Pov CitraSekitar tiga puluh menit aku memejamkan mata, aku terbangun karena tangisan Naira. Ku gendong dia agar berhenti menangis. Tak lama kemudian Naura ikut terbangun juga Zahra. Zahra langsung memelukku karena dia bilang sangat merindukanku.Hari ini aku lihat ketiga anakku bahagia sekali karena kedatanganku. Andai saja Noval tidak memberiku luka yang sangat dalam aku maafkan kesalahannya demi anak-anakku.Aku bukan seorang ibu yang egois, aku punya alasan kuat kenapa bersihkeras tak mau kembali dengan mantan suamiku itu.Malam harinya Zahra bertanya suatu hal yang tak bisa ku jawab. Noval memang keterlaluan, dia berbicara bohong pada Zahra agar aku tersudut."Ayah bilang, sebentar lagi ibu akan ikut tinggal disini. Ayah juga bilang kalau ibu tidak akan pergi-pergi lagi. Pasti Zahra dan adik-adik akan senang sekali jika benar ibu kembali bersama kami disini!" ucap Zahra lugu. Bibirku berat sekali untuk menjawab pertanyaan gadisku yang lugu ini, aku tidak mampu berkata-kata. Aku t
Pov AuthorKini Citra menjadi pribadi yang lebih pendiam dari sebelumnya yang memang sudah pendiam. Ia selalu pergi dan pulang kerja diantar oleh mantan suaminya. Di dapur tempatnya bekerja ia sudah tidak mendapatkan perlakuan iseng dari Andre lagi. Tak ada makan siang bersama atau sekedar pergi bersama ke masjid untuk solat dzuhur ketika jam istirahat dengan Andre, jujur ia merasa kesepian. Riyan pun sudah beberapa hari mendiamkannya meskipun kadang tak sengaja mereka beradu pandang tapi Riyan dengan cepat mengalihkan pandangannya ke tempat lain, rasa kecewa jelas masih bersarang dihati bosnya itu.Siang ini Nita terlihat mendatangi Restoran tempat Citra bekerja, bukan Nita namanya jika ia datang tanpa bermaksud membuat masalah. Ia sudah cukup lama mengetahui dimana Citra bekerja, namun baru sekarang ia bisa datang untuk mengerjai teman yang dianggap musuh bebuyutannya itu. Ia sudah mencari informasi sebelumnya tentang masakan apa yang Citra masak didapur restoran itu, segera ia meme
Pov AuthorTok... tok... tokSetelah Riyan dan Andre saling menyalahkan mereka mengulang lagi mengetuk pintu. "Citra, tolong bukakan pintu! saya hanya akan pulang ketika kamu mau mendengar penjelasan saya!" teriak Riyan sambil terus menggedor pintu. Tak ada jawaban dari Citra, keadaan masih hening tanpa balasan suara apapun. "Percuma saja Pak, anda berteriak seperti itu. Kata-kata Bapak tadi siang bener-bener pedes. Kalau saja saya yang jadi Citra sudah melayang kecoa itu ke muka bapak sebagai pembalasan kata-kata kasar Bapak!" ucap Andre membuat patah semangat bos nya."Apa separah itu kata-kata saya?" tanya Riyan dibalas dengan anggukan oleh Andre. "Apa saya naikan gaji Citra saja biar dia mau memaafkan saya?" gumam Riyan membuat terkejut Andre. "Bapak mau nyogok dia? saya pastikan ia bukan cuma marah, tapi langsung blockir nama bapak dari hidupnya!" ucap Andre lagi membuat Riyan berhenti mengetuk pintu. Ia lantas mengambil ponselnya lalu menelpon Citra namun nombor Citra sudah
Pagi yang dingin dengan sedikit gerimis tak membuat Citra malas untuk beraktivitas seperti biasa. Setelah ia selesai merias diri, ia tersenyum sendiri didepan cermin, layaknya seorang ABG yang tengah puber. Citra merasa ada dipuncak asmara ketika mengingat hubungannya dan bosnya sudah membaik bahkan terlihat sangat dekat sekarang.Noval yang terlihat sangat marah kemarin belum memperlihatkan kembali batang hidungnya, Citra berharap Noval secepatnya menghilang dari hidupnya. Biang masalah itu seharusnya sadar diri, hati yang sudah ia hancurkan berkeping-keping saat dulu tidak bisa kembali utuh dan memberinya tempat secuilpun untuk tinggal.Citra meninggalkan cermin setelah sadar dia seperti orang gila tersenyum dan tertawa seorang diri sambil berkaca, roda hidup memang nyata berputar. Akibat kesabarannya, ia kini merasakan semua penderitaannya sudah berakhir. Ia berada disekitar orang yang sangat mempedulikannya, ini lebih dari cukup membuatnya menjadi seseorang yang berguna dibandingk
Pov CitraSekali lagi duniaku terasa runtuh mendapat perlakuan memalukan seperti ini, dosa masalalu yang terpaksa ku lakulan kini terpapar kembali didepan orang-orang baru yang beberapa bulan ini ku kenal. Aib terbuka dan aku benar-benar kehilangan muka. Tuhan, apakah aku tak layak hidup tenang meski hanya sekejap?.Kupandangi kebencian yang mendalam dari sorot pandang ibu dari bosku, dan bisik-bisik dari teman kerjaku seakan menambah remuk hati yang memang sudah hancur lebur, begitu menjijikankah aku sekarang didepan mereka?Pak Riyan hanya bisa menatapku iba, benar-benar membuatku terlihat menyedihkan didepannya. Aku melepas tanganku yang sedari tadi menempel dipipi akibat panas dan pedihnya tamparan wanita yang dulu sangat kuhormati. Kuputar punggungku dan segera menghilang dari pandangan mereka, gerimis yang tadi terasa biasa kini berubah menjadi hujan lebat yang seolah ikut mengejekku kali ini. Tamparan demi tamparan rintikan hujan yang menyambar kulit wajahku dan membasahi selur
Beberapa jam perjalanan akhirnya kami sampai di depan rumah mantan mertuaku itu. Aku mencium kedua anak kembarku rasanya begitu kangen padahal beberapa hari lalu saja meninggalkan mereka, sedangkan Zahra sudah berangkat ke sekolah jadi aku belum bertemu dengannya.Pak Andre ikut turun, terlihat sedikit kekecewaan diwajah ayah mertuaku. Harapannya untuk melihatku rujuk dengan anak semata wayangnya pupus sudah. Setelah bersalaman dengan mantan ayah mertuaku Pak Andre menggendong Naura, aneh sekali Naura langsung mau di gendong. Biasanya dia takut dengan orang yang baru pertama ia lihat, sosok penyanyang Pak Andre mungkin membuat anak kecil pun merasa nyaman padanya."Ayah, bolehkah saya membawa anak-anak jalan-jalan dan menginap dengan saya hari ini. Esok saya akan mengantarnya tepat waktu sebelum Zahra pergi ke sekolah." tanyaku pada Ayah mertuaku."Ayah akan berunding dulu dengan Noval, Ayah takut ia akan marah jika Ayah tidak menanyakan hal ini padanya." jawab Ayah mertuaku. Pak And
Pov RiyanSudah berapa hari Citra tak masuk kerja, nomornya juga tidak bisa aku hubungi. Ibu benar-benar sudah keterlaluan mempermalukan Citra sekejam itu di depan orang dan bodohnya kenapa aku tidak bisa melakukan apapun pembelaan untuknya, aku merasa menjadi lelaki tak berguna sekarang."Riyan, buka pintunya sayang!" panggil ibuku dari luar pintu kamar. Pikiran ruwetku membuatku malas beranjak, tapi ibu terus-terusan mengetuk pintu kamarku."Aku lagi gak enak badan Bu, lagi pingin sendiri dulu!" ucapku setelah membuka pintu kamar."Apa kamu masih kepikiran kejadian hari itu? kamu masih menyalahkan ibu?" tanyanya, jelas aku bingung harus menjawab apa, ibuku memang seseorang yang sangat tegas, tidak bisa mentolerir kesalahan siapapun tanpa menyelidiki dulu kebenaran berita yang beredar."Aku malas membahas hal itu lagi, Bu. Hanya saja aku kecewa kenapa ibu bisa memperlakulan pekerja Riyan sekejam itu." jawabku masih dengan unek-unek yang masih bisa kusimpan."Sudahlah, wanita pela*ur
Pov RiyanJam sudah menunjukan pukul 10 malam, sudah saatnya restoran tutup tapi entah kenapa kakiku tidak mau bergerak pulang. Semua karena tekanan ibu tadi siang, aku benar-benar tidak ingin wanita pembuat masalah yang bernama Nita itu menang. Tapi ketika ibu menggunakan penyakitnya untuk mengancamku, aku hanya bisa pasrah tak berani menolak permintaannya.Bukan cuma penyakit asma yang membuatku mengkhawatirkan keadaan ibu, tapi darah tinggi, kolestrol dan jantung. Aku tidak ingin darah tinggi ibu kumat jika membuatnya marah, sungguh aku berada dipilihan yang sulit.Seandainya saja ia tidak muluk-muluk mencari keriteria menantu idaman seperti keinginannya, aku sudah berani membawa Citra kehadapannya, tapi semua pupus sebelum rencanaku berjalan lancar, ibu kadung membenci Citra begitu dalam.Saat semua pekerja ku mulai pulang keadaan restoran sangat sunyi, hanya tertinggal sosok lelaki yang tadi siang membuatku sangat patah hati. Ia menarik kursi didepanku dan mulai membuka obrolan.
Pov Liam"Mingkem Liam, nanti kemasukan nyamuk mulutmu!"Aku baru sadar setelah Irish menyuruhku menutup mulutku. Malu? tentu saja begitu."Kamu lama sekali!" aku pura-pura geram pada Irish."Ngantri. Pengunjung salon bukan aku saja!" jawabnya.Aku membukakan pintu mobil untuknya."Aku pakai mobilku saja!" ucap Irish."Jangan membantah kenapa? Masuk!"Irish pasrah dan menuruti perintahku. Sepanjang perjalanan memang kami saling diam tapi mataku jelalatan curi-curi pandang kearahnya.Mobilku telah sampai di depan hotel yang sudah di sewa sebagai tempat pernikahan Viola dan Yudha. Aku menuntun Irish selayaknya kami betulan sepasang kekasih.Saat masuk kedalam, aku melihat Viola dan suaminya sedang sibuk mengobrol dengan tamu lainnya."Irish menunduk dan sama sekali tak berani menatap mantan pacarnya. Aku tahu hatinya sedang sangat hancur tapi dia harus mengangkat wajahnya agar tidak terlihat lemah seperti ini."Jangan nangisin jodoh orang gitu!" ucapku menggoda Irish."Siapa yang nangis
Pov Liam"Polisi sudah datang. Maaf, telah membuatmu malu di depan umum. Aku tak mau kamu kabur dan kembali menyakiti Irish!" ucapku. Vikha sangat marah melihat beberapa polisi datang ingin menangkapnya."Brengs*k kamu Liam. Kamu temanku tapi kenapa kamu malah membela wanita itu!" teriak Vikha saat polisi akan membawanya pergi. Pengunjung restoran yang datang semua menatap kearah Vikha.Vikha memang temanku. Kami cukup akrab semasa SMA dulu tapi bukan berarti aku diam saja saat dia melakukan kejahatan.Aku kasihan pada Irish. Hidupnya sudah sangat berantakan karena Vikha. Aku harap Irish akan kembali mendapat haknya setelah Vikha dan yang lainnya tertangkap.Setelah urusan Vikha selesai aku langsung pulang kerumah."Kau sudah makan?" tanyaku saat Irish membuka pintu rumah."Belum. Kamu sendirikan yang melarangku makan sebelum kamu pulang!" jawabnya datar. Aku tersenyum karena senang dia menuruti perintahku."Aku mandi dulu, kamu siapkan makan malamnya!" perintahku. Dia mengangguk dan
Pov LiamAwalnya aku sangat marah karena mantan istri temanku selalu saja membuat masalah. Aku kesal wanita itu selalu membuatku hampir celaka, namun setelah mendengarkan cerita menyedihkannya, semua perasaan benciku hilang. Namun meski begitu aku tak mau melepasnya begitu saja. Dia harus tetap ku hukum.Setelah keadaannya membaik aku membawanya pulang ke rumahku. Mobilnya masih di bengkel jadi dia menurut begitu saja saat aku menyuruhnya masuk ke dalam mobilku.Irish sangat rajin, dia mengerjakan semua pekerjaan rumah dengan sangat rapih. Masakannya juga sangat enak. aku heran dengan Alan. Bagaimana dia bisa membuang wanita seperti Irish demi wanita egois seperti Vikha dan keluarganya."Kamu sudah makan?" tanyaku ketika akan makan malam."Sudah." jawabnya sambil menyiapkan makanan di atas meja makan."Lain kali jangan makan sendirian. Kamu harus tunggu aku sampai pulang." ucapku."Ok!" jawabnya singkat padahal aku ingin dia lebih cerewet seperti biasanya. Tapi yang tetjadi malah seba
Pov AlanAku tak menyangka Irish tega menghancurkan kepercayaan Ayahku. Untuk apa coba dia menjual rumah dan toko pemberian Ayahku kalau bukan untuk memberi Yudha bantuan.Aku tahu keuangan Yudha pasti sedang hancur untuk mengurus ibunya. Jadi lelaki itu menggunakan Irish untuk menyelamatkannya dari kemiskinan.Awalnya aku tak percaya Irish menjadi wanita sebodoh itu demi Yudha. Nmaun setelah Vikha memberiku bukti bahwa Irish benar-benar sudah menjual toko dan rumah aku baru percaya.Meski aku tahu kesalahan Irish fatal, melihat wanita itu di maki secara kasar oleh Ayahku, aku menjadi tak tega. Entah aki masih terus menyukainya atau perasaan ini hanya perasaan kasian saja."Kamu sedang memikirkan apa, sayang?" tanya Vikha sambil mendekat kearahku. Sebelah wajahnya masih sangat menakutkan, tapi syukurnya dia sudah bisa menerima kenyataan."Aku masih saja tak habis pikir dengan perbuatan Irish. Kenapa dia makin bodoh setelah bercerai denganku. Dulu meski aku jahat, aku tak peelrnah meni
Mataku hampir saja terpejam, namun bel di rumahku terus-terusan berbunyi tanpa jeda. Aku yakin orang datang berniat cari masalah.Pintu ku buka, ada lima lelaki berbadan kekar berdiri di depan pintu. Apa orang-orang ini adalah orang suruhan dari orang yang sudah menipuku kemarin?"Kami akan memberi waktu satu jam dari sekarang untuk kamu mengemas barang-barang kamu!" ucap salah satu dari mereka."Kenapa aku harus mengemas barangku?" tanyaku sambil menatap nyalang para lelaki itu."Jangan pura-pura bodoh! kamu sudah menjual rumah ini pada bos kami!" bentak lelaki tadi."Bos kalian gila. Dia sudah menjebakku. Aku tak pernah menjual rumah ini padanya!""Jangan banyak bicara kamu atau kamu akan menyesal!" lelaki yang dari tadi bicara memberi kode pada temannya untuk menyeretku. Aku melakukan perlawanan, tapi tenagaku tidak ada apa-apanya di banding mereka. Aku terlempar keluar pintu rumah.Beberapa lelaki yang tadinya masuk ke dalam rumah kembali dan membawakanku koper berisi baju-bajuku.
Pov Irish"Apa enggak ada cara lain ya, Bik? aku enggak tega menyerahkan sertifikat rumah dan toko pemberian Ayah Adit pada mereka. Aku takut Ayah Adit akan marah jika tahu.""Dia takan tahu, Bu. Rahasia ini cuma kita berdua yang tahu. Toko ibu cukup ramai sebelumnya. Anda pasti pelan-pelan bisa mencicil uang yang anda pinjam." balas bik Linda. Benar juga ucapannya, bisnis kueku cukup ramai, aku yakin bisa dengan cepat membayar cicilan hutangku."Baiklah, Bik. Kapan kita temui orang itu?" tanyaku pada Bik Linda."Kapanpun anda ingin menemuinya saya akan antarkan." jawabnya."Kalau gitu besok kita akan ke rumah orang itu.""Baik bu, esok jemput langsung saja saya di rumah kontrakan saya."Aku mengangguk setuju. Kemudian bik Linda pamit pulang. Setelah kepergiannya aku merasa kembali kesunyian di rumahku sendiri. Mengingat penghianatan Yudha aku kembali menangis. Selemah ini memang aku sekarang.Semua fotoku saat bersama Yudha sudah aku hapus, nombornya pun sudah ku blokir. Barang-baran
Pov IrishHari ini aku menemui pemilik perusahaan yang beberapa waktu lalu mengorder kueku. Butuh waktu lama dan perjuangan keras agar bisa langsung menemui orang itu. Itu karena dia selalu menyuruh asistennya untuk menyelesaikan semuanya tanpa mau bertemu langsung denganku. Aku tak puas hati hanya menyelesikan masalah dengan bawahannya yang keras kepala itu saja.Nasib para karyawanku di pertaruhkan, aku akan melakukan apa saja demi menyelamatkan mereka dari fitnah kejam ini. Aku yakin seseorang sedang dengan sengaja menjebak kami.Dalam pertemuan kami, lelaki yang menjadi bos perusahaan tersebut bilang akan mengurungkan niatnya melaporkan kami asal kami mambayar denda sebesar 500juta. Sepertinya mereka memang menginginkan kehancuranku. Tapi bisa apa aku sekarang? aku tak mau karyawanku menderita, aku akan melakukan apapun untuk menyelamatkan mereka.Setelah pertemuanku dan bos gila itu berakhir, aku segera menghubungi Yudha untuk meminta pendapatnya. Namun entah kenapa kali ini Yudh
Pov YudhaAku rasa dunia sedang sangat kejam kepadaku. Masalah datang bertubi-tubi. Keadaan ibuku kritis, aku bingung harus bagaimana sekarang.Kenapa aku seceroboh ini. Harusnya aku tak perlu dulu memberitahu ibuku tentang lamaranku pada Irish. Saat ini ibuku sangat butuh dukungan, harusnya aku bisa mengontrol diri agar keadaannya tidak menjadi seperti ini.Beberapa hari setelah ibuku berhasil melewati masa kritis, akhirnya dia sembuh juga. Aku bisa tersenyum lega sekarang.Perasaan bahagiaku tidak bertahan lama. Setelah kesembuhan ibuku, dia sama sekali tidak mau di jenguk olehku. Aku benar-benar tak tahu dengan cara apa aku bisa memandapatkan maafnya.Di tengah perasaan kacauku, aku teringat pada sebuah kartu nama yang ibuku berikan.Aku kemudian membuka dompetku lalu mengambil kartu nama itu.'Viola Amalia' itu nama wanita yang ibu bilang menginginkanku. Mungkin aku butuh bantuannya untuk bisa mendapatkan maaf wanita yang sudah melahirkanku.Aku melajukan mobil menuju perusahaan w
Pov Yudha Sekitar jam satu siang aku sudah sampai di depan rumah Om Adit. Meski dalam keadaan terdesakpun aku tetap mengantarkan Irish menggunakan taksi sampai ke rumahnya. Sebenarnya aku sama sekali tak punya nyali menginjakan kaki di rumah Om Adit lagi. Namun mengingat kebaikan Om Adit aku harus belajar bermuka tebal. Aku ingin minta maaf pada keluarga Om Adit, meskipun itu takan membuat lelaki itu mencabut tuntutannya pada ibuku."Den, Yudha?" satpam di rumah Om Adit langsung membukakan pintu setelah melihatku di depan gerbang. Akupun segera masuk namun baru beberapa langkah masuk aku di halangi."Den maaf, sesuai perintah Tuan saya hanya di tugaskan memberikan beberapa koper itu jika anda pulang." Mang Ucup menunjuk kearah beberapa koper yang ada di sebelah post satpam."Itu apa, Mang?" tanyaku padanya."Itu barang-barang anda."Sontak aku sangat terkejut, apakah aku sudah di usir dari rumah mewah ini setelah kejahatan ibuku pada keluarga Om Adit terbongkar?"Benarkah Tuan yang m