***"Jadi kamu sama Danendra udah nikah?"Pertanyaan itu diucapkan Rafly ketika saat ini dia dan Adara duduk di bangku panjang untuk membicarakan semuanya, sementara Mbak Vivi mengajak Elara jalan-jalan."Iya," kata Adara. Tak berani memandang Rafly, dia memilih untuk menundukkan kepalanya karena entah kenapa dia tak sanggup melihat manik milik calon suami—lebih tepatnya mungkin sekarang status Rafly adalah mantan kekasih."Aku sama Danendra nikah di hari seharusnya aku nikah sama kamu," ungkap Adara.Rafly menoleh. Dia memandang perempuan yang paling dicintainya itu. "Kenapa?" tanyanya kemudian. "Kenapa kamu khianatin aku.""Aku dipaksa sama keadaan," ucap Adara."Adara," panggil Rafly. "Lihat aku.""Enggak.""Dara.""Please, aku enggak mau, Raf."Rafly mendesah. "Ya udah," ucapnya. "Coba jelaskan sama aku, keadaan macam apa yang buat kamu harus nikah sama Danendra?""Papa," kata Adara. "Saat tahu kamu kecelakaan dan hilang, Papa langsung minta aku cari pengganti kamu, karena dia bil
***"Danendra sialan!"Kembali ke apartemen dengan perasaan yang hancur, Rafly melemparkan bunga daisy juga coklat yang dia bawa ke sembarang arah.Sakit mati, marah, dan kesal kini bercampur menjadi satu di dalam hati Rafly. Setelah hampir satu tahun berjuang untuk sembuh, dia tak menyangka jika penolakan justru didapatkannya dari Adara.Alih-alih bisa kembali dengan calon istrinya, Rafly justru dihadapkan sebuah kenyataan yang menyakitkan.Perempuan yang dia cinta sudah menikah dengan sahabatnya sendiri, bahkan sudah memiliki anak. Bukankah itu terlalu menyakitkan?"Ah, Danendra," desis Rafly setelah sebelumnya dia menghempaskan tubuh ke sofa ruang tamu. "Bisa-bisanya dia rebut Adara dari aku.""Lihat aja Danendra, aku akan rebut Adara lagi," ucap Rafly. "Aku akan buat dia kembali sama ak-"Rafly menghentikan ucapannya ketika ponsel yang dia simpan di saku celana bergetar. Ponsel tersebut baru dia beli kemarin sore dan sampai saat ini hanya ada dua kontak di sana..Clarissa dan Adar
***"Morning, Papa!"Danendra yang sejak tadi sedang fokus menyantap sarapannya, seketika langsung menoleh ketika Adara datang sambil menggendong baby El.Seperti biasa, bayi cantik itu sudah wangi karena Adara yang selalu sigap memandikannya ketika dia bangun tidur."Morning, Sayang," sapa Danendra. "Baby El udah cantik ya.""Iya, dong. Kan udah mandi," kata Adara. Menarik kursi dia kemudian duduk di samping Danendra. "Gimana nasi gorengnya, enak?""Enak.""Itu aku yang bikin," kata Adara."Serius?""Iyalah.""Aku pikir Mbak Vivi.""Mbak Vivi udah berangkat ke pasar daritadi," ungkap Adara. "Di kulkas enggak ada banget bahan makanan.""Gitu ya?""Iya," jawab Adara.Danendra kemudian menyendokkan nasi goreng di piring lalu menyuapkannya pada Adara. "Makan," pintanya."Udah tadi," kata Adara."Kapan?""Pas kamu masih mandi," ujar Adara. "Kamu tahu sendiri kan, aku gimana sekarang? Perutku gampang banget lapar.""Bagus, biar asinya banyak," ucap Danendra."Iya sih," kata Adara. "Ya udah
***"Jadi apa keputusan kamu sekarang?"Adara memandang Danendra yang saat ini duduk di samping kanannya sambil menggendong baby El.Terpergok sedang menelepon Rafly, Adara tak punya pilihan lain selain bercerita pada Danendra. Tak ada yang disembunyikan lagi, Adara menceritakan semuanya termasuk pertemuan bahkan ajakan Rafly untuk kembali.Tak lupa, dia juga meminta maaf pada Danendra karena sempat menyembunyikan semuanya dan seperti biasa, yang dilakukan Danendra adalah memaklumi dan memaafkan kesalahan istrinya itu."Keputusan apa?""Rafly ajak kamu kembali," kata Danendra. "Kamu mau kembali?""Dan.""Aku enggak akan maksa kamu buat tetap bersama aku.""Kok ngomongnya gitu?" tanya Adara."Karena aku enggak suka memaksa," kata Danendra. "Kalau kamu merasa masih sayang sama Rafly dan ingin kembali sama dia. Aku ikhlas kok, tapi baby El akan tetap sama aku."Sarkas. Tentu saja apa yang dikatakan Danendra hanyalah sebuah sarkas karena pada kenyataannya dia tak ingin ditinggalkan Adara.
***"Jadi Adara enggak mau kembali sama kamu?""Iya."Rafly yang saat ini tengah duduk bersandar pada sebuah bangku, langsung memberikan jawaban singkat, padat, dan jelas ketika sebuah pertanyaan dilontarkan seorang perempuan yang duduk di sampingnya.Tak sengaja bertemu di lobi apartemen, perempuan yang langsung memperkenalkan dirinya itu langsung mengajak Rafly mengobrol di taman yang letaknya tak jauh dari apartemen.Dan karena perempuan itu ternyata ada sangkut paut dengan Danendra, Rafly mengiakan ajakan mengobrol, meskipun dia tak pernah mengenal perempuan tersebut sebelumnya."Sakit?"Rafly menoleh lalu memandang perempuan tersebut. Felicya. Tentunya siapa lagi perempuan yang duduk di samping Rafly selain mantan Danendra.Berniat untuk menemui teman yang tinggal di aparteman sama dengan Rafly, Felicya justru mendapat kejutan karena ternyata Rafly—penyebab semua kekacauan hubungannya dan Danendra masih hidup."Apanya?" tanya Rafly."Hati kamulah," kata Felicya. "Sakit enggak?""
***"Jadi kamu sendiri ke sininya?""Iya."Menyelipkan ponsel diantara bahu dan telinga, Adara menjawab singkat pertanyaan yang dilontarkan Danendra, sementara tangannya sibuk memindahkan sebagian makanan dari piring ke dalam kotak makan susun yang akan dia bawa ke kantor.Sesuai janjinya pada Danendra tadi pagi, Adara memang akan pergi untuk mengantarkan makan siang. Awalnya, dia akan pergi sambil membawa baby El. Namun, beberapa menit lalu sang putri justru tidur.Alhasil, Adara akan pergi sendiri menuju perusahaan tempat sang suami bekerja."Padahal kangen si Cantik," jawab Danendra.Sebelum menjawab pertanyaan Danendra, Adara lebih dulu menata kotak makan lalu merapatkan jepitannya. "Ya mau gimana lagi, orang baby Elnya tidur," ucapnya. "Kasian kan lagi tidur diajak pergi.""Iya sih," kata Danendra. "Jangan lupa siapin asi sebelum pergi.""Udah, tenang aja," kata Adara."Ya udah kalau gitu, hati-hati ya di jalannya. Nyetir sendiri, kan?" tanya Danendra."Iya," kata Adara sambi ber
***"Kembalikan Adara."Tak mau basa-basi, ucapan tersebut langsung dilontarkan seorang pria yang saat ini duduk di depan Danendra, dengan wajah yang tentu saja tidak bersahabat.Danendra panik? Tentu saja tidak. Punya jaminan dari Adara yang terus meyakinkan untuk selalu berada di sampingnya, Danendra bersikap setenang mungkin."Rafly Sanjaya," gumam Danendra—menyebut nama lengkap Rafly. "Hampir satu tahun menghilang, sekarang tiba-tiba datang lalu meminta Adara. Sopankah begitu?""Jika ditanya siapa yang harus belajar sopan santun, jawabannya tentu kamu, Dan," ucap Rafly. "Merebut calon istri sahabatnya sendiri, apa itu sopan?""Merebut?" tanya Danendra. Dia yang semula bersandar pada kursi kerja, langsung membenarkan pisisi duduknya. "Siapa yang merebut, Raf? Aku enggak pernah rebut.""Jangan pura-pura, kamu," desis Rafly. "Aku tahu kamu suka sama Dara dari dulu dan ketika aku enggak ada, kamu pasti manfaatin keadaan buat ambil dia."Danendra tersenyum. "Aku emang cinta sama Adara,
***"Macet-macet, akhirnya sampe juga."Sampai pukul setengah dua belas lebih, Adara menghela napas sambil melepaskan seat belt. Bersandar pada jok mobil, dia memandangi suasana parkiran kantor yang bisa dibilang cukup lengang.Alexander grup. Perusahaan besar itu terlihat gagah dengan tinggi menjulang. Di sana hampir semua anggota keluarga Alexander bekerja.Adam dan Alfian si pemegang saham utama, Danendra CEO, juga Anindira—putra sulung Alfian yang menduduki posisi manajer di Alexander grup pusat.Sementara kedua putra Adam yang lainnya memegang perusahaan cabang. Aksa di Bandung, Danish di Surabaya.Sebenarnya Danendra pun pernah ditawari perusahaan di Malam, tapi dia menolak. Danendra ingin tetap di Jakarta karena Adara yang kurang bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan baru."Danendra," gumam Adara sambil memandangi paper bag di samping kirinya. "Udah istirahat belum ya, dia?"Sebelum turun dari mobil, yang dilakukan Adara adalah merogoh ponselnya dari tas untuk menelepon Mbak
*** "Onty, Reano mana. Kok enggak kelihatan dari tadi?" Adara yang sedang menyapa para tamu seketika menoleh saat sebuah pertanyaan diucapkan seorang laki-laki muda yang malam ini tampan dengan kemeja navy bluenya. Danial. Yang baru saja bertanya pada Adara adalah Danial. "Eh, Nial. Rean kayanya masih di jalan." "Lho, enggak bareng?" "Mana maulah bareng sama Onty," kata Adara. "Dia kan jemput pacarnya." "Masih sama Lula?" "Masih." Danial tersenyum. "Awet juga ya, enggak kaya kakaknya." "Haha iya." "Ya udah, Nial gabung dulu sama yang lain ya Onty." "Iya, Nial." Malam ini adalah malam yang cukup membahagiakan bagi keluarga besar Alexander—khususnya keluarga Adam karena sebuah pesta tengah digelar di ballroom hotel berbintang di kota Jakarta. Bukan pertunangan atau pernikahan, pesta yang dirancang oleh anak-anak juga para menantu Adam itu adalah sebuah perayaan aniversary pernikahan Adam dan Teresa yang ke lima puluh delapan tahun. Cukup lama Adam menjalin
***"Duh siapa sih?"Masih dengan kedua mata terpejam, Alula mengulurkan tangannya—meraba-raba meja nakas di samping kasur untuk mencari ponsel yang saat ini berdering cukup nyaring.Entah siala yang menelepon, yang jelas Alula merasa sangat terganggu oleh bunyi dering ponselnya tersebut."Ketemu," gumam Alula ketika akhirnya dia menemukan apa yang dicarinya.Mengambil ponsel tersebut, perlahan Alula membuka matanya dan yang dia temukan di layar adalah nama Reano."Reano. Ngapain sih?"Beringsut, Alula mengubah posisinya menjadi duduk sebelum akhirnya menjawab panggilan dari Reano."Halo, Rean. Kenapa?" tanya Alula parau."Baru bangun?""Iya.""Dih, belum sholat dong?" tanya Reano."Emang ini jam berapa?" tanya Alula yang memang belum sempat melihat jam baik itu di ponsel mau pun di dinding kamar."Jam lima pagi," kata Reano. "Ke air gih sana, cuci muka, wudhu, terus sholat.""Iya.""Nanti jam enam aku ke kamar kamu," ungkap Reano—membuat Alula seketika mengerutkan keningnya."Mau nga
***"Jaga diri baik-baik di sana, awas jangan macam-macam.""Iya, Ma. Siap."Pukul delapan pagi, Reano sudah siap dengan penampilannya yang bisa dibilang cukup rapi. Membawa koper berwarna hitam berisi pakaian ganti, remaja yang satu bulan lalu baru saja genap delapan pelas tahun itu sudah tiba di bandara, diantar Adara juga Danendra.Tujuannya? Tentu saja Jerman. Memanfaatkan libur panjang sebelum masuk kuliah, Reano memang meminta izin pada kedua orang tuanya untuk pergi ke Jerman menemui Nara.Tak sendiri, Reano pergi bersama Alula yang memang ingin menghabiskan waktu liburan di luar negeri.Berhubung kedua orang tuanya sibuk, Alula memutuskan untuk ikut bersama Reano yang sejauh ini bisa dipercaya menjaga putri bungsu seorang Arkananta itu."Jangan macam-macam kalian di sana. Ingat, pisah kamar," kata Aludra memperingatkan."Iya, Mama. Masa satu kamar?" tanya Alula. "Lagian uncle Danen kan udah pesenin dua kamar buat aku sama Reano.""Tenang aja, Ra. Aku udah pesenin kamar yang be
***'Hati-hati di jalan.'Elara yang baru saja memasukkan beberapa baju ke dalam tas seketika mengukir senyumannya ketika sebuah pesan yang bisa dibilang cukup romantis masuk ke ponselnya—membuat dia terbang ke angkasa dengan perasaan yang berbunga-bunga.Bukan dari orang sembarangan, pesan tersebut berasal dari Regan yang memberikan peringatan pada Elara karena sore ini gadis itu akan berangkat menuju Bandung untuk menginap di rumah Aksa selama dua malam.Alasannya? Tentu saja Elara ingin menemui Regan yang satu minggu lalu resmi menjadi pacarnya.Dicomblangkan oleh Respati lalu saling mengenal via virtual selama sebulan lebih, Elara dan Regan sepertinya memiliki banyak kecocokan lalu pada akhirnya memutuskan untuk menjalin hubungan setelah Regan menyatakan cintanya lebih dulu seminggu yang lalu.Regan memang jarang bicara bahkan terkesan dingin, tapi di dekat orang yang membuatnya nyaman, Regan kadang berubah seratus delapan puluh derajat dan bagi Elara, Regan ternyata cukup menyena
***"Oke, istirahat dulu aja ya.""Siap, Kak!"Menyimpan semua peralatan yang ada, para siswa juga siswi yang siang ini memakai pakaian olahraga lantas membubarkan diri lalu berjalan ke pinggir lapangan pun dengan siswi yang kini melangkah untuk menghampiri seseorang di bangku pinggir lapangan."Kamu kalau bosen, pulang aja."Istirahat dari latihannya, Alula langsung menghampiri Reano yang sejak tadi setia menunggu sambil bersandar pada tembok.Sejak masuk di SMA yang sama Alula dan Reano bisa dibilang cukup dekat—lebih tepatnya sengaja didekatkan oleh Adara yang memang menginginkan Reano lupa dengan perasaannya pada Nara.Setiap pagi juga siang setelah pulang sekolah, Reano diwajibkan menjemput dan mengantar Alula ke rumahnya bersama supir karena memang usia yang belum tujuh belas tahun membuat Reano belum diizinkan memakai kendaraan sendiri.Reano sebenarnya sudah beberapa kali menolak karena memang didekatkan paksa seperti ini membuatnya tak nyaman.Namun, sederet ancaman penyitaan
***"Reres, kamu ngapain ke sini?"Keluar dari pintu gerbang sekolah, Elara mengerutkan kening ketika mendapati seorang siswa laki-laki dengan seragam yang berbeda dengannya tengah berdiri sambil mengukir senyuman.Respati.Bukan pacar atau gebetan, siswa laki-laki yang kini tengah bersandar di pintu mobil sedan hitam adalah sepupu Elara—anak dari saudara Danendra."Hai, Kak El," sapa Respati sambil mengangkat telapak tangannya. "Apa kabar?""Baik," kata Elara apa adanya. "Kamu apa kabar?""Baik juga," ucap Respati."Kamu ngapain ke sekolahan aku? Ada urusan apa gimana?" tanya Elara."Iya ada urusan sama Kak El," ucap Respati—membuat Elara seketika mengerutkan keningnya."Urusan apa?""Hm." Respati bergumam pelan, sementara wajahnya terlihat menunjukkan sebuah keraguan. "Mau minta bantuan sih, Kak?""Bantuan apa?"Respati menggaruk tengkuknya yang bahkan tak gatal sama sekali."Res?""Ah iya, Kak. Bantuan apa sih?" tanya Elara. "Ngomong aja. Enggak usah ragu.""Hm, nanti malam Kakak s
***"Baik-baik di sekolah. Jangan banyak tingkah."Sambil mengoleskan selai ke roti, ucapan tersebut dilontarkan Adara pada Reano yang saat ini baru saja duduk di meja makan.Setelah dua minggu liburan berlangsung, tahun ajaran baru akhirnya tiba dan hari ini Reano akan memulai kegiatan sekolahnya di SMA.Sesuai perintah, mau tak mau Reano menurut untuk bersekolah di SMAN 8. Padahal, sudah sejak jauh-jauh hari remaja itu menginginkan sekolah di SMAN 34 karena memang hampir semua teman dekatnya bersekolah di sana."Mau joged di tengah lapangan," celetuk Reano."Apaan sih? Kalau dikasih tahu itu jawab yang benar. Bukan kaya gitu."Elara yang baru saja siap, lantas menoyor kepala adiknya itu dengan tangan kanan sementara tangan kirinya menarik kursi untuk duduk."Kamu juga apaan? Kepala itu sensitif. Enggak usah pake noyor," ketus Reano tak suka.Berbeda dengan kebanyakan siswa yang biasanya bahagia ketika masuk di sekolah baru, Reano justru sebaliknya.Selain karena sekolah yang dia tem
***"Kamu kenapa?"Menghampiri Adara di pinggir kolam, Danendra langsung mengucapkan pertanyaan tersebut setelah beberapa menit lalu terus memperhatikan sang istri yang sepertinya sedang memikirkan sesuatu."Dan. Kamu di sini.""Orang-orang di dalam, kamu kok di luar?" tanya Danendra. "Lagi mikirin apa sih, hm?""Reano," kata Adara.Danendra mengerutkan keningnya. Dia yang datang membawa segelas air putih lantas menarik kursi lalu duduk di depan Adara."Apa yang kamu pikirkan tentang Reano?" tanya Danendra."Kamu lupa sama apa yang dia omongin tadi di mobil?" tanya Adara. "Reano bilang dia cinta sama Nara, Dan.""Terus masalahnya di mana?""Kok kamu nanya gitu, Danen?" tanya Adara tak suka. "Ya enggak bolehlah! Reano sama Nara itu saudara. Mereka enggak boleh saling mencintai lebih dari sekadar saudara.""Tapi kan bukan kandung," ucap Danendra. "Dalam segi agama ataupun negara, mereka sah-sah aja kalau mau punya hubungan.""Enggak!" pungkas Adara. "Sampai kapan pun aku enggak akan res
***"Males ikut, Ma."Mendengar ucapan tersebut, Adara menoleh seketika lalu memandang putranya sambil menaikkan sebelah alis."Males ikut apa?""Rean malas ikut ke Bandung."Pagi ini—seminggu setelah kepergian Nara ke Jerman, keluarga Adara akan bertolak menuju Bandung, menghadiri undangan yang diberikan keluarga Aksa.Bukan pesta besar, di Bandung sana Aksa hanya merayakan syukuran atas kelulusan putri angkatnya Aileen di salah satu universitas terbaik di kota Bandung dengan nilai yang juga tentunya sangat baik.Tak hanya Danendra dan keluarga, nantinya Adam juga Teresa pun akan datang bersama supir lalu Danish juga terbang dari Surabaya bersama keluarganya."Kenapa?" tanya Adara.Tak tahu tentang yang terjadi pada Nara, Adara memang mulai bersikap biasa kembali. Perempuan itu mencoba menghibur diri dari rasa sedih kehilangan Nara karena tentunya dia berpikir sang putri tak akan lama pergi.Berbeda dengan Adara yang berusaha menghibur diri, Reano justru seperti orang tak bersemangat