"98,9%, 99,8%, 99,9%. Se- semuanya positif." gumam Ju Woon dengan suara bergetar setelah memeriksa 3 lembaran hasil tes DNA, masing - masing antara dirinya dan Kenan, Hyun Jae dan Kenan, serta Jung Hwa dan Kenan.
Akhirnya Ju Woon memperoleh hasil tes DNA yang dilakukannya seminggu yang lalu, tepatnya sehari setelah pertemuan lamaran antara pihak keluarga Ju Woon dan pihak keluarga Nabila, dimana pada pertemuan tersebut, secara diam - diam tanpa sepengetahuan siapapun Ju Woon mengambil sampel helai rambut Jung Hwa dan Hyun Jae. Memang Ju Woon sudah menebak hasilnya akan seperti ini, namun setelah melihatnya secara langsung, tetap saja ia tak dapat mengendalikan debaran hatinya yang begitu hebat, saking takjub nan senangnya.
"Ok, tenang Ju Woon! Sekarang kamu harus memikirkan apa yang harus kamu lakukan setelah ini." gumam Ju Woon lagi mensugesti dirinya sendiri agar tidak terbuai dan malah melakukan tindakan bodoh, seperti menemui Kenan sekar
"Bagaimana Dok?""Sepertinya memang perlu dilakukan operasi lagi Prof.""Hufh..." Kenan menghembuskan nafas berat.Saat ini Kenan dan dokter Adnan tengah terlibat percakapan serius di bilik konsultasi pasien penyakit dalam sepeninggalan Mita beberapa saat yang lalu usai melakukan konsultasi dengan dokter Adnan. Dan hasilnya, seperti yang dokter Adnan katakan bahwa Mita perlu melakukan oeprasi lagi yang ternyata pencangkokan tumor yang dilakukan 3 tahun lalu tidak benar - benar mengangkat akar tumornya sehingga kembali tumbuh."Maafkan saya Prof." ucap dokter Adnan dengan segenap rasa bersalah dan penyesalan. Ialah yang menjadi penanggung jawab pengontrolan kondisi Mita paska operasi 3 tahun lalu. Bagaimana ia bisa lalai hingga tidak menyadari bahwa akar tumor di otak Mita tidak terangkat? Ia benar - benar merasa bersalah dan menyesal atas kelalaiannya itu.Kenan menatap lurus tep
3 hari kemudian...Semalam Kenan mendapatkan panggilan dari Swis yang mengabarkan bahwa ada sebuah operasi yang memerlukan langsung penanganannya. Dan di sinilah Kenan dan Fara berada sekarang di suatu landasan pribadi di bandara Soetta pada pagi buta kala waktu baru menunjukan pukul 05.30 PM. Usai shalat subuh tadi, mereka langsung berangkat ke sini dari apartemen."Kamu beneran gak mau ikut sayang?" tanya Kenan agak sedih. Ya, hanya dirinya yang akan berangkat ke Swis, sedang Fara hanya datang mengantarnya sampai di sini. Saat ini keduanya saling berhadapan dan berpegangan tangan tepat di bawah tangga jet pribadi yang akan digunakan Kenan untuk penerbangannya. Tentu saja jet tersebut milik Kenan pribadi."Hm, Fara juga sebenarnya pingin ikut. Tapi, Kakak tau kan kondisi Fara yang mabuk udara. Terlebih lagi Fara lagi hamil." jawab Fara juga tampak sedih."Hufh..." Kenan menghembuskan nafas berat, se
"Hufh..." untuk kesekian kalinya Fara mend*sah lesu. Saat ini masih pukul 10 yang berarti 4 jam lebih sudah ia berpisah dengan Kenan. Sungguh baru selama itu saja, ia sudah sangat merindukan Kenan setengah mati. Sembari duduk malas di kursi kebesarannya, ia membaringkan kepalanya miring di atas meja kerjanya. "Hufh..." Nabila yang duduk di sisi seberang meja berhadapan dengan Fara, ikut - ikutan mend*sah. Bedanya, ia mend*sah jengah mendapati Fara yang sejak tadi terus mend*sah lesu. Tentu saja ia tahu apa yang sedang Fara alami, apa lagi kalau bukan galau akibat merindukan Kenan setengah mati. "Ayolah Far, ini baru 4 jam lebih loh. Dan lo udah kayak zombie hidup aja." ucapnya mencoba mengamati Fara sembari geleng - geleng kepala. "Lo gak tau sih gimana rasanya jadi gue. Gue tuh gak bisa banget jauh - jauh dari Kak Ken." adu nya melankolis sembari terus mempertahankan posisinya. Nabila memutar kedua bola matanya ma
Drrt drrt...Sekitar pukul 1 dini hari ponsel Fara yang terletak di atas nakas, bergetar notifikasi pesan masuk. Fara yang memang masih terjaga segera meraih ponselnya dengan penuh antusias, samar - samar ia dapat menebak siapa sang pengirim pesan tersebut.Benar saja, mata Fara langsung berbinar - binar bahagia kala melihat nama sang pengirim pesan yang tidak lain dan tidak bukan adalah Kenan, suaminya yang telah ia rindukan setengah mati seharian ini.'Assalamualaikum sayang, Kakak udah sampe nih. Miss you more.' begitulah isi pesan Kenan yang dibubuhi emote icon 'mencium' total 3 buah diakhir kalimat pesannya.'Waalaikumsalam, alhamdulillah. Miss you more too Kak.' balas Fara menyertakan total 3 buah emote icon 'mencium' pula di akhir kalimat pesannya.Drrt drrt...Tak sampai 10 detik kemudian ponsel Fara kembali bergetar. Kali ini bukan notifikasi pesan,
"Nak, nanti malam sepulang kerja, kamu langsung ke rumah tante Ami mu ya!" ujar Farzan menyuruh kepada Fara ketika mereka sedang sarapan bersama di ruang makan kediamannya.Ya, semalam waktu video callan dengan Kenan, Fara memang berada di kamar lamanya yang ada di kediaman Farzan, sang ayah. Rencananya selama Kenan berada di Swiss, Fara akan menginap di sini, sesuai usulan Kenan agar Fara tak merasa kesepian tanpa dirinya di apartemen."Ngapain ke rumah tante Ami, Yah?" tanya Fara santai sembari terus menyuapkan makanan kedalam mulutnya."Kamu masih ingat Andre kan?" alih - alih menjawab, Farzan malah bertanya balik yang agak tak nyambung menurut Fara.Sejenak Fara terdiam mencari nama 'Andre' dalam ingatannya "Maksud Ayah, Kak Andre, Keponakan Suaminya tante Ami, Om Ardan?""Hm." Farzan mengangguk sembari mengunyah makanan dalam mulutnya. "Iya, Andre Keponakan Ardan. Dia baru m
Ding dong...Tiba - tiba bel pintu utama kediaman Farzan berbunyi di pagi hari, kala Fara dan Farzan tengah sarapan bersama di ruang makan."Siapa yang bertamu sepagi ini Yah?" tanya Fara sedikit heran sembari menghentikan menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.Farzan menggedikan bahu, juga sedikit heran sembari menghentikan menyuapkan makanan ke dalam mulutnya "Entah, Ayah juga gak tau."Sesaat sepasang ayah dan anak itu saling pandang dan sama - sama menggelengkan kepala isyarat benar - benar tak tahu siapa gerangan sang tamu."Bi Darsih!" seru Farzan kemudian, setengah berteriak memanggil sang kepala ART di kediamannya yang sedang bertugas di dapur yang hanya terpisahkan sebuah tembok dari ruang makan.Tak lama kemudian, tampaklah sesosok wantia paruh baya kisaran usia 50 tahunan, dengan setengah berlari menghampiri Fara dan Farzan dari arah gerbang dapur.
Jepreet jepreet..."Hehe... Mimpi apa gue semalam, kayaknya hari ini gue bakal dapat jackpot nih." gumam seorang pria kisaran usia 25 tahunan sembari menyeringai smirk merasa puas dengan hasil jepretan yang baru saja didapatkannya dengan canon miliknya."Ooh, benarkah?" sahut sebuah suara bariton yang terdengar santai tepat dari belakang pria itu."Tentu saja, hehe..." tanggap sang pria tak kalah santai dan terkekeh sombong sembari terus menyaksikan hasil jepretannya pada layar kecil canon miliknya itu."Wah, kalo gitu bolehlah nraktir aku. Semangkok bakso aja gak apa - apa kok." suara bariton dari belakang pria itu kembali terdengar menyahut meminta ditraktir oleh sang pria."Ck..." sang mencebik seraya membalikan tubuhnya ke belakang "Enak aja minta traktiran ke gue, kerja sendiri sono. Emangnya lo sia- pa?" sontak pria itu tercengang hampir tak dapat menyelesaikan ucapannya ak
Hari ini adalah akhir pekan pertama yang Fara harus lalui tanpa Kenan semenjak pernikahan mereka yang telah berjalan hampir 2 bulan ini. Sementara Kenan di Swiss, hari ini adalah hari pertama masa pemantauan kondisi pasien yang baru dioperasi nya kemarin.Saat ini Fara dan Farzan tengah bersantai di ruang keluarga kediaman Farzan usai sarapan beberapa waktu yang lalu. Terlihat Farzan tengah asyik menyaksikan tontonan di layar televisi, sedang Fara sejak tadi sibuk memainkan ponselnya sembari duduk malas selonjoran di sofa."Hufh..."Untuk kesekian kalinya Farzan mendengar Fara mend*sah lesu. Ia tahu apa yang membuat sang putri sejak tadi seperti itu. Apa lagi kalau bukan karena resah menunggu kabar dari Kenan yang sejak kemarin sama sekali tidak bisa dihubungi karena sibuk dengan proses operasinya."Sabar Nak, Kenan pasti bakal hubungin kamu kalo dia lagi gak sibuk." dan untuk kesekian kalinya pula F