Mendengar itu, emosi Rudy semakin membeludak. "Dasar preman, kurang ajar! Aku akan menjebloskanmu ke penjara. Kau sudah menganiaya putraku!" raungnya.
"Sudah! tenanglah, Rudy!" ucap Anton. "Aku tidak tahu bagaimana Shila menjelaskannya padamu, yang pasti ini jelas adalah kesalahan Rey dan Ferdinand, juga Ryan yang sudah ikut-ikutan."
"Aku tidak percaya! Yang pasti sekarang kami akan melaporkan dua sampah ini ke kantor polisi!" ucap Rudy sambil menatap tajam pada Green dan Jack.
"Saya sama sekali tidak merasa bersalah. Kalau anda ingin melapor dan tidak mau mendengar keseluruhan ceritanya, silakan saja," sahut Green masih dengan nada tegas. Mulut Hana sedikit terbuka mendengarnya. Dia merasa Green-nya tampak semakin berkarisma saja.
"Apa memang dasarnya Green memiliki kepribadian seperti ini? Kepribadian tegas, berani dan berwibawa?" Memikirkan hal ini membuat Hana semakin jatuh cinta pada Gre
Maaf, Kak. Ini baru bagus web-nya. Bolak balik coba, gagal mulu. ʕ´• ᴥ•̥`ʔ
"Ini cukup membingungkan. Aku sudah mempelajari lokasi kecelakaan itu. Rasanya mustahil jika seseorang bisa selamat. Bagaimana Green bisa selamat dari jurang yang terjal seperti itu?" Albert mengerutkan kening saat dia sedang memikirkan kejadian itu. Begitu pula dengan Sally. Keningnya jauh lebih mengerut daripada Albert. "Sialan, kenapa anak itu masih hidup?" Marcell menatap wajah kedua orang tuanya yang tampak seolah keras berpikir. Dia menaikkan alisnya. "Ada apa dengan kalian?" Marcell tahu bahwa kedua orang tuanya akan terkejut mendengar berita Green masih hidup, tetapi ekspresi yang ditunjukkan kedua orang tuanya agak.....berlebihan menurutnya "Apa kalian sedang bersimpati padaku? Aku rasa waktu itu kalian tidak begitu peduli saat Hana memutuskan hubungan kami," ucap Marcell apa adanya Apa yang dikatakan Marcell benar. Justru sebenarnya kedua orang tuanya senang d
"Aku tidak tahu. Aku tidak bisa menebaknya. Aku akan segera menyelidikinya. Tetapi soal Robert, maaf, Sally. Kali ini aku yang akan bertindak tegas. Walaupun jumlah uang yang sudah dihamburkan kakakmu masih belum ada apa-apanya bagi keluarga Williams, tetapi tetap saja jumlahnya sudah keterlaluan! Aku memiliki keyakinan, itu adalah salah satu alasan papaku mengawasiku. Papaku adalah orang yang murah hati, tetapi dia sangat anti hal semacam ini." Bibir Sally bergetar. "Baiklah, tapi tolong jangan terlalu keras padanya." "Keras bagaimana? Kita hanya tidak memberikannya uang. Itu saja," ucap Albert dengan nada sedikit kesal. Jujur saja dia cukup terganggu dengan pengawasan ketat Reyhans belakangn ini. Itu sebabnya dia harus bertindak tegas pada Robert. Kutu penghisap darah seperti Robert adalah sesuatu yang kecil. Kalau dia tidak sanggup mengatasinya, Reyhans akan menganggapnya remeh! Albert tidak suka jika papanya meragukan kemampuannya da
Albert menelepon seseorang di ruang kerjanya. "Ya, cari tahu bagaimana kehidupannya selama dua bulan terakhir. Culik dia secepatnya, tapi jangan sampai membuatnya terluka," titah Albert dengan nada tenang. Setelah berkata demikian, dia mematikan ponselnya. Albert menghela napas pelan. Biar bagaimanapun Green adalah darah dagingnya sendiri. Dia tidak akan mungkin tega membunuhnya. Tetapi putra sulungnya itu tidak boleh terus berada di ibukota. Jika Papanya, Reyhans, sampai menyadari bahwa Green ternyata masih hidup, Albert benar-benar sungguh tidak berani membayangkan masa depan buruk apa yang akan menimpanya bersama Sally nanti, bahkan mungkin Marcell akan ikut terimbas. Setelah sejenak berpikir, Albert lalu kembali melakukan panggilan. "Halo? Siapa ini?" sapa seseorang di seberang sana. "Saya Albert, Mirna Wati." "Tu-tuan?" Mirna Wati mendadak gu
"Biar kuingatkan kalian, biaya pengobatan bukanlah tanggung jawab di pihak kami. Itu murni karena kemurahan hati. Jadi, bagaimana bisa dengan tidak tahu malunya kalian menyinggung masalah trauma psikis? Bahkan jika Nona Julia tidak mau membiayai pengobatan putra-putra kalian, memangnya kalian bisa apa?" Jack berucap dengan sedikit ketus. "Kami paham akan hal itu," ucap Gerry berpura-pura mengalah. "Tetapi tolong sampaikan terlebih dahulu pada Nona Julia sebelum anda memutuskan untuk menolak. Bisa saja Nona Julia mau mempertimbangkan permohonan kami." "Tidak, Nona Julia sudah mengatakan bahwa dia hanya akan membayar pengobatan mereka di rumah sakit ini." Jack menolak. "Jika Nona Julia memang mampu melakukannya, kami sangat memohonkan bantuannya, Tuan Jack. Bagaimana jika dengan bunga? Kami akan membayarnya penuh!" ucap Gerry dengan nada memelas. "Jawabannya tetap tidak." Kali ini Jack berucap
Walaupun Albert sudah melarangnya dengan tegas, Marcell dengan sikap keras kepalanya memutuskan untuk mengabaikan perkataan papanya. Menurutnya, apa pun yang diinginkannya pasti bisa terwujud karena dia memiliki mama yang selalu mendukungnya. Jika mamanya sudah bertindak membelanya, papanya pasti akan melemah. Segala sesuatunya selalu seperti itu, dari dulu dan tentunya hingga sekarang.Saat Marcell melangkah menuju ruang Ryan, dia malah bertemu dengan keluarga Winata di jalur yang harus dia lalui. "Kenapa mereka ada di sini?"Mata Marcell langsung berkilat saat melihat Hana berdiri berdampingan di sana bersama dengan Green.Dia pun datang menyapa dengan ramah. "Selamat siang!" Senyuman manis terpatri di wajahnya yang biasanya selalu dingin. Kalau bukan demi Hana dia tidak akan melakukan hal merepotkan seperti ini. Menyapa dan tersenyum ramah pada orang-orang bukanlah kebiasaan Marcell."Nak Marcell?
Pertanyaan itu memang menambah semangat Rudy dan Gerry. Gerry langsung melangkah lebih dekat pada Marcell. "Maaf, Marcell, biar Om saja yang menjelaskan padamu tentang hal ini. Nenek Erina tidak mampu terlalu banyak bicara. Lidah dan kerongkongannya menjadi kelu dan sakit." "Baiklah, Om." Gerry menghela napas pelan. "Begini, selain karena penyakit, Nenek Erina menangis karena perusahaan Winata sedang berada di masa kritis. Kami membutuhkan suntikan dana yang besar untuk bisa kembali stabil, Nak Marcell. Tapi sampai sekarang kami belum bisa mendapatkan dana itu. Andai saja ada penolong yang bisa membantu kami," lirih Gerry. Dia belum berani meminta tolong dengan terus terang. Dia memilih menggunakan cara yang agak halus. Marcell tersenyum di dalam hati. "Baru dipancing sedikit, mereka langsung menunjukkan bisulnya." "Oh, seperti itu ya, Om. Saya memang sudah mendengar ka
Keberadaan Marcell yang tiba-tiba di rumah sakit membuat Hana merasa tidak nyaman berlama-lama di rumah sakit. "Green, bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar cari angin? Penat rasanya di sini terus," ajak Hana dengan wajah jenuhnya. Green tersenyum. "Baiklah, ayo!" ucapnya. Dia menggenggam tangan Hana dan segera bergegas membawanya menjauh dari area ruang rawat Erina. Green senang mereka meninggalkan tempat itu. Dengan demikian mereka tidak perlu bertemu Marcell saat Marcell selesai menengok Erina. Jujur saja, Green tidak suka melihat cara Marcell menatap Hana tadi. Itu adalah tatapan cinta penuh harap, dan dia sangat kesal melihat itu. Tetapi baru beberapa langkah seseorang memanggil mereka. "Tunggu!" Rudy-lah yang mencegat mereka. Green dan Hana langsung menoleh menatap Rudy yang melangkah menghampiri mereka. "Ada apa, Paman?" tanya Hana deng
Dengan wajah murung, Hana memasuki ruang rawat neneknya. Matanya tanpa sengaja bersitatap dengan Marcel, dan dengan canggung ia segera mengalihkan pandangannya kepada Erina."Ada apa Nenek memanggilku?" tanya Hana tanpa basa-basi."Hana, kamu duduklah dulu di samping nenekmu. Supaya nenek lebih mudah melihatmu," ucap Gerry dengan lembut.Tumben sekali pamannya itu bersikap lembut. Hana pun melihat posisi tempat duduk. Duduk di dekat neneknya berarti duduk di samping Marcell. Dia mendesah pelan dan memutuskan untuk menuruti saja, lalu mendekat dan duduk di dekat Erina."Ada apa, Nek?" tanyanya kembali."Hana... Marcell ingin....menolong perusahaan kita.... Tetapi... Kita harus.....bekerja sama....dalam hal....ini..., agar dia berhasil.....menolong kita..." jelas Erina dengan wajah memelas.Mendengar itu, seketika mata Hana membulat dan menoleh pada Marcell yan