"Ayah menyuruhmu mencarikan satu toko untuk Irish. Kamu bisa memanfaatkan keadaan ini untuk lebih bisa dekat dengan wanita itu." ucap Sarah dalam kamar anaknya."Bu, berhenti merencanakan hal jahat. Aku sudah penat menjadi penjilat di keluarga ini. Aku sudah bisa menghasilkan uang sendiri, jadi mulai sekarang aku tidak mau menuruti semua perintah konyol ibu lagi." tolak Yudha sambil mendudukan pant*tnya di atas ranjang."Mau jadi anak durhaka kamu? gajimu yang tak seberapa itu kamu pikir cukup untuk membahagiakan ibu?" Yudha menatap kecewa kearah ibunya. Selama ini dia sudah menjadi anak berbakti untuk ibunya, tapi wanita yang sangat dihormatinya itu sedikitpun tidak tersentuh dengan pengorbanannya."Aku akan mencarikan toko untuk Irish tapi ini aku lakukan atas dasar kemanusiaan bukan bertujuan menyenangkan hati ibu." tegas Yudha. Sarah terlihat sangat geram dengan ucapanya."Yudha sayang, apakah kamu belum paham juga pada tujuan ibu sebenarnya? keserakahan ibu, ambisi ibu menciptak
"Mas, aku dapat kabar yang kurang mengenakan. Aku bingung mau ceritakan ke kamu enggak." ucap Sarah pada suaminya. Suaminya menoleh kearah wanita yang tengah berbaring di sebelahnya."Kabar tentang apa?""Irish dan Alan." jawab singkat Sarah."Memangnya ada apa dengan mereka?" Adit kemudian merubah posisi menjadi duduk dan bersandar di bibir ranjang, begitupun dengan Sarah."Mas janji tidak akan marah pada Alan setelah aku menceritakan semuanya?" tanya Sarah sok peduli pada anak tirinya. Hal yang sebenarnya ia inginkan justru sebaliknya. Dia ingin suaminya membenci anak kandungnya setelah dia menceritakan ketidakharmonisan hubungan Alan dan Irish selama tiga tahun ini."Iya, ceritakan saja apa yang sebenarnya terjadi pada mereka." ucap kemudian Adit."Yudha hari ini cerita padaku, kalau sebenarnya selama ini Irish dan Alan tidak seharmonis apa yang mereka pamerkan."Adit diam dan terus menyimak ucapan istrinya."Sebelum Alan berani membawa Vikha kerumah ini, Yudha memergoki Irish dan
Irish sibuk membuat kue di dapur, dia mencoba resep-resep baru yang nantinya akan dia jual di toko kue yang akan di kelolanya.Beberapa kali ponselnya berdering di kamar, namun dia tidak tahu."Bu Irish, saya mau bantuin ibu saja di toko. Membuat kue enak seperti ini sepertinya menyenangkan." ucap Linda, asisiten rumah tangga di rumah mertua Irish. Usianya memang jauh lebih tua dari Irish, namun entah kenapa Irish sangat nyaman mengobrol dengan wanita itu."Beneran Bibik mau membantuku di toko?" tanya Irish senang."Iya Buk, bener. Saya mau." ucap Linda penuh antusias."Kalau begitu, nanti aku bilang pada Ayah untuk mencari orang lagi menggantikan Bibik mengurus rumah.""Wah, makasih ya Buk. Makasih sudah mau mendengarkan permintaan saya. Kalau saya punya uang nanti, saya akan membangun toko kue juga di kampung.""Iya. Sama-sama. Nanti soal gaji, aku juga bakal tambahin buat Bibik, jadi Bibik bisa banyak-banyak menabung.""Beneran, Buk?" tanya girang Linda, Irish tersenyum sembari men
Pov AlanAku tidak bisa duduk dengan tenang di rumah Vikha. Semua fasilitas dari Ayahku ditariknya termasuk mobil yang dia belikan untukku. Aku memang punya uang tabungan cukup banyak dalam rekening. Tapi mengingat gaya hidup Vikha dan keluarganya, aku tak yakin uangku bisa bertahan lama untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka semua.Pikiranku buntu, harus bagaimana aku sekarang. Seandainya saja aku tak egois menuruti kemauan Vikha untuk terus berada di rumah ini, mungkin Irish tidak akan sampai mempengaruhi Ayahku untuk bertindak sejauh ini.Aku tidak tahu, apa kelebihan Irish sampai-sampai Ayahku tega membuangku demi untuk membelanya. Aku anak kandungnya, namun dia malah memihak orang lain. Bukankah selama ini aku sudah berusaha menjadi anak baik yang selalu menuruti krmauannya? Tapi karena kesalahan kecilku, Ayahku tega membuangku dengan cara seperti ini.Suara pintu kamar terbuka, Vikha datang sambil mengomel. Rambut dan bajunya basah. Make up nya terlihat berantakan. Aku tidak tahu
"Lan, kamu kenapa?" tanya Liam yang melihat temannya terdiam, sibuk dengan pikirannya sendiri."Enggak apa-apa." jawab Alan saat tersadar dari lamunannya."Kamu bilang butuh bantuanku. Apa yang bisa aku bantu untukmu?"Ragu Alan memjawab, dia menenangkan hatinya sejenak. Menepis segala gengsi yang sempat singgah. Demi Vikha dia akan melakukan apapun untuk bisa melanjutkan hidup. Meski dia bukan seorang bos lagi, setidaknya dia akan terus berusaha keras menghasilkan uang banyak demi membahagiakan Vikha dan keluarganya."Aku butuh pekerjaan yang layak, apa di kantormu ada jawatan kosong yang sesuai dengan kemampuanku?"Liam mengernyit, sedikit terkejut dengan ucapan sahabatnya."Apa aku enggak salah dengar? pabrikmu masih dalam keadaan baik-baik saja kan?"Ya, memang pabrik dalam keadaan baik-baik saja. Namun karena aku sedang ada masalah dengan Ayahku, dia menyuruhku berhenti dulu."Liam mengamati wajah Liam yang penuh kesedihan dan tekanan. Tak mau banyak bertanya dia memilih untuk la
Pov IrishMenangis, memaafkan dan mencoba iklas itu sekarang yang sedang aku lakukan. Aku sadar selama ini hanya membuang waktu saja, berharap pada seseorang yang tidak bisa di harapkan sungguh membuatku terlihat amat menyedihkan.Dari awal, harusnya aku tidak memaksakan diri untuk bertahan. Dari awal harusnya aku membiarkan dua orang yang saling mencintai itu hidup bahagia. Betapa hitamnya hatiku ketika aku justru menyalahkan orang lain yang justru kebahagiaannya sudah aku rampas.Tidak aku pungkiri, aku merasa sangat sakit hati karena perlakuan Mas Alan selama ini. Sikap dinginnya, sikap juteknya dan sikap kasarnya terhadapku selalu saja membuatku merasa bersedih. Apa lagi dengan mendatangkan kembali Vikha dalam pernikahan kami, rasanya sungguh membuatku benar-benar terluka. Setelah aku memikirkan lagi, tidak seharusnya aku sakit hati. Mas Alan adalah seorang lelaki yang tengah berusaha menjaga hatinya untuk seseorang yang memang di cintainya. Dia tidak salah, justru setelah aku men
[Aku tidak tahu apa-apa. Jaga mulutmu, jangan suka memfitnah orang sembarangan!] ucap Irish. Panggilan langsung ia matikan. Tak habis pikir, istri baru suaminya terus saja mencari gara-gara dengannya. Selalu memfitnah dan menuduhnya macam-macam."Jangan di matikan dulu, breng*ek!" teriak Vikha sangat marah. Dia mengira Irish sengaja berbohong untuk menguasai suaminya. Dia kemudian membanting ponsel karena cukup kesal dengan perbuatan madunya yang memutuskan panggilan padahal dia belum puas memakinya."Sudahlah Vikh, jangan seperti anak kecil begitu. Mungkin saja suamimu sengaja melakukan ini untuk mengambil hati Ayahnya. Kalau dia bisa kembali merebut hati Ayahnya kan kita juga yang untung nantinya. Kamu tahu kan keuangan kita sedang susah, bisnis Ayah belum lama ini bangkrut. Jadi biarkan saja suamimu sementara pulang kerumahnya." ucap Ayah Vikha."Bener kata Ayahmu Vikh, tiap minggu ibu harus pergi arisan. Kalau suamimu kere, bagaimana ibu bisa pamer kelayaan di depan teman-teman ib
"Maafkan orangtuaku, mereka masih syok karena Alan tiba-tiba di cutikan sementara oleh Ayahnya, jadi mereka berbicara agak keterlaluan seperti tadi." ucap Vikha ketika mengantar Liam ke mobilnya."Kenapa minta maaf padaku? orangtuamu bukan menyinggung soal aku, jadi enggak usah minta maaf begini." balas santai Liam."Terimakasih telah membantuku menemukan Alan. Maaf sudah merepotkanmu!""Aku tidak pernah merasa di repotkan. Sudah santai saja, jangan memasang wajah tak enak begitu." ucap Liam sambil menyentuh pundak Vikha. Dari celah korden, orangtua Vikha mengintip kearah Liam dan Vikha yang terlihat cukup akrab."Aku pamit, jaga Alan baik-baik. Dia sudah banyak mengorbankan dirinya cuma untuk bisa bersama kamu. Buktikan pada Alan, kalau kamu benar-benar bisa membahagiakannya." sambung Liam. Vikha mengangguk. Satu tangan Liam kemudian menarik pintu mobil dan ia segera masuk kedalamnya."Hati-hati. Dan ingat, jangan ngebut!" pesan Vikha. Liampun melambaikan tangannya setelah ia berhasi
Pov Liam"Mingkem Liam, nanti kemasukan nyamuk mulutmu!"Aku baru sadar setelah Irish menyuruhku menutup mulutku. Malu? tentu saja begitu."Kamu lama sekali!" aku pura-pura geram pada Irish."Ngantri. Pengunjung salon bukan aku saja!" jawabnya.Aku membukakan pintu mobil untuknya."Aku pakai mobilku saja!" ucap Irish."Jangan membantah kenapa? Masuk!"Irish pasrah dan menuruti perintahku. Sepanjang perjalanan memang kami saling diam tapi mataku jelalatan curi-curi pandang kearahnya.Mobilku telah sampai di depan hotel yang sudah di sewa sebagai tempat pernikahan Viola dan Yudha. Aku menuntun Irish selayaknya kami betulan sepasang kekasih.Saat masuk kedalam, aku melihat Viola dan suaminya sedang sibuk mengobrol dengan tamu lainnya."Irish menunduk dan sama sekali tak berani menatap mantan pacarnya. Aku tahu hatinya sedang sangat hancur tapi dia harus mengangkat wajahnya agar tidak terlihat lemah seperti ini."Jangan nangisin jodoh orang gitu!" ucapku menggoda Irish."Siapa yang nangis
Pov Liam"Polisi sudah datang. Maaf, telah membuatmu malu di depan umum. Aku tak mau kamu kabur dan kembali menyakiti Irish!" ucapku. Vikha sangat marah melihat beberapa polisi datang ingin menangkapnya."Brengs*k kamu Liam. Kamu temanku tapi kenapa kamu malah membela wanita itu!" teriak Vikha saat polisi akan membawanya pergi. Pengunjung restoran yang datang semua menatap kearah Vikha.Vikha memang temanku. Kami cukup akrab semasa SMA dulu tapi bukan berarti aku diam saja saat dia melakukan kejahatan.Aku kasihan pada Irish. Hidupnya sudah sangat berantakan karena Vikha. Aku harap Irish akan kembali mendapat haknya setelah Vikha dan yang lainnya tertangkap.Setelah urusan Vikha selesai aku langsung pulang kerumah."Kau sudah makan?" tanyaku saat Irish membuka pintu rumah."Belum. Kamu sendirikan yang melarangku makan sebelum kamu pulang!" jawabnya datar. Aku tersenyum karena senang dia menuruti perintahku."Aku mandi dulu, kamu siapkan makan malamnya!" perintahku. Dia mengangguk dan
Pov LiamAwalnya aku sangat marah karena mantan istri temanku selalu saja membuat masalah. Aku kesal wanita itu selalu membuatku hampir celaka, namun setelah mendengarkan cerita menyedihkannya, semua perasaan benciku hilang. Namun meski begitu aku tak mau melepasnya begitu saja. Dia harus tetap ku hukum.Setelah keadaannya membaik aku membawanya pulang ke rumahku. Mobilnya masih di bengkel jadi dia menurut begitu saja saat aku menyuruhnya masuk ke dalam mobilku.Irish sangat rajin, dia mengerjakan semua pekerjaan rumah dengan sangat rapih. Masakannya juga sangat enak. aku heran dengan Alan. Bagaimana dia bisa membuang wanita seperti Irish demi wanita egois seperti Vikha dan keluarganya."Kamu sudah makan?" tanyaku ketika akan makan malam."Sudah." jawabnya sambil menyiapkan makanan di atas meja makan."Lain kali jangan makan sendirian. Kamu harus tunggu aku sampai pulang." ucapku."Ok!" jawabnya singkat padahal aku ingin dia lebih cerewet seperti biasanya. Tapi yang tetjadi malah seba
Pov AlanAku tak menyangka Irish tega menghancurkan kepercayaan Ayahku. Untuk apa coba dia menjual rumah dan toko pemberian Ayahku kalau bukan untuk memberi Yudha bantuan.Aku tahu keuangan Yudha pasti sedang hancur untuk mengurus ibunya. Jadi lelaki itu menggunakan Irish untuk menyelamatkannya dari kemiskinan.Awalnya aku tak percaya Irish menjadi wanita sebodoh itu demi Yudha. Nmaun setelah Vikha memberiku bukti bahwa Irish benar-benar sudah menjual toko dan rumah aku baru percaya.Meski aku tahu kesalahan Irish fatal, melihat wanita itu di maki secara kasar oleh Ayahku, aku menjadi tak tega. Entah aki masih terus menyukainya atau perasaan ini hanya perasaan kasian saja."Kamu sedang memikirkan apa, sayang?" tanya Vikha sambil mendekat kearahku. Sebelah wajahnya masih sangat menakutkan, tapi syukurnya dia sudah bisa menerima kenyataan."Aku masih saja tak habis pikir dengan perbuatan Irish. Kenapa dia makin bodoh setelah bercerai denganku. Dulu meski aku jahat, aku tak peelrnah meni
Mataku hampir saja terpejam, namun bel di rumahku terus-terusan berbunyi tanpa jeda. Aku yakin orang datang berniat cari masalah.Pintu ku buka, ada lima lelaki berbadan kekar berdiri di depan pintu. Apa orang-orang ini adalah orang suruhan dari orang yang sudah menipuku kemarin?"Kami akan memberi waktu satu jam dari sekarang untuk kamu mengemas barang-barang kamu!" ucap salah satu dari mereka."Kenapa aku harus mengemas barangku?" tanyaku sambil menatap nyalang para lelaki itu."Jangan pura-pura bodoh! kamu sudah menjual rumah ini pada bos kami!" bentak lelaki tadi."Bos kalian gila. Dia sudah menjebakku. Aku tak pernah menjual rumah ini padanya!""Jangan banyak bicara kamu atau kamu akan menyesal!" lelaki yang dari tadi bicara memberi kode pada temannya untuk menyeretku. Aku melakukan perlawanan, tapi tenagaku tidak ada apa-apanya di banding mereka. Aku terlempar keluar pintu rumah.Beberapa lelaki yang tadinya masuk ke dalam rumah kembali dan membawakanku koper berisi baju-bajuku.
Pov Irish"Apa enggak ada cara lain ya, Bik? aku enggak tega menyerahkan sertifikat rumah dan toko pemberian Ayah Adit pada mereka. Aku takut Ayah Adit akan marah jika tahu.""Dia takan tahu, Bu. Rahasia ini cuma kita berdua yang tahu. Toko ibu cukup ramai sebelumnya. Anda pasti pelan-pelan bisa mencicil uang yang anda pinjam." balas bik Linda. Benar juga ucapannya, bisnis kueku cukup ramai, aku yakin bisa dengan cepat membayar cicilan hutangku."Baiklah, Bik. Kapan kita temui orang itu?" tanyaku pada Bik Linda."Kapanpun anda ingin menemuinya saya akan antarkan." jawabnya."Kalau gitu besok kita akan ke rumah orang itu.""Baik bu, esok jemput langsung saja saya di rumah kontrakan saya."Aku mengangguk setuju. Kemudian bik Linda pamit pulang. Setelah kepergiannya aku merasa kembali kesunyian di rumahku sendiri. Mengingat penghianatan Yudha aku kembali menangis. Selemah ini memang aku sekarang.Semua fotoku saat bersama Yudha sudah aku hapus, nombornya pun sudah ku blokir. Barang-baran
Pov IrishHari ini aku menemui pemilik perusahaan yang beberapa waktu lalu mengorder kueku. Butuh waktu lama dan perjuangan keras agar bisa langsung menemui orang itu. Itu karena dia selalu menyuruh asistennya untuk menyelesaikan semuanya tanpa mau bertemu langsung denganku. Aku tak puas hati hanya menyelesikan masalah dengan bawahannya yang keras kepala itu saja.Nasib para karyawanku di pertaruhkan, aku akan melakukan apa saja demi menyelamatkan mereka dari fitnah kejam ini. Aku yakin seseorang sedang dengan sengaja menjebak kami.Dalam pertemuan kami, lelaki yang menjadi bos perusahaan tersebut bilang akan mengurungkan niatnya melaporkan kami asal kami mambayar denda sebesar 500juta. Sepertinya mereka memang menginginkan kehancuranku. Tapi bisa apa aku sekarang? aku tak mau karyawanku menderita, aku akan melakukan apapun untuk menyelamatkan mereka.Setelah pertemuanku dan bos gila itu berakhir, aku segera menghubungi Yudha untuk meminta pendapatnya. Namun entah kenapa kali ini Yudh
Pov YudhaAku rasa dunia sedang sangat kejam kepadaku. Masalah datang bertubi-tubi. Keadaan ibuku kritis, aku bingung harus bagaimana sekarang.Kenapa aku seceroboh ini. Harusnya aku tak perlu dulu memberitahu ibuku tentang lamaranku pada Irish. Saat ini ibuku sangat butuh dukungan, harusnya aku bisa mengontrol diri agar keadaannya tidak menjadi seperti ini.Beberapa hari setelah ibuku berhasil melewati masa kritis, akhirnya dia sembuh juga. Aku bisa tersenyum lega sekarang.Perasaan bahagiaku tidak bertahan lama. Setelah kesembuhan ibuku, dia sama sekali tidak mau di jenguk olehku. Aku benar-benar tak tahu dengan cara apa aku bisa memandapatkan maafnya.Di tengah perasaan kacauku, aku teringat pada sebuah kartu nama yang ibuku berikan.Aku kemudian membuka dompetku lalu mengambil kartu nama itu.'Viola Amalia' itu nama wanita yang ibu bilang menginginkanku. Mungkin aku butuh bantuannya untuk bisa mendapatkan maaf wanita yang sudah melahirkanku.Aku melajukan mobil menuju perusahaan w
Pov Yudha Sekitar jam satu siang aku sudah sampai di depan rumah Om Adit. Meski dalam keadaan terdesakpun aku tetap mengantarkan Irish menggunakan taksi sampai ke rumahnya. Sebenarnya aku sama sekali tak punya nyali menginjakan kaki di rumah Om Adit lagi. Namun mengingat kebaikan Om Adit aku harus belajar bermuka tebal. Aku ingin minta maaf pada keluarga Om Adit, meskipun itu takan membuat lelaki itu mencabut tuntutannya pada ibuku."Den, Yudha?" satpam di rumah Om Adit langsung membukakan pintu setelah melihatku di depan gerbang. Akupun segera masuk namun baru beberapa langkah masuk aku di halangi."Den maaf, sesuai perintah Tuan saya hanya di tugaskan memberikan beberapa koper itu jika anda pulang." Mang Ucup menunjuk kearah beberapa koper yang ada di sebelah post satpam."Itu apa, Mang?" tanyaku padanya."Itu barang-barang anda."Sontak aku sangat terkejut, apakah aku sudah di usir dari rumah mewah ini setelah kejahatan ibuku pada keluarga Om Adit terbongkar?"Benarkah Tuan yang m