“Tunggu! Aku bisa jelasin!”“Jelasin apa?!... Kamu bilang kamu nggak kenal dan nggak tahu siapa dia kan? Terus kenapa dia bisa peluk kamu?!”“Aku lupa! Aku beneran nggak ingat siapa dia!”Mata Leon berkaca-kaca sambil memegang tangan Riri yang hangat. Entah kenapa filingnya mengatakan bahwa akan ada masalah besar yang akan datang.“Kamu lupa sama aku?... Wajar sih, kan kita bertemu empat tahun yang lalu saat di bar.” Ucap wanita itu dengan senyum manis di wajahnya.Alis Leon mengkerut untuk mengingat-ingat tentang wanita itu di empat tahun yang lalu.“Ouh iya, kamu tahu dari mana kalau Leona sedang di rawat di rumah sakit ini?” Tanya wanita itu sambil bergelayutan manja di lengan Leon.“Lepas!!...” Bentak Leon sambil menepis tangan wanita itu dengan kasar. “Aku nggak kenal siapa kamu! Dan aku nggak ada hubungannya sama kamu!” Setelah mengatakan itu Leon menarik tangan Leon untuk masuk ke dalam ruang inap ayah mertuanya.Leon bernafas lega saat melihat kedua adik Riri dan ayah mertuanya
“Heh bocah! Pergi sana!... Saya bukan papah kamu ya, jadi lebih baik kamu pergi jauh-jauh dari saya.”Dengan gemetaran Riri memegang tangan Leon yang sedang berusaha untuk menjauh dari anak kecil itu.“Jangan kasar gitu, dia masih kecil dan nggak tahu apa-apa.”Leon mendengus kesal lalu menatap tajam kearah Leona yang masih memeluk kakinya.Leona yang di tatap tajam oleh Leon akhirnya menjauh dengan sendirinya, bahkan badannya sudah bergetar karna ketakutan.“Pergi!!” Usir Leon.Mereka berdua pergi meninggalkan Leon dan Riri yang sedang di landa dilema hebat.Dengan perasaan yang bercampur aduk Leon mengajak Riri untuk masuk ke dalam ruang inap ayah mertuanya. Leon memegang tangan Riri dengan lembut.Perlakuan yang sangat berbeda dari Leon membuat wanita tadi yang ternyata bersembunyi di balik tembok menjadi menyimpan dendam pada Riri. “Lihat saja kamu, aku akan mendapatkan apa yang seharusnya menjadi milikku.”Satu persatu air mata Riri terjatuh saat kakinya melangkah mengikuti Leon
Riri menatap Leon sebentar lalu pandangannya tertuju pada paha ayam yang ada di piringnya. Bibir Riri bergetar seolah-olah akan ada guncangan hebat yang akan melanda.“Tertawa aja, nggak usah di pendam, mumpung aku belum marah, kamu tertawa aja sepuasnya.”Riri di buat salah tingkah, dengan sekuat tenaga Riri mengontrol bibirnya agar tak bergetar dan mengeluarkan suara tawa yang akan membuat Leon marah.“E-enggak kok, aku nggak ketawa. Ouh iya, ayah tadi di operasi jam berapa? Apa sekarang sudah selesai?” Tanya Riri yang mencoba mengalihkan pembicaraan.“Sudah dari jam sembilan tadi, mungkin sebentar lagi selesai.”Riri mengangguk lalu memakan makanan di depannya dengan terburu-buru, Riri kini tak sabar untuk bertemu ayahnya, perasaan sedih dan senang bercampur menjadi satu. Membayangkan kondisi ayahnya setelah operasi membuat jantung Riri berdebar tak karuan.“Pelan-pelan aja, ayah juga nggak akan lari kemana-mana.”Riri hanya mengangguk namun tak mengindahkan ucapan dari Leon. Riri
“Apa maksud mu Leon?!... Lepas! Kalian tidak tahu siapa saya?! Lepaskan saya, saya adalah nyonya Ganada sang pemilik dari hotel ini! Lepaskan saya!...”Dengan sangat kasar dua satpam memaksa bu Laras untuk pergi keluar dari hotel. Begitu juga dengan Naina, Leona, dan ibunya.Berkali-kali dengan suara yang lantang, bu Laras berteriak dan mengumpat, dirinya tidak terima dengan perlakuan yang baru saja dia dapatkan.“Ingat ya Leon!... Habis ini kamu pasti mati di tanganku! Seharusnya dulu aku membunuhmu bersama dengan wanita jalang itu!”Urat-urat nadi Leon terlihat sangat jelas saat wanita yang paling dia cintai di hina menggunakan mulut dari wanita yang paling kotor di dunia ini.Dengan langkah yang lebar, Leon berjalan cepat kearah bu Laras yang masih memberontak ingin di lepaskan. Leon mengepalkan tinjunya lalu melayangkannya tepat di pipi bu Laras.Tak hanya itu saja, Leon bahkan mencekik bu Laras dengan dendam yang sudah menumpuk di hatinya.Leon gelap mata, bayangan masa lalu yang
“Nggak mungkin dia lihat aku di sini kan?”Dengan perasaan yang gelisah Riri berharap kalau Alden bisa segera pergi menjauh dari tempat dia dan Leon beristirahat.Jantung Riri kini berdebar tak karuan saat tatapan mata Alden semakin menajam. ‘Semoga aja dia benar-benar tidak melihatku di sini.’ Harap Riri sambil menutup matanya.Dan akhirnya doanya terkabul, tak lama kemudian Alden memalingkan wajahnya dan pergi menghilang dari hadapan Riri.“Syukurlah, aku kira dia bakal lihat aku di sini.”Raut wajah sedih terlihat sangat jelas, Riri menggelengkan kepalanya saat wajah Alden terlintas di benaknya.“Ya ampun, mikir apa sih aku.”Riri mencoba untuk menenangkan dirinya dan menghilangkan bayangan masa lalunya dengan Alden. Dengan sekuat tenaga Riri menepuk kedua pipinya agar segera tersadar dari bayang-bayang masa lalunya.“Sadar Ri, kamu itu sudah bersuami, tidak seharusnya kamu masih mengharapkan orang seperti dia.”Karna tak ingin memikirkan sesuatu yang bermacam-macam lagi, Riri memut
“Sialan, dia lagi rupanya. Apa nggak kapok sih kemarin udah di usir sama pak satpam. Lagian dia tahu apartemen ini dari mana coba!.”Riri segera bergegas turun dari mobil dan menghampiri Leon untuk di ajak masuk.Secepat mungkin Riri berlari sambil menggandeng tangan Leon menuju ke lift agar segera sampai di unit apartemennya, namun sepertinya keberuntungan tak berpihak kepada Riri kali ini.Langkah kaki Riri kalah dengan suara anak kecil yang terdengar sangat melengking.Dengan perasaan kesal setengah mati Riri menendang pintu lift yang berada tepat di depannya.“Kamu ajak aku lari gara-gara lihat mereka? Kan kamu sudah tahu waktu itu kalau aku nggak ada hubungannya sama sekali dengan kedua orang itu.”“Tetap aja aku kesal!”Leon tersenyum manis, kekesalannya yang sudah menumpuk kini hilang tak tersisa.“Tenang aja, aku yang akan menghadapi mereka berdua.”Leon menatap tajam kearah anak kecil yang sedang berlari kearahnya, sudah dapat di tebak apa yang akan terjadi selanjutnya, anak k
“Masa aku harus tidur sendirian sih, kan aku takut gelap~”Riri dan Leon saling pandang dengan tatapan jenuh. Kebersamaan dan kemesraan mereka berdua sangat terganggu oleh kehadiran orang ketiga yang ada di hadapan mereka saat ini.“Lakuin sesuatu, aku nggak mau kalau harus tidur satu ranjang sama dia.” Bisik Riri tepat di samping telinga Leon.Leon berusaha untuk memutar otak agar mereka dapat beristirahat tanpa di ganggu oleh makhluk rubah menyebalkan itu. Dan akhirnya Leon memikirkan sebuah cara untuk membuat Ariza pergi menjauh dengan sendirinya.“Ya sudah, ayo!” Ucap Leon ketus.Riri mendengus kesal lalu berjalan kearah kamar di mana dirinya akan tidur dengan Ariza. Namun sedetik kemudian Riri di buat kesal dengan tingkah menyebalkan sepupunya itu.“Kamu mau ngapain?! Kita tidur di kamar itu!” Teriak Riri sambil menunjuk kearah kamar yang akan di tempatinya.“Kamu aja yang ke sana, aku mau tidur berdua dengan mas Leon “ Ucap Ariza pelan dengan seringai licik di wajahnya.Amarah Ri
“Mandi dulu sana, aku nggak suka peluk badan yang sudah tertempel kotoran.”Leon mendengus kesal lalu berjalan masuk ke dalam kamar untuk menuju ke kamar mandi.Melihat suaminya yang hilang dari balik pintu kamar mandi, Riri memperhatikan sekeliling dan mengecek ada orang atau tidak di sekitar kamar hotelnya.Setelah melihat suasana yang sepi dan tak ada tanda-tanda kehidupan di sekelilingnya, Riri berjalan menghampiri Ariza yang masih berpura-pura pingsan sambil mengharapkan Leon akan datang untuk menolongnya.Tatapan meremehkan terlihat sangat jelas di mata Riri saat menyaksikan sepupunya melakukan trik murahan untuk mendapatkan perhatian dari suaminya.Riri berjongkok di samping Ariza dan membisikan sesuatu.“Mulai sekarang aku akan mengambil semuanya yang telah kamu rebut.”Ariza terperanjat dan langsung terbangun dengan mata terbelalak. Wajahnya kini memerah ketika melihat ekspresi wajah menghina dari Riri.“Kamu nggak salah hah? Aku yang akan mengambil semua milik mu seperti yang
Kabar menghilangnya Ariza membuat heboh keluarga besar bu Khansa, Riri yang tidak memiliki hubungan baik dengan Ariza terpaksa ikut mencari keberadaan sepupunya itu. “Nak Leon, tolong paman, dia anak perempuan paman satu-satunya, bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu dengannya.” Ujar pak Abdul dengan wajah melasnya. Tentu saja orang yang paling di sasar pertama adalah Leon, koneksi dan anak buah Leon yang tersebar di seluruh Indonesia menjadi modal utama pak Abdul untuk mencari putrinya. Riri yang melihat pamannya seperti itu menjadi tak tega. Walaupun tidak memiliki hubungan yang baik, bagaimana pun Ariza adalah sepupu Riri, sejahat apa pun dia tentu saja Riri harus membantu untuk mencarinya. “Bantu saja mas, aku tidak tega melihatnya.” Bisik Riri tepat di samping telinga Leon. Bagi Leon yang mengetahui niat buruk Ariza kepada Riri sangat sulit untuk melepaskannya, terlebih lagi kejadian beberapa hari yang lalu bisa terulang kembali. “Kita bicarakan nanti di kamar.
“Lebih baik kamu jauhkan sapu tangan itu sebelum nyawamu melayang!.” Mendengar ada suara yang menghentikannya, tanpa menoleh sedikit pun, wanita itu mengeluarkan sebuah pisau dari tasnya menggunakan salah satu tangannya yang lain. Sebelum berhasil melancarkan aksinya, Leon melempar sepatu yang di pakainya hingga membuat pisau itu terjatuh di lantai. Dua orang bergegas berlari dan menangkap wanita itu, namun naasnya sapu tangan yang di bawa wanita itu terjatuh tepat di atas wajah salah satu anak Leon. Leon berlari menghampiri putranya, untung saja dia tidak apa-apa. Leon melirik sinis kearah wanita itu setelah memastikan kondisi ketiga putranya baik-baik saja. “Aku akan menghancurkan hidup anakmu!!...” Teriak wanita itu dengan di iringi tawanya yang menggelegar. Arga masuk ke dalam kamar Leon sembari membawa sapu tangan yang persis seperti milik wanita itu. “Di sapu tangannya terdapat air keras, kalau menetes di kulit sedikit saja, wajahnya pasti akan rusak.” Wanita itu
“Mereka semua pergi dengan keinginan mereka sendiri. Tapi kalau kamu mau, aku bisa bawa mereka kembali ke sini.” Riri kembali terdiam, sudah banyak hal yang dia lewatkan setelah berada di Villa selama tiga bulan, dan segalanya kini menjadi rumit. Bagi Riri yang telah lama merasa bosan dan kesepian, dia pasti akan tetap memilih untuk membawa keluarganya kembali pulang ke rumah, namun hati nurani Riti tidak mengizinkannya untuk bersikap egois, karna bagaimana pun semua berhak untuk hidup sesuai dengan keinginannya masing-masing. “Lalu Satria bagaimana?.” Tanya Riri yang melewatkan satu orang. “Dia memilih untuk melanjutkan pendidikan kedokterannya dan meninggalkan jurusan bisnis seperti yang dia inginkan. Sekarang dia berada di Inggris bersama tiga bocah kematian itu, jadi kamu tidak perlu khawatir.” ***** Leon mengeluarkan sebuah bungkus rokok dari sakunya. Sudah sangat lama sekali dia tidak merokok, terakhir kali pun Leon merokok ketika mendapatkan kabar kalau mertuanya terk
Kedua mata Riri perlahan-lahan terbuka, hal yang pertama kali di lihat oleh Riri adalah sebuah langit-langit putih berhiaskan emas yang berkilauan. “Akhirnya kamu sadar juga nak, Ibu khawatir kalau terjadi sesuatu sama kamu, untung saja dokter bilang tidak apa-apa.” ‘Ada apa ini, apa yang sudah terjadi kepadaku?.’ Tanya Riri dalam hati. Riri menoleh kearah Ibunya yang dengan khawatir memegang salah satu tangannya erat-erat. Kepalanya yang terasa sangat sakit membuat Riri kesulitan untuk berpikir. Berbagai pertanyaan mengenai kondisinya berkecamuk di pikiran Riri yang membuat rasa sakit di kepalanya bertambah semakin menjadi-jadi. Riri merintih kesakitan, telinganya juga tiba-tiba berdenging sangat nyaring, tubuh Riri meringkuk ketika kepalanya terserang rasa sakit yang luar biasa. Melihat putrinya yang merintih kesakitan, bu Khansa berteriak memanggil nama Leon. Mendengar teriakan dari Ibu mertuanya, Leon bergegas menghampiri sumber suara. Ketika sudah berada di depan kamar
“Malu kamu bilang?! Kalau kamu masih memiliki rasa malu! Ganti rugi atas kematian anakku! Kalian harus membayarnya!.”“Benar! Kamu harus membayar empat triliun kepada kami!. Kalau kamu tidak membayarnya, kami akan menghancurkan rumah ini!.”Tangan Riri mengepal kuat dan akan bersiap untuk menghantam wajah empat orang yang berada di depan matanya. Di saat Karina sedang di kabarkan sakit bahkan sampai sekarat di rumah sakit, bukannya menjenguk mereka malah datang meminta sejumlah uang ganti rugi.“Anak yang mana? Kalau maksud tante itu kak Karina, sampai saat ini dia masih hidup dan masih bisa bernafas!.”“Tapi kak Karina sekarat karna kalian! Kalian sudah menaruh racun ke dalam makanannya!. Kalau kalian tidak suka setidaknya jangan membunuh kak Karina!.”Riri mengelus dadanya sembari mengatur nafas agar tidak terbawa emosi, cerita tentang kekejaman mereka yang di ceritakan oleh Leon melekat jelas di ingatan Riri. Peran saudara dan ibu tiri yang mereka lakukan sangat baik hingga me
Suara ketukan terdengar di pintu kamar pengantin yang akan menghabiskan waktu bersama setelah serangkaian acara yang melelahkan. Suara ketukan itu tak kunjung berhenti sampai salah satu dari kedua orang yang berada di kamar itu membuka pintu. “Kenapa Leon? Apa kamu tidak akan membiarkan aku beristirahat dengan tenang malam ini?.” Leon menatap wajah pamannya lalu mengintip ke dalam kamar. Di sana sudah terdapat sebuah meja dengan berbagai makanan yang di hidangkan. Di salah satu sisi meja sudah ada seorang wanita yang mengenakan sebuah gaun putih yang cantik, jika di lihat dari posisinya wanita itu terlihat akan segera menyantap hidangan di depannya. “Jangan makan apa pun sampai besok siang.” Asrof menatap heran kearah Leon, dan seketika ekspresi wajah Asrof berubah menjadi panik. Asrof menoleh ke belakang dan menatap istrinya yang akan memasukkan sesendok makanan ke dalam mulutnya. Tanpa berpikir lama Asrof langsung berlari dan menepis tangan Karina dengan kasar. Sendok
“Asal kamu tahu ya, aku berhasil menggoda suamimu dan membuatnya menerimaku." Bagi orang yang tidak tahu apa-apa pasti akan berpikiran negatif, tapi bagi Riri yang sudah mendengar semua ceritanya dari Leon, itu bukanlah sesuatu hal yang mengejutkan. “Iya, aku sudah mendengar semuanya dari yang bersangkutan kok. Padahal hanya bisa duduk di pangkuan suamiku dengan telanjang tanpa di usir, tapi kamu membanggakannya seolah-olah pernah tidur berdua saja dengan suamiku. Ya setidaknya sekarang aku tahu betapa murahnya dirimu yang bangga karna menjadi bahan tontonan orang lain ketika telanjang.” Mereka berdua meninggalkan tempat pelaminan dengan wajah memerah. Melihat mereka berdua pergi dengan kesal, Riri tersenyum puas walaupun sedikit menyimpan kekesalan karna mereka mengungkit tentang kelakuan busuk suaminya. Riri kembali menatap Karina yang sudah bisa mengangkat kepalanya. “Jangan di pikirkan lagi, kakak lebih baik dari pada mereka kok.” “Tapi apakah yang kamu katakan itu
“Mah, aku tidak mau menikah dengan dia. Aku tidak suka dengan dia mah.”“Diam kamu! Kalau bisa di ganti dengan adikmu, mamah akan dengan suka rela menggantimu!. Seharusnya kamu bersyukur karna ada orang yang mau menikahimu dengan mahar tinggi, apa lagi sampai mengadakan pesta di hotel begini.”Riri memperhatikan anak dan ibu yang berada di depannya, bisik-bisik yang mereka lakukan membuat Riri penasaran tentang apa yang mereka bicarakan sampai serius begitu.Semuanya sudah siap, kedua pengantin telah duduk berdampingan dan siap mengikat diri dengan janji suci pernikahan.Dari awal sampai akhir raut wajah sang pengantin wanita berhasil menyita perhatian Riri. Riri merasa dia pasti terpaksa seperti yang pernah terjadi padanya dulu, tapi Riri merasa kali ini hubungannya sedikit rumit dari yang pernah dulu dirinya alami.“Kenapa merasa seperti melihat diri sendiri ya? Kalau dulu kamu tidak menuruti apa yang Ibu katakan, cerita hidupmu pasti tidak akan seperti ini.”Bu Khansa kembali
“Lihatkan, akulah pemenangnya, sekarang jangan ganggu istriku lagi.” ‘Dasar menyebalkan!.’ Kesal Dion dalam hati. Kedatangan Leon dan Riri di sambut hangat oleh orang-orang yang ada di dalam rumah, terutama orang-orang yang mengetahui kehamilan Riri. Tentu saja di antara orang-orang yang berbahagia itu ada beberapa orang yang tidak senang dengan kedatangan Leon dan Riri. Salah satunya adalah paman Riri yang sering membuat masalah di mana-mana menggunakan nama Leon sebagai tamengnya. “Leon, di mana bude dan sepupumu? Kenapa mereka tidak datang bersama kalian?.” Tanya paman Abdul yang tidak melihat keberadaan adik, istri, anak, serta keponakannya. “Sepupu? Mana mungkin aku memiliki sepupu, paman kandungku satu-satunya baru menikah, bagaimana bisa aku memiliki sepupu.” Sindiran yang di ucapkan Leon berhasil mengenai tiga orang sekaligus. Pak Abdul, Asrof dan juga Dimas terdiam tak berkutik saat mendapatkan kata-kata menohok dari Leon. Pak Abdul sebisa mungkin mengontrol