“Beneran nggak ada CCTV?”William memiringkan kepalanya tak yakin saat mendengar pria di depannya itu bicara. Pria itu bernama Jefry. Ia adalah temannya yang berprofesi sebagai polisi.“Karena memang keadaan di sekitar sana lumayan jarang CCTV. Adapun toko bangunan di depannya, jaraknya cukup jauh untuk ditangkap oleh CCTV yang berada tepat di depan toko. Sisanya… memang tidak ada sama sekali.”William tampak masih terdiam. Ia semakin tak tenang saja dengan fakta salah satu pasiennya hilang begitu saja tanpa kabar. Apalagi karena pasien ini cukup di istimewakan dengan yang lain, mengingat hubungannya dengan mendiang teman baiknya.“Mungkin benar kali dia memang pergi berlibur atau bersenang-senang seperti pesan yang dikirimkannya pada teman dan kerabatnya,” kata Jefry tak lama kemudian menyikapi rona serius di wajah William.“Tapi tetap saja, kenapa dia pergi tiba-tiba dan tanpa mengabari siapapun? Bukankah kukatakan kalau dia ini adalah seseorang yang tumbuh tanpa bisa melihat sampai
Sekitar dua tahun yang lalu….Tak banyak perubahan di hidup Sean setelah pernikahannya dengan Tiara. Walaupun status lajangnya kini telah berganti menjadi suami orang, namun karena ia menikah tanpa niat tulus dari hatinya yang terdalam, tak terlalu banyak dedikasi yang perlu dia tuangkan untuk pernikahan ini. Apalagi karena dia masih saja berlaku cuek dengan sang istri termasuk meminta untuk memiliki kamar terpisah.Namun, Tiara ternyata punya targetnya sendiri. Bekas tetangganya yang setahunya adalah gadis yang pemalu itu, ternyata sedikit berbeda kalau dilihat dari dekat. Tiara yang memang telah mengakui perasaannya pada Sean sejak awal tampak tak membuang waktu untuk terus dapat mendekatinya. Untuk mencairkan es membeku di hati suaminya yang setahunya juga masih mengharapkan perempuan lain itu.Tiara menggunakan berbagai cara untuk mendekatinya, mulai dari hal sederhana seperti perlakuan yang lebih manis hingga menggodanya dengan hal yang berbau sensualitas. Sean tak keberatan mene
Kembali ke masa sekarang.‘Kenapa aku masih aja terganggu dengan kenangan itu sih? Padahal aku mulai bisa terbiasa saat di rumah. Tapi sepertinya keadaannya jadi berbeda di sini. Karena kenangan-kenangan di sini lebih dalam untuk sejarah hubungan kami.’Sean menepis pemikirannya tadi. Lantas dia mengangkat wajahnya, lalu melirik Anggun yang tampak salah tingkah dan mati gaya karena disuruh berpose namun malah seperti diabaikan oleh pria itu.“K-Kenapa? Apa sudah selesai?” tanya Anggun lagi.Sean dengan cepat menepis pemikiran itu. Ponsel itupun dia simpan di dalam saku celananya.“Ya. Cukup segitu saja dulu. Sekarang kamu boleh lakukan apapun yang kamu inginkan, tapi nanti jam tujuh malam jangan lupa seperti biasanya. Keluarlah dan temui aku di meja makan. Mengerti?”“Y-Ya.”Sekarang tanpa menunggu sahutannya, Sean pun segera keluar dari kamar itu. Menyisakan Anggun yang tampak memandangnya dengan keheranan.“Dia terlihat aneh? Ada apa ya dengannya?” Namun, Anggun dengan cepat menepis
Sean sempat mencoba untuk fokus bekerja pada awalnya. Dia telah mengeluarkan bahan-bahan yang sengaja dia bawa dari Jakarta, serta juga telah menghidupkan laptopnya. Namun, ternyata pikirannya masih belum juga bisa berfokus.Maka pria itu pun berhenti untuk memaksakan diri. Ia menyimpan semua itu kembali, lalu malah berjalan ke dapur untuk menemukan sebotol penuh vodka dan juga satu gelas wine. Lantas kembali dia duduk di tempat tadi.Omong-omong Anggun masih berada di bawah pengawasan di tengah semua itu. Gadis itu kini tampak masih berada di bagian belakang villa untuk menikmati pemandangan malam yang tersaji secara eksklusif di villa mewah itu. Serta tentu saja sambil melakukan tugas yang diberikan oleh Sean padanya – yaitu mengambil gambar dirinya sebanyak-banyaknya.Sempat Sean duduk tenang sambil menikmati minuman itu sejenak. Bayangan dan kenangan soal Tiara soal tempat ini kembali menari-nari di dalam ingatannya, namun kali ini Sean tidak menepisnya. Ia memutuskan untuk tengge
Setelah Anggun selesai mengisi perutnya, Sean tak membuang waktu lebih lama. Pria itu dengan segera menutup laptop serta dokumen yang tadi dikerjakannya. Lalu menyuruh Anggun untuk bersiap-siap karena mereka akan pergi ke luar.Tentu saja Anggun jadi merasa antusias lagi saat mengetahui hal itu. Dia dengan bodohnya menepis hal-hal buruk yang dipikirkannya sejak tadi – termasuk rasa kesalnya kepada Sean, lantas dengan sangat antusias mengikuti pria itu.‘Tapi dia mau membawaku ke mana ya? Apa lagi yang ia rencanakan?’Ada perasaan was-was dan curiga. Namun, lagi-lagi semua itu dengan cepat hilang dari pikirannya. Saat ia menduduki tubuhnya di dalam mobil. Lantas mulai dapat menikmati keindahan dari pulau milik Indonesia yang sangat terkenal itu dari dalam mobil yang bergerak.Anggun tak bisa untuk tidak mengagumi semua yang dia lihat. Setelah 23 tahun lamanya hanya bisa penasaran saja dengan hal-hal yang selalu disebut indah dan enak dipandang mata itu, kini dia benar-benar menyaksikan
Rasanya Anggun ingin menangis saat menunggu panggilannya selanjutnya untuk tersambung. Yang mana setelah menyelesaikan telepon singkatnya dengan Bibinya tadi, kini dia akan menghubungi sahabat terbaiknya Melya.Melya mengangkat panggilan lebih lama dari perkiraannya. Sepertinya dia sedang sibuk bekerja, mengingat SPG seperti dirinya malah lebih sibuk di akhir pekan seperti ini. Hal itu membuat Anggun jadi begitu was-was kalau saja dia tak bisa berbicara dengan Melya di kesempatan yang begitu terbatas.Hingga ketika sambungan itu baru saja hendak terputus, tiba-tiba….‘Halo? A-Anggun? Ini kamu, kan?’Ada sedikit sesak di dadanya yang Anggun rasakan. Dia bahkan kesulitan untuk menahan tangisnya. Namun, tentu saja dia terus berusaha kuat mengingat waktu yang diberikan Sean padanya tidaklah banyak.“I-Iya, Mel. I-Ini aku.” Dia jeda untuk menahan emosinya sendiri. Agar dia tak menangis, atau yang lebih buruk berteriak tak tahan demi meminta bantuan. “K-Kamu apa kabar, Mel?”‘Kabarku baik.
Rasanya Anggun ingin menangis saat menunggu panggilannya selanjutnya untuk tersambung. Yang mana setelah menyelesaikan telepon singkatnya dengan Bibinya tadi, kini dia akan menghubungi sahabat terbaiknya Melya.Melya mengangkat panggilan lebih lama dari perkiraannya. Sepertinya dia sedang sibuk bekerja, mengingat SPG seperti dirinya malah lebih sibuk di akhir pekan seperti ini. Hal itu membuat Anggun jadi begitu was-was kalau saja dia tak bisa berbicara dengan Melya di kesempatan yang begitu terbatas.Hingga ketika sambungan itu baru saja hendak terputus, tiba-tiba….‘Halo? A-Anggun? Ini kamu, kan?’Ada sedikit sesak di dadanya yang Anggun rasakan. Dia bahkan kesulitan untuk menahan tangisnya. Namun, tentu saja dia terus berusaha kuat mengingat waktu yang diberikan Sean padanya tidaklah banyak.“I-Iya, Mel. I-Ini aku.” Dia jeda untuk menahan emosinya sendiri. Agar dia tak menangis, atau yang lebih buruk berteriak tak tahan demi meminta bantuan. “K-Kamu apa kabar, Mel?”‘Kabarku baik.
Sementara Sean saat ini kembali sampai di villa pribadinya. Pria itu lantas kembali dengan rutinitas utama di dalam hidupnya, yaitu melakukan pekerjaan yang bisa dia kerjakan walaupun di tengah wakatu luang seperti ini.Sekali lagi Sean berusaha untuk memfokuskan pikirannya. Namun, kembali pria itu tiba-tiba menghentikan pekerjaannya. Ia mendesah sambil melepas kacamatanya.“Kenapa aku tak bisa berkonsentrasi sih? Kenapa aku teringat akan Tiara melulu?”Pria itu melayangkan pandangannya ke sekitar tempat itu, di mana anehnya memang kenangan Tiara terasa sangat kental di sana. Mungkin karena memang segitu berartinya momen-momen bulan madu mereka dulu sebagai momentum saat hatinya dicuri oleh mendiang istrinya itu. Sehingga hal itu terasa sulit untuk dia abaikan sama sekali.Mana Anggun sekarang juga tak ada di sini.Semalam Sean yang tak tahan, akhirnya dapat melampiaskannya kepada Anggun seperti yang sering dia lakukan. Tak hanya menghabiskan malam dengan mengecup kelopak matanya, nam
“Hahaha, memang sebenarnya orang-orang rendahan seperti mereka bukanlah tandinganku. Mereka nggak seharusnya menantang keluarga Agrawarsena seperti ini. Sehingga tentu saja, itu sama saja cari penyakit namanya.”Di tengah siaran berita yang menginformasikan tentang kecelakaan maut dan mematikan, sosok Hendro Agrawarsena malah tertawa senang merayakan. Bahkan walau hanya memegang sebotol air mineral karena kondisi kesehatannya yang tak terlalu baik, pria paruh baya itu berlagak seolah-olah sedang berpesta minuman keras.“Sekarang rasakan dampaknya. Lagipula… itu memang pantas kamu dapatkan setelah bagaimana mantan istrinya Sean mau berbaik hati menyerahkan bola matanya. Kini Cinderella dengan dongeng klasik murahannya telah berlalu, sehingga Sean dapat kembali ke kehidupannya yang normal yaitu fokus dengan bisnis-bisnisnya.”Miranda, Mamanya Sean sekaligus informan yang mengatakan soal permasalahan Anggun kepada sang mertua tampak hanya menunduk ngeri. Jauh di lubuk hatinya sebenarnya
Ekspresi wajah Armand tampak langsung berubah begitu dia memeriksa ponselnya. Dengan cepat dia melayangkan pandangan ke arah atasannya yang tengah sibuk memimpin rapat pada hari ini. Diam-diam diliriknya lagi layar ponselnya untuk meyakinkan.[Fikar: Bos, gawat Bos. Kami tengah mengikuti target yang pulang dari rumah sakit hari ini, namun hal yang tak terduga terjadi. Mobil yang ditumpangi target bersama kedua temannya ditabrak oleh sebuah bus dari arah yang nggak terduga. Salah satu penumpang perempuan dinyatakan meninggal di tempat, sementara yang dua lagi langsung dibawa ke rumah sakit.]Armand diam-diam mengirimkan pesan balasan.[Kamu yakin? Jangan bercanda? Lalu siapa yang meninggal? Target atau temannya?]Tak lama kemudian ponselnyaa bergetar lagi.[Fikar: Berikut foto-fotonya, Bos. Tidak mungkin kami bercanda. Mengenai identitas korban tak bisa kami cari tahu, sebab terlalu banyak kerumunan di sini dan mereka langsung dibawa ke rumah sakit. Jadi tidak dapat kami pastikan.]Arm
Hendro sangat berfokus dengan permasalahan cucunya itu belakangan ini, sampai dia sering ditegur oleh dokter pribadinya untuk terus menjaga kesehatan. Namun, anehnya setelah begitu lama pria itu merasa kuat dan gigih begini akan sesuatu setelah penyakitnya menjadi parah sekitar empat tahun yang lalu.Saat ini ia terus berfokus pada Anggun serta niatnya untuk mempidanakan Sean. Selain mencari bukti, dia terus berusaha memelajari strategi gadis itu. Termasuk seperti sekarang dia berusaha mencari tahu tentang orang-orang di sekitar Anggun yang mungkin bisa menjadi ancaman.“Dokter ini terlihat gigih sekali membantu Anggun. Awalnya kukira dia menyukai gadis itu, tapi ternyata tidak. Dia malah menyukai Tiara dan dulu bersahabat sangat baik untuknya. Sehingga itu sebabnya dia memiliki sejenis dendam pribadi pada cucuku.”Hendro bergumam begitu sambil membalik setiap lembar kertas hasil laporan anak buahnya.“Dan Dokter ini… memiliki teman yang merupakan seorang polisi. Belakangan bahkan mer
“Jadi dia bersikeras untuk menuntut? Benar dugaanku kalau dia akan menjadi masalah untuk kita ke depannya.”Hendro Agarawarsena mendesah setelah mendengar rekaman suara terkait pertemuan Sean dan Anggun tadi siang. Karena pria itu memang kembali menggunakan uang dan kekuasaannya untuk memenuhi keinginannya. Termasuk menyuruh orang untuk diam-diam meletakkan penyadap di ruang inap milik Anggun.“Lalu bagaimana? Apa kamu menemukan sesuatu tentang apa yang terjadi dengan mereka selama dua bulan ke belakang ini? Sesuatu yang katanya bisa memperkarakan Sean?” tanya pria paruh baya itu pada seorang pria yang kini berada di depannya.“Seperti dugaan kita, Tuan. Memang cukup sulit untuk menemukannya karena Tuan Sean dan anak buahnya sangat berhati-hati dalam pergerakannya. Tapi… untungnya memang ada sedikit petunjuk.”Pria itu menyerahkan sebuah kertas foto pada Hendro.“Kami mengetahui kalau wanita itu tidak membuka toko bunganya selama dua bulan lebih, Tuan. Memang tak ada laporan kehilanga
Saat Sean berkunjung ke rumah sakit, Anggun tengah tertidur akibat pengaruh obat. Pria itu pun diusir dengan dingin oleh Melya dan William seperti biasanya. Hal itu lantas baru mencapai telinga Anggun di malam harinya.“Besok biarkan saja dia masuk. Biarkan aku bertemu dengannya. Sebab ada banyak hal yang ingin kutanyakan padanya,” kata Anggun tak lama setelahnya.“Tapi, Nggun. Kamu masih lemah. Aku juga khawatir dia akan membahayakanmu—““Sudah kubilang kita harus cepat menangkapnya, Mel. Kita tak bisa membuang waktu. Lagipula kalau dia membahayakanku bukannya akan lebih mudah bagi kita untuk menangkapnya?”Anggun sedikit meninggikan suaranya, yang tentu saja mengejutkan Melya. Walaupun kemudian gadis itu tampak menatap sahabatnya itu dengan kurang enak.“M-Maaf, Mel. Aku nggak bermaksud membentak kamu. A-Aku hanya… aku hanya terlalu gugup saja. Maaf ya?” tanya Anggun menyesal.Melya tersenyum maklum sambil menggelengkan kepalanya. “Nggak apa-apa kok. Aku paham. Aku sebenarnya setuju
“A-Anggun terbangun? Sungguh?”Sean yang awalnya lesu kini tampak lebih terjaga saat mendapat kabar itu dari Armand pagi ini. Ditatapnya sang asisten pribadi dengan serius.“Ya, Tuan. Ini adalah informasi valid dari pihak dalam yang bekerja sama dengan kita.” Armand menyahut dengan yakin. Dia lalu mengeluarkan ponselnya. “Mereka bahkan mengirimkan foto untuk kita.”Sean dengan cepat merebut ponsel itu, lalu memeriksanya. Kedua matanya tampak sedikit membesar saat memandang foto sosok Anggun yang memang telah membuka matanya lalu dikelilingi oleh pihak medis dan keluarganya. Kedua matanya tampak telah terbuka.‘B-Benar. Anggun akhirnya tersadar? Anggun berhasil melewati masa komanya.’“Suruh sopir menyiapkan mobil, karena kita akan segera ke sana,” kata Sean sambil menyerahkan lagi ponsel itu ke tangan sang asisten pribadi. Di mana ekspresi Armand tampak ragu-ragu. Dia bahkan tak menyahuti cepat seperti biasanya.“Tapi Tuan, hari ini kan kita ada jadwal untuk bertemu dengan calon inves
Dan dampak dari permasalahan itu akhirnya mencapai Hendro Agrawarsena. Sama seperti Sean serta anggota keluarga lainnya yang mengetahui permasalahan ini lebih awal, pria itu jadi tak bisa memejamkan matanya. Perasaan cemas dan was-was menguasai hatinya.‘Ini gawat. Kalau dibiarkan begitu saja, dampaknya akan semakin melebar. Nama besar keluarga kami bisa tercemar lalu bahkan Sean bisa dijebloskan ke dalam penjara. Itu akan sangat beresiko untuk kami semua.’Itulah yang Hendro pikirkan walau sudah selarut ini. Ia tampak sudah berbaring di kasur mewah miliknya dan menatap langit-langit kamarnya itu.‘Jangankan harapan untuk memiliki cucu, kalau sampai ini benar-benar terungkap dan diusut polisi, kebanggaan kami selama ini benar-benar akan ternodai. Hal yang sampai kapanpun tak boleh terjadi.’Sebenarnya bahkan keluarga Sean tak tahu secara menyeluruh. Miranda hanya menjelaskan apa yang didengarnya dari mulut Anggun saat cekcok yang terjadi di depan griya tawang milik Sean. Dia bahkan ta
Anggun sadar lebih lama dari yang mereka duga. Selama dua minggu hingga hari ini, gadis itu belum juga membuka matanya.Sementara itu kehidupan terus berjalan. Terutama bagi keluarga Anggun yang kini sibuk memperkarakan kejadian ini. Di mana Clara telah dinyatakan sebagai tersangka satu-satunya dalam kejadian ini.Namun, tentu saja bukan hanya itu saja target mereka. Sebenarnya mereka juga ingin membuktikan soal tuduhan penyekapan terhadap Anggun yang dilakukan oleh Sean melalui kasus ini. Namun, tentu saja itu tak mudah karena Sean dibantu anak buahnya pasti sudah mengantisipasi itu semua. Sehingga untuk sekarang bahkan mereka masih belum bisa menghubungkan kasus pencobaan pembunuhan ini dengan kasus tersebut.“Mungkin pada akhirnya kita harus menunggu Anggun untuk bangun dan membuat keterangan sendiri. Apalagi kalau mungkin dia memiliki bukti yang memperkuat tuduhan itu,” kata William pada Melya saat mereka kembali berunding siang ini. Di mana gadis itu selalu diajak makan bersama k
Anggun segera dilarikan ke Unit Gawat Darurat di rumah sakit terdekat. Dokter sempat memeriksanya sesaat, namun ekspresinya tampak sangat serius di saat itu.“Kita harus segera melakukan tindakan operasi, Pak. Anda walinya, bukan? Tolong segera urus adminstasi serta perawatan yang lain.”Sean tampak masih kebingungan dan sebenarnya sangat syok dengan kejadian ini. Sehingga dia hanya bisa mengangguk saja.“Selamatkan bayinya ya, Dok.” Miranda yang ikut tiba-tiba menyela. “Kalau terjadi sesuatu dan diharuskan memilih. Selamatkan bayinya saja.”“Ma….” Sean sedikit terlambat protes terhadapnya.“Ini yang terbaik. Kamu dan kakek kamu baru saja berbaikan, tak akan Mama biarkan kamu kehilangan bayimu itu.” Miranda tampak bersikeras. Sebelum kemudian berbisik ke telinga sang putra. “Lagipula semuanya tak akan berjalan mulus setelah semua yang terjadi. Anggun tadi terlihat sangat marah, sehingga dia mungkin akan menuntut dan memejarakan kamu karena ulahnya. Jadi kalau memang tak memungkinkan,