Beranda / Pernikahan / Suami & Sepupu Pengkhianat / Pengkhianatan di Depan Mata

Share

Pengkhianatan di Depan Mata

Penulis: Anggarani
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-23 18:54:21

Mobil telah memasuki halaman rumah. Ganendra merapikan baju yang ia pakai dengan sedikit kesal. Alleta melihatnya sambil tersenyum nakal kemudian tertawa kecil karena ia sengaja tidak menuntaskan semua hasrat Ganendra yang telah ia bangkitkan. Setelah yakin  semua pakaiannya rapi, Ganendra turun dari mobil. 

 

Tamu masih banyak yang berdatangan. Bukan hanya kerabat dan teman-teman bisnis saja, utusan pejabat bahkan pejabat itu sendiri pun banyak yang hadir. 

 

Koneksi yang dimiliki Darma bukan main-main. Ganendra pun menemui mereka satu per satu. Memberi salam serta berbagi sedikit kenangan tentang Darma dengan orang yang ia temui. Tak lupa juga kalau ia harus terus menerus memberi jawaban atas keberadaan Sassi saat ini. 

Batinnya berucap, sungguh hari yang membosankan.

 

Ganendra melirik ke arah Alleta, gadis itu pun sama sibuknya dengan dirinya. Sesekali pandangan mereka bertemu. Menyiratkan hasrat terlarang dan mendesak untuk disalurkan. 

 

Dalam keadaan seperti ini, entah mengapa adrenalin Ganendra melonjak berkali-kali lipat. Alleta memang memberi sensasi yang berbeda jauh dengan Sassi.

 

Bagi Ganendra, Alleta mampu memenuhi semua imajinasinya sebagai seorang laki-laki. Berbanding terbalik dengan Sassi yang cenderung monoton.

"Ganendra," panggil seorang laki-laki berkacamata yang kini sudah berada di depannya.

 

"Jika kau perlu istirahat, biar aku yang menggantikan menerima tamu," ucap Gie, Kakak laki-laki Alleta.

 

"Ya? Hmm ..." Ganendra agak tidak siap mendapat pertanyaan yang membuyarkan lamunannya.

"Kau juga pasti lelah. Hari sudah menjelang malam. Istirahatlah sebentar. Oya, Sassi belum juga pulang?" lanjut Gie lagi.

 

"Iya, belum pulang dia," jawab Ganendra.

Mereka berdua berjalan menuju ruang keluarga, di mana tidak ada tamu yang masuk ke sana. Ganendra menuju sofa, duduk dan menyandarkan kepalanya. Benar sekali, ia sangat lelah.

 

"Kau sudah menelfonnya? Apa dia baik-baik saja?" tanya Gie yang duduk di sofa lainnya.

 

"Ada Abdi bersamanya, Gie. Jadi aku yakin, Sassi akan baik-baik saja," jawab Ganendra.

 

Gie terdiam saat mendengar jawaban Ganendra. Sudah lama ia merasa keganjilan di antara Sassi dan Abdi.

 

"Apa kau nggak merasa, bahwa kau begitu santai dengan keberadaan Abdi di samping Sassi?" tanya Gie. 

 

"Eh, sorry mungkin gak sepantasnya aku bertanya hal seperti ini sekarang," lanjut Gie sambil membenarkan letak kacamatanya.

 

Ganendra menegakkan kepalanya kemudian memandang serius ke arah Gie.

 

"Lho? Memangnya menurutmu, aku harus bagaimana, Gie?"

 

"Entah. Aku melihat mereka terlalu dekat. Apa nggak papa seperti itu?"

 

"Sebelum aku datang ke keluarga ini, mereka memang sudah dekat. Jadi agak sulit memisahkan mereka."

 

"Terus, kau nggak terganggu dengan kedekatan mereka, Gan?"

 

"Aku bingung harus menjawab apa untuk pertanyaan itu," jawab Ganendra sambil mengangkat bahunya.

 

Percakapan mereka terhenti saat melihat Alleta datang ke arah mereka. 

 

"Astaga ... gak ada habisnya tamu yang datang," ucap Alleta sambil membanting ringan tubuhnya ke atas sofa.

"Kau juga sebaiknya istirahat, Al," ucap Gie.

"Lalu siapa yang akan menyambut tamu, Gie. Kau mau?" tanya Alleta yang hanya berbeda satu tahun dari usia kakak laki-lakinya itu.

"Di depan ada Mama dan Papa. Juga ada Kianu," ucap Gie menyebut adik bungsunya juga.

"Iya, tadi juga sudah ketemu mereka," jawab Alleta.

"Semakin malam, akan semakin banyak tamunya. Ruangan ini juga nanti akan penuh dengan keluarga yang berkumpul. Jadi menurutku, lebih baik kalian istrahat saja di paviliun," ujar Gie.

"Usul yang bagus. Aku duluan ya, Mas Ganendra," ucap Alleta berpamitan seraya mengangkat tubuhnya dengan enggan.

"Lho, mau ke mana, Kak Al?" tanya Kianu yang baru saja muncul di ruang keluarga.

"Paviliun. Istirahat, ah. Capek," jawab Alleta sambil melangkah gontai.

Kianu menghampiri Ganendra dan juga Gie.

"Kak Al kayaknya capek banget. Mas Ganendra juga. Mau Ki ambilin minum atau makan, Mas?" tanya Kianu yang baru saja duduk di sofa.

"Mas. Mas Ganendra ..."

"Mungkin Ganendra tidur, Ki. Biarkan saja. Belum istirahat dari pagi sepertinya. Sama seperti Al," jawab Gie.

Ganendra membuka mata kemudian mengusap wajahnya beberapa kali. 

"Sepertinya kau benar, Gie. Aku harus istirahat," ucap Ganendra.

"Ya. Biar kami yang urus di sini."

"Oke. Thanks ya."

Ganendra bangkit kemudian berjalan menuju paviliun. Letak paviliun berada di samping rumah utama. Ada beberapa paviliun di sana. Ganendra menuju paviliun yang paling belakang. Ia yakin Alleta berada di sana.

Ganendra membuka pintu paviliun. Alleta menyambutnya dengan senyum menggoda. 

"Kenapa lama sekali?" tanya Alleta.

Ganendra tersenyum menyambut pelukan gadis itu.

"Sudah selesai mandi rupanya," ujar Ganendra.

"Iya. Bosan menunggu," jawab Alleta.

Ganendra segera menghampiri Alleta. Ia lepaskan segala hasrat. Segala keinginan dan juga kekesalan atas analisa yang tadi Gie sampaikan padanya. Ia tak lagi peduli dengan keadaan atau pun suasana berduka cita yang sedang terjadi di rumahnya.

Hari menjelang malam, sebuah mobil Range Rover memasuki halaman. Sassi dan Abdi telah tiba di rumah. Kedatangan mereka disambut oleh kedua orang tua Alleta.

"Kau baru pulang, Sassi? Sudah makan?" tanya Cindy, mamanya Alleta.

"Sudah, Tante."

"Masuklah. Istirahat dulu."

"Kak Sassi mukanya pucat sekali," ucap Kianu begitu melihat Sassi.

"Abdi, sebaiknya kau antar Sassi istirahat dulu," pinta Lukas, papanya Alleta.

"Iya, Kak. Di paviliun saja. Tadi aku lihat Mas Ganendra juga istirahat di sana," ucap Kianu.

"Benar, Sassi. Istirahatlah. Biar Tante dan Om wakilkan kamu di acara malam ini," ujar Cindy.

"Biar aku antar kau ke paviliun," ajak Abdi.

Sassi mengangguk pelan. Abdi segera mendampingi Sassi berjalan menuju paviliun.

"Kenapa mereka selalu bersama? Padahal Sassi sudah menikah," gerutu Gie yang baru saja melihat mereka.

"Gak perlu iri begitu, Gie. Salah sendiri, kenapa gak pernah kau ungkapkan perasaan terpendammu dari dulu pada Sassi," ujar Kianu mengejek, membuat Gie meninju bahunya.

Abdi dan Sassi telah sampai ke paviliun. Sassi memilih paviliun belakang, kamar yang biasa ia tempati saat belum menikah. Abdi berhenti tak jauh dari pintu paviliun.

"Masuk dan beristirahatlah. Besok kau bisa lanjut menangis lagi," ucap Abdi.

Sassi melihat ke arah Abdi tanpa ekspresi. Kemudian ia pun berjalan memasuki paviliun.

Abdi tetap berdiri mengiringi langkah Sassi dengan pandangannya. Ia paham, bahwa hari ini adalah hari terberat bagi Sassi.

 Setelah memastikan Sassi masuk ke dalam paviliun, ia pun segera melangkah kembali ke rumah utama.

Abdi berniat bergabung bersama Gie dan Kianu yang berada di teras samping. Namun, langkahnya terhenti saat melihat Kianu menunjuk ke arahnya dan memanggil Sassi dengan kencang.

"Sassi! Abdi, Kak Sassi, Di," teriak Kianu sambil menunjuk ke arah Sassi.

Abdi menoleh ke belakang. Ia melihat Sassi berjalan sempoyongan sambil memegang kepala ke arahnya. Abdi segera berlari ke arah Sassi. 

Tubuh Sassi mulai tak terkendali. Beruntung Abdi sempat menangkap sebelum Sassi terjatuh. Sassi pingsan. Kianu dan Gie segera menghampiri mereka. Abdi menggotong Sassi ke dalam mobil.

"Gie, kau ikut aku. Jaga Sassi di belakang. Kita ke rumah sakit."

________________

 

Bab terkait

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Sebuah Batas

    Alleta mengambil gawainya yang bergetar di atas nakas, samping ranjang. Nama Gie tertera di sana, ia sama sekali tidak berniat menjawabnya. Alleta kembali menarik selimut kemudian ia pandangi wajah Ganendra yang ada di sebelahnya.Ganendra laki-laki hebat, ucapnya dalam hati.Gawainya kembali bergetar, Alleta masih segan menjawab. Ia hanya membuka pesan whatsaap yang Gie kirimkan.'Sassi pingsan. Sekarang ada di rumah sakit.' Alleta menarik napas, kesal. Apalagi sekarang? Sepupu satu-satunya itu selalu saja merepotkan.Alleta bangkit dengan enggan dari ranjang kemudian berpakaian. Ingin sekali ia tidur pulas malam ini. Namun, kenyataannya keadaan belum memungkinkan. Alleta melihat ke arah Ganendra. Laki-laki itu sepertinya sama letihnya dengan dirinya. Ingin sekali Alleta membiarkannya tertidur malam ini. Namun, ia paham bahwa kepantasan atas nama keluarga masih harus diutamakan."Mas. Mas Ganendra," bisik Alleta pelan sambil mengguncang bahu Ganendra."Aww ..." jerit Alleta saat Ga

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-23
  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Rasa Sakit Yang Berlebihan

    Apakah ada perempuan yang lebih sial dari dirinya?Pagi hari harus terpukul karena kepergian ayah tercinta. Malam hari harus menyaksikan suaminya selingkuh dengan sepupunya sendiri?Sassi menyesal, kenapa ia harus memilih paviliun belakang untuk beristirahat? Bukankah masih ada dua paviliun lain yang bisa ia tuju? Jika itu ia lakukan, maka ia tak akan menerima rasa sakit yang berlebihan seperti saat ini.Pertanyaan-pertanyaan itu selalu terulang di otak Sassi saat ia sadar bahwa ia sudah berada di atas ranjang rumah sakit. Tubuhnya terasa lemah tak berdaya, sakit di hatinya seakan mencabut semua imunitas yang ada.Kalau seperti ini keadaannya, bukankah lebih baik ia ikut bersama kedua orang tuanya? Lagi. Sassi merasa keberadaannya di dunia ini adalah sebuah kesalahan. Sassi memilih tetap memejamkan mata saat Ganendra menghampirinya. Jelas sekali ia ingin menghindar saat Ganendra mengecup pipinya. Namun, kepalanya sulit sekali digerakan. Bahkan air mata saja tak lagi dapat ia keluark

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-23
  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Bertahanlah Untuk Dirimu Sendiri

    'Perempuan Berbisa," umpat Abdi saat Alleta pergi meninggalkan ruangan Sassi.Dari dulu, Abdi memang selalu waspada dengan keberadaan Alleta. Bukan karena Alleta yang tak pernah dapat menerima keberadaannya dalam keluarga Darma. Namun karena Abdi bisa merasakan sifat licik yang dimiliki Alleta.Abdi menatap ke arah Sassi yang masih berada di atas ranjang rumah sakit. Ia sangat menyesal kenapa Darma harus memberinya tugas keluar negeri sendiri selama dua minggu.Sekarang saat kembali, ia merasakan kehilangan yang sangat besar. Kepergian Darma dan juga keadaan Sassi yang terluka."Kau sudah bisa membuka matamu, Sas," ucap Abdi saat semua orang telah pergi.Sassi menurut walau ia sedikit malu karena ulahnya yang pura-pura tidur diketahui oleh Abdi. Abdi duduk di sebuah kursi yang ada di samping ranjang. Ia menghadap ke arah Sassi. "Untuk saat ini, utamakan saja dirimu. Tak usah pikirkan yang lain. Kau harus bisa melewatinya, Sas. Bertahanlah," ujar Abdi."Untuk apa, Di? Untuk siapa aku

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-23
  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Awal Penyelidikan

    Abdi melihat ke arah Lies dan Indri secara bergantian. Kedua asisten rumah tangga ini tidak terlalu ia kenal. Mereka masuk atas rekomendasi Alleta setelah Sassi dan Ganendra menikah."Keputusan saya dan juga peraturan rumah sakit nggak akan berubah. Kalau kalian tetap di sini, bukan nggak mungkin keamanan rumah sakit akan turun tangan. Jadi lebih baik saya antar kalian beristirahat," ujar Abdi.Abdi mengarahkan Lies dan Indri ke pintu keluar rumah sakit. Membuat Lies dan Indri, mau tidak mau mengikuti Abdi. Mereka bertiga berjalan keluar menuju hotel yang tak jauh dari rumah sakit. Setelah mengurus semuanya, Abdi berjalan menuju parkiran mobil.Abdi mengambil laptop dan juga tas yang berisi beberapa berkas pekerjaannya. Ada banyak hal yang harus ia periksa. "Abdi."Abdi menoleh ke arah suara. Seorang dokter yang sudah berumur menantinya di depan ruang UGD."Dokter Glen. Maaf saya baru bisa menemui sekarang," ujar Abdi setelah berlari kecil menghampiri Glen. Glen, laki-laki berusia s

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-29
  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Serangan Tak Terduga

    Pagi menjelang, tepatnya pukul tujuh lewat lima belas menit. Sassi telah bangun dari tidurnya."Kamu nggak tidur, Di?" tanya Sassi saat melihat Abdi yang masih sibuk menatap laptop."Sudah bangun?" jawab Abdi sambil melemparkan senyuman."Sarapanlah dulu. Petugas rumah sakit telah membawakannya untukmu," ucap Abdi. Ia kemudian berjalan menghampiri Sassi.Sassi bangun dan duduk bersandar di tepi ranjang. Ia hanya menatap berbagai makanan yang berada di atas nampan."Aku nggak ingin makan, Di," ucap Sassi."Makan sajalah. Supaya kau cepat sembuh dan bisa kembali memasak. Aku sudah lama nggak makan masakanmu," ujar Abdi yang mencoba menyuapi Sassi.Sassi membuka mulut dengan terpaksa, saat ini Abdi sama sekali tidak dapat ditolak."Minumlah obatnya," perintah Abdi lagi."Jadi bagaimana, Di? Kamu mau kan bantu aku?" tanya Sassi."Kau harus sehat dulu sebelum memikirkan hal lain. Kesehatanmu lebih penting," jawab Abdi tak peduli dengan pertanyaan Sassi.Sassi memalingkan wajahnya saat Abdi

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-29
  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Mencari Tempat Bersembunyi

    "Di, apa yang terjadi?" tanya Sassi dengan suara sedikit bergetar.Sassi terbangun karena mendengar keributan yang terjadi dalam ruang inapnya. Sassi bertambah bingung saat membuka mata, ia melihat Abdi berkelahi dengan dua orang suster."Kau baik-baik saja, Sas?" tanya Abdi."I-iya ... aku baik-baik saja. Kamu? Kenapa dengan suster-suster itu?" tanya Sassi yang duduk bersandar di atas ranjang, masih diliputi rasa takut."Di sini, Pak!" ucap Anita yang muncul di pintu ruangan dengan napas tersengal-sengal.Tiga orang petugas keamanan muncul di belakang Anita. Abdi langsung menghampiri mereka. Rasa marah menyelimuti diri Abdi. "Mana manajer kalian? Bagaimana bisa pasien VVIP mendapat ancaman pembunuhan seperti ini?" tanya Abdi sambil mencengkeram kerah baju salah satu petugas keamanan."Kami mohon maaf atas ketidaknyamanannya, Pak. Kami akan perbaiki semuanya," ucap salah seorang petugas keamanan."Nggak perlu!" bentak Abdi sambil melepaskan cengkeraman tangannya dengan kasar."Lebih

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-29
  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Sasaran Kambing Hitam

    Ganendra berjalan bolak balik di dalam ruang kerjanya. Pagi tadi, ia berangkat ke rumah sakit mendapati bahwa Sassi sudah keluar dari sana dan sampai sekarang belum sampai di rumah. Jelas. Ini pasti ulah Abdi.Ganendra merasa bodoh. Ia sama sekali tidak memperhitungkan keberadaan Abdi dalam menjalankan rencana-rencananya. Sekarang bisa-bisanya Abdi membawa pergi Sassi begitu saja.Saat ia menikahi Sassi, Abdi memang tak lagi mengawal Sassi. Darma meminta Abdi menjadi asisten pribadinya. Menjadi tangan kanan pengusaha tua itu. Namun, sebelum itu, pasti banyak hal yang telah dilewati Sassi dan Abdi bersama-sama. Laki-laki itu pasti rela mengorbankan nyawa untuk Sassi.Saat datang ke rumah sakit tadi, ia berpikir akan mendapatkan berita duka cita lainnya. Namun, kenyataannya jauh panggang dari api. Memikirkan hal itu membuat emosi Ganendra naik.Ganendra duduk bersandar di belakang meja kerjanya. Matanya menerawang sejauh pikirannya saat ini. Bayangan wajah Sassi muncul membuat Ganendra

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-30
  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Tempat Yang Aman Untukmu

    "Nggak! Nggak, Di. Bercandamu nggak lucu sama sekali. A-aku ... aku nggak mau mengandung anak Ganendra."Sassi menjambak rambut dengan kedua tangannya sendiri kemudian menutup wajahnya. Ia tak dapat menahan air mata dan duduk meringkuk di dalam mobil.Abdi mengepalkan kedua tangannya, menahan sesak melihat kondisi Sassi saat ini."Anak itu nggak bersalah, Sas," ujar Abdi pelan."Kamu gampang bicara seperti itu, Di. Karena kamu nggak tau kelakuan Ganendra di belakangku!" ucap Sassi emosi."Selain dia merebut anak perusahanmu?" tanya Abdi.Sassi berpaling dari Abdi. Abdi tak pantas menjadi tempat pelampiasan amarahnya kepada Ganendra."Aku tau, Sas. Aku tau apa yang membuatmu jatuh pingsan," ujar Abdi berhati-hati."Pintu paviliun kau buka begitu lebar malam itu. Begitu pula pintu kamarnya. Aku sempat melihat semuanya saat kau mulai limbung malam itu," sambung Abdi.Abdi mencoba membuang jauh segala amarah yang ada saat mengingat kejadian itu. Ia harus fokus pada keadaan Sassi.Sassi be

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-30

Bab terbaru

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Kata Hati

    Taya menatap lurus ke arah laki laki yang berdiri di depannya.“Terima kasih telah membawanya kembali, Nak Abdi. Jika enggak ada kamu sudah pasti Ganendra akan menguasai semua harta milik keluarga Darma,” ujar Taya.Saat masih tinggal di rumah ini Abdi dan saya sering menggunakan jalan di ruang rahasia ini untuk bertemu dan mengawasi semua isi rumah. “Terima kasih juga telah menjaga semua yang ada di rumah ini, Pak Taya. Seperti yang Sassi dan Marlina bilang sepertinya mereka belum mengetahui tentang keberadaan ruangan ini,” ujar Abdi.Abdi dan Taya duduk di sebuah bangku yang berada di sana mereka sudah lama tidak bertemu.“Seharusnya saya bisa mencegah perbuatan Ganendra kepada Tuan Darma,” sesal Taya. Abdi menghela napas panjang. Mereka terdiam sejenak, larut ke dalam pikiran mereka masing-masing sosok Darma sangat berkesan di hati mereka berdua.“Jika memang kita harus berandai-andai menyalahkan siapa, siapa yang seharusnya bertanggung jawab, itu sudah pasti kita akan menyalahka

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Sassi dan Pemikirannya

    Wajah Sassi memberengut sebagai jawaban atas rasa kesalnya karena mendengar kata kata Abdi. Marlina yang sedari tadi hanya berdiri terdiam segera mengantar Sassi menuju kamar.“Sebel aku sama Abdi. Enggak punya empati sama orang yang lagi berduka,” omel Sassi.Marlina hanya tersenyum melihat Sassi. Ia segera mengangkat gagang telepon, menghubungi Pak Taya.[Pak Taya, tolong buatkan satu buah jus strawberry, ya. Tolong antar ke kamar,] ucap Marlina.“Apa salahnya sih nolongin Tante? Tante baik loh. Beneran. Beda sama Alleta,” lanjut Sassi.“Tante Cindy merawatku sejak kecil. Papa juga sangat sayang sama Tante. Kalau Tante macam macam, pasti ayah sudah mengusirnya dari dulu.”Marlina kembali tersenyum melihat tingkah Sassi.“Iya. Tau. Tante Cindy itu baik. Bang Abdi itu cuma melaksanakan tugasnya untuk melindungi Non Sassi.”Marlina berusaha meredakan kekesalan Sassi.“Melindungi apa lagi? Kan Ganendra juga sudah dipenjara. Jadi penjahatnya sudah ketangkep kan? Udah gak ada yang perlu d

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Kewaspadaan Abdi

    Lukas tetap berdiri di tepi jendela, ia menatap mobil yang berhenti di depan pintu rumah Darma. Ia menatap Abdi dan juga Sassi yang baru saja turun dari mobil dengan tatapan mata penuh kemarahan.“Kau harus membalaskan kematian Alleta dengan cara apa pun, Cindy,” ujar Lukas tanpa menoles ke arah istrinya yang masih menangis tersedu di belakangnya.“Datangilah keponakanmu itu. Bersedih dan merataplah, minta maaf padanya. Katakan jika kau sama sekali enggak tahu apa yang telah Alleta lakukan kepadanya. Ambil hati dan kepercayaannya, supaya Abdi enggak curiga sama kita. Itu adalah tugasmu. Biarkan aku dan kedua anak laki lakimu mengerjakan urusan lain,” tambah Lukas. Cindy kembali mengusap air mata. Hatinya dipenuhi kebimbangan. Alleta adalah putri satu satunya. Bohong jika ia berkata dirinya tidak sakit hati karena kehilangan Alleta. Cindy ikut menatap ke arah jendela. Melihat Abdi dan Sassi yang masih berjalan masuk ke rumah. Ia mengenal kedua anak itu sejak kecil, tentu saja mengena

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Dewa & Ganesha

    Dewa membanting ponsel yang di tangannya. Emosinya meradang saat mendapat kabar bahwa Ganendra tertangkap polisi. Ditambah lagi kabar tentang putranya itu telah menyebar di berbagai media, baik itu cetak, elektronik bahkan media sosial."Anak bodoh! Kenapa hal seperti ini saja enggak bisa diatasi? Malah ketangkep," omel Dewa.Dewa mengangkat gagang telepon yang ada di meja kerjanya."Via, cepat kamu hubungi Ganesha. Katakan aku memintanya makan siang di sini. Dia enggak boleh menolak!" ucap Dewa saat menghubungi sekretarisnya."Seharusnya sejak awal saja aku menyerahkan tugas ini kepada Ganesha. Pasti masalah perusahaan sudah selesai sejak lama. Sekarang malah semakin repot karena harus menyelesaikan urusan Ganendra," keluh Dewa pada dirinya sendiri.Ganesha adalah putra angkat Dewa. Usianya hanya berbeda dua tahun di atas Ganendra. Ganesha kerap menjalankan pekerjaan kotor untuk perusahaan Dewa. Ia tidak ada bedanya dengan Markus. Bahkan ia jauh lebih pintar dan kejam dibanding Marku

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Amarah Lukas

    Lukas memandang lembaran foto yang berada di dalam sebuah album. Putri satu-satunya telah pergi begitu saja. Pergi dengan keadaan yangsangat mengerikan. Kenapa hal yang mengerikan seperti itu dapat menimpaputrinya? Lukas mengatupkan kedua rahangnya, menahan amarah.“Pa ....” panggil Cindy, ia tidak tahan melihat suaminyamurung berhari-hari.“Ini semua karena keponakan sialanmu itu!” umpat Lukas,sambil menatap tajam ke arah Cindy.“Maksud kamu apa, Pa?”“Sassi! Sejak awal kedatangan perempuan sok bule itu, akusudah tau kalau wanita itu mencurigakan.”Cindy menarik napas lalu menunduk. Ia ingat bahwa Lukaspernah mengatakan hal itu.“Kalau saja kita menahan Alleta saat dia mendekati Ganendra,mungkin hal ini nggak akan terjadi, Pa,” ucap Cindy.Sejak awal, Cindy telah melarang Alleta mendekati Ganendra. Alletamemiliki wajah cantik, tentu ia bisa mendapatkan pria mana pun yang diinginkan.Namun, Alleta tidak mendengarkannya. Itulah yang ia sesalihingga saat ini. Alleta semakin terpuruk den

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Akhir Dari Sebuah Kejahatan

    Media digital di Jakarta pagi ini heboh dengan berita kecelakaan sepasang suami istri pewaris Hadiyaksa Grup. Sebuah kecelakaan mobil terjadi setelah mereka baru saja mendarat dari penerbangan Las Vegas-Jakarta.Sassi Kirana Hadiyaksa dikabarkan meninggal di tempat sedangkan Ganendra berada di rumah sakit.Abdi menatap tabletnya dengan serius. Ia klik semua judul portal media yang memuat kabar itu. Kemudian, ia mengambil ponsel dan menekan nomor telefon Marlina."Hallo, Mar," ucap Abdi saat pembicaraan mereka terhubung."Bagaimana kabarnya Sassi, Mar?" tanya Abdi lagi."Emang kenapa, Bang?""Jawab, Mar. Jangan balik tanya!" ujar Abdi kesal."Hallo, Di. Kenapa?" Sassi menyapa Abdi lewat ponsel yang Marlina berikan."Kamu baik-baik saja, Sas?""Iya. Aku baik. Kenapa, Di?""Apa yang kamu lakukan sekarang?""Metik strawberi," jawab Sassi santai."Bersiaplah, Sas. Kabar kematianmu sudah beredar di dunia maya.""Hah? Apa, Di?"*****Abdi segera berangkat menemui Glen yang berada di rumah sa

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Wait & See

    "Ini bukan jalur ke rumah sakit," ucap Alleta.Alleta duduk di kursi belakang mobil, diapit dua orang asisten rumah tangga."Kalian siapa?" bentak Alleta."Lepaskan saya. Kalian pasti orang-orang suruhan Ganendra! Lepaskaaaan!!!"*****Ganendra menghampiri Sassi yang sedang berada di halaman depan. Kebun bunga kecil, yang sangat Sassi suka."Istriku sangat menyukai taman bunga," ucap Ganendra membuat Sassi menoleh padanya."Hai, morning," sapa Sassi."Morning, Em," jawab Ganendra sambi tersenyum mempesona."Aku baru melihatmu sejak kemarin. Ke mana saja? Banyak pekerjaan sepertinya," tanya Sassi sambil berjalan naik meninggalkan taman."Ya. Begitulah. Aku seharian berada di ruang kerja.""Aku pikir, kamu bosan dengan keberadaanku. Sampai-sampai tak mau menemuiku," ucap Sassi.Ganendra tertawa kecil mendengar ucapan Sassi. Mereka berdua berjalan menuju bangku taman."Tentu saja bukan begitu. Pekerjaanku akhir-akhir ini memang menuntut sekali. Kenapa? Kau merindukanku?" Sassi melihat k

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Ruang Pendingin

    Sassi meminta Marlina menemaninya duduk di mini bar lantai dua. Dia membunyikan bel kecil yang ada di sudut meja. Tak lama, Taya keluar dari ruang penyimpanan bahan minuman."Non Emily, Non Marlina," sapa Taya.Sassi berhasil meyakinkan Taya bahwa dia sangat menyukai strawberi sejak kecil karena ia juga memiliki perkebunan buah di Australia. Hal itu membuat Taya merasa senang, karena ia merasa menemukan pengganti nona rumahnya yang sangat ia sayangi sejak dulu."Mau minum apa, Non Emily?" tanya Taya."Saya dengar, Pak Taya Chef yang andal juga," ucap Emily.Taya hanya tersenyum menjawab pertanyaan Sassi."Hmm ... apa di sini punya stok daging sapi Australi?" tanya Sassi."Sepertinya punya. Kenapa, Non?""Ah ya, tiba-tiba saya sangat ingin makan steak, Pak Taya. Steak daging Australia. Rasanya berbeda dengan daging negara lain. Saya rindu rumah. Ingin sekali pulang, tetapi pekerjaan saya banyak yang belum selesai," ujar Sassi dengan wajah mendamba."Kalau begitu, ayo saya buatkan. Spes

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Kemarahan Ganendra

    Alleta duduk di depan teras paviliun yang ditempati oleh keluarganya. Ia menatap barang-barang miliknya yang berada di teras paviliun sebelah yang ia tempati semalam.Ganendra serius dengan ucapannya. Ia meminta beberapa pekerja untuk mengeluarkan barang-barang milik Alleta dari kamarnya.Alleta melihat Sassi dan Marlina sedang berjalan-jalan di kebun buah strawberi yang berada di halaman belakang rumah.Tanpa berpikir panjang, Alleta segera menghampirinya."Emily!" seru Alleta."Sebenarnya, mau sampai kapan kalian menumpang di rumah ini?" tanya Alleta saat sampai di dekat Sassi dan Marlina.Sassi melihat ke arah Alleta dengan pandangan meremehkan. Kemudian melemparkan pandangannya ke arah paviliun yang Alleta tempati."Apa keberadaan kami menganggumu?" tanya Sassi."Ya. Tentu saja. Maka sebaiknya, kalian nggak usah berlama-lama di sini!""Kamu pemilik rumah ini? Sepertinya waktu itu, Ganendra mengatakan bahwa kamu bukan siapa-siapa," ujar Sassi dengan nada mengejek."Kamu?! Berani-be

DMCA.com Protection Status