Malam ini cuaca di wilayah Aceh utara agak sedikit mendung, hujan rintik-rintik menyambut kedatangan sepasang pengantin baru.
Mereka baru saja tiba di bumi tanah rencong, Nanggroe Aceh Darusalam.
Rumah yang akan mereka tempati, letaknya tidak begitu jauh dari tempat kerja Wahyu, hanya ada beberapa rumah saja di situ.
Wahyu menurunkan barang-barang bawaannya dari dalam bagasi mobil, ia pun menyerahkan uang transportasi kepada sopir taxi yang mereka tumpangi.
"Makasih beuh," ucap sopir taxi seraya tersenyum.
"Sama-sama, Pak!" balas Wahyu.
"A' sepi ya?" Humaira memandang sekeliling.
"Iya sayang, beginilah keadaan di sini, rumahnya jarang-jarang.
Yuk kita masuk!"Wahyu mengeluarkan kunci dari dalam tas, kemudian ia membuka pintu rumah.
Rumah kecil dengan gaya minimalis, terdapat dua buah kamar, d
Bunyi alarm dari gawai milik Humaira berdering berkali-kali.Dengan badan yang masih kelelahan dan mata yang berat, Humaira berusaha membuka netranya.Ia mencoba melepaskan pelukan Wahyu, kemudian bangkit dan berjalan menuju nakas untuk mengambil gawainya.Jam telah menunjukkan pukul empat lewat lima belas menit.'Astagfirullah... aku kesiangan,' batinnya.Ia menatap wajah suaminya yang tertidur pulas, tak' tega rasanya jika dibangunkan sekarang, tapi kalau tidak dibangunkan, nanti ketinggalan untuk sembahyang Subuh.Humaira membelai rambut Wahyu dan meng*cup keningnya, namun tak' sedikitpun ia bergeming.Humaira memberanikan diri meng*cup lembut b*bir suaminya itu, akhirnya Wahyu mulai membuka matanya."Apa Sayang! Mau nambah ya?" Wahyu mendekap istrinya."Sudah telat Aa', ayo kita mandi terus
Hari ini, Wahyu dan tim teknisi lainnya disibukkan dengan beberapa mesin yang rusak.Istirahat hari Jum'at yang biasanya selama dua jam, dipersingkat hanya sekitar satu jam, itupun dilakukan bergantian bersama sesama tim.Kesibukannya membuat ia lupa akan janjinya kepada istri tercinta, apalagi gawainya tertinggal di mess sewaktu istirahat siang tadi.Jam telah menunjukkan pukul sembilan malam ketika Wahyu sampai di rumah.Humaira menyambutnya dengan muka yang sedikit ditekuk."Aa' darimana saja, Neng nungguin dari tadi," ucapnya dengan ketus, wajahnya cemberut."Maafkan Aa', Sayang! Aa' benar-benar sibuk hari ini, mau hubungi Neng, handphone-nya ketinggalan di mess," jawab Wahyu."Sudah atuh, Sayang! Jangan cemberut terus, hilang cantiknya nanti." Wahyu mendekati wajah Humaira dan menci*mnya sekilas.Humaira terkejut me
Wahyu melajukan motornya dengan kecepatan sedang menuju pantai Ujong Blang, Lhokseumawe.Setengah jam kemudian, mereka pun sampai ditempat tujuan.Suara desiran ombak saling bersahutan, pantai yang luasnya sejauh mata memandang, sangat indah dipandang.Wahyu memarkirkan motornya, kemudian mereka berjalan menuju tempat makan di pinggir pantai.Mereka memesan makanan khas daerah Aceh."Silakan Kakak, Abang, mau pesan apa?" tanya seorang wanita muda."Ada menu apa saja, Kak?" tanya Wahyu."Ada ayam tangkap, ayam penyet, sup kepiting, kuah pliek' u, ikan bandeng kuah asam keueung." Wanita tadi menyerahkan daftar menu kepada Humaira."Sup kepiting sama apa A'?" Humaira menoleh ke arah Wahyu."Aa' asam keueung saja, penasaran sama rasanya," jawab Wahyu."Asam keueung itu asam pedas
"Assalamualaikum" ucap seseorang di pintu depan."Waalaikumsalam." Humaira bergegas menuju ke depan melalui halaman di samping rumah."Oh Dek' Da, ayo kita ke halaman belakang!" ucap Humaira."Iya, kak!" Maulida mengikuti Humaira ke halaman belakang."Saha Neng?" tanya Wahyu."Tetangga kita," jawab Humaira."Maulida, Bang!" sela Maulida, menangkupkan kedua tangannya.Wahyu terkejut melihat kedatangan Maulida yang mengikuti istrinya faeri belakang."Astagfirullah..." lirihnya.Wahyu menatap Maulida dari atas sampai ke bawah, ia tertegun cukup lama, sampai Humaira menyadarkannya."Aa'!" panggil Humaira."I... iya... Neng!" Wahyu terlihat gugup."Kak Ira, nanti kita pergi ke rumah Tengku Zulkarnaen-nya sama-sama ya?" ucap Maulida."Iya, Dek
Setelah beberapa hari pulang dari pulau Jawa, Imron selalu mengurung dirinya di dalam kamar, ia hanya akan keluar bila ada keperluannya saja.Imron duduk termenung memandangi gawai-nya yang berbunyi, Icha berkali-kali menghubunginya, namun sekalipun tak pernah ia angkat, bahkan semua pesan singkat darinya selalu diabaikan.Icha memang cantik, tapi Imron belum memiliki perasaan lebih kepadanya, walaupun ia berusaha untuk mencintai, namun hatinya tetap tidak bisa menerima, karena ia masih teringat Humaira.Sangat menyakitkan baginya, membayangkan mantan istrinya itu sedang berbulan madu bersama lelaki lain, kalau bukan karena Laras, tentu tidak akan pernah ada kata perceraian, kini ia benar-benar sangat menyesal.Imron mengambil sebatang rokok, kemudian menghisapnya dalam-dalam hingga asapnya mengepul ke udara, ia berpikir keras, bagaimana caranya agar ia bisa balas dendam kepada Laras.
"Mamak akan cepat sembuh, kalau melihat kalian bahagia, terutama kau, Ali, cepatlah kau mencari pengganti," lirihnya.Salamah dan Saudah saling berpandangan, mereka langsung menatap Imron meminta penjelasan."Tenang saja Mak! Yang penting mamak' sembuh dulu, jangan berpikir yang macam-macam, ya Mak!" balas Imron.Raudah hanya mengangguk lemah, tatapannya menyimpan harapan besar terhadap anak lelakinya.Ia sadar, usia tak' lagi muda, ia hanya ingin menikmati masa tuanya dengan penuh kebahagiaan.Kelahiran si kembar merupakan sebuah mukjizat baginya, namun ia sangat terpukul melihat kenyataan yang ada, ternyata kebahagiannya hanya semu semata.Suster datang menghampiri mereka, kemudian berkata,"Maaf, waktunya sudah habis, pasien mau dipindahkan ke ruangan lain," ucapnya."Kami keluar dulu ya Mak!" ucap Salamah.
"Kenapa harus sama dia, Mak! Jelaslah belum nikah, mana ada yang mau sama gadis gendut dan jelek macam dia, tak' mau aku," balas Imron."Kau belum nampak, macam mana dia sekarang, Ali! Cobalah telepon dia dulu, baru komentar." Raudah memberikan kartu nama yang bertuliskan Nuralima Hutagalung.Dengan terpaksa, Imron pun mau menerima, kemudian menyimpannya di dalam dompet."Kok bisa mamak' jumpa sama dia?" tanya Imron."Dia lagi jenguk kawannya yang sakit, kebetulan jumpa sama Saudah di depan," jawabnya."Tadi dia ada tanya kabar kau, Ali! Lama kami cerita-cerita," ucapnya."Tapi baru saja dia pulang, kau inilah, lama pula baru sampai di sini, ditunggunya dari tadi," imbuhnya lagi."Bagaimana dengan keadaan mamak' sekarang? Apa sudah mendingan?" tanya Imron."Alhamdulillah, semakin membaik; apalagi setelah jumpa sama Nuralima tadi, nampaknya
Imron sedang menikmati makan siangnya di kantin rumah sakit seorang diri, Saudah dan anaknya sudah pergi beberapa menit yang lalu menuju mushola untuk menunaikan ibadah shalat Dzuhur.Ia mengambil gawai yang bergetar di dalam saku bajunya, tertera nama Togar terpampang di layar handphone, kemudian ia pun segera menekan tombol berwarna hijau, untuk menyambungkan panggilan.["Halo! Assalamualaikum! Horas bah! Kemana saja kau, Imron? Lama tak' ada kabar!"] ucap Togar setelah telepon tersambung.["Waalaikumsalam, maaf kawan, sibuk kali' aku di kampung, mamak'-ku masuk rumah sakit. Apa kabarnya di sana?"] balas Imron.["Oh, pantaslah! Susah kali' dihubungi, lagi sibuk rupanya,"] ucap Togar.["Ya begitulah, bagaimana keadaan di sana?"] tanya Imron.["Keadaan di sini seperti biasanya, cuma aku kasihan kali' tengok si Icha, murung terus dia,"] jawab Togar.
"Kenapa, Kal? Bolak-balik aja," ucap Hadi,"Mendingan makan dulu, keburu dingin nanti!" imbuhnya lagi."Ini Teh Huma, belum nyampe juga jam segini, aku kan jadi khawatir, Kang" jawab Haikal."Telepon juga nggak aktif," imbuhnya lagi."Coba telepon Laura, handphone Huma paling lowbat." Kang Hadi menambah porsi makannya."Ayo makan dulu, biar bisa berfikir jernih," ucap Hadi."Iya deh." Haikal bergabung bersama Kang Hadi di meja makan.Keesokan harinya, Imron dan keluarga sudah bersiap-siap untuk
# Beberapa hari kemudianSuasana pagi hari di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta cukup ramai, Haikal, Hadi dan keluarga Bang Togar, berjalan beriringan menaiki kapal KM Kelud yang berkapasitas dua ribu orang penumpang, yang tidak lama lagi akan berangkat.Mereka hendak berlayar menuju ke pelabuhan Belawan Medan Sumatera Utara, namun harus transit di beberapa titik sebelum sampai di tujuan akhir, mereka akan berlayar selama tiga hari dua malam.Haikal dan Kang Hadi sangat menikmati perjalanan panjang mereka, ini merupakan pengalaman mereka yang pertama menaiki kapal laut, karena selama ini belum pernah bepergian jauh keluar dari pulau Jawa.Humaira dan beberapa orang yang lainnya akan terbang menaiki pesawat dari bandara Soekarno Hatta Jakarta menuju Bandara Kualanamu kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara tiga hari kemudian.Saat ini ia sedang bersiap-siap m
"Mungkin Laras sama Laura mau ikut." Humaira menoleh ke arah Laras dan Laura.Laras dan Laura saling berpandangan, kemudian mereka menjawab hampir bersamaan."Tengok saja nanti," jawab mereka."Nanti kalau mau pergi, sama-sama kita ya?" ucap Togar.Ketika sedang asyik berbincang, tiba-tiba gawai milik Togar berbunyi, ia pun segera mengangkat telepon."Kebetulan sekali, si Imron video call, kuangkat dulu ya,"ucapnya.["Assalamualaikum Imron apa kabar? "] Togar melambaikan tangannya ke arah layar handphonenya.["Horas bah! Macam mana kabar di sana, kawan?"] balas Imron.["Kamipun sehat-sehat semua di sini,"] jawab Togar.["Bagaimana Togar sudah kau bilang sama keluarga Humaira tentang acara pernikahanku itu?"] tanya Imron.["Sudah, tengok ini! Kami lagi ngumpul di rumah Haikal."] Togar mem
Laras berubah menjadi pendiam dan selalu mengurung diri di dalam kamar, kejadian beberapa hari yang lalu membuatnya menjadi sadar, ia menyesali perbuatannya selama ini."Ayuk! Dipanggil sama mamah Yati, disuruh makan." Laura masuk ke dalam kamar, ia kasihan melihat kakaknya selalu termenung dan menyendiri di dalam kamar."Ayuk nggak lapar," jawabnya singkat.Laura duduk di tepi ranjang, ia menatap Laras yang semakin kusut, rambut dibiarkannya tergerai berantakan, seolah tidak ada lagi semangat hidup."Ayuk pegang apa itu?" Laura melihat Laras menggenggam sesuatu.Laras membuka genggaman di tangannya. kemudian memperlihatkanny
Alex mengambil sesuatu dari saku celananya, kemudian ia hendak menyumpal mulut Laura dengan saputangan yang sudah ia olesi dengan obat bius.Laura mundur beberapa langkah, sehingga Alex yang posisinya masih berada di dalam mobil, sedikit kesulitan untuk melakukan aksinya."Sudah aku duga, kau akan memakai cara-cara licik seperti ini, seperti waktu itu saat kau menjebakku."Laura menatap Alex dengan penuh kebencian."Gara-gara ulahmu itu terpaksa aku menerima lamaranmu," imbuhnya lagi."Bagaimanakah kau bisa mengenaliku, Sayang?" tanya Alex, dengan suaranya yang tidak lagi dibuat-buat."Walaupun kau merubah penampilanmu, tapi a
"Seandainya saja tadi Ayuk aku bisa kita ajak kerjasama untuk menemukan Alex dan komplotannya," ucap Laura."Aku mewakili kakakku, mohon maaf kepada keluarga di sini, atas kelakuannya itu," ucap Laura."Iya, sudah kami maafkan kok, jangan khawatir Laura." balas Humaira."Kamu benar Laura, kakak kamu itu bisa kita ajak kerjasama."Haikal menatap Laura."Laura, tolong ambilkan laptop-ku di kamar," imbuhnya lagi.Laura bangkit dari duduknya, lalu bergegas menuju kamar Haikal, tidak lama kemudian ia pun sudah kembali membawa laptop berwarna hitam dengan layar 14 inci.Haikal mulai membuka laptopnya, ia melihat rekaman CCTV, kini semua orang yang berada di ruang tamu fokus melihat ke arah benda segi empat tersebut."Sepertinya aku kenal dengan pria itu," ucap Laura, ketika melihat Laras turun dari mobil diikuti oleh Hen
Humaira menikmati pemandangan di jalanan kota Bandung yang ia lalui melalui jendela mobil taksi, sudah berbulan-bulan meninggalkan kota ini membuatnya rindu akan tanah kelahirannya itu, sementara Maulida nampak tertidur pulas di sampingnya."Masih lama lagi kah, Kak Ira?" tanya Maulida ketika ia membuka matanya."Nggak lama lagi kok," balas Humaira."Kalau masih ngantuk, tidur aja lagi, nanti kakak bangunin," imbuhnya lagi."Udah nggak ngantuk lagi, kok!" balas Maulida.Tak' lama kemudian, mobil pun berhenti di depan rumah Humaira, ia beranjak turun dari mobil, kemudian mengeluarkan semua barang bawaannya, dibantu oleh Maulida dan sopir taksi."Rumah kakak bagus ya?"Maulida mengedarkan pandangannya ke arah rumah Humaira dan rumah disekitarnya."Ayo masuk!" Humaira tersenyum."Assalamualaikum!" uca
Laras melemparkan gawainya ke atas tempat tidur, ia merasa kesal karena Laura begitu saja memutuskan sambungan telepon."Sial! Nanti sore pula, katanya! Mana sudah lapar kali' ini," umpatnya sambil memegangi perutnya.Ia berjalan mondar-mandir mengitari kamar, sesekali meremas rambutnya yang hitam sebahu.Laras tersenyum, ketika tiba-tiba mendapatkan sebuah ide cemerlang, kemudian membongkar tas koper besar berisi pakaian, ia mencari sebuah baju yang didalamnya terdapat uang yang ia curi dari keluarga Tuan Kenzi.Beberapa lembar uangkertas yang terdiri daripecahanmulai 1.000yen, 2.000yen, 5000yen, hingga 10.000yen, ia kumpulkan kemudian merapikannya."Sebaiknya aku tukarkan dulu uang Yen ini dengan rupiah, baru aku beli makanan dan langsung pergi ke Bandung," Laras tersenyum puas.Laras mengambil handphonen
"Aku pagi ini disuruh ke kantor polisi untuk memberikan kesaksian peristiwa kebakaran kemarin," ucap Haikal.Laura menoleh sekilas ke arah Haikal kemudian kembali menikmati sarapannya."Laura, kamu ikut yuk! Temani aku, aku takut nih, berurusan dengan polisi." Haikal menatap Laura.Laura menoleh ke arah Ceu Yati untuk meminta persetujuan, kemudian Ceu Yati menganggukkan kepalanya."Kalau Neng Laura sudah baikan, boleh pergi kok," ucap Ceu Yati."Tapi catering gimana, Mah?" tanya Laura."Urusan catering biar mamah yang urus." Jawab Ceu Yati.Haikal bangkit dari duduknya, kemudian menoleh ke arah Laura."Aku siap-siap dulu, nanti nyusul ya?" ucapnya."Iya" jawab Laura singkat."Mamah juga mau ke tempat catering Hilma, mau ngawasin pegawai." Ceu Yati bangkit dari duduknya lalu ia beranjak p