“Aku nggak tahu kenapa semua wanita itu selalu berpikiran negatif, tapi yang pasti aku nggak pernah selingkuh.”Riri menatap kecewa karna jawaban yang dia inginkan tak sesuai dengan apa yang keluar dari mulut Leon. “Kamu belum jelasin yang kemarin loh.”Dengan tatapan bertanya-tanya Leon mencoba untuk mengingat tentang kejadian yang harus dia jelaskan kepala Riri. ‘Apa aku punya hutang penjelasan ke Riri? Perasaan nggak ada.’“Kenapa? Nggak mau jujur?... Ya aku tahu sih kalau semua laki-laki itu nggak akan bisa puas sama satu wanita, tapi nggak harus terang-terangan juga dong selingkuhnya. Di kira aku nggak punya hati sama perasaan apa.”Riri melepaskan pelukannya lalu pergi ke luar apartemen untuk mencari udara segar, tapi sepertinya Riri melupakan bahwa sekarang dirinya berada di kota metropolitan yang penuh dengan berbagai kendaraan dan polusi udara.“Di saat-saat seperti ini aku jadi kangen rumah, ibu sama ayah apa kabar ya?”Riri menatap langit yang sepertinya mendung dan akan tu
Riri menatap tajam pada lubang di pintu yang menampilkan dua orang wanita yang tak kunjung pergi juga dari sana.Berbagai umpatan Riri suarakan dalam hatinya untuk melampiaskan kemarahannya yang tak dapat dia suarakan.Dengan sabar dan penuh pengertian Riri mendengarkan keluh kesah Leon yang terdengar seperti suara gumaman.Karna melihat kedua wanita yang dari tak pergi-pergi dari depan apartemennya, Riri berusaha untuk mengangkat kakinya lalu mengambil sandal dan melemparkannya kearah lubang di pintu.Untung saja lubang yang di buat Leon cukup besar, jadi dengan mudah sandal Riri melayang melewati lubang di pintu dan hampir mengenai Naina.‘Mampus! Makan tuh sandal!’Setelah melihat kepergian Naina dan mamah tiri Leon, Riri mengajak Leon untuk duduk dan berbicara agar suasana hatinya lebih tenang.“Mas, mereka udah pergi kok, kamu tenangin diri dulu ya, nggak baik berlarut-larut dalam kesedihan, mamah juga pasti nggak mau lihat mas Leon bersedih.”Mendengar ucapan istrinya, dengan ber
“Untuk seukuran orang normal itu nggak masuk akal.”Riri mengangguk setuju, memang tak masuk akal jika suaminya di suruh untuk menemui sepupunya yang sedang melakukan aksi mogok makan.“Ini di cuekkin aja?”“Kamu mau aku temui dia lalu dia godain aku?”Seketika Riri mengingat beberapa perkataan budenya yang selalu bilang bahwa ada Ariza yang siap menggantikannya, kini Riri mengerti apa maksud dari pesan yang di kirimkan oleh pamannya. “Nggak! Jangan! Bisa gawat kalau kamu ketemu sama dia.”Riri menggelengkan kepalanya kuat-kuat saat ingatan tentang Ariza yang pernah mengambil salah satu crush nya.Ariza yang terkenal sumpel dan friendly selalu berada di atas Riri, dia selalu berambisi melakukan sesuatu yang lebih Riri dari yang bukanlah apa-apa.Waktu itu saat mengetahui bahwa Riri memiliki seseorang yang di sukai, Ariza melakukan berbagai cara untuk mendapatkan hati dari crush Riri yang ternyata juga menyukai Riri. Dan hasilnya Ariza bisa mendapatkan apa yang dia mau.“Mas! Kamu har
“Selamat malam bos, saya sudah menemukan nyonya.”Leon memutar badannya lalu berjalan cepat kearah anak buahnya yang baru saja masuk ke dalam apartemennya. “Di mana?!” Tanya Leon sambil mencekam kerah baju anak buahnya.“Nyonya ada di rumah orang tuanya bos.”Leon melepaskan kerah baju anak buahnya lalu berpikir sejenak tentang kesalahan apa yang sudah di perbuatnya hingga Riri pergi meninggalkan apartemen dan pulang ke rumah orang tuanya.Namun sekeras apapun Leon berpikir, dia tetap tidak bisa mengetahui alasan dan kesalahannya.“Apa karna aku katai bodoh?! Tapi kan habis itu langsung aku puji! Masa iya dia masih marah!”Tanpa berpikir lama lagi Leon mengambil kunci motornya lalu pergi ke rumah orang tuanya Riri.Dengan kecepatan yang sangat cepat dan tak main-main Leon melesatkan motornya untuk mencari keberadaan istrinya.Sudah lebih dari satu jam Leon mengendarai motornya, dan akhirnya dia sampai di depan rumah mertuanya.Tanpa berbasa-basi lagi Leon mengetuk pintu rumah itu denga
“Tunggu! Aku bisa jelasin!”“Jelasin apa?!... Kamu bilang kamu nggak kenal dan nggak tahu siapa dia kan? Terus kenapa dia bisa peluk kamu?!”“Aku lupa! Aku beneran nggak ingat siapa dia!”Mata Leon berkaca-kaca sambil memegang tangan Riri yang hangat. Entah kenapa filingnya mengatakan bahwa akan ada masalah besar yang akan datang.“Kamu lupa sama aku?... Wajar sih, kan kita bertemu empat tahun yang lalu saat di bar.” Ucap wanita itu dengan senyum manis di wajahnya.Alis Leon mengkerut untuk mengingat-ingat tentang wanita itu di empat tahun yang lalu.“Ouh iya, kamu tahu dari mana kalau Leona sedang di rawat di rumah sakit ini?” Tanya wanita itu sambil bergelayutan manja di lengan Leon.“Lepas!!...” Bentak Leon sambil menepis tangan wanita itu dengan kasar. “Aku nggak kenal siapa kamu! Dan aku nggak ada hubungannya sama kamu!” Setelah mengatakan itu Leon menarik tangan Leon untuk masuk ke dalam ruang inap ayah mertuanya.Leon bernafas lega saat melihat kedua adik Riri dan ayah mertuanya
“Heh bocah! Pergi sana!... Saya bukan papah kamu ya, jadi lebih baik kamu pergi jauh-jauh dari saya.”Dengan gemetaran Riri memegang tangan Leon yang sedang berusaha untuk menjauh dari anak kecil itu.“Jangan kasar gitu, dia masih kecil dan nggak tahu apa-apa.”Leon mendengus kesal lalu menatap tajam kearah Leona yang masih memeluk kakinya.Leona yang di tatap tajam oleh Leon akhirnya menjauh dengan sendirinya, bahkan badannya sudah bergetar karna ketakutan.“Pergi!!” Usir Leon.Mereka berdua pergi meninggalkan Leon dan Riri yang sedang di landa dilema hebat.Dengan perasaan yang bercampur aduk Leon mengajak Riri untuk masuk ke dalam ruang inap ayah mertuanya. Leon memegang tangan Riri dengan lembut.Perlakuan yang sangat berbeda dari Leon membuat wanita tadi yang ternyata bersembunyi di balik tembok menjadi menyimpan dendam pada Riri. “Lihat saja kamu, aku akan mendapatkan apa yang seharusnya menjadi milikku.”Satu persatu air mata Riri terjatuh saat kakinya melangkah mengikuti Leon
Riri menatap Leon sebentar lalu pandangannya tertuju pada paha ayam yang ada di piringnya. Bibir Riri bergetar seolah-olah akan ada guncangan hebat yang akan melanda.“Tertawa aja, nggak usah di pendam, mumpung aku belum marah, kamu tertawa aja sepuasnya.”Riri di buat salah tingkah, dengan sekuat tenaga Riri mengontrol bibirnya agar tak bergetar dan mengeluarkan suara tawa yang akan membuat Leon marah.“E-enggak kok, aku nggak ketawa. Ouh iya, ayah tadi di operasi jam berapa? Apa sekarang sudah selesai?” Tanya Riri yang mencoba mengalihkan pembicaraan.“Sudah dari jam sembilan tadi, mungkin sebentar lagi selesai.”Riri mengangguk lalu memakan makanan di depannya dengan terburu-buru, Riri kini tak sabar untuk bertemu ayahnya, perasaan sedih dan senang bercampur menjadi satu. Membayangkan kondisi ayahnya setelah operasi membuat jantung Riri berdebar tak karuan.“Pelan-pelan aja, ayah juga nggak akan lari kemana-mana.”Riri hanya mengangguk namun tak mengindahkan ucapan dari Leon. Riri
“Apa maksud mu Leon?!... Lepas! Kalian tidak tahu siapa saya?! Lepaskan saya, saya adalah nyonya Ganada sang pemilik dari hotel ini! Lepaskan saya!...”Dengan sangat kasar dua satpam memaksa bu Laras untuk pergi keluar dari hotel. Begitu juga dengan Naina, Leona, dan ibunya.Berkali-kali dengan suara yang lantang, bu Laras berteriak dan mengumpat, dirinya tidak terima dengan perlakuan yang baru saja dia dapatkan.“Ingat ya Leon!... Habis ini kamu pasti mati di tanganku! Seharusnya dulu aku membunuhmu bersama dengan wanita jalang itu!”Urat-urat nadi Leon terlihat sangat jelas saat wanita yang paling dia cintai di hina menggunakan mulut dari wanita yang paling kotor di dunia ini.Dengan langkah yang lebar, Leon berjalan cepat kearah bu Laras yang masih memberontak ingin di lepaskan. Leon mengepalkan tinjunya lalu melayangkannya tepat di pipi bu Laras.Tak hanya itu saja, Leon bahkan mencekik bu Laras dengan dendam yang sudah menumpuk di hatinya.Leon gelap mata, bayangan masa lalu yang
Kabar menghilangnya Ariza membuat heboh keluarga besar bu Khansa, Riri yang tidak memiliki hubungan baik dengan Ariza terpaksa ikut mencari keberadaan sepupunya itu. “Nak Leon, tolong paman, dia anak perempuan paman satu-satunya, bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu dengannya.” Ujar pak Abdul dengan wajah melasnya. Tentu saja orang yang paling di sasar pertama adalah Leon, koneksi dan anak buah Leon yang tersebar di seluruh Indonesia menjadi modal utama pak Abdul untuk mencari putrinya. Riri yang melihat pamannya seperti itu menjadi tak tega. Walaupun tidak memiliki hubungan yang baik, bagaimana pun Ariza adalah sepupu Riri, sejahat apa pun dia tentu saja Riri harus membantu untuk mencarinya. “Bantu saja mas, aku tidak tega melihatnya.” Bisik Riri tepat di samping telinga Leon. Bagi Leon yang mengetahui niat buruk Ariza kepada Riri sangat sulit untuk melepaskannya, terlebih lagi kejadian beberapa hari yang lalu bisa terulang kembali. “Kita bicarakan nanti di kamar.
“Lebih baik kamu jauhkan sapu tangan itu sebelum nyawamu melayang!.” Mendengar ada suara yang menghentikannya, tanpa menoleh sedikit pun, wanita itu mengeluarkan sebuah pisau dari tasnya menggunakan salah satu tangannya yang lain. Sebelum berhasil melancarkan aksinya, Leon melempar sepatu yang di pakainya hingga membuat pisau itu terjatuh di lantai. Dua orang bergegas berlari dan menangkap wanita itu, namun naasnya sapu tangan yang di bawa wanita itu terjatuh tepat di atas wajah salah satu anak Leon. Leon berlari menghampiri putranya, untung saja dia tidak apa-apa. Leon melirik sinis kearah wanita itu setelah memastikan kondisi ketiga putranya baik-baik saja. “Aku akan menghancurkan hidup anakmu!!...” Teriak wanita itu dengan di iringi tawanya yang menggelegar. Arga masuk ke dalam kamar Leon sembari membawa sapu tangan yang persis seperti milik wanita itu. “Di sapu tangannya terdapat air keras, kalau menetes di kulit sedikit saja, wajahnya pasti akan rusak.” Wanita itu
“Mereka semua pergi dengan keinginan mereka sendiri. Tapi kalau kamu mau, aku bisa bawa mereka kembali ke sini.” Riri kembali terdiam, sudah banyak hal yang dia lewatkan setelah berada di Villa selama tiga bulan, dan segalanya kini menjadi rumit. Bagi Riri yang telah lama merasa bosan dan kesepian, dia pasti akan tetap memilih untuk membawa keluarganya kembali pulang ke rumah, namun hati nurani Riti tidak mengizinkannya untuk bersikap egois, karna bagaimana pun semua berhak untuk hidup sesuai dengan keinginannya masing-masing. “Lalu Satria bagaimana?.” Tanya Riri yang melewatkan satu orang. “Dia memilih untuk melanjutkan pendidikan kedokterannya dan meninggalkan jurusan bisnis seperti yang dia inginkan. Sekarang dia berada di Inggris bersama tiga bocah kematian itu, jadi kamu tidak perlu khawatir.” ***** Leon mengeluarkan sebuah bungkus rokok dari sakunya. Sudah sangat lama sekali dia tidak merokok, terakhir kali pun Leon merokok ketika mendapatkan kabar kalau mertuanya terk
Kedua mata Riri perlahan-lahan terbuka, hal yang pertama kali di lihat oleh Riri adalah sebuah langit-langit putih berhiaskan emas yang berkilauan. “Akhirnya kamu sadar juga nak, Ibu khawatir kalau terjadi sesuatu sama kamu, untung saja dokter bilang tidak apa-apa.” ‘Ada apa ini, apa yang sudah terjadi kepadaku?.’ Tanya Riri dalam hati. Riri menoleh kearah Ibunya yang dengan khawatir memegang salah satu tangannya erat-erat. Kepalanya yang terasa sangat sakit membuat Riri kesulitan untuk berpikir. Berbagai pertanyaan mengenai kondisinya berkecamuk di pikiran Riri yang membuat rasa sakit di kepalanya bertambah semakin menjadi-jadi. Riri merintih kesakitan, telinganya juga tiba-tiba berdenging sangat nyaring, tubuh Riri meringkuk ketika kepalanya terserang rasa sakit yang luar biasa. Melihat putrinya yang merintih kesakitan, bu Khansa berteriak memanggil nama Leon. Mendengar teriakan dari Ibu mertuanya, Leon bergegas menghampiri sumber suara. Ketika sudah berada di depan kamar
“Malu kamu bilang?! Kalau kamu masih memiliki rasa malu! Ganti rugi atas kematian anakku! Kalian harus membayarnya!.”“Benar! Kamu harus membayar empat triliun kepada kami!. Kalau kamu tidak membayarnya, kami akan menghancurkan rumah ini!.”Tangan Riri mengepal kuat dan akan bersiap untuk menghantam wajah empat orang yang berada di depan matanya. Di saat Karina sedang di kabarkan sakit bahkan sampai sekarat di rumah sakit, bukannya menjenguk mereka malah datang meminta sejumlah uang ganti rugi.“Anak yang mana? Kalau maksud tante itu kak Karina, sampai saat ini dia masih hidup dan masih bisa bernafas!.”“Tapi kak Karina sekarat karna kalian! Kalian sudah menaruh racun ke dalam makanannya!. Kalau kalian tidak suka setidaknya jangan membunuh kak Karina!.”Riri mengelus dadanya sembari mengatur nafas agar tidak terbawa emosi, cerita tentang kekejaman mereka yang di ceritakan oleh Leon melekat jelas di ingatan Riri. Peran saudara dan ibu tiri yang mereka lakukan sangat baik hingga me
Suara ketukan terdengar di pintu kamar pengantin yang akan menghabiskan waktu bersama setelah serangkaian acara yang melelahkan. Suara ketukan itu tak kunjung berhenti sampai salah satu dari kedua orang yang berada di kamar itu membuka pintu. “Kenapa Leon? Apa kamu tidak akan membiarkan aku beristirahat dengan tenang malam ini?.” Leon menatap wajah pamannya lalu mengintip ke dalam kamar. Di sana sudah terdapat sebuah meja dengan berbagai makanan yang di hidangkan. Di salah satu sisi meja sudah ada seorang wanita yang mengenakan sebuah gaun putih yang cantik, jika di lihat dari posisinya wanita itu terlihat akan segera menyantap hidangan di depannya. “Jangan makan apa pun sampai besok siang.” Asrof menatap heran kearah Leon, dan seketika ekspresi wajah Asrof berubah menjadi panik. Asrof menoleh ke belakang dan menatap istrinya yang akan memasukkan sesendok makanan ke dalam mulutnya. Tanpa berpikir lama Asrof langsung berlari dan menepis tangan Karina dengan kasar. Sendok
“Asal kamu tahu ya, aku berhasil menggoda suamimu dan membuatnya menerimaku." Bagi orang yang tidak tahu apa-apa pasti akan berpikiran negatif, tapi bagi Riri yang sudah mendengar semua ceritanya dari Leon, itu bukanlah sesuatu hal yang mengejutkan. “Iya, aku sudah mendengar semuanya dari yang bersangkutan kok. Padahal hanya bisa duduk di pangkuan suamiku dengan telanjang tanpa di usir, tapi kamu membanggakannya seolah-olah pernah tidur berdua saja dengan suamiku. Ya setidaknya sekarang aku tahu betapa murahnya dirimu yang bangga karna menjadi bahan tontonan orang lain ketika telanjang.” Mereka berdua meninggalkan tempat pelaminan dengan wajah memerah. Melihat mereka berdua pergi dengan kesal, Riri tersenyum puas walaupun sedikit menyimpan kekesalan karna mereka mengungkit tentang kelakuan busuk suaminya. Riri kembali menatap Karina yang sudah bisa mengangkat kepalanya. “Jangan di pikirkan lagi, kakak lebih baik dari pada mereka kok.” “Tapi apakah yang kamu katakan itu
“Mah, aku tidak mau menikah dengan dia. Aku tidak suka dengan dia mah.”“Diam kamu! Kalau bisa di ganti dengan adikmu, mamah akan dengan suka rela menggantimu!. Seharusnya kamu bersyukur karna ada orang yang mau menikahimu dengan mahar tinggi, apa lagi sampai mengadakan pesta di hotel begini.”Riri memperhatikan anak dan ibu yang berada di depannya, bisik-bisik yang mereka lakukan membuat Riri penasaran tentang apa yang mereka bicarakan sampai serius begitu.Semuanya sudah siap, kedua pengantin telah duduk berdampingan dan siap mengikat diri dengan janji suci pernikahan.Dari awal sampai akhir raut wajah sang pengantin wanita berhasil menyita perhatian Riri. Riri merasa dia pasti terpaksa seperti yang pernah terjadi padanya dulu, tapi Riri merasa kali ini hubungannya sedikit rumit dari yang pernah dulu dirinya alami.“Kenapa merasa seperti melihat diri sendiri ya? Kalau dulu kamu tidak menuruti apa yang Ibu katakan, cerita hidupmu pasti tidak akan seperti ini.”Bu Khansa kembali
“Lihatkan, akulah pemenangnya, sekarang jangan ganggu istriku lagi.” ‘Dasar menyebalkan!.’ Kesal Dion dalam hati. Kedatangan Leon dan Riri di sambut hangat oleh orang-orang yang ada di dalam rumah, terutama orang-orang yang mengetahui kehamilan Riri. Tentu saja di antara orang-orang yang berbahagia itu ada beberapa orang yang tidak senang dengan kedatangan Leon dan Riri. Salah satunya adalah paman Riri yang sering membuat masalah di mana-mana menggunakan nama Leon sebagai tamengnya. “Leon, di mana bude dan sepupumu? Kenapa mereka tidak datang bersama kalian?.” Tanya paman Abdul yang tidak melihat keberadaan adik, istri, anak, serta keponakannya. “Sepupu? Mana mungkin aku memiliki sepupu, paman kandungku satu-satunya baru menikah, bagaimana bisa aku memiliki sepupu.” Sindiran yang di ucapkan Leon berhasil mengenai tiga orang sekaligus. Pak Abdul, Asrof dan juga Dimas terdiam tak berkutik saat mendapatkan kata-kata menohok dari Leon. Pak Abdul sebisa mungkin mengontrol