“Ya, Kaira, ada apa?” tanya Wisnu di seberang telepon.“Pa, Kaira boleh pinjam laptop atau komputer Papa di ruang kerja nggak? Soalnya Kaira mau bantu-bantu dikit pekerjaan Mas Dipta,” jelas Kaira soal tujuannya ingin meminjam laptop milik mertuanya.“Oh, tentu saja boleh sayang. Kamu pakai aja laptop Papa sesuka hati kamu, ya. Kamu juga boleh pakai ruangan itu untuk bekerja kok.”Kaira tersenyum lebar saat mendengar Papa mertuanya yang justru membebaskan dirinya menggunakan ruang kerja pribadinya itu.Tak lupa Kaira mengucapkan makasih kepada Papa Wisnu. Bibirnya bahkan mesam-mesem sendiri saat mendengar ucapan Papa mertuanya yang penuh perhatian kepadanya.Sudah mendapatkan izin dari orang yang bersangkutan, Kaira buru-buru berjalan menuju ke ruang kerja itu kembali. Membuka pintu itu dengan kunci yang dimilikinya.Klek!Wanita itu mendorong masuk daun pintu ke dalam. Tujuan pertama Kaira, membuka seluruh hordeng agar terasa terang. Tak lupa menyalakan AC agar tak merasa gerah.Seme
“A-a-apa maksud dari semua ini? Kenapa foto keluargaku ada di dalam liontin kalung milik Papa Wisnu? Terus kenapa desainnya juga sama dengan punyaku? Apa jangan-jangan ini kalung Mama yang hilang saat kecelakaan?”Rasanya Kaira tidak mengerti dengan keadaan yang dialaminya saat ini. Apalagi jika disebut sebuah kebetulan rasanya sangat mustahil.Lagipula mana ada kebetulan buat perhiasan dengan foto keluarganya? Kenapa tidak dengan foto keluarga Papa Wisnu saja?Pusing memikirkan ini membuat tubuh Kaira hampir limbung. Untung saja ia berpegangan kuat ke tiang rak buku.Perutnya bahkan mendadak mual, yang membuat Kaira buru-buru pergi dari dalam ruang kerja pribadi mertuanya. Kaira berjalan cepat menuju ke kamar mandi yang berada di lantai bawah.Hoek! Hoek!Makanan yang sudah dimakan tadi, semuanya keluar. Tubuh Kaira langsung lemas tak bertenaga. Kepalanya juga pusing, pandangan matanya mulai menguning hingga lama-kelamaan gelap.Bruk!Tubuhnya yang limbung pingsan di dekat lantai was
“Kamu ngomong apa, sih, sayang? Kamu tadi nggak kejedot benda tajam, ‘kan?”Dipta memegang dahi milik Kaira dengan punggung telapak tangannya. Memastikan suhu tubuh istrinya, takutnya panas hingga berbicara ngelantur.Sebal karena Dipta menganggap ucapannya hanya haluan saja, Kaira menyingkirkan telapak tangan milik Dipta dengan cepat.“Aku baik-baik aja,” dengkus Kaira menatap jutek ke arah Dipta.Tahu jika istrinya mengambek, Dipta mencoba merayu Kaira dengan memegang kedua telapak tangannya.“Lagian kamu kenapa tiba-tiba tanya begini, sih?” Dipta kini bertanya dengan nada suara yang begitu lembut. Dan, benar saja reaksi Kaira langsung berubah, meski ekspresi wajahnya masih saja jutek.“Lagian aku cuma andai-andai,” ujar Kaira masih dengan suara sedikit ngegas. “Kalau itu terjadi gimana? Berarti kita … sudahlah!” Kaira tak melanjutkan ucapannya karena sudah terlanjur keburu badmood.“Kalau kita saudara ya bagus dong. Tali darah kita nggak akan pernah terputus.”“Dih! Tapi ini calon
“Nggak ngomong apa-apa kok. Itu bibir kamu kayak ada bekas minyak gitu,” tunjuk Dipta dengan dagunya ke arah bibir milik Kaira yang memang penuh dengan bekas minyak.Maklum saja, Kaira tadi di kantor makan banyak gorengan cireng. Wanita itu lupa mengusapi bibirnya dengan tisu karena buru-buru mengejar langkah kaki suaminya.Sambil mengusapi bibirnya sendiri, Kaira mencoba mencari alasan yang logis agar Dipta percaya.“Ini kebanyakan pakai lip gloss.”“Ha!? Apaan tuh?” tanya Dipta yang tidak paham dengan segala produk kecantikan wanita. Kaira pun menjelaskan sedikit, dan tentu saja Dipta hanya manggut-manggut kecil saja meski sejujurnya tetap tak paham.Sampai akhirnya mereka tiba di tempat tujuan. Mereka berdua langsung berjalan menuju ke tempat ICU.Meski tak boleh masuk, Dipta ingin melihat keadaan Mamanya yang sejak kemarin belum bertemu dengannya.“Dipta.”“Ma, gimana keadaan Papa?” tanya Dipta sambil membalas pelukan dari Mamanya. Vania menangis tersendu-sendu di pelukan putranya
"Kemana kita harus mencarinya? Kejadian itu sudah belasan tahun yang lalu," jawab Vania menatap sendu ke arah sang suami."Ke tempat tinggal terakhirnya," balas Wisnu dengan suara serak dan pelan. Napasnya bahkan terdengar seperti akan putus."Oke, Mama sama Dipta akan berusaha mencari dia demi Papa. Tapi kalau dia tidak memaafkan bagaimana? Nggak semua orang bisa menerima hal ini," jelas Vania yang justru merasa takut sendiri.Wisnu tampak tersenyum getir, Vania pun ikut merasa resah.Namun jam kunjungan sudah habis yang membuat Vania harus segera keluar.Yang dilakukan Vania, menyuruh orang kepercayaannya mencari tahu informasi yang dikirimkan.Sambil menunggu kabar, Vania menelepon Dipta tapi panggilannya belum juga diangkat. Vania berpikir kalau Dipta masih sibuk mengurusi masalah kantor.Alhasil Vania kembali duduk sambil mengingat kejadian belasan tahun lalu yang mana ia sekeluarga telah menabrak sepasang suami istri hingga tewas.Saat itu kondisi jalanan licin karena habis huja
“Sialan! Endru, berengsek! Beraninya dia mengacaukan semua proyek yang sudah kujalani!” seru Dipta mengamuk di dalam ruang kerjanya.Kaira yang melihat suaminya mengamuk hanya bisa diam saja tanpa berbuat apapun. Apalagi suaminya sedang diliputi emosi yang meledak-ledak membuat Kaira tak berani menegur ataupun mengajaknya berbicara.Yang dilakukan Kaira saat ini hanya menonton Dipta yang sedang mengobrak-abrik dokumen file di atas mejanya.Jujur, ini pertama kalinya Kaira melihat Dipta sekesal dan sejengkel ini kepada orang. Wajahnya bahkan terlihat merah padam. Tatapan matanya pun sangat menakutkan, tampak begitu bengis.“Dia berani sekali meracuni otak klienku, Kai! Endru keparat!” umpat Dipta yang kembali mengusap wajahnya begitu kasar.Penampilan pria itu sungguh sangat acak-acakan sekali. Tatanan rambutnya bahkan sudah tak karuan. Kalau diumpamakan sudah seperti sangkar burung.Dipta yang duduk kini berdiri dan berjalan mendekati ke arah kaca besar yang menampilkan pemandangan ko
"A-aku, akhir-akhir ini sering mimpiin Papa sama Mama, Mas," adu Kaira menatap sayu ke arah suaminya.Tak tega melihat wajah sedih istrinya, Dipta membelai rambut milik Kaira dengan lembut. Sisa air mata yang masih menempel di pipi mulusnya pun tak lupa dari perhatian Dipta. Pria itu mengusapnya dengan lembut."Mereka mungkin kangen pengen dijenguk," balas Dipta mencoba menenangkan hati Kaira.Napas Kaira bahkan masih terdengar memburu. Dipta tak segan menarik tubuh istrinya ke dalam pelukannya.Saat sudah tenang, Kaira pun meminta kembali tidur meski otaknya masih memikirkan isi mimpinya itu.Kenapa orangtuanya selalu hadir berturut-turut dalam mimpinya. Bahkan kejadian saat kecelakaan pun ikut kembali berputar ke dalam mimpinya itu. Sepatu mengkilap dari orang yang menabrak kedua orangtuanya bahkan ikut hadir ke dalam mimpi. Hanya saja, Kaira lupa wajah dari pria bengis yang sudah tega dengan kedua orangtuanya.Terlalu memikirkan kejadian itu membuat kepala Kaira terasa sakit. Alh
“A-a-almarhum Papa? Ma-ma-maksudnya?” tanya Vania terbata-bata karena saking kagetnya melihat kalung yang serupa milik korban yang ditabrak suaminya belasan tahun lalu. Lain dengan Wisnu yang memilih diam saja dengan ekspresi wajah sangat tegang juga kaku.Kaira tersenyum getir sambil memandangi kalung serta liontinnya. Ada rasa sedih yang luar biasa di dalam hati Kaira.“Iya, ini kado dari Papa saat aku ulang tahun. Papa bilang hanya mendesain dua saja model kalung ini. Satu untukku, dan satunya untuk almarhum Mama. Tapi … kalung milik Mama hilang, nggak ada,” jelas Kaira begitu jelas sorot kesedihan di kedua bola matanya.Saking tidak menyangkanya kalau Kaira adalah anak korban yang ditabraknya sampai mati, Wisnu cuma bisa memegangi dadanya yang terasa nyeri.Entah ini suratan takdirnya atau memang apa? Kenapa bisa kebetulan sekali Dipta, putranya, menikahi anak dari korban yang ditabraknya belasan tahun lalu itu.Vania yang melihat reaksi suaminya langsung merasa khawatir sendiri.
Alle yang mendadak khawatir jika Raffa macam-macam kini langsung berjalan ingin keluar dari kamar hotel, namun dicegah oleh para teman-temannya.“Mau ke mana?”“Mau ke kamar sebelah.”“Jangan lah, itukan acaranya Raffa sama teman-temannya. Kita di sini aja seneng-seneng.”“Tapi kalau dia macam-macam gimana, Nin!?”“Iya gapapa dong? Itung-itung kasih free sehari apa salahnya.”“Gila lo semua!”Alle tetap keukeh ingin keluar dan mengecek kamar sebelahnya. Saat digedor-gedor dan dibuka oleh petugas hotel, Alle terkejut ketika di dalam kamar tidak ada siapa-siapa.Justru Alle merasa heran ketika kamar yang dimasuki justru memiliki konsep seperti film Disney. Alle berpikir kalau Nindi salah memberitahukan nomor kamar acara Raffa.Tak lama Nindi dan teman-temannya keluar. Mereka bahkan sudah berganti kostum yang membuat Alle merasa hampir gila sekarang.“Jadi … ini semua kerjaan kalian?” tanya Alle tidak percaya harus terkena jahilan mereka bertubi-tubi meski di dalam hati sangat senang lua
Melihat model gaun yang dipilih oleh Alle membuat Raffa langsung mendelik kaget. Yang benar saja? Bisa-bisanya Alle memilih model yang memiliki belahan panjang dari ujung kaki sampai paha. Ditambah bagian dada yang terbuka. Tentu saja Raffa tidak setuju dan tidak akan memberi kesempatan untuk para mata buaya darat melihat keindahan tubuh istrinya.“Aku nggak setuju!” tolak Raffa tegas.“Lha, kenapa? Bukannya bagus dan seksi?”“Kamu mau sengaja pamer paha sama payudara?” skakmat Raffa yang membuat Alle langsung terdiam. Niat Alle bukan seperti itu, tapi agar terlihat seksi saja. “Pilih yang kalem aja,” lanjut Raffa memberikan sarannya.“Yaudah kamu pilih sendiri aja. Aku bingung semuanya bagus-bagus.”Alle memberikan semua majalah ke arah Raffa. Membiarkan Raffa memilihkan gaun yang pas dan cocok untuknya. Lagian Alle bingung jika harus untuk memilih seperti ini.Pada akhirnya Raffa yang memilihkan gaun untuk Alle pakai di acara resepsi nanti. Tentu saja pilihan Raffa jatuh pada dress
Setelah acara kelulusan dua hari yang lalu, kini Raffa dan Alle sibuk mempersiapkan diri untuk resepsi pernikahannya. Alle bahkan meminta ijab qobul diulang saat acara resepsi nanti. Alle ingin foto buku nikah sekaligus agar orang-orang tahu kalau mereka menikah resmi.Dan, saat ini mereka berdua telah sampai di butik yang akan mendesain baju pengantin mereka nanti. Sebelum keluar mobil, Raffa mengambil kaca mata hitamnya terlebih dahulu di dalam dashboar dan segera memakainya yang justru semakin menambah akan pesona kadar kegantengannya.Lain hal dengan Alle yang mendecih sebal melihat penampilan Raffa. Bagi Alle sendiri, kalau Raffa terlalu tampan justru membuatnya khawatir karena akan banyak buaya betina untuk menggoda suaminya ini.“Kalau mau memuji nggak usah malu-malu,” celetuk Raffa meledek Alle yang saat ini menatapnya dengan sangat serius. “Percaya kok kalau aku ganteng,” lanjutnya penuh percaya diri.“Cih! Dasar kepedean! Padahal mirip tukang urut!”Beginilah kehidupan Raffa
Selesai hangout bersama Nindi, Alle pamit pulang tanpa menunggu Raffa menjemput terlebih dahulu.Setiba di rumah, Alle selalu melihat pemandangan di mana para adik-adiknya berkumpul dan berantem.“Kak, minta duit dong!” Januar menadahkan tangan di depan Alle, meminta uang untuk top up game.“Buat apaan?”“Beli jajan di mini market depan,” kilah Januar berbohong.Alle yang memang gampang percaya tentu saja memberikan uang dua lembar warna merah. Januar yang sehabis diberi uang langsung kabur pergi dari rumah.Awalnya tadi seperti biasa, lagi berantem sama Oky. Entah rebutan apa mereka berdua. Alle yang sehabis perawatan berjalan menuju ke arah kamar Yupi, ingin mengobrol dengan adiknya yang satu itu.Tok! Tok!“Masuk aja nggak dikunci!” seru dari dalam kamar yang membuat Alle langsung menekan handle pintu dan mendorong ke dalam.Cklek!“Eh, Kak Alle, sini Kak,” ujar Yupi yang menepuk ranjang di sampingnya, menandakan untuk Alle duduk di sana.Ketika Alle sudah duduk, bisa ia lihat kala
Baik Alle maupun Raffa sama-sama kaget mendengar suara cempreng dari Januar yang mirip dengan toa. Apalagi bocil itu tengah berlari-lari sambil teriak ‘Kak Alle ciuman’ dan hal ini membuat Alle sangat malu.Kesal memiliki adik seperti itu membuat Alle gregetan sendiri pengin masukin karung. Namun, melihat Raffa yang tampak santai membuat Alle heran.“Kenapa kamu nggak kesal, Bee?” tanya Alle menatap Raffa yang masih sibuk menikmati teh jahe buatan Alle.“Ngapain kesal sama anak kecil? Buang-buang tenaga aja. Biarkan aja Januar begitu,” lerai Raffa yang terkesan lebih membela Januar dibanding Alle.“Kamu kenapa jadi belain dia!?” sungut Alle semakin kesal.“Aku nggak belain, Sayang, hanya memaklumi tingkahnya yang memang lagi begitu. Nanti juga ada fase-nya dia bakalan nalar dan mengerti kok.” Raffa berkata sangat lembut hingga membuat Alle semakin tidak bisa berkutik untuk marah-marah.“Iya, sih, tapi ngeselin banget mulutnya kayak toa! Bikin heboh pagi-pagi begini.”Raffa yang paham
Pagi ini jika biasanya Alle akan sibuk dan heboh soal urusan sekolahnya, kali ini cewek itu jauh lebih santai. Lebih bisa menikmati hidup dan peran barunya sebagai istri. Terbukti dengan Alle bangun pagi-pagi hanya untuk menyiapkan pakaian milik Raffa yang akan digunakan pergi ke kantor Papa Regan.Katanya Raffa akan mengisi waktu luangnya dengan bekerja magang di kantor orang tuanya sendiri. Sebagai istri, Alle hanya bisa mendukung jika itu memang yang terbaik.Alle juga sudah berkutat di dapur hanya untuk memasak menu sarapan untuk Raffa. Alle ingin mencoba memasak menu berat untuk Raffa. Biar kalau sarapan jangan roti oles selai terus. Kasihan suaminya akan bosan jika seperti itu.“Lho, Non Alle masak apa?” tanya asisten rumah tangga yang kaget melihat anak majikannya pagi-pagi sudah berada di depan kompor. Pemandangan yang sangat langka.“Sayur sup, Bi. Buat Raffa sarapan nanti,” jawab Alle sambil mesam-mesem sendiri.“Owalah gitu toh, Non. Kekuatan cinta emang luar biasa sekali y
Setiba di Indonesia, pasangan muda itu disambut sangat meriah dan penuh kasih oleh kedua keluarga yang memiliki pengaruh besar di negara itu.Alle yang kangen dengan Mamanya langsung memeluk Kaira sambil menangis bahagia. Ternyata hidup jauh membuatnya sadar akan pentingnya peran seorang Ibu yang selalu memperhatikan dirinya setiap waktu.Meski terkesan cerewet tapi saat jauh selalu membuat kangen. Alle bahkan masa bodoh ketika menjadi pusat perhatian dari adik-adiknya karena sudah besar masih suka menangis seperti ini.“Kangen,” ucap Alle sambil menatap wajah Kaira yang ikut berkaca-kaca, namun Alle tahu betul kalau Mamanya sedang menahan diri untuk tidak menangis.“Mama juga kangen sama kamu,” balas Kaira sambil mengusap lembut pipi anaknya. Meski sudah menikah, tetap saja di mata Kaira dan Dipta, Alle tetap menjadi putri kecilnya.Alle tersenyum manis ketika Dipta tak mau kalah ingin meminta pelukan darinya. Perhatian Alle pun kini berpindah ke cinta pertamanya, Papa Dipta.Cukup l
“Serius kamu tanya ini?” Raffa tidak percaya kalau Alle bakalan menanyakan hal ini kepadanya. Kalau Raffa tidak normal, mana mungkin minta nambah berkali-kali. Alle ada-ada aja!“Iyakan teman-teman kamu aja gitu semua,” jawab Alle dengan wajah tanpa dosanya. Mukanya benar-benar gemesin sekaligus ngeselin pengin masukin karung.Raffa yang mendapat pertanyaan itu justru merasa bingung sendiri saat ingin menjawab. Yang dilakukan Raffa hanya menggaruk-garuk pelipisnya yang tidak gatal sama sekali.Sampai akhirnya Raffa mengajak Alle untuk benar-benar pergi dari ruang itu. Sebelumnya Raffa berpamitan kepada Noah dan teman-temannya terlebih dahulu.Ketika sudah berada di area parkiran, Raffa kembali menatap Alle yang masih saja menunggu jawabannya.“Gini All, kalau aku nggak normal sudah pasti nggak nafsu sama kamu. Ini lihat kamu begini aja bawaan pengen ajak ke atas ranjang. Ngadon anak tiap waktu. Masa kamu masih berpikiran kalau aku nggak normal, sih!?” jelas Raffa panjang lebar karena
Malam ini Raffa membawa Alle pergi ke salah satu klub malam ternama di kota tersebut. Alle yang baru mengetahui tujuannya ke tempat dugem, langsung ngamuk dan memukuli Raffa ketika baru sampai parkiran.“Tau gini aku nggak mau ikut!” amuk Alle kesal.“Katanya mau lihat Noah udah punya pacar apa belum? Di tempat ini kamu bisa melihat dia secara langsung.”Alle diam tak memberikan komentar ataupun reaksi apapun. Hatinya terlalu kesal kepada Raffa yang tidak mau langsung menjawab pertanyaannya malah justru membawanya ke tempat clubbing seperti ini.“Ayo,” ajak Raffa yang saat ini sudah turun terlebih dahulu dari dalam mobil. “Mau di dalam mobil terus?” lanjutnya menyindir Alle ketika masih saja duduk anteng di kursi penumpang.Sambil menggerutu, Alle mulai membuka pintu mobil dan turun dengan kondisi tubuhnya yang sudah lesu duluan.Seumur hidupnya, Alle tidak pernah datang ke tempat seperti ini. Hidupnya lurus-lurus saja meski sering mendengar beberapa cerita dari teman-teman kelasnya y