“Kamu main-main dengan orang yang salah!” Senyuman Janu berubah menjadi tawa keras, wajahnya tampak begitu semringah.“Punya koneksi?” Ekspresi Niko begitu datar. “biar kutebak, teman yang kamu maksud adalah Tuan Danish, orang kepercayaan Tuan Abraham?”Mulut Janu seketika tertutup rapat-rapat–terkejut, “Kamu, kamu kenal Tuan Danish?”Dunia begitu sempit. Sebelumnya Niko meminta bantuan Danang untuk mencari informasi mengenai Janu, dan sungguh mengejutkan bahwa Janu adalah anak teman akrabnya Danish.“Hm aku bukan siapa-siapanya,” jawab Niko kemudian.“Kalau Tuan Danish tahu aku diperlakukan seperti ini, Tuan Danish tidak akan mengampunimu!” ancam Janu.“Begitu, ya?” Niko terlihat begitu santai. “kalau begitu kenapa kita tidak telepon saja Tuan Danish?” tanyanya kemudian sambil merogoh ponsel di saku baju.Janu tertawa renyah karena mengira Niko hanya membual. Namun, setelah telepon itu tersambung dan terdengar suara Danish dari seberang, seketika dirinya terkejut bukan main, “Loh?”“
Hesti mempertahan senyumannya sambil berpikir keras mencari jawaban yang memuaskan untuk Berry.“Pernikahan ini hanyalah pernikahan kontrak.” Hesti berupaya meyakinkan Berry. “dan Echa nggak pernah tidur sama lelaki busuk itu.”Sejujurnya Hesti tidak yakin dengan perkataannya sendiri setelah kemarin mata kepalanya sendiri melihat lelaki miskin itu berduaan dengan Echa di kamar.Sekilas sudut bibir Berry terangkat, “Apa Tante yakin? Bukannya si curut itu tidak mau melepaskan Echa?” tanyanya kemudian.Hesti terdiam sejenak sebelum senyum di bibirnya terbit, “Itu bukan pekerjaan sulit. Bagaimanapun caranya Tante akan menyingkirkan sampah itu dari kehidupan anakku. Kalau perlu Tante akan membunuhnya.” Berikutnya kalimat pujian Hesti lontarkan pada Berry, “ Cuma nak Berry menantu idaman Tante. Cuma nak Berry yang bisa memberikan kebahagiaan untuk keluarga ini.”Berry tersenyum elegan, menyukai cara Hesti memberikan pujian yang kentara jelas ingin menyatukan dirinya dengan Echa.Namun, Ber
Echa menganga di tempat–syock mendengar ultimatum dari pihak bank.“Maaf, bukannya jatuh temponya masih minggu depan?” Echa mempertanyakan. “Suka tidak suka, besok kami akan datang menyita rumah kalian untuk melunasi hutang-hutang kalian!” Selesai mengatakan itu, sambungan telepon terputus.Echa berdiri lesu di depan tembok. Dia masih baru bekerja, dan mustahil memiliki uang miliaran rupiah dalam waktu dekat untuk melunasi hutang-hutang orang tuanya. Terlebih lagi, meskipun Papanya sudah menjalani operasi, Papanya masih harus membutuhkan perawatan di rumah sakit, dan itu memerlukan biaya tambahan.“Oh, Tuhan. Apa yang harus aku lakukan?” gumam Echa sambil menatap langit-langit kamar. Dia terlihat begitu frustasi. “siapa yang bisa membantuku? Tolong berikan petunjuk.”Niko yang sedari tadi mengintip dari celah pintu, tak tahan untuk menghampiri istrinya, “Sayang.”Echa menoleh–terkejut, “Mas Niko?”Echa menatap Niko dengan memaksakan diri tersenyum, “Mas belum makan, ‘kan? Abis ini Ec
Niko menghiraukan orang yang menyapanya itu, yang tidak lain adalah Tessa.“Aku juga bosan ada di dalam,” ucap Tessa.Niko menjauh saat Tessa hendak duduk di sampingnya.Tessa tersenyum. Senyumannya begitu menggoda, “Kamu belum makan? Gimana kalau kita cari makan di luar?”“Tidak.” Ekspresi Niko begitu datar. “aku sedang menunggu istriku. Pergilah, aku ingin sendiri.”“Hemmm istri? Kamu sangat mencintainya?” tanya Tessa sambil kembali mendekatkan dirinya kepada Niko.“Ya.” Ekspresi Niko yang sedingin es itu justru membuat Tessa semakin tertarik dan penasaran ingin merebut Lelaki itu dari Echa. Ketampanan lelaki itu benar-benar melelehkan hatinya.“Terus bagaimana dengan Echa? Apa dia membalas cintamu? Pasti jawabannya tidak. Kamu tahu sendiri, ‘kan? Dia cuma memanfaatkanmu demi kepentingannya sendiri.” Niko tertawa dalam hati mendengar Tessa berusaha mengadu domba dan meretakkan rumah tangganya. Melihat lelaki itu tak merespon, Tessa kembali memanas-manasinya, “Habis manis sepah di
“Mas?” Echa kesal sekaligus ingin tertawa mendengar candaan Niko. “ngelawak mululu.”‘Aku tidak bercanda, Echa.’ Niko menjawab dalam hati.Di titik ini, ponsel milik Echa berdering. Dia merogohnya dan mendapati Hesti yang menghubunginya.“Ya, Ma?” Echa mengangkat telepon itu. “Echa, kamu ada di mana sih? Pulang! Mama stres, barusan pihak bank menelpon Mama.” Suara Hesti terdengar panik.Echa menarik napasnya dalam-dalam, “Iya, Ma. Echa juga ditelpon. Ini Echa lagi di rumahnya keluarga Marni buat minjem uang, tapi Echa nggak mendapatkan apa-apa.”“Pulang, Echa. Ini masalah serius. Mama nggak kuat, rasanya ingin bunuh diri.”“Iya, Ma. Echa pulang.”“Ingat, ya. Jangan bawa laki-laki sampah itu ke rumah.”“Tapi, Ma–”“Turuti permintaan Mama. Jangan membantah, kita lagi menghadapi situasi yang sangat genting!”“Baik, Ma.” usai telepon terputus, Echa langsung menghembus napas kasar.Echa menatap netra suaminya dalam-dalam. Entah apa yang ingin dia ucapnya–bingung.“Kamu mau ke rumah Mama?”
“Aku mau kamu,” jawab Berry dan seketika Echa melotot. “maksudku aku mau kamu bekerja di perusahaanku, STAR Group. Gajimu aku beri 2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan di tempat kerjamu, WARA Corp.”“Adduh baik banget sih kamu, nak Berry. Sekarang malah mau ngasih Echa kerjaan yang gajinya lebih besar,” puji Hesti–girang.Sayangnya Echa tidak sebodoh itu. Dia tahu ini hanya akalan licik Berry agar lebih leluasa mendekatinya dan melakukan aksi bejatnya.“Maaf, Berry. Aku nggak bisa. Aku harus menghargai kontrak kerja yang diberikan WARA Corp kepadaku.” Echa menolak secara halus. “kamu pasti paham, hal ini sangat-sangat tidak etis.”“Echa.” Hesti memberi isyarat kepada Echa dengan mata melotot. Dia takut sikap anaknya itu bisa membuat Berry berubah pikiran.Berry menyimpan rasa kesalnya di hati mendengar Echa masih menolak penawaran sederhananya.“Kamu mau hutang orang tuamu dilunasi, ‘kan?” tanya Berry sambil mengeluarkan kartu bank dan meletakkan di atas meja. “Di dalamnya ada 3 mili
“Lancang sekali kamu bilang begitu!” untuk kesekian kalinya Hesti berteriak keras. “anakku nggak akan ikut denganmu!”Tapi kenyataannya, Echa bangkit menghampiri suaminya dan mengaitkan tangannya ke tangan Niko.“Mas Niko benar. Aku istrinya, dan aku akan ikut dengannya.” “Echa?” mata Hesti membelalak. “Echa, kemari!” Hesti takut tindakan bodoh anaknya itu bisa memperburuk suasana hati Berry. Benar saja, Berry panas-sepanasnya melihat kedekatan pasangan suami-istri itu.“Echa!” seru Berry dan semua orang menoleh ke arahnya. “aku tanya sekali lagi! Kamu mau menerima bantuanku atau tidak?! Penawaranku nggak akan datang dua kali!”Hesti yang takut pun membujuk Echa, “Please, kali ini aja dengerin Mama. Jangan ragu-ragu menerima bantuan dari nak Berry.”Echa menoleh pada Niko. Sebagai seorang istri, dia harus minta pendapat dan persetujuan suaminya.“Mas–” Baru saja Echa ingin menjelaskan terlebih dahulu, suara Niko memotongnya.“Aku sudah tahu,” ucap Niko sambil melirik ke arah Berry. “
“Baik. Aku terima tantanganmu.” Niko menerimanya tanpa ada keraguan sedikitpun.Tindakan Niko ini membuat semua orang tercengang. Mereka tidak salah dengar, ‘kan? Siapa yang mengira lelaki itu akan menerima tantangan ini.Apa lelaki itu tersambar petir?“Mas?” mulut Echa ternganga. “Kamu ngomong apa? Jangan dibuat main-mainan.” Echa mengingatkan. Dia merasa ada sesuatu yang salah pada suaminya. Mungkin suaminya itu sedang keadaan emosi sehingga menutup akal pikirannya.Berry awalnya tak terlalu berekspektasi lebih karena tujuannya hanya ingin membungkam Niko yang bermulut besar, tetapi setelah mendengar lelaki itu menerima tantangan ini, tentu dia sangat kegirangan. Hesti pun demikian. Pasalnya Niko bukan hanya mendapatkan malu, tetapi juga akan bercerai dari Echa. Melihat tatapan kedua orang itu yang tak enak, Echa cepat-cepat menyadarkan suaminya kembali, “Mas, aku tahu selera humormu sangat tinggi. Tapi nggak semua hal bisa dibuat candaan. Mas tarik ya omongannya.”Sebelum Niko m
Echa merasakan ketegangan di dalam rumah. Setelah menerima pesan-pesan dari Tessa, pikirannya berkecamuk. Dia berusaha bertindak normal di depan Niko, meskipun hatinya bergetar.Niko, yang baru saja keluar dari kamar, menyadari ada yang tidak beres. “Echa, kamu baik-baik saja?” tanyanya, memperhatikan ekspresi wajah istrinya.Echa mengangguk, tapi suaranya bergetar, “Iya, Mas. Cuma sedikit lelah.”Niko mendekat, meraih tangan Echa. “Kamu tidak terlihat baik. Ada yang ingin kamu bicarakan?”Echa menarik napas dalam-dalam. Dia harus memberanikan diri, “Mas, ada yang ingin aku tanya. Apa kamu... ada yang ingin kamu katakan padaku?”Niko terkejut. Dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres, “Apa maksudmu?” Echa menatapnya tajam, berusaha mencari keberanian, “Tessa menghubungiku. Dia bilang... dia tahu semuanya tentang kita.”Niko terdiam sejenak, “Echa, biarkan aku menjelaskan—”“Jelaskan apa, Niko? Tentang semua foto dan video itu? Tentang perselingkuhanmu?” suara Echa meninggi, air mata
Tak berselang lama ada pesan susulan, [Kalau kamu ingin aku menjaga rahasiamu, temui aku nanti malam. Tessa.]Melihat suaminya tampak begitu serius menatap layar ponsel, Echa pun bertanya, “Ada apa, Mas?”“Hanya urusan kecil,” jawab Niko sambil bangkit dari tempat duduknya. “aku mau ke kamar dulu.”Niko tidak terlihat panik dengan ancaman Tessa, tahu cepat atau lambat dia harus memberitahukan identitasnya kepada sang istri.“Iya, Mas.” Echa sama sekali tidak curiga.Sambil berjalan menuju kamarnya, Niko mengirim pesan itu Ke Nita, dan setelahnya dia langsung menghubungi adik angkatnya itu.“Hallo.”“Ya, Kak?”“Kamu sudah membaca pesanku?”“Iya, Kak. Sudah. Menurutku sih Kak, mendingan kasih tahu aja kebenarannya sama Kak Echa biar nggak salah paham. Kecuali Kakak masih ragu.”Niko mengerti ucapan Nita, “Tidak. Aku tidak ragu sama sekali. Aku sudah mengenal bertahun-tahun istriku.”Niko sudah memutuskan bahwa hari ini waktu yang sangat tepat untuk memberitahukan identitasnya kepada Ech
“Aku akan menceraikanmu!” seru Fikram.Bagai disambar petir. Hesti terhenyak mendengar perkataan Fikram. Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja suaminya ingin menceraikan dirinya.“Mas … Mas sadar dengan apa yang mas katakan?” tanya Hesti tak percaya. “jangan dibuat main-main loh, Mas.”“Aku sadar dan tidak main-main! Aku mau menceraikanmu, Hesti!” Fikram berkata dengan tegas tanpa keraguan. “Mas, apa salahku?! Jangan ngaco kamu, Mas!” Suara Hesti lebih tinggi dari suaminya. “Sembuh-sembuhnya kamu malah kayak gini!”Fikram menatap istrinya dengan dingin, “Kamu masih bertanya di mana salahmu? Di rumah ini banyak kaca, ‘kan? Pergi dan introspeksi dirimu.”“Aku nggak salah apa-apa! Mas yang nggak waras!” pekik Hesti, lalu menoleh pada Niko dengan wajah merah padam. “pasti kamu ‘kan yang meracuni suamiku? Pasti kamu sering mengunjungi suamiku cuma untuk menjelek-jelekkanku. Bajingan! Dendam banget kamu sama aku sampai mau merusak rumah tanggaku!”“Ini tidak ada hubungannya denga
Tessa memasuki sebuah mall. Ketika dia menaiki lantai 3 mall, tatapannya tertuju pada seseorang lelaki dan wanita yang tampak bersenda gurau.“Niko? Dan wanita itu?” keningnya berkerut melihat kebersamaan mereka. “bukankah dia adalah seorang pelayan toko baju di mall sebelah?”Perlahan sudut bibir Tessa terangkat, “Sekarang kamu ketahuan, Niko. Rupanya wanita itu memang selingkuhanmu.”Tak ingin melewati kesempatan ini, Tessa merogoh ponsel di dalam tas kecilnya dan segera mengabadikan momen kebersamaan Niko dengan wanita itu. Kali ini dia sangat yakin bisa mengobrak-abrik rumah tangga Niko dan Echa.Yang sedang diperhatikan tengah membahas ulang tahun sang Kakek.“Kak, kurang dua minggu lagi ulang tahun Kakek. Kita harus ngasih surprise,” ucap Nita sambil memakan es krim.Niko hanya tersenyum. Ini kesekian kalinya Nita mengingatkannya.“Menurut Kakak kita harus ngasih surprise apa?” tanya Nita.Niko mengedikkan bahu, “Aku tidak pandai dalam hal ini. Aku serahkan semuanya sama kamu. M
“Nita?” gumam Echa. “Nita siapa, Mas?” tanyanya kemudian.Niko sama sekali tidak terlihat panik.“Ehmm Nita adalah seorang ahli IT … seorang hacker yang membantuku mengurus permasalahan yang sedang dihadapi WARA Corp,” jawab Niko sambil mengambil ponsel miliknya.Echa mengangguk-angguk percaya.Dalam hal ini Niko berkata jujur, tapi masih belum bisa memberitahu keseluruhannya.Niko segera mengangkat telepon itu dan sengaja mengecilkan suara volume telepon agar Echa tidak mendengar suara lawan bicaranya.“Ada temuan baru lagi?”“Nggak, Kak. Aku–”“Baiklah. Besok pagi kita rapatkan bersama dengan petinggi WARA Corp,” potong Niko dan memutus sambungan setelahnya.Di seberang sana, Nita kesal suaranya dipotong dan teleponnya diputus sepihak. Padahal dia ingin menyampaikan kalau satu bulan lagi adalah hari ulang tahun sang Kakek yang ke 71 tahun. Tapi Nita mengerti, mungkin malam ini Niko sedang bersama istrinya. Lantas dia pun mengirim sebuah pesan.[Sebulan lagi adalah hari ulang tahun
“Terima kasih pengertiannya. Kalau gitu kalian pulang sekarang,” sahut Niko tiba-tiba, membuat Hesti dan Sarah kesal.Harapan Hesti adalah mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Jika dia tidak bisa mendepak Niko dari kehidupan Echa, setidaknya lelaki itu bisa dia manfaatkan.Saat ini Sarah dilema. Tindakan anaknya yang berusaha mengambil hati Niko bisa merugikan keluarganya sendiri. Di sisi lain dia harus segera membujuk Niko untuk menyelamatkan bisnis keluarganya.“A–” Baru Hesti membuka mulutnya, suara Niko terdengar terlebih dahulu.“Mama juga pulang.” Mata Hesti seketika melotot, “Kamu juga mengusirku?! Aku ini Mama kandungnya Echa.”Niko cukup menjawabnya dengan merogoh ponsel di saku celananya. Dia menghubungi petugas keamanan perumahan.“Pak, tolong ke sini.”Hesti dan Sarah menatap Niko. Sikap tegas lelaki itu membuat mereka sedikit takut.“Aku nggak mau pulang. Aku masih ada perlunya sama anakku,” tolak Hesti geram.“Echa sudah mengirim uang 5 juta ke rekening Mama. Jadi ngg
Lagi, sudut bibir Hesti terangkat. Ini adalah kesempatan emas untuk memeras Sarah.“Cuma satu miliar?” Ekspresi Hesti mengisyaratkan kalau nilai yang ditawarkan masih terlalu kecil.Sekilas Sarah mengepalkan kedua tangannya.“Baiklah aku tambahin 100 juta,” ucap Sarah.Hesti memalingkan muka sambil mendengus, menandakan dia masih belum puas.“Berapa yang kamu mau, Hesti?” tanya Sarah.Hesti menatap Sarah dengan senyuman miring dan berkata, “Tiga miliar. Aku mau tiga miliar. Dan perjanjian ini harus ditandangani di atas materai.”Hesti tidak bodoh. Dia tahu bagaimana caranya menghadapi Sarah yang sama-sama liciknya dengannya.Sementara, Echa yang berdiam diri berulangkali melihat Tessa sedang menatap Niko dengan tatapan seperti orang yang sedang jatuh cinta. “Hesti, kamu mau memerasku? Jangan gila kamu, Hesti.” Sarah tampak begitu geram.“Tante jangan keterlaluan. Jumlah yang diminta Tante nggak masuk akal,” sahut Tessa. Nada bicaranya terdengar santun.Hesti menanggapinya dengan begi
“Aku kasihan sama Niko. Dia menjadi korbanmu.” Tessa semakin bersemangat menyerang psikis Echa. “laki-laki baik seperti Niko seharusnya mendapatkan istri yang baik, bukan istri macam kamu.”Begitu juga dengan Sarah. Dia mulai ikut menekan Echa.“Kamu tuh lebih jahat dari seorang pelakor. Kamu–” kalimat Sarah terpotong oleh suara bariton milik Niko.“Bisakah kalian diam?”Karena tidak sesuai rencana, Niko keluar dan berjalan melindungi istrinya. Melihat kedatangan lelaki itu, seketika Tessa bersikap manis, “Hai, Niko. Aku cuma ingin menyampaikan fakta bahwa–”“Kalau Echa tidak mencintaiku, Echa tidak akan hamil anakku,” potong Niko sambil mendekati Echa dan memegang perutnya.Sontak Tessa dan Sarah tercengang.“Echa hamil?” Tessa tidak percaya.Kehamilan Echa adalah bencana bagi Tessa yang berusaha memisahkan pasangan suami-istri itu. Kehamilan sepupunya itu akan menjadi batu sandungannya untuk merebut Niko.Dengan bangga Echa mengakui, “Iya, aku sedang hamil anaknya Mas Niko.”Dia jug
Kekehan kecil terdengar dari mulut Echa. Dia tahu suaminya hanya bercanda. Dia meyakini ada masalah yang memberatkan Herman sehingga WARA Corp tak kunjung mengirimkan produk-produknya kembali.“Dipikir-pikir kasihan juga ya, Mas. Kira-kira sampai kapan, ya?” tanya Echa.“Sampai mereka mohon-mohon sama kamu. Ini juga momen yang pas untuk balas dendam, ‘kan?” jawab Niko sambil terkekeh.“Hishh.” Echa masih menganggap Niko sedang bercanda. “nggak boleh ngomong gitu.”Sementara di depan kantor ….Sarah tampak begitu kesal. Hingga siang hari tidak ada kejelasan dari Niko. Ini membuatnya semakin yakin kalau lelaki itu sedang mempermainkan dirinya.“Sialan! Mana si Niko ini?” Sarah mondar-mandir di tempat. Sarah berjanji akan membuat perhitungan kepada Niko kelak. Ini pertama kali dalam hidupnya ada dalam situasi seperti ini. Harga dirinya merasa diinjak-injak oleh bekas seorang pembantu.“Apa kita pulang dulu ya, Ma?” Tessa pun tidak sabar menunggu.“Mama yakin dia nggak bakalan menemui ki