“A-a-apa maksud dari semua ini? Kenapa foto keluargaku ada di dalam liontin kalung milik Papa Wisnu? Terus kenapa desainnya juga sama dengan punyaku? Apa jangan-jangan ini kalung Mama yang hilang saat kecelakaan?”Rasanya Kaira tidak mengerti dengan keadaan yang dialaminya saat ini. Apalagi jika disebut sebuah kebetulan rasanya sangat mustahil.Lagipula mana ada kebetulan buat perhiasan dengan foto keluarganya? Kenapa tidak dengan foto keluarga Papa Wisnu saja?Pusing memikirkan ini membuat tubuh Kaira hampir limbung. Untung saja ia berpegangan kuat ke tiang rak buku.Perutnya bahkan mendadak mual, yang membuat Kaira buru-buru pergi dari dalam ruang kerja pribadi mertuanya. Kaira berjalan cepat menuju ke kamar mandi yang berada di lantai bawah.Hoek! Hoek!Makanan yang sudah dimakan tadi, semuanya keluar. Tubuh Kaira langsung lemas tak bertenaga. Kepalanya juga pusing, pandangan matanya mulai menguning hingga lama-kelamaan gelap.Bruk!Tubuhnya yang limbung pingsan di dekat lantai was
“Kamu ngomong apa, sih, sayang? Kamu tadi nggak kejedot benda tajam, ‘kan?”Dipta memegang dahi milik Kaira dengan punggung telapak tangannya. Memastikan suhu tubuh istrinya, takutnya panas hingga berbicara ngelantur.Sebal karena Dipta menganggap ucapannya hanya haluan saja, Kaira menyingkirkan telapak tangan milik Dipta dengan cepat.“Aku baik-baik aja,” dengkus Kaira menatap jutek ke arah Dipta.Tahu jika istrinya mengambek, Dipta mencoba merayu Kaira dengan memegang kedua telapak tangannya.“Lagian kamu kenapa tiba-tiba tanya begini, sih?” Dipta kini bertanya dengan nada suara yang begitu lembut. Dan, benar saja reaksi Kaira langsung berubah, meski ekspresi wajahnya masih saja jutek.“Lagian aku cuma andai-andai,” ujar Kaira masih dengan suara sedikit ngegas. “Kalau itu terjadi gimana? Berarti kita … sudahlah!” Kaira tak melanjutkan ucapannya karena sudah terlanjur keburu badmood.“Kalau kita saudara ya bagus dong. Tali darah kita nggak akan pernah terputus.”“Dih! Tapi ini calon
“Nggak ngomong apa-apa kok. Itu bibir kamu kayak ada bekas minyak gitu,” tunjuk Dipta dengan dagunya ke arah bibir milik Kaira yang memang penuh dengan bekas minyak.Maklum saja, Kaira tadi di kantor makan banyak gorengan cireng. Wanita itu lupa mengusapi bibirnya dengan tisu karena buru-buru mengejar langkah kaki suaminya.Sambil mengusapi bibirnya sendiri, Kaira mencoba mencari alasan yang logis agar Dipta percaya.“Ini kebanyakan pakai lip gloss.”“Ha!? Apaan tuh?” tanya Dipta yang tidak paham dengan segala produk kecantikan wanita. Kaira pun menjelaskan sedikit, dan tentu saja Dipta hanya manggut-manggut kecil saja meski sejujurnya tetap tak paham.Sampai akhirnya mereka tiba di tempat tujuan. Mereka berdua langsung berjalan menuju ke tempat ICU.Meski tak boleh masuk, Dipta ingin melihat keadaan Mamanya yang sejak kemarin belum bertemu dengannya.“Dipta.”“Ma, gimana keadaan Papa?” tanya Dipta sambil membalas pelukan dari Mamanya. Vania menangis tersendu-sendu di pelukan putranya
"Kemana kita harus mencarinya? Kejadian itu sudah belasan tahun yang lalu," jawab Vania menatap sendu ke arah sang suami."Ke tempat tinggal terakhirnya," balas Wisnu dengan suara serak dan pelan. Napasnya bahkan terdengar seperti akan putus."Oke, Mama sama Dipta akan berusaha mencari dia demi Papa. Tapi kalau dia tidak memaafkan bagaimana? Nggak semua orang bisa menerima hal ini," jelas Vania yang justru merasa takut sendiri.Wisnu tampak tersenyum getir, Vania pun ikut merasa resah.Namun jam kunjungan sudah habis yang membuat Vania harus segera keluar.Yang dilakukan Vania, menyuruh orang kepercayaannya mencari tahu informasi yang dikirimkan.Sambil menunggu kabar, Vania menelepon Dipta tapi panggilannya belum juga diangkat. Vania berpikir kalau Dipta masih sibuk mengurusi masalah kantor.Alhasil Vania kembali duduk sambil mengingat kejadian belasan tahun lalu yang mana ia sekeluarga telah menabrak sepasang suami istri hingga tewas.Saat itu kondisi jalanan licin karena habis huja
“Sialan! Endru, berengsek! Beraninya dia mengacaukan semua proyek yang sudah kujalani!” seru Dipta mengamuk di dalam ruang kerjanya.Kaira yang melihat suaminya mengamuk hanya bisa diam saja tanpa berbuat apapun. Apalagi suaminya sedang diliputi emosi yang meledak-ledak membuat Kaira tak berani menegur ataupun mengajaknya berbicara.Yang dilakukan Kaira saat ini hanya menonton Dipta yang sedang mengobrak-abrik dokumen file di atas mejanya.Jujur, ini pertama kalinya Kaira melihat Dipta sekesal dan sejengkel ini kepada orang. Wajahnya bahkan terlihat merah padam. Tatapan matanya pun sangat menakutkan, tampak begitu bengis.“Dia berani sekali meracuni otak klienku, Kai! Endru keparat!” umpat Dipta yang kembali mengusap wajahnya begitu kasar.Penampilan pria itu sungguh sangat acak-acakan sekali. Tatanan rambutnya bahkan sudah tak karuan. Kalau diumpamakan sudah seperti sangkar burung.Dipta yang duduk kini berdiri dan berjalan mendekati ke arah kaca besar yang menampilkan pemandangan ko
"A-aku, akhir-akhir ini sering mimpiin Papa sama Mama, Mas," adu Kaira menatap sayu ke arah suaminya.Tak tega melihat wajah sedih istrinya, Dipta membelai rambut milik Kaira dengan lembut. Sisa air mata yang masih menempel di pipi mulusnya pun tak lupa dari perhatian Dipta. Pria itu mengusapnya dengan lembut."Mereka mungkin kangen pengen dijenguk," balas Dipta mencoba menenangkan hati Kaira.Napas Kaira bahkan masih terdengar memburu. Dipta tak segan menarik tubuh istrinya ke dalam pelukannya.Saat sudah tenang, Kaira pun meminta kembali tidur meski otaknya masih memikirkan isi mimpinya itu.Kenapa orangtuanya selalu hadir berturut-turut dalam mimpinya. Bahkan kejadian saat kecelakaan pun ikut kembali berputar ke dalam mimpinya itu. Sepatu mengkilap dari orang yang menabrak kedua orangtuanya bahkan ikut hadir ke dalam mimpi. Hanya saja, Kaira lupa wajah dari pria bengis yang sudah tega dengan kedua orangtuanya.Terlalu memikirkan kejadian itu membuat kepala Kaira terasa sakit. Alh
“A-a-almarhum Papa? Ma-ma-maksudnya?” tanya Vania terbata-bata karena saking kagetnya melihat kalung yang serupa milik korban yang ditabrak suaminya belasan tahun lalu. Lain dengan Wisnu yang memilih diam saja dengan ekspresi wajah sangat tegang juga kaku.Kaira tersenyum getir sambil memandangi kalung serta liontinnya. Ada rasa sedih yang luar biasa di dalam hati Kaira.“Iya, ini kado dari Papa saat aku ulang tahun. Papa bilang hanya mendesain dua saja model kalung ini. Satu untukku, dan satunya untuk almarhum Mama. Tapi … kalung milik Mama hilang, nggak ada,” jelas Kaira begitu jelas sorot kesedihan di kedua bola matanya.Saking tidak menyangkanya kalau Kaira adalah anak korban yang ditabraknya sampai mati, Wisnu cuma bisa memegangi dadanya yang terasa nyeri.Entah ini suratan takdirnya atau memang apa? Kenapa bisa kebetulan sekali Dipta, putranya, menikahi anak dari korban yang ditabraknya belasan tahun lalu itu.Vania yang melihat reaksi suaminya langsung merasa khawatir sendiri.
“Kenapa sikap Mama sekarang berubah, ya? Kenapa dia nggak ngebolehin aku menjenguk Papa di rumah sakit?”Kaira terus bergumam sambil melamun ketika mendapat pesan chat yang dikirimkan oleh Vania, Mama mertuanya.Bahkan tidak ada alasan yang jelas disampaikan oleh Vania di dalam chatnya tadi. Mama mertuanya hanya mengatakan mulai sekarang jangan menjenguk Papa Wisnu terlebih dahulu.“Bu Kaira, mau pesan makan siang apa?” tanya Selly yang memperhatikan Ibu Bosnya selalu melamun dari pagi.Kaira yang kaget langsung terkesiap saat mendengar suara dari Selly. Kaira pun memilih akan makan sendiri ke restoran bersama sang suami. Apalagi tadi saat berangkat kerja bareng, Dipta sudah berjanji kepadanya akan mengajaknya makan di warung padang.Pasalnya tadi malam saat jam dua dini hari, Kaira terbangun dari tidurnya dan mendadak kepengen makan nasi padang. Alhasil Dipta akan menuruti keinginan ngidamnya nanti di jam makan siang.Saat kemarin setelah diusir dari rumah sakit, Kaira langsung pulan