"Sampai jumpa! Sana pulang, awas nabrak lu keknya masih mabok, hati hati sayang!"
Gadis cantik yang berada kini duduk dalam mobil terkekeh kecil sebelum menjawab salam perpisahan dari sang teman.Gadis di depan gerbang itu terus melambaikan tangannya ke udara seraya memajukan bibirnya. "Sampai ketemu besok Nesaaa!""Besok di tempat biasa ya, dadah Misel." Gadis itu menutup kaca mobil sebelum menyuruh sang supir segera melajukan mobilnya.Gadis cantik berambut ikal itu kini merasakan kepalanya berat, akibat terlalu banyak minum alkohol tadi membuat kesadarannya hampir hilang."Mbak Nesa mau muntah?"Nesa Fitria Gunawan, gadis dua puluh tahun yang selalu hidup dengan gemirlapnya kehidupan malam itu hanya menggeleng, bagi Nesa, ia bisa menahan ini sampai nanti di rumah.Ia mencium bajunya, dahinya mengernyit, aroma alkohol benar benar mendominasi, lalu ia meraih tasnya mengeluarkan sebotol parfum dan di semprotkan ke beberapa area, berharap bau alkohol miliknya tak terlalu menyengat seperti tadi.Terdapat banyak bekas lipstik dibagian dada gadis itu, Nessa sendiri tak tahu siapa yang menciumi dirinya namun saat ia melihat ke badannya sudah terdapat banyak bekas lipstik, mungkin ulah Misel, begitu pikirnya. Ia pun dengan segera menaikan bajunya yang kini sedikit turun sehingga membuat hampir setengah dadanya terlihat.Walaupun mata gadis itu sudah terlihat sangat berat namun ia enggan untuk tidur, terlalu tidak elit jika dirinya tidur di mobil, toh mobilnya kini sudah hampir memasuki kawanan perumahan miliknya.Setibanya di rumah, Nesa harus berhati hati berjalan, dengan sempoyongan ia berusaha melepas sepatu heels miliknya."Jangan bikin aku tambah oleng." Nesa melarang asisten rumah tangga yang hendak membantunya."Tidur aja mbak, Nesa bisa kok naik ke lantai dua."Walaupun ia tahu, jika naik ke kamarnya dengan keadaan seperti ini akan membuat dirinya beberapa kali jatuh namun bukan berarti dirinya akan menyusahkan orang untuk membantunya.Sang asisten hanya diam melihat anak majikannya yang jalan sempoyongan dengan terus bergumam tak jelas menunju tangga."Sial sialnya ku bertemu dengan cinta semuuu~"Nesa terus menyanyikan bait lagu tak jelas, dengan kepala yang terus menunduk dan terangkat, serta tangan yang terus menunjuk ke atap."Sudah seperti Kendall Jenner belum?" Tubuh Nesa bergeser ke kanan, sedetik kemudian dia terdiam dan menggelengkan kepalanya berusaha mengembalikan kesadarannya."No, honey, kamu semok seperti Kayle." Gadis itu beberapa kali memukul pantatnya."Uhm, atau Ariana?" Kini ia mulai memainkan rambutnya panjangnya yang terurai."Not bad lah, yang penting, gua cantik banget ngga ada yang nyaingin!"Tanpa Nesa sadari, sedari tadi sang asisten dan juga mamanya terus memantau dirinya, tatapan sang ibu terlihat sedikit kecewa, bagaimana tidak, karena patah cinta anaknya yang polos kini telah berubah.Keesokan harinya Nesa terbangun dengan keadaan yang sangat parah, gadis itu bahkan terkejut saat menyadari jika kini ia berada di atas lantai.'Seingat gua, ngga di sini deh, kok bisa sih?'Gadis itu mencoba bangun, namun kepalanya terasa terputar begitu hebat.Seolah tahu cara mengatasi rasa mabuknya, Nesa dengan perlahan berdiri dari tempatnya, dengan tertatih gadis itu berjalan menuju kamar mandi, dan tanpa menunggu lama, gadis itu kini melakukan ritual paginya.Setelah meminum aspirin, Nesa kini siap turun dari kamarnya, baru saja hendak turun matanya bertatapan dengan mata tajam papanya, ia hanya menatap tatapan itu dengan senyum lebar."Papaaa!" Dengan semangat Nesa menuruni tangga, namun saat ia hendak memeluk sang ayah, dengan cepat Rafli - ayah Nesa mundur beberapa langkah.Nesa yang melihat penolakan itu merasa kebingungan, biasanya sang papa tak pernah seperti ini."Pa?""Umur berapa kamu nak?" Rafli berjalan menuju kursinya lalu pria itu dengan santai menerima uluran piring dari sang istri."Dua puluh, kenapa sih pa?" Nesa mulai mengikuti sang papa, ia kini duduk di hadapan Rafli dengan raut wajah heran."Udah dewasa kan?""Jelas dong," Nesa menerima uluran piring dari sang mama, gadis itu tersenyum lalu kembali menatap sang papa. "udah dewasa!""Dewasa dalam apa ni? Pulang ke rumah dalam keadaan mabuk?"Nesa menghembuskan nafas berat, ia tahu jalan yang ia ambil salah, namun apa boleh buat, lukanya terlalu dalam."Dewasa itu bisa milih, mana yang baik mana yang buruk, menurut kamu mabuk baik apa buruk?""Buruk." Cicit nesa, gadis itu menundukkan kepalanya, jika sudah seperti ini Nesa tak ada alasan untuk membantah.Ini bukan kali pertama, namun Nesa tak bisa menghentikan kebiasaan buruknya ini, entah sejak kapan, seingatnya setelah kejadian ia melihat sang kekasih mencium wanita lain membuat dirinya menjadi seperti ini, dalam benak gadis itu, nakal adalah jalur balas dendam terbaik."Bisa hentikan?""I'll try.""Okay papa tunggu, kalo kamu masih kaya gini, papa akan jodohin kamu."Mata Nesa melebar, ia sangat terkejut dengan apa yang ayahnya ucapkan, terlalu dini bagi gadis itu, terlebih kini ia merasa akan sulit percaya pada lawan jenis, bagaimana jika suaminya hanya mengincar harta kedua orang tuanya, bagaimana jika ia hanya akan menyiksa Nesa, pikiran buruk terus menghantuinya."No way! Ini jaman kapan sih pa, ya Allah, ini udah jaman modern loh.""Perjodohan juga moderen."Nesa menggeleng, ia menatap sang mama, namun mamanya hanya diam tak berkutik."Ma, jelasin ke papa gih, Nesa masih mau have fun, masih mau sama temen, masih mau nikmati masa muda, masih mau bebas.""Nes, nikah ngga seburuk itu loh." Amanda tersenyum di akhir kalimat, membuat wajah Nesa semakin kesal.Sepertinya orang tuanya sama sekali tak berfikiran terbuka, harusnya orang tuanya mengerti anak jaman sekarang membutuhkan banyak waktu untuk me time, haeling, dan masih banyak hal yang harus Nesa lakukan sebelum nikah.Gadis itu merasa kesal, bagaimana cara menjelaskan kepada kedua orang tuanya, ia hanya ingin bebas, menyembuhkan luka hatinya sendiri, setelah itu ia akan kembali berfikir untuk membuka hatinya lagi atau engga.Toh, bagi gadis itu, menerima orang dengan luka yang masih sangat jelas adalah sebuah keegoisan, terlebih ini adalah orang yang sama sekali Nesa tak kenal.Bagaimana jika pria itu bejat? No,no,no gadis itu merinding sekarang."Pa, i'm still twenty, and menikah sekarang terlalu dini kan.""Engga, bagi papa itu mengikuti jaman, banyak loh yang nikah dini terus bahagia.""Kalau bahagia, kalau engga?"Rafli terkekeh, sifat Nesa sama seperti dirinya banyak membantah, namun Rafli tetap tenang menjawab semua pernyataan dari sang anak."Papa yakin, anak ini yang terbaik buat kamu.""Tapi aku engga yakin, mama juga kan.""Mama yakin"."Maaaa." Amada hanya tersenyum, ide sang suami tak salah di matanya, dari pada membiarkan anaknya terus berada di jalan yang salah.Bagi Amanda, usia Nesa sudah cukup matang, hanya saja anak itu terlalu manja dan banyak mau, yang Amanda harap hanya satu, semoga pria yang di pilih suaminya benar benar yang terbaik.Gadis itu sama sekali tak menyangka jika kedua orangtuanya memiliki ide sangat kadaluarsa, kini ia hidup di Jerman modern dan sudah bisa di bilang jarang orang menikah di usianya."Persiapkan dirimu." Nessa hanya bisa menghembuskan nafas pelan mendengar perintah Papanya."Kalau tidak maka papa akan menjodohkan kamu." Misel terbahak setelah menirukan kalimat yang menurut gadis itu terlalu konyol. Sedangkan Nesa hanya duduk dengan mengaduk aduk es kopi miliknya tanpa ada niatan untuk meminumnya, gadis itu merasa sangat malas sekarang, pikirannya menerawang jauh, ia benar benar ketakutan jika sang papa menjodohkan dirinya dengan pria yang ia tak tahu asal usulnya."Ngga lu tolak beb?"Nesa menjatuhkan kepalanya di atas meja, gadis itu bergumam pelan namun masih bisa Misel dengarkan. "Udah, bahkan kayanya bokap beneran mau jodohin gua deh, apes banget nasib cecan."Ingatan Nesa terputar obrolan dengan sang papa tadi pagi, di mana sang papa terlihat sangat serius membahasnya, hal itu membuat Nesa ketakutan bukan main, harus dengan cara bagaimana dia menolak papanya, walaupun ia menolak Rafli juga tak bisa di bantah, namun Nesa tetaplah nesa, ia akan mencoba memberontak semoga hasil menguntungkan yang ia dapat.Terlebih baginya, usia matang adalah dua pulu
Gadis cantik bertubuh tinggi itu kini tengah memandang papanya dengan tatapan kesal, ia benar benar kesal sekarang, pasalnya sang papa benar benar akan menjodohkan mereka, terbukti dari sang papa yang kini meminta Nesa untuk meluangkan waktunya di hari Jum'at karena ia akan di pertemukan dengan pria yang sama sekali tidak Nesa kenal."Ngga! Nesa ngga mau!" Amanda menatap sang anak dengan tatapan geli, ia tahu, di balik topeng sang anak yang kini sedang mencoba memberontak ada secuil rasa takut.Rafli hanya diam menatap anaknya yang kini menatap dirinya jengkel, pria itu tak akan mempermasalahkan apapun, bagi dirinya pernikahan antara Nesa dan juga Naufal akan segera berlangsung.Setelah menemui Naufal seminggu yang lalu, pria tampan itu memberitahu dirinya jika jawaban dari mimpinya adalah iya, namun Naufal tetap masih belum yakin, bagi pria itu ia akan melamar Nesa setelah gadis itu juga menyetujui perjodohan ini."Kamu mau memberontak?"Pertanyaan Rafli langsung di jawab anggukan k
Jam telah menunjukkan pukul dua dini hari, namun sampai detik ini Nesa masih enggan keluar dari kamarnya, niatnya ingin hidup mandiri semakin lama semakin luntur, hal itu membuat gadis itu ingin kembali menarik kata katanya.Namun membayangkan ia akan menikah dengan pria asing membuat kepala gadis itu menggeleng cepat. "Ngga, ngga boleh, kamu tuh engga tinggal di jaman situ nur baya!"Segera gadis itu mengeluarkan ponselnya dari tas kecil miliknya, dengan cepat gadis itu mencari kontak Misel, ia harus segera menghubungi temannya.Setelah dering ketiga panggilan itu kini telah di angkat, suara kesal dari Misel jelas terdengar di telinga Nesa, namun gadis itu tetap mengabaikan, ia tahu jika Misel saat ini berada di Club."Apaan sih anjir! Udah kabur lu?" Suara dentuman musik amat sangat jelas hal itu membuat gadis di sebrang sana harus sedikit berteriak."Belom njir, ini gimana cara gua mau kabur, kalo gua aja tadi ijin sama nyokap bokap."Suara gelak tawa menyapa telinga Nesa, ia sudah
Pengusiran Rafli sangat begitu nyata bagi Nesa, kini gadis itu hanya memandangi pintu apartemennya dengan tatapan penuh kekesalan, beberapa kali juga nesa harus menghembuskan nafas kasar karena mencoba bersabar menghadapi hal konyol yang baru saja ia lewati. Kini ia benar benar tak ada tujuan, bahkan tabungan yang ia punya hanya cukup untuk makan dua hari, gadis itu benar benar merasa seperti gembel sekarang. Sejujurnya Nesa juga merasa penasaran dengan pria yang akan di jodohkan dengan dirinya bagaimana bisa pria asing itu membawa dampak cukup besar bagi hidupnya. Seistimewa apa pria itu sampai membuat dirinya di tendang oleh sang papa karena menolak perjodohan.Setelah tadi ia mencoba merayu sang papa namun hasilnya nol besar, keputusan Rafli ternyata cukup kuat, dan keputusan Nesa untuk tak menikah dengan sembarang orang pun sudah bulat. "Aku pacaran sama Dicky, cowo yang jelas jelas aku kenal aja, ujungnya apa pa? Aku di selingkuhi, dan papa dengan santainya menyuruh ku menikah
Nesa terus memandangi laptop milik Misel yang berhasil ia pinjam dengan cara merayu selama hampir satu jam. dengan tatapan menanti, setiap kali ia menggulir halaman website yang sedang ia buka, detak jantungnya berdetak tak karuan.Sudah hampir dua jam gadis itu terus memandangi layar laptop namun tak ada satu pesan pun yang masuk, gadis itu mengerang frustasi. Ia memutuskan untuk menutup website lowongan pekerjaan lalu dengan kesal ia membanting tubuhnya ke belakang, sehingga kini punggungnya dengan kasar menyentuh dinding."Gila ini gua, beneran gelandangan." Gadis itu benar benar di buat frustasi, semua usahanya terlihat sia sia, ia sudah mengirimkan CV kepada hampir dua puluh perusahaan, sepuluh cafe, dan juga beberapa bar.Namun nyatanya Nesa tak yang bisa menunggu lebih lama lagi, dengan kesal gadis itu kembali menegakkan punggungnya, lalu mencatat beberapa alamat yang akan ia kunjungi.Bermodal nekat dan juga uang hutang pada Misel sebagai modal untuk pergi keluar, Nesa kini s
Senyum Nesa kian melebar, walaupun semalam gadis itu tak bisa tidur akibat rasa senang yang berlebihan, namun gadis itu tetap semangat untuk berangkat kerja. Hari ini adalah hari pertamanya, sudah pasti gadis itu merasa sangat antusias.Kemarin, setelah Rafli mengatakan bahwa ia akan menjadikan Nesa sebagai pegawai di kantor miliknya, sontak membuat gadis itu semakin kegirangan, ia pikir sang ayah akan benar benar menelantarkan dirinya, setelah Nesa mengatakan jika gadis itu tak mau di jodohkan. Namun, faktanya, sang ayah masih mau perduli kepada dirinya.Benar benar definisi anak yang di sayang!Itu adalah kata pertama yang keluar dari mulut Nesa saat ia bercerita kepada Misel.Memastikan jika riasan di wajahnya tak terlalu cetar, kini gadis itu sudah siap berangkat kerja. Seperti biasa, nesa harus meminjam baju milik Misel, karena gadis itu tak membawa banyak baju, toh untuk kembali ke rumah yang ada hanya akan menjadi bahan ledekan sang papa, dan mungkin ini akan menjadi kebiasaan N
Nesa sebisa mungkin hanya terfokus pada makanan yang ada di hadapannya. Ia sangat merasa menyesal karena telah berfikir baik tentang David, nyatanya, kini pria di hadapannya terus menatapnya dengan tatapan yang menurut gadis itu terlihat sangat menjijikan, sesekali Nesa melirik ke arah Misel, berharap temannya itu melihat tingkah menjijikan sang pacar, namun nyatanya Misel seolah sibuk dengan makanan di hadapannya.Rasa lapar Nesa meluap begitu saja, Nesa kesal sendiri, ia tak bisa terus berlama lama di sini, akhirnya ia memutuskan untuk segera melahap semua makanannya yang terlihat seperti orang rakus."Laper Bun?""Iya!" Jawab Nesa seenaknya, dalam hati gadis itu terus memaki David kesal karena pria itu kini dirinya seperti ini.Prang!! Dengan sedikit kesal, Nesa meletakkan sendok dan garpu miliknya, lalu segera menegak air mineral di hadapannya, mengabaikan tatapan aneh Misel dan juga tatapan David yang masih sama."Kesambet apa sih lu Nes?""Laper anjir!"Misel hanya terkekeh, la
Sepulang kerja, Nesa segera menghampiri ruangan sang Papa, namun saat ia hendak membuka pintu, suara dari Ria membuat gadis itu berhenti."Mau cari pak Rafli?" Nesa mundur beberapa langkah sebelum ia mengangguk sebagai jawaban.Nafas gadis itu memburu, bukan karena emosi, namun karena pekerjaan yang ia kerjakan membuat seluruh tenaganya terkuras habis, bahkan saat ini Nesa merasa punggungnya sakit."Pak Rafli ngga datang ke kantor.""Bolos gitu? Papa bolos? Loh, papa kan rajin, masa iya bolos?" Ria hanya terkekeh, apa yang Nesa ucapkan benar, Rafli tergolong pria yang rajin bekerja, selama bekerja dengan Rafli, baru kali ini pria itu ijin bolos."Mending kamu pulang aja, terus kamu ngomong sama papa kamu."Pulang? Yang benar saja, ia sudah memutuskan untuk keluar dari rumah itu dan kini ia tak memiliki sebuah bangunan yang membuatnya benar benar pulang.Namun Nesa tetap mengangguk sebagai jawaban, gadis itu segera berpamitan dengan Ria sebelum tubuhnya menghilang dari hadapan wanita
Setelah mendengar permintaan sang mama, Nesa pun memutuskan untuk tinggal di sini sampai selesai acara makan malam, sejujurnya ia juga tak akan menolak, mengingat ia telah lama tidak mengonsumsi makanan enak dan juga bergizi, setiap harinya ia hanya memakan mie instan sampai sampai rasanya enek."Rumah sepi tau Nes, ngga ada kamu." Nesa yang kini tengah menata kursi pun menoleh, ia menatap Amanda dengan tatapan tak enak hati. Gadis itu merasa bersalah, karena dirinya yang terlalu keras kepala mamanya harus mempunyai kesabaran ekstra."Dia lebih milih hidup tanpa kita, sayang. Soalnya dia ngga mau di atur, padahal mah kalo di atur pasti udah kembali kejalan yang benar."Rafli yang baru saja tiba segera menarik kursi di samping istrinya, pria itu menatap istrinya dengan lembut, Nesa yang melihat itu hanya menghembuskan nafas lelah, jiwa jomblonya meronta."Kejalan yang benar, emang aku ikut aliran sesat apa." Selain iri karena papa nya yang selalu menunjukkan sisi romantis, ia juga kes
Sepulang kerja, Nesa segera menghampiri ruangan sang Papa, namun saat ia hendak membuka pintu, suara dari Ria membuat gadis itu berhenti."Mau cari pak Rafli?" Nesa mundur beberapa langkah sebelum ia mengangguk sebagai jawaban.Nafas gadis itu memburu, bukan karena emosi, namun karena pekerjaan yang ia kerjakan membuat seluruh tenaganya terkuras habis, bahkan saat ini Nesa merasa punggungnya sakit."Pak Rafli ngga datang ke kantor.""Bolos gitu? Papa bolos? Loh, papa kan rajin, masa iya bolos?" Ria hanya terkekeh, apa yang Nesa ucapkan benar, Rafli tergolong pria yang rajin bekerja, selama bekerja dengan Rafli, baru kali ini pria itu ijin bolos."Mending kamu pulang aja, terus kamu ngomong sama papa kamu."Pulang? Yang benar saja, ia sudah memutuskan untuk keluar dari rumah itu dan kini ia tak memiliki sebuah bangunan yang membuatnya benar benar pulang.Namun Nesa tetap mengangguk sebagai jawaban, gadis itu segera berpamitan dengan Ria sebelum tubuhnya menghilang dari hadapan wanita
Nesa sebisa mungkin hanya terfokus pada makanan yang ada di hadapannya. Ia sangat merasa menyesal karena telah berfikir baik tentang David, nyatanya, kini pria di hadapannya terus menatapnya dengan tatapan yang menurut gadis itu terlihat sangat menjijikan, sesekali Nesa melirik ke arah Misel, berharap temannya itu melihat tingkah menjijikan sang pacar, namun nyatanya Misel seolah sibuk dengan makanan di hadapannya.Rasa lapar Nesa meluap begitu saja, Nesa kesal sendiri, ia tak bisa terus berlama lama di sini, akhirnya ia memutuskan untuk segera melahap semua makanannya yang terlihat seperti orang rakus."Laper Bun?""Iya!" Jawab Nesa seenaknya, dalam hati gadis itu terus memaki David kesal karena pria itu kini dirinya seperti ini.Prang!! Dengan sedikit kesal, Nesa meletakkan sendok dan garpu miliknya, lalu segera menegak air mineral di hadapannya, mengabaikan tatapan aneh Misel dan juga tatapan David yang masih sama."Kesambet apa sih lu Nes?""Laper anjir!"Misel hanya terkekeh, la
Senyum Nesa kian melebar, walaupun semalam gadis itu tak bisa tidur akibat rasa senang yang berlebihan, namun gadis itu tetap semangat untuk berangkat kerja. Hari ini adalah hari pertamanya, sudah pasti gadis itu merasa sangat antusias.Kemarin, setelah Rafli mengatakan bahwa ia akan menjadikan Nesa sebagai pegawai di kantor miliknya, sontak membuat gadis itu semakin kegirangan, ia pikir sang ayah akan benar benar menelantarkan dirinya, setelah Nesa mengatakan jika gadis itu tak mau di jodohkan. Namun, faktanya, sang ayah masih mau perduli kepada dirinya.Benar benar definisi anak yang di sayang!Itu adalah kata pertama yang keluar dari mulut Nesa saat ia bercerita kepada Misel.Memastikan jika riasan di wajahnya tak terlalu cetar, kini gadis itu sudah siap berangkat kerja. Seperti biasa, nesa harus meminjam baju milik Misel, karena gadis itu tak membawa banyak baju, toh untuk kembali ke rumah yang ada hanya akan menjadi bahan ledekan sang papa, dan mungkin ini akan menjadi kebiasaan N
Nesa terus memandangi laptop milik Misel yang berhasil ia pinjam dengan cara merayu selama hampir satu jam. dengan tatapan menanti, setiap kali ia menggulir halaman website yang sedang ia buka, detak jantungnya berdetak tak karuan.Sudah hampir dua jam gadis itu terus memandangi layar laptop namun tak ada satu pesan pun yang masuk, gadis itu mengerang frustasi. Ia memutuskan untuk menutup website lowongan pekerjaan lalu dengan kesal ia membanting tubuhnya ke belakang, sehingga kini punggungnya dengan kasar menyentuh dinding."Gila ini gua, beneran gelandangan." Gadis itu benar benar di buat frustasi, semua usahanya terlihat sia sia, ia sudah mengirimkan CV kepada hampir dua puluh perusahaan, sepuluh cafe, dan juga beberapa bar.Namun nyatanya Nesa tak yang bisa menunggu lebih lama lagi, dengan kesal gadis itu kembali menegakkan punggungnya, lalu mencatat beberapa alamat yang akan ia kunjungi.Bermodal nekat dan juga uang hutang pada Misel sebagai modal untuk pergi keluar, Nesa kini s
Pengusiran Rafli sangat begitu nyata bagi Nesa, kini gadis itu hanya memandangi pintu apartemennya dengan tatapan penuh kekesalan, beberapa kali juga nesa harus menghembuskan nafas kasar karena mencoba bersabar menghadapi hal konyol yang baru saja ia lewati. Kini ia benar benar tak ada tujuan, bahkan tabungan yang ia punya hanya cukup untuk makan dua hari, gadis itu benar benar merasa seperti gembel sekarang. Sejujurnya Nesa juga merasa penasaran dengan pria yang akan di jodohkan dengan dirinya bagaimana bisa pria asing itu membawa dampak cukup besar bagi hidupnya. Seistimewa apa pria itu sampai membuat dirinya di tendang oleh sang papa karena menolak perjodohan.Setelah tadi ia mencoba merayu sang papa namun hasilnya nol besar, keputusan Rafli ternyata cukup kuat, dan keputusan Nesa untuk tak menikah dengan sembarang orang pun sudah bulat. "Aku pacaran sama Dicky, cowo yang jelas jelas aku kenal aja, ujungnya apa pa? Aku di selingkuhi, dan papa dengan santainya menyuruh ku menikah
Jam telah menunjukkan pukul dua dini hari, namun sampai detik ini Nesa masih enggan keluar dari kamarnya, niatnya ingin hidup mandiri semakin lama semakin luntur, hal itu membuat gadis itu ingin kembali menarik kata katanya.Namun membayangkan ia akan menikah dengan pria asing membuat kepala gadis itu menggeleng cepat. "Ngga, ngga boleh, kamu tuh engga tinggal di jaman situ nur baya!"Segera gadis itu mengeluarkan ponselnya dari tas kecil miliknya, dengan cepat gadis itu mencari kontak Misel, ia harus segera menghubungi temannya.Setelah dering ketiga panggilan itu kini telah di angkat, suara kesal dari Misel jelas terdengar di telinga Nesa, namun gadis itu tetap mengabaikan, ia tahu jika Misel saat ini berada di Club."Apaan sih anjir! Udah kabur lu?" Suara dentuman musik amat sangat jelas hal itu membuat gadis di sebrang sana harus sedikit berteriak."Belom njir, ini gimana cara gua mau kabur, kalo gua aja tadi ijin sama nyokap bokap."Suara gelak tawa menyapa telinga Nesa, ia sudah
Gadis cantik bertubuh tinggi itu kini tengah memandang papanya dengan tatapan kesal, ia benar benar kesal sekarang, pasalnya sang papa benar benar akan menjodohkan mereka, terbukti dari sang papa yang kini meminta Nesa untuk meluangkan waktunya di hari Jum'at karena ia akan di pertemukan dengan pria yang sama sekali tidak Nesa kenal."Ngga! Nesa ngga mau!" Amanda menatap sang anak dengan tatapan geli, ia tahu, di balik topeng sang anak yang kini sedang mencoba memberontak ada secuil rasa takut.Rafli hanya diam menatap anaknya yang kini menatap dirinya jengkel, pria itu tak akan mempermasalahkan apapun, bagi dirinya pernikahan antara Nesa dan juga Naufal akan segera berlangsung.Setelah menemui Naufal seminggu yang lalu, pria tampan itu memberitahu dirinya jika jawaban dari mimpinya adalah iya, namun Naufal tetap masih belum yakin, bagi pria itu ia akan melamar Nesa setelah gadis itu juga menyetujui perjodohan ini."Kamu mau memberontak?"Pertanyaan Rafli langsung di jawab anggukan k
"Kalau tidak maka papa akan menjodohkan kamu." Misel terbahak setelah menirukan kalimat yang menurut gadis itu terlalu konyol. Sedangkan Nesa hanya duduk dengan mengaduk aduk es kopi miliknya tanpa ada niatan untuk meminumnya, gadis itu merasa sangat malas sekarang, pikirannya menerawang jauh, ia benar benar ketakutan jika sang papa menjodohkan dirinya dengan pria yang ia tak tahu asal usulnya."Ngga lu tolak beb?"Nesa menjatuhkan kepalanya di atas meja, gadis itu bergumam pelan namun masih bisa Misel dengarkan. "Udah, bahkan kayanya bokap beneran mau jodohin gua deh, apes banget nasib cecan."Ingatan Nesa terputar obrolan dengan sang papa tadi pagi, di mana sang papa terlihat sangat serius membahasnya, hal itu membuat Nesa ketakutan bukan main, harus dengan cara bagaimana dia menolak papanya, walaupun ia menolak Rafli juga tak bisa di bantah, namun Nesa tetaplah nesa, ia akan mencoba memberontak semoga hasil menguntungkan yang ia dapat.Terlebih baginya, usia matang adalah dua pulu