “Kamu jadi ‘kan nyari pekerjaan hari ini?!” tanya Ibu sarkas. “Iya Bu, jadi, nanti setelah sarapan aku langsung pergi nyari kerja.” “Kerja dulu ngasilin uang baru makan! Ngasih uang nggak malah enak-enakan makan! Yang ada makanan di rumah ini habis karena nampung pengangguran seperti kamu!" “Apaan sih Bu ngomongnya! Perhitungan banget sama anaknya sendiri,” bela Nauma. “Anak?! Siapa?! Dia?! Nggak sudi Ibu menganggap dia anak, pokoknya Ibu nggak mau tahu, tidak ada uang tidak ada makanan untuk kamu!” “Ini uangnya, aku yang ngasih ke Ibu, ini juga uang Akang kok,” ucap Nauma memberikan uang yang dia punya. “Ini uang kamu bukan uang dia, kalau sudah diberikan ke kamu, itu tandanya ini uang kamu, Ibu maunya uang dari hasil kerjanya!” “Sama saja
“Sudah jangan banyak protes, suami pengangguran saja dibela terus!” Mau tidak mau mereka menuruti permintaan Ibu, Azlan langsung ke kamar dan mengganti pakaiannya. Azlan mengenakan kaos putih polos dan celana denim pendek, begitu dia melihat ke cermin, Azlan terpesona dengan ketampanannya sendiri. Sontak Azlan pun langsung menyugar rambutnya ke belakang dan tersenyum sendiri di cermin. “Hehehe, ternyata gue tampan sekali, pantas saja Nauma tergila-gila, menantu ganteng gini kok dihina? Harusnya bangga dong,” gumamnya sambil memegang dagu. “Kang udah siap belum? Nanti keburu Ibu marah-marah lagi,” ucap Nauma yang sedang berdiri di ambang pintu kamar. “Ganteng nggak Neng?” “Ganteng banget Kang, dah yuk Kang berangkat, jangan ngaca terus, nanti kacanya jatuh cinta lagi sama Akang,” ledek Nauma. “Bisa aja ngeledeknya Neng, yuk ah berangkat,” ajaknya sambil merangkul pundak Nauma. Dan melangkahkan kaki ke parkiran motor. “Akang jangan ganteng-ganteng ya, di sini banyak janda kegatelan
"Apa lo bilang?!" bentak Azlan. Amarahnya sudah diambang batas, pria yang ada di hadapannya ini harus diberi pelajaran, agar mulutnya berhenti berucap. Azlan melontarkan tinju ke wajah Aldo, dan itu memnbuat Aldo terpental ke belakang. Bukkkk bukkk bukkk “Mampus lo! Lo pikir Lo siapa bisa merendahkan gue kayak gitu?! Hah?!” bentak Azlan setelah menghajarnya. “Akang! Sudah Kang! Ayo kita pulang saja,” ajak Nauma. Nauma menarik tangan Azlan hingga mereka sampai di samping motornya. “Kenapa kamu belain dia Neng?” tanya Azlan dengan nada kesal. “Aku tidak membela dia Kang, aku hanya tidak mau ada keributan di sini, aku takut malah Akang yang dikeroyok oleh orang pasar, Bapaknya Aldo itu preman di pasar ini Kang,” bisik Nauma. “Serius Neng? Yaudah yuk buruan pergi, kenapa kamu nggak bilang dari tadi sih?” Kalau urusannya sudah dengan preman pasar jelas Azlan mundur, dia tidak punya keahlian bela diri. Belajar saja hanya sebentar, sebelum almarhum bapakanya meninggal. Setelah mengeta
“Aku tanya kepada Akang, apakah Akang yakin bisa membawa keluarga kecil kita menjadi keluarga yang bahagia? Apakah Akang yakin kalau Akang bisa menghidupi keluarga kecil kita?” Nauma malah balik bertanya pada Azlan, jelas Azlan yakin kalau dia mampu membahagiakannya. Apapun akan dilakukan demi membuat Nauma bahagia, pekerjaan apapun akan dilakukan asalkan halal. “Tentu saja aku yakin, aku yakin bisa membahagiakan kamu, pekerjaan apapun akan aku kerjakan asal ada kamu yang selalu tersenyum kepadaku,” balasnya. “Kalau Akang yakin, maka aku juga yakin Kang, aku juga bisa membantu Akang mencari uang, siapa tahu di kota nanti ada yang membuka lowongan pekerjaan untuk wanita yang sudah menikah, jadi buruh cuci pun aku rela.” “Tidak! Aku tidak setuju kalau kamu bekerja, biar aku saja yang mencari uang, aku menikahi kamu bukan untuk membuat kamu sengsara, sudah ya Neng, kamu yakin saja sama aku. Aku janji, kalau aku akan terus membuat kamu bahagia.” Azlan tidak setuju dengan apa yang
"Tentu saja saya mau, mba. Ini adalah kesempatan emas buat saya dan istri saya," jawab Azlan dengan antusias. "Bagus kalau begitu, besok aku tunggu kamu di kantor, katakan saja kepada resepsionis kalau kamu sudah membuat janji denganku." "Terima kasih mba, besok saya pasti akan datang ke sana." Azlan merasa sangat bahagia mendapatkan kesempatan untuk menjadi artis, selama ini tidak ada bayangan sedikit pun untuk memulai karir sebagai artis. Azlan terus tersenyum saat memandangi kepergian Agnes. "Nauma pasti bahagia kalau tahu kabar ini, aku jadi tidak sabar untuk mengabarinya," gumam Azlan sambil memandangi kartu nama Agnes. Tanpa menunggu lama lagi, Azlan langsung beranjak dari tempatnya, dia berniat untuk menemui Nauma. Baru juga beberapa langkah, seorang pria bertubuh besar menahan pundak Azlan. Pria bertubuh besar itu meninju perut Azlan tanpa ada rasa kasihan sama sekali. Bugh... bugh... bugh... "Berani-beraninya lo ngambil lahan gue tanpa izin! Mau cari mati lo?!" bentak p
"Jadi kayak mana Kang? Padahal itu kesempatan emas, malah hilang gitu aja," ucap Nauma sambil mengembuskan napasnya. "Mau bagaimana lagi? Kartunya sudah hilang, sekarang kita pulang dulu, sebentar lagi sudah mau magrib," balas Azlan. Azlan juga merasa sedih karena sudah kehilangan kartu nama Agnes, kartu nama itu adalah harapan terbesarnya untuk bertahan hidup di kota besar ini. Mau tidak mau, Azlan dan Nauma harus ikhlas kehilangan kartu nama Agnes. Mereka berdua pulang ke mushola dengan langkah gontai. "Kenapa kalian lesu seperti itu?" tanya Pak ustadz. "Nggakpapa Pak ustadz, kami hanya kehilangan kartu nama saja," balas Azlan. "Memangnya kartu nama itu penting sekali ya?" "Bagi kami sangat penting Pak karena itu adalah kartu nama agensi, tadi ada yang menawariku untuk menjadi artis," jawab Azlan, wajahnya masih saja muram, dia bersedih karena tidak bisa menemukan kartu nama Agnes. "Jangan disesali, jika memang itu masih rezeki kamu, maka Allah akan mengembalikannya dengan car
"Siapa lo berani ngelarang gue?!" bentak Codet. "Gue Agnes! Gue bisa menjarain lo sekarang juga atas tuduhan pemerasan!" balas Agnes tak kalah membentak. Agnes adalah wanita yang menolong Azlan, dia mencari Azlan di tempat mereka bertemu kemarin. Agnes sangat tertarik pada Azlan dan dia mau Azlan menjadi artis di agensinya. Wajah tampan Azlan merupakan aset berharga baginya dan juga perusahaannya. Menurut Agnes, Azlan bisa mendapatkan ketenaran dengan wajah tampannya. "Pergi nggak lo dari sini!" usir Agnes. Codet merasa dirinya terancam karena Agnes sudah siap menelpon polisi. Penampilan Agnes juga sangat meyakinkan kalau dia mampu memenjarakan Codet. Tampilan layaknya pengusaha kaya raya, stelan jas dan juga kaca mata yang dikenakannya menambah kesan mewah. "Brengsek! Awas lo ya! Lo masih ada urusan sama gue!" bentak Codet, tangannya menunjuk wajah Azlan. Codet dan anak buahnya pergi karena takut dengan ancaman Agnes, Agnes berhasil merebut uang yang di rampas oleh Codet. Dia me
"Tapi Kang-" "Sudah jangan dipikirkan, ingat, ada aku di sini, aku yang akan bertanggung jawab dengan hidup kita, kamu tenang saja ya sayang," ucap Azlan memotong perkataan Nauma. Dia memeluk Nauma dan membelai rambut panjangnya. Nauma masih saja terisak, dia masih belum rela uang yang selama ini dikumpulkan dirampas begitu saja oleh Codet. Azlan juga sebenarnya merasa bingung, disaat kesempatan emas datang lagi, uang hasil tabungan mereka yang dirampas. Mau tidak mau, Azlan berpikir keras bagaimana caranya agar besok bisa menemui Agnes? Malam hari Azlan tidak pergi ke parkiran, dia menemani Nauma di kamar mushola. Dia takut Codet datang lagi dan mencelakai istrinya. Naumatidur dalam kesedihan, Azlan memeluk Nauma dengan sangat erat, bahkan dia sudah menahan pintu kamar mereka dengan lemari yang disediakan Pak ustadz. Azlan tidak bisa tidur, dia terus saja siaga karena ketakutannya. Apapun bisa terjadi kepada mereka disaat mereka lengah. Azlan mengusap-usap kepala Nauma, "Maafkan a
"Kenapa saat hatiku sudah memilihmu jusrtu kau yang menghilang?" gumam Nauma sambil berjalan mencari taksi.Rumah Azlan yang ia datangi ternyata sudah dijual, tapi ia tak putus asa. Nauma mengunjungi Strar Entertaint, agensi tempat Azlan bekerja. Nauma pikir Azlan masih menjadi artis dan bekerja dengan Agnes."K-kamu Nauma?" tanya Fero yang tak sengaja melihat Nauma memasuki lobi kantornya."Ya, ini aku. Sudah lama kita tak bertemu," balas Nauma."Kau sudah berubah sekali, semakin cantik dan mempesona. Oh ya, untuk apa kau ke sini?" tanya Fero."Apakah Azlan ada di sini? Aku mencari ke rumahnya tapi ia tak tinggal di sana lagi, nomor ponselnya pun sudah tak aktif lagi," tanya Nauma.Fero mengembuskan napas saat mendengar pertanyaan Nauma. "Dia sudah tak bekerja di sini lagi, sekarang dia tak memiliki pekerjaan, semua harta yang diberikan Mr. Jhon pun sudah diambil dan dia sudah tak memiliki apapun. Tapi untuk apa kau mencarinya, bukankah kau sudah menikah dengan Mr. Jhon?" tanya Fero
"Kenapa Azlan, Nak?" tanya Ibu Tomi sambil berlari karena mendengar teriakan anaknya."Kak Azlan tak sadarkan diri, Bu. Lebih baik kita bawa ke rumah sakit sekarang," balas Tomi cemas.Tomi dan ibunya membawa Azlan ke rumah sakit terdekat, sepanjang perjalanan ia merasa cemas karena keadaan Azlan. Wajahnya sudah terlalu pucat, mata menghitam dan terlihat lebih kurus dari biasanya.Ia melajukan mobil dengan kecepatan penuh tanpa memperdulikan makian pengguna jalan lainnya. Ibu Tomi pun merasa cemas karena tak biasa berada di jalan raya dengan kecepatan seperti ini."Hati-hati, Nak," ucap Ibu Tomi memperingati anaknya.Begitu sampai di rumah sakit mereka langsung melarikan Azlan ke ruang UGD. Dalam perjalanan menuju UGD mereka bertemu dengan Fero yang kebetulan sedang syuting di rumah sakit untuk film terbarunya. Fero pun membantu Tomi mendorong brangkar pasien."Apa yang terjadi? Mengapa ia jadi seperti ini?" tanya Fero."Nanti aku ceritakan, yang penting kondisi Kak Azlan membaik dulu
"Maaf Nyonya. Semua biaya atas nama Axcel sudah dilunasi," ucap petugas administrasi saat Nauma ingin membayar tagihan rumah sakit."Siapa yang telah membayarnya?" tanya Nauma penasaran."Pria yang mendonorkan mata untuk anak anda."Nauma terkejut dengan apa yang ia dengar. Azlan menjalankan peran sebagai Orangtua yang sesungguhnya dengan menjaga Axcel tanpa sepengetahuannya. Bahkan biaya operasi yang terbilang mahal pun Azlan lakukan. "Baiklah kalau begitu, terima kasih."Nauma pergi dengan tatapan kosong, ia masih memikirkan Azlan di hatinya. Nauma pun merogoh tas kecil yang ia bawa dan mengambil ponselnya. Ia mencari nomor Azlan hendak menelpon dan mengucapkan rasa terima kasihnya."Kenapa nomornya tidak aktif?" gumam Nauma.Nauma kembali menelpon Azlan dengan nomor yang dulu Azlan gunakan sebagai Mr. A, tapi tetap saja nomor itu tak aktif sama sepeti nomor sebleumnya. "Kenapa nomor ini juga tak aktif? Apakah ia mengganti nomornya?" gumam Nauma."Ada apa?" tanya Mr. Jhon menghamp
"Mengapa kau ada di sini?" tanya Nauma begitu seorang pria keluar dari kamar mandi.Azlan terkejut saat melihat kehadiran Nauma di ruang rawatnya, ia tak bisa menjawab pertanyaan Nauma. Nauma pun terlihat menahan kesedihannya sambil memandang wajah Azlan yang terdapat perban di bagian mata. "Apakah kau yang mendonorkan mata untuk Axcel?" tanya Nauma lagi.Azlan masih terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa, rasanya percuma ia menyembunyikan identitasnya saat Nauma mengetahui apa yang ia lakukan.Azlan mengambil ponsel Nauma di lantai dan memberikannya. Ia pun tersenyum dan berkata. "Tenang saja, aku akan pulang begitu pengobatan ini selesai, aku pun janji akan menghilang dari hidup kalian," ucap Azlan menahan sesak di hati.Nauma tak menerima ponsel yang Azlan berikan, ia masih terpaku pada wajah Azlan yang berbalut perban. Tanpa ia sadari air mata sudah jatuh begitu saja membasahi pipi. Azlan pun panik dengan kesedihan yang Nauma tampakkan. Ingin sekali rasanya memeluk wanita yang
"Tentu saja bisa, tapi kau harus melewati serangkaian tes terlebih dulu untuk melihat kecocokan mata kalian," ucap sang dokter."Baiklah, aku akan melakukan tes itu sekarang juga," balas Azlan.Azlan menjalani pemerikasaan dan ia bersyukur karena matanya cook untuk didonorkan. Tomi merasa cemas dengan keputusan yang diambil Azlan. Sedangkan Azlan memantapkan hati untuk kesempurnaan anaknya. Ia tak akan tega melihat Axcel hidup dengan kekurangan."Apakah kau serius dengan keputusanmu, Kak?" tanya Tomi."Tentu saja, kau tenanglah, bukan hal buruk hidup dengan satu mata," balas Azlan.Dokter memberikan jadwal operasi pada Azlan, serangkaian tindakan pun telah Azlan lakukan. Hari demi hari ia tinggal di rumah sakit, dan mendapati kabar bahwa operasinya telah berhasil. Rasa syukur selalu ia ucapkan.Azlan pun melihat keadaan Axcel saat malam tiba, tentunya hanya dari luar jendela. Ia tak ingin Nauma mengetahui apa yang ia lakukan untuk anaknya."Syukurlah kalau kau sudah bisa melihat denga
"Tapi mobil itu adalah mobil kesayangamu, Kak," balas Tomi."Tak ada yang lebih penting dari keselamatan anakku, aku harus segera menemuinya. Hati ini tak akan tenang jika belum melihat keadaannya dengan mata kepalaku sendiri. Sekarang juga kau temani aku ke dealer mobil," ucap Azlan.Azlan berlari menuju kamarnya mengambil kunci mobil serta berkas yang dibutuhkan, kemudian ia dan Tomi langsung menuju dealer mobil tempatnya membeli dulu. Pekatnya malam membuat jalanan semakin lengang, hingga Tomi berpikir dealer yang mereka tuju pasti sudah tidak beroperasi."Sepertinya Dealer mobil sudah tutup di jam segini, Kak. Lebih baik besok saja kita ke sana," ucap Tomi."Semoga saja belum." Azlan mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh, hingga Tomi berpegangan pada tali pengaman yang ada di tubuhnya.Harapan Azlan tak menjadi kenyataan, dealer mobil yang mereka tuju sudah tutup, tapi Azlan tak patah semangat. Ia mencari dealer mobil lainnya yang masih buka. Keberuntungan tak berpihak padanya
Nauma : Entahlah, aku pun tak tahu apa yang aku rasakan. Benar apa yang kau katakan, masih ada cinta untuknya. Tapi saat mengingat pengkhianatannya aku merasakan sesak yang sangat menyakitkan. Terlebih kemarin ada seorang pria yang melamarku, pria itu yang selama ini menjagaku dan anakku.Azlan tak langsung membalas pesan itu, ia sadar jika kesalahannya tak mungkin bisa dimaafkan begitu saja. Azlan pun yakin, pria yang dimaksud Nauma adalah Mr. Jhon. Senyum pahit terukir di wajahnya, merasa tak memiliki harapan sama sekali.Azlan : Ikutilah apa yang hatimu katakan, aku doakan kebahagiaan untukmu. Semoga kau mendapatkan cinta yang tulus dan tak tersakiti lagi.Nauma : Terima kasih kau sudah mau mendengarkanku, padahal kita tak pernah saling mengenal, tapi entah mengapa rasanya nyaman sekali berbicara denganmu.Azlan : Jangan berterima kasih karena aku tak melakukan apapun. Jika kau membutuhkan teman bercerita kau bisa menghubungiku. "Ya, lebih baik kau bersama dengan Mr. Jhon, pria it
"Kau yang siapa? Mengapa pintu rumahku tak bisa dibuka seperti ini?" tanya Azlan ksal."Ini adalah rumahku, sudah dua tahun aku membeli rumah ini dari Jenifer," balas pria paruh baya yang ada di hadapan Azlan."Kakak dan adik itu membuat hidupku menderita saja, seenaknya menjual rumahku," gumam Azlan."Aku tak pernah menjual rumah ini, dan aku tak pernah menandatangani surat jual beli rumah ini," ucap Azlan pada pemilik rumahnya."Tapi aku membelinya dengan resmi, apakah kau Tuan Azlan?""Ya, benar aku Azlan.""Masuklah Tuan, aku akan tunjukkan berkas pembelianku dulu, tanda tanganmu pun ada di berkas itu."Azlan memasuki rumah dan menunggu di ruang tamu, sudah banyak perubahan di rumah ini. Bahkan barang-barang yang dulu sudah di ganti oleh pemilik barunya. Azlan menaruh kesal di hati saat mengetahui rumahnya telah dijual oleh Jenifer."Sebelumnya perkenalkan, aku Ryan," ucap pemilik rumah memperkanalkan diri."Mana berkasnya?" tanya Azlan tak sabar.Ryan mengeluarkan surat perjanjia
Azlan : Aku berasal dari Indonesia.Nauma : Kebetulan, aku juga berasal dari Indonesia, senang berkenalan denganmu.Pesan demi pesan mereka balas hingga menjelang malam. Ketenangan hadir di hati saat bisa bertukar pesan dengan wanita yang dicintainya. Azlan tidur dengan nyenyak sambil memeluk ponselnya. Berbulan-bulan sudah ia tinggal di negara orang.Berkali-kali pula ia mencoba mendekati Nauma dan Axcel, tapi hanya penolakan yang ia terima. Tabungannya pun sudah hampir habis, pekerjaan di Jakarta pun sedang menunggunya. Azlan memutuskan untuk menemui Nauma dan Axcel, ia ingin sekali lagi memperjuangkan perasaannya."Ya, ini adalah yang terkahir, jika mereka masih menolakku, maka aku akan pulang ke Indonesia," gumamnya sambil mengenakan jaket.Azlan menuju apartemen Nauma menggunakan bus, sepanjang perjalanan ia berdoa agar Nauma mau menerimanya lagi. Hanya sekedar harapan dengan kemungkinan kecil, ia tak begitu yakin jika Nauma mau menerimanya lagi. Terlebih penolakan-penolakan yang