Share

Pergi

Author: Rini Annisa
last update Last Updated: 2022-09-10 12:02:03

"Suami? Suami macam apa, Mas? Selama ini aku sudah diam dan mengalah Mas perlakukan. Aku masak untuk Mama dan Mbak Rina enggak protes, Mas pangkas uang belanja pun aku mengalah. Tapi kini Mas tampar aku, itu enggak bisa kutolerir lagi. Sekarang biarkan aku pergi!" teriakku kesal. 

"Maafkan Mas, Ratih! Mas khilaf tadi, Mas enggak sadar menamparmu." Mas Andre terus berkata menyesal, tapi kesabaranku sudah habis. 

"Biarkan aku pergi, Mas. Atau kulaporkan ke polisi atas kekerasan yang Mas lakukan tadi," ancamku.  

Mas Andre kulihat ciut nyalinya, perlahan mulai melepaskan cengkraman tangannya. Antara takut dan tidak ingin berpisah denganku, masa' bodoh dengan sikapnya. Yang penting aku harus segera keluar dari rumah ini. 

"Baiklah, jangan lapor polisi. Kamu pulang saja kerumah orang tuamu, tenangkan diri. Setelah tenang baru Mas jemput ya!" ujarnya merayu. 

"Aku enggak janji ya, Mas! Selama sikapmu belum berubah, aku enggak akan balik lagi ke sini. Ingat, urus baik-baik mama dan kakakmu itu. Nasehati mereka agar jangan suka memfitnah dan menjelekkan aku lagi di depan tetangga," kataku sambil keluar kamar. 

Aku menyeret koper dengan sejuta perasaan bercampur satu. Mas Andre cuma terduduk diam di kamar, mungkin masih shock dan tidak percaya oleh ucapanku barusan. 

Saat keluar dari teras rumah kulihat mama dan Mbak Rina berdiri dengan tatapan senang. Mereka merasa menang telah menyingkirkanku, senyum itu tersungging di bibir mereka setelah melihatku menyeret koper. Mungkin mereka pikir Andre yang telah mengusirku, padahal aku sendiri yang ingin pergi. 

Aku malas menghiraukan mereka dan tetap meneruskan langkah menuju pintu pagar. Karena pintu pagar pas di depan rumah mertua, otomatis aku melewati mereka. 

"Duh, kasihannya! Akhirnya diusir juga sama Andre, baru tau rasa kamu 'kan!" ejek Mbak Rina. 

"Eh, Ratih mau ke mana? Mau pulang kampung ya! Kenapa, apa kamu sudah bosan disini? Baguslah, pulang aja sono. Dasar orang kampung, sudah miskin bisanya ngabisi uang suami!" sindir Mama. 

"Iya, Ma. Hahahaha ... Akhirnya kita bisa lega sekarang, enggak ada lagi saingan kita untuk meminta uang Andre," Mbak Rina tertawa tanpa dia sadari sudah membuka kedok dia sendiri. 

Aku yang terus dijelekkan menghentikan langkah, lalu mendekati mereka. 

"Kelihatannya kalian senang ya aku diusir! Kalian harus tau, Andre enggak mengusir, tapi aku sendiri yang ingin pergi. Aku sudah muak melihat tampang kalian, selamat ya semoga kalian bersenang-senang dengan uang Andre. Dan kuharap Andre tidak melarat nanti,"  kataku sinis. 

"Dan satu lagi Mama, jangan ulangi lagi perbuatan Mama yang suka ngompori dan fitnah aku di depan tetangga. Apa kalian pikir aku enggak tau kalo kalian yang sudah menghasut Mas Andre. Aku sudah mendengarkan rencana kalian, tapi selama ini aku hanya diam karena memandang anak Mama. Namun, Mas Andre juga tak bisa diharapkan. Jadi jangan salahkan aku kalo kemudian hari kalian akan menyesal, camkan itu!" ancam lku tegas sambil berlalu pergi. 

Begitu aku membuka pintu gerbang, Nova sudah menjemputku. Ya, sebelum keluar rumah aku ada menelepon Nova. 

"Halo, Nova! Jemput saya sekarang pakai mobil ya, jangan lama-lama kamu sudah harus sampai 10 menit," titahku. 

"Iya, ya Bu. Nova akan tiba dalam 10 menit," balas Nova kaget, mematuhi walaupun tidak mengerti ada apa. 

Nova keluar dari mobil dan membuka pintu setelah melihatku keluar. Mama dan Mbak Rina hanya melongo, terlebih saat Nova berbicara dan menunduk hormat padaku. 

"Masuk, Bu! Kita akan kemana?" tanya Nova. 

"Antar aku kerumah orang tuaku!" pintaku sambil masuk ke dalam mobil. 

Nova memasukkan koper ke bagasi mobil, lalu masuk ke mobil di belakang setir. Sebelum mobil berjalan, aku membuka kaca mobil dan tersenyum menyeringai pada mama dan Mbak Rina yang tetap memandang tak berkedip. 

Mobil berjalan perlahan meninggalkan rumah mertua dan suami yang egois itu. Kini aku bisa bernafas lega, bisa keluar dari rumah yang seperti neraka. Setidaknya aku bisa total mengurus restoranku. Usaha yang akan terus kuperjuangkan untuk modal dan nafkah hidup. 

Aku menghela nafas, mengingat kejadian tadi. Aku masih tidak percaya Mas Andre telah menamparku, dia telah berubah seratus delapan puluh derajat. Kemana nuraninya sekarang, hanya dalam beberapa bulan saja Mas Andre sudah banyak berubah. 

Awalnya aku tidak khawatir kalo cuma mertua dan ipar yang tidak menyukaiku. Tanpa kuduga mama telah merencanakan sesuatu yang jahat. mama menghasut Mas Andre agar menyakitiku, huh mertua dan ibu macam apa yang tega merusak rumah tangga anaknya. 

Untunglah saat itu, aku mendengar rencana mereka saat tidak sengaja membuang sampah di belakang rumah. Kebetulan belakang rumah agak menyatu jadi aku bisa mendengar sedikit. Dahiku mengernyit saat mendengar cekikan kedua wanita rese itu, penasaran aku segera menguping. 

Aku terkejut begitu mendengarnya dan perlahan mundur dan masuk ke rumah. Aku mulai menyusun rencana dan memikirkan apa yang harus kulakukan. Tiba-tiba aku mendapat ide, aku akan berpura-pura diam saja dan tidak mengetahui rencana mereka. 

Imbasnya aku takut simpananku akan ketahuan jadi aku inisiatif membuka restoran. Mulanya berjalan cukup berat, aku mencari orang yang berpengalaman mengurus restoran. Untunglah aku bertemu Nova, ya dialah yang bisa diandalkan mengurus restoran. 

Hingga dalam beberapa bulan, pemasukan restoran berkembang pesat. Atas saran Nova juga mendatangkan ahli masak yang lezat. Ahli masak itu masih merupakan kenalan Nova. Jadi tidak butuh lama, restoran mulai terkenal. 

Ramainya pengunjung sampai membludak membuatku sangat senang. Sesekali aku mengecek dan mengawasi restoran, itupun setelah aku diam-diam pergi dari rumah. Dengan alasan belanja aku mampir ke restoran, jadi mama dan Mbak Rina tidak curiga. 

Alhamdulillah, hasil pendapatan dari restoran itu aku belikan mobil. Untuk memudahkan bila sewaktu-waktu diperlukan. Mengingat sikap mama dan Mbak Rina yang mata duitan, membuatku tak tenang menyimpan mobil di rumah. Jadi, aku menitipkan pada Nova dan disimpan dalam garasi restoran. 

Mobil menderu dan perlahan mesinnya mati. Nova menegurku, "Bu, kita sudah sampai!" 

"Oh ya, Alhamdulillah!" sahutku. 

Tak terasa sudah sampai saja di rumah bapak dan ibu. Berarti sepanjang perjalanan aku melamun terus, aku segera keluar dari mobil. Kulihat kiri kanan keadaan sepi, sebentar lagi adzan Maghrib. 

"Nova, kamu Maghrib di sini dulu. Setelah makan baru pergi, tolong kamu handle restoran, saya mau menenangkan diri dulu," kataku seraya berjalan masuk menuju rumah. 

"Baik, Bu!" jawab Nova sambil mengambil koperku di bagasi. 

Nova menurunkan koper di teras, begitu sampai di depan pintu aku mengetuk. 

Tok ... Tok ... 

"Assalamualaikum, Bu!" kataku sedikit kuat. 

"Wa'alaikumussalam," jawab suara dari dalam. 

Tidak lama terdengar pintu dibuka, begitu menyembul kepala dari pintu. Menatap heran padaku. 

"Ratih? Kamu akhirnya pulang, Nak," kata ibu menghambur memelukku. 

"Iya, Bu. Ratih pulang!" jawabku membalas pelukan ibu. 

"Ya Allah, Nak. Ibu dan Bapak kangen banget. Sama siapa kemari? Mana Andre?" tanya Mama celingukan mencari Mas Andre. 

"Mas Andre e ggak ikut, Ratih sama asisten Ratih ini. Nova sini, Salami ibuku," pintaku pada Nova. 

Nova berjalan mendekati ibu, kemudian mencium tangan dengan takzim. "Nova, Bu!" 

"Iya, Nak. Lalu naik apa kalian ke sini?" tanya ibu lagi. 

"Tuh, naik mobil," sahutku sambil menunjuk mobil yang terparkir di halaman rumah ibu yang cukup luas. 

"Mobil siapa, Nak?" 

"Mobil Ratih, Bu!" Aku tersenyum melihat ibu melongo. 

"Masya Allah, kamu sudah punya mobil. Sayang banget Andre hingga belikan mobil buat kamu, Nak," ucap ibu terharu. 

Aku menggeleng, sampai saat ini ibu masih menyangka menantunya itu pria baik dan sayang pada anaknya tanpa ibu ketahui anak ibu sudah menderita selama ini. Aku menitikkan air mata sedih. 

"Loh, kok kamu nangis, Nak? Ya sudah masuk dulu, Nak Nova ayo masuk juga!" pinta ibu sambil menggandeng tanganku masuk kedalam rumah. 

Aku melihat isi rumah tidak berubah, masih seperti dulu saat aku belum menikah. Rumah sederhana namun sangat nyaman kurasakan karena bapak dan ibu selalu melimpahkan kasih sayang. 

"Ayo, sholat dulu ya! Sudah adzan Maghrib. Nanti kita lanjutkan obrolannya!" pinta ibu yang aku dan Nova balas dengan anggukan. 

Related chapters

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Pov Andre

    "Ma, buatkan aku teh manis dong sama belikan sarapan!" teriakku begitu masuk ke rumah Mamaku. Ya rumah Mama memang bersebelahan dengan rumahku, jadi kalo ada apa-apa aku bisa mengadu ke Mama. Kulihat Mama sedang duduk santai menonton TV, Mbak Rina paling masih di kamar belum bangun. Aku yang sudah hafal kebiasaan kakakku itu tak pernah memarahinya, mungkin saja dia capek mengurus anaknya yang sedang aktifnya. Suami Mbak Rina jarang pulang, pekerjaan yang menuntut suaminya untuk seminggu sekali pulang. Dikarenakan jarak jauh, sayang ongkos pulang balik. Begitu melihatku masuk dengan wajah masam, Mama seperti biasa sudah paham. Bukan sekali ini saja aku mengadu, kalo sudah begitu Mama semakin mendukung sikapku. "Kenapa? Ratih nggak buat teh manis lagi?" tanya Mama yang ku balas anggukan. "Istri kamu itu jangan dimanja, sekali-kali diberi pelajaran biar sadar. Sebagai istri sudah berani melawan suami. Lebih baik kamu ceraikan aja!" kata-kata Mama membuatku terkejut. Jujur, walaupun

    Last Updated : 2022-10-12
  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Pov Mama Andre

    Sebagai seorang ibu, pasti sangat senang melihat anaknya bahagia. Begitu juga saat anakku Andre menikahi pujaan hatinya. Selama pacaran Andre tidak banyak bicara padaku tentang calon istrinya. Andre hanya mengatakan wanita yang akan dipersunting memiliki paras cantik. Tentu saja aku senang, karena hal itu suatu kebanggaan. Apalagi dengan pekerjaan anakku yang seorang asisten pribadi di kantornya, tidak mungkin dia memiliki seorang istri yang jelek. Namun, setelah Andre menikah aku merasa kecewa. Tanpa ku ketahui ternyata istrinya adalah orang desa, tentu saja itu bertolak belakang dengan keinginanku. Walaupun cantik buat apa kalo dia datang dari desa, bisa jatuh harga diriku di mata tetangga dan temanku. Entah apa yang Andre harapkan dari istri kampungan itu. Setiap kutanya Andre hanya menjawab karena cinta, aku yang mendengarnya hanya bergidik dan tak mengerti jalan pikiran anak lelakiku satu-satunya itu. Andre juga yang merayu agar mereka menempati rumah kontrakan disebelah ruma

    Last Updated : 2022-10-12
  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Kemarahan bapak

    Selesai shalat, ibu mengajakku dan Nova makan. Walaupun masakan kampung tapi masakan ibu tak kalah dengan masakan restoran. Keahlian ibu memasak juga menurun kepadaku, karena itu Mama dan Mbak Rina menyukainya. Ah, ngapain juga aku memikirkan mereka. Aku disini juga untuk menenangkan diri, jenuh memang selalu melihat tampang dan sandiwara dua wanita resek itu. Setidaknya sekarang aku tak bisa mendengar ocehan mereka lagi. Ibu yang memperhatikan aku diam, segera menegur. "Ratih, kenapa nggak dimakan nasinya? Apa nggak enak?" Aku tersentak dan menoleh ke arah ibu. Apa ibu tau aku melamun, jadi tak ingin beliau kecewa aku tersenyum. "Enak, Bu. Malah rasanya nggak kalah dengan restoran, ya kan Nova!" kataku sambil melirik Nova. "Ehm, iya Bu. Enak banget!" puji Nova yang buat ibu tersenyum. "Biasa aja kok dibilang seperti restoran, tapi ngomong-ngomong kamu kenapa Nak, dari pulang tadi kok melamun terus? Apa kamu ada masalah?" tanya ibu menelisik wajahku. Aku menunduk, apakah aku ha

    Last Updated : 2022-10-13
  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Siapa Bagas sebenarnya?

    Aku mengetuk pintu, tok ... tok ..."Masuk!" terdengar seruan dari dalam. "Permisi dok, saya ingin melakukan visum," ucapku sambil berjalan mendekat meja dokter. "Baik, silahkan duduk!" pintanya sambil mendongakkan wajahnya ke arahku. "Bagas?" "Ratih?" Kami berdua sama melongo, aku juga tak percaya bisa ketemu Bagas disini. Apalagi setelah mengetahui dia menjadi dokter forensik. Setelah lima tahun tak bertemu dirinya, kini Bagas muncul di depanku dengan gelar seorang dokter. "Ratih, ayo duduk!" Suara Bagas menyentak lamunanku. Setelah menguasai diri aku pun duduk, agak kikuk. Bagas yang dulu berbeda sekali dengan yang sekarang. Kalo dulu dia begitu akrab, jahil, tapi baik. Sekarang sikapnya formal dan berwibawa. Melihat aku diam dan menatapnya tak berkedip, segera Bagas mengulurkan tangannya. "Apa kabarmu, Ratih?" tanyanya dengan tersenyum. Senyumnya itu begitu menawan, sangat berbeda dengan dulu. Apa karena dia sudah menjadi dokter jadi auranya seakan bersinar. "Alhamdulil

    Last Updated : 2022-10-16
  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Visum

    Aku menulis no hp di kertas yang disediakan, setelah selesai aku serahkan kembali pada Bagas. Dia tersenyum melihat rentetan angka di kertas tersebut lalu melipat dan menyimpannya di saku bajunya. "Baiklah, pemeriksaan selesai. Kamu tunggu hasilnya besok, sekalian ambil surat visumnya. Ada pasien lain diluar, maaf aku nggak bisa mengantarkan kamu," ucap Bagas meminta pengertian. "Oke, nggak apa-apa. Aku bersama asisten ku diluar, dia yang akan mengantarku," jawabku sambil berjalan keluar. Saat sebelum membuka pintu, kucoba menatap Bagas kembali. Wajahnya terlihat senang dengan senyum yang menawan. Ah, kenapa aku jadi terpana lagi. Sekarang ini aku harus fokus menyelesaikan masalahku dengan Mas Andre. "Gimana, Bu? Sudah selesai?" tanya Nova begitu aku keluar dari ruangan Bagas. "Ya, sekarang kita pulang. Besok kita kemari lagi mengambil hasil pemeriksaan," jawabku melangkah pelan menuju pintu luar. ***"Syukurlah, ternyata anak ibu pinter juga. Semoga aja nanti Andre nggak menyul

    Last Updated : 2022-10-17
  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Masa lalu Bagas

    Hari ini, saat di rumah sakit aku tidak menyangka bertemu Ratih. Setelah sekian tahun tepatnya lima tahun, kami tidak bertemu. Awal bertemu kulihat Ratih canggung, aku pun tidak ingin membuatnya tambah grogi jadi bersikap biasa. "Apa kabarmu, Ratih?" tanyaku memulai percakapan. Namun, wanita yang kucintai di depanku hanya melamun. Ratih terus menatap diriku, apa yang salah. Kenapa matanya berembun? Apakah sesuatu terjadi padanya? Aku perhatikan tubuh Ratih sedikit kurus, apa Ratih tidak bahagia dengan pernikahannya? Ah, tidak mungkin baru setahun dia menikah dan itu sudah sukses membuat hatiku hancur. Bagaimana tidak hancur, hatiku sudah memendam cinta padanya. Walaupun ditolak, tapi aku tak bisa membencinya. Awal perkenalan dengannya saat itu dia adalah pendatang baru di kampung. Usia kami masih kanak-kanak kala itu, rumah kami hanya berjarak lima rumah. Aku dan Ratih sering bermain bersama juga dengan anak-anak yang lain. Namun, Ratih lebih dekat padaku dibanding yang lain. Sa

    Last Updated : 2022-10-20
  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Cinta Bagas ditolak

    "Ya sudah, kalo itu mau kamu Le. Tapi kamu janji harus rajin belajar, Abah dan Mak ingin kamu bisa sukses dan membuat kami bangga," ucap Abah setuju. Alasan yang tidak terpikirkan sebelumnya, sebab kuliah di luar negeri sangat jauh dari keluarga juga jauh dari Ratih. Wanita yang sukses mengambil hatiku itu ternyata menolak cintaku. "Ratih, selama ini kita udah bersama. Menjalani hari-hari selalu berdua, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Namun, saat ini perasaanku berbeda. Ya diam-diam aku mencintaimu Ratih," kataku saat mengantar Ratih pulang. Ratih terkejut mendengarnya, terlihat jelas dari wajahnya yang kelabu. Mungkin dia tak menduga perasaan itu akhirnya muncul dan aku ucapkan padanya. "Maaf, Gas. Aku berterimakasih atas cintamu tapi aku hanya menganggap mu sebagai sahabat tidak lebih," jawab Ratih dengan mata berembun. "Aku akan menunggu, Ratih. Sampai kamu juga punya perasaan yang sama denganku," ucapku berharap. Ratih menggeleng keras. "Itu nggak mungkin, Gas. Perasaan

    Last Updated : 2022-10-20
  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Dijemput pulang

    Sudah seminggu aku di kampung, di rumah bapak dan ibu. Sesuai rencana aku akan balik ke rumah Mas Andre, tujuannya bukan karena aku mau memaafkannya. Akan tetapi, ingin mencari bukti kekerasan yang Mas Andre lakukan. Bapak memberikan sebuah ide yang bagus, semua itu demi memuluskan perceraianku. Apalagi aku punya sebuah restoran mewah, bila diketahui Mas Andre dan keluarganya bisa gawat. Mereka pasti akan mempersulit rencana yang sudah kususun. "Ratih, bagaimana? Apa hari ini kamu mau pulang atau Andre yang akan menjemput?" tanya Ibu menepuk pundakku. Tepukan ibu menyentak lamunanku, masih berfikir apakah harus aku yang pulang. Tapi kalo aku yang pulang Mama dan mbak Rina pasti mengira aku mengemis minta balik. Padahal niatku bukan seperti itu, ah bagus suruh Mas Andre saja yang menjemput. "Bagaimana, udah kamu pikirkan, Nak?" tanya bapak yang ikut duduk di sampingku. "Menurut Ratih, Mas Andre aja yang jemput Pak, Bu. Tapi kalian harus berpura-pura nggak tau kejadian dalam rumah t

    Last Updated : 2022-10-24

Latest chapter

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Pernikahan

    Hari Minggu pun tiba, dari pagi sudah sudah mulai terlihat kesibukan. Para tetangga yang rewang sudah banyak yang berdatangan, membantu memasak di dapur. Sedari malam aku luluran dan memakai inai, sengaja sebelum subuh aku mandi agar segar seharian saat menjadi pengantin. Walaupun sudah pernah menikah tapi perasaan gugup dan tegang itu masih ada. Perias pengantin yang mendandani aku juga tak makan waktu lama karena sudah profesional dan ahli. Hingga Mas Gun dan keluarga besar datang, dimulailah ijab qobul. Aku duduk di sebelah Mas Gun yang dipakaikan selendang putih di kepala. Dengan lancar Mas Gun mengucap ijab qobul, yang dijawab sah oleh penghulu dan hadirin. Acara berlanjut hingga temu pengantin sampai selesai lalu setelah duduk di pelaminan maka anggota perwiritan ibu-ibu yang mendapat giliran marhaban. Bunyi gendang yang ditabuh serta doa dan nyanyian pengantin mengiringi. "Tiara, kamu cantik sayang!" bisik Mas Gun setelah acara selesai. Kami berdua tinggal duduk saja meny

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Sebar undangan

    Akhirnya sampai juga di kampung, aku membangunkan Nova yang terlelap tidur. Aku tak bisa tidur sama sekali karena Mas Gun mengajak ngobrol dan tertawa. "Mas, kejadian penculikan ini jangan beritahu pada orang tuaku ya! Tiara nggak ingin mereka jadi khawatir," kataku sebelum turun dari mobil. Mas Gun mengangguk dan mengedipkan matanya. Nova juga sudah kuperingatkan, lalu turun membantu mengambil koper di bagasi. Ibu menyambut kedatangan kami dengan senyum. "Oh, udah sampai kamu Nak! Datangnya kok rame-rame gini?" "Iya, Bu! Tadi sebenarnya cuma Nova yang akan mengantar, tapi Mas Gun minta ikut, katanya kangen sama ibu. Iya kan, Mas!" ujarku terkekeh. Mas Gun gelagapan karena sandiwaraku lalu terpaksa mengangguk juga. Mas Gun pasti tak menyangka aku sampai berkata itu. "Ya udah, ayo masuk dulu. Kebetulan ibu udah siap masak, kita makan dulu. Kalian pasti udah lapar, kan !" ajak ibu. "Assiiaap, Bu!" kelakar Mas Gun. Kami semua tertawa melihatnya, Mas Gun pasti sudah ingin mencicip

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Penyelamatan

    "Jadi, kalian bersengkongkol untuk menculikku!" hardikku marah. "Andre, lepaskan aku! Apa kamu nggak takut ditangkap polisi, pikirkan ibumu," sergahku. "Hahahaha ... Kamu pikir Andre akan mendengarkanmu setelah apa yang kamu perbuat pada dirinya. Kamu sungguh licik, dasar wanita penggoda yang merampas kebahagiaan orang!" cemooh Mona mencibir sinis. "Merampas kebahagiaan siapa? Kebahagiaan kamu gitu? Cih, seharusnya kamu tau diri kalo Mas Gun nggak tertarik padamu sedikitpun. Dasar penguntit!" aku kembali mengejeknya. Plak! "Apa kamu bilang? Penguntit? Awalnya aku mengejar Gunawan dan akan mendapatkannya tapi kamu datang merusak semua usahaku. Jadi, kamu harus membayarnya," ucap Mona meninggi. Pipiku yang ditampar terasa sakit dan perih. Kulihat Andre cuma diam saja, aku celingukan mencari Nova. Kemana dia? Nova pasti di tempat lain. "Andre, mau kita apakan ini Ratih?" tanya Mona melirik Andre. Andre cuma diam memandangku, lalu memandang kedua kakiku yang sedikit terbuka hingga

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Diculik

    Hari pernikahan tinggal seminggu lagi, persiapan sudah delapan puluh persen. Tinggal menyebar undangan, untuk pesta di kampung memang tak banyak. Sekitar seribu undangan saja, karena kami pun tak banyak kenalan. Di kampung, ibu sudah menelepon memberitahukan persiapan pernikahan. Surat undangan sudah siap dicetak, tinggal menungguku datang untuk mengundang siapa saja. Ibu menyuruhku seminggu sebelum akad, sudah pulang. Aku pun mempersiapkan diri termasuk urusan restoran. Semua karyawan aku liburkan sehari pas pesta pernikahan. Mereka menyambut dengan gembira, setelah mendengar aku akan menikah. Mereka ingin menghadiri pernikahanku, aku bilang nanti saja saat pesta ke dua di gedung. Agar tidak terlalu jauh dari tempat tinggal, mereka pun menyetujuinya. Gegas aku masukkan baju ke koper, selama seminggu aku akan berada di kampung. Setelah seminggu pesta di kampung baru ngunduh temanten di gedung. Nova membantuku membawa koper, lalu memasukkan ke bagasi mobil. Sengaja meminta Nova ya

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Penguntit

    Mas Gun kembali mengajak ke Mall, membeli barang untuk hantaran nanti. Kali ini aku yang memilih karena aku yang tau ukurannya, seperti mukena set, sepatu, sampai BH dan CD hingga saat aku mengangkatnya Mas Gun memalingkan wajah karena malu. Aku pun tertawa terbahak-bahak. "Oh iya, Mas gimana ranjang dan lemari apa udah disiapkan juga?" tanyaku kepo. "Sudah disiapkan Mama jauh-jauh hari, udah ada di rumah. Apa Tiara mau melihat ke rumah?" tanya Mas Gun. "Boleh, Mas! Tiara juga ingin tau kan blom pernah ke rumah Mas, sekalian ketemu Mama Laras," jawabku. Tentu saja ke rumah Mas Gun juga bagus, barang-barang yang dibeli tadi juga di taruh di rumah Mas Gun dulu. Di bungkus yang cantik untuk hantaran nanti. Setibanya di depan gerbang rumah, lagi-lagi aku melongo. Ini kan bukan rumah tapi istana, indah dan besar. Bahkan halaman yang begitu luas membuat mobil agak masuk ke dalam lagi. Mas Gun memencet mobil, terlihat satpam tergopoh-gopoh membuka gerbang. Mas Gun melajukan mobilnya ma

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Membeli cincin

    Hari pernikahan dengan Mas Gun semakin dekat. Rencana setelah sidang cerai selesai, dalam dua minggu Mas Gun akan melamarku. Masa iddahku juga sudah selesai, kusambut dengan bahagia hari yang akan membawaku menuju pelaminan. Ibu sudah balik kampung duluan untuk mempersiapkan pernikahan. Sedangkan aku masih di restoran mengurus segala tetebengeknya. Sesuai musyawarah, pesta pernikahan akan diadakan dua kali. Pertama di kampung dan kedua di gedung. Siang itu Mas Gun datang, seperti biasa akan makan siang. Kali ini dia datang sendiri, sekalian membicarakan pernikahan kami. "Tiara, Mas sungguh senang saat mendengar ceritamu tentang sidang itu. Apalagi Mama udah nggak sabar melihat kita menikah," kata Mas Gun cekikan. "Alhamdulillah, Mas! Sidang berjalan lancar. Gimana persiapan pernikahan kita Mas?" tanyaku menatap pria tampan di depanku. "Untuk mahar, Tiara mau yang mana? Oh iya siap makan kita akan mencari cincin nikah dulu, kamu mau kan?" "Baik, Mas! Kalo gitu Tiara siap-siap dul

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Resmi bercerai

    "Mama senang bisa ketemu kamu lagi, Tiara!" kata Mama sambil memotong steak daging. "Tiara juga senang, Ma! Mama sehat kan?" "Alhamdulillah, Mama bahkan lebih sehat saat tau akan kemari," kekeh Mama. "Iya, Mama begitu semangat saat akan Mas ajak ketemu kamu dan ibu. Bahkan Mama udah ngomongin soal kita nikah," ucap Mas Gun melirik Mama. Aku cuma tersenyum memandangnya. Sambil makan kita mengobrol, kadang melucu hingga tertawa. "Lah, kan betul ya besan?" tanya Mama memanggil ibuku besan. Mas Gun dan aku melongo. "Iya, besan. Seharusnya mereka berdua yang ngebet, ini malah kita yang nggak sabar," jawab ibu tertawa renyah. Tawa kami meledak mendengar guyonan ibu. Betapa hangat hatiku bila dua wanita yang menyayangiku itu akrab. Wanita yang sama-sama tidak memandang status tapi lebih mengutamakan kebahagiaan anaknya. "Oh, iya bagaimana jalannya sidang perceraian kamu?" tanya Mas Gun. "Insya Allah, besok baru masuk sidang Mas. Ini tadi udah mediasi tapi aku tetap memilih bercerai,

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Ratih pingsan

    Saat sadar, aku sudah berada di suatu tempat. Aku memandang sekeliling, semua serba putih. Di mana aku? "Kamu udah sadar, Nak?" tanya suara lembut ibu. "Ibu?" "Ya, ibu ke sini karena khawatir. Saat menelepon kamu, tapi nggak kamu jawab lagi. Nova langsung mengabari kalo kamu pingsan." "Aku di mana, Bu?" tanyaku. "Di rumah sakit, tadi Nova yang di sini setelah ibu datang dia baru pulang ke restoran," jawab ibu. Aku bergerak bangun, ibu membantuku duduk. Lalu duduk di kursi sampingku. "Sebenarnya apa yang terjadi sampai kamu pingsan?" tanya ibu khawatir. "Maaf, Bu. Kalo Ratih buat ibu cemas, akhir-akhir ini banyak masalah yang terjadi," jawabku sambil menghembuskan napas. "Memangnya ada apa? Ceritakan pada ibu," pinta ibu. Aku mulai menjelaskan semua, mulai dari masalah Andre, Mona hingga Bagas. Ibu mengangguk mendengarnya dan mengelus lembut tanganku. Memberi kekuatan agar aku bersabar. "Sebaiknya selesaikan masalah kamu satu persatu. Tentang Bagas, ibu rasa kamu tak perlu k

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Masalah terus berdatangan

    Suatu hari, Mona pernah mendatangi rumah Mas Gun. Kala itu cuma ada Mama Laras di rumah. Dengan nekat Mona bilang pada Mama Laras kalo dia dan Mas Gun pacaran. Sontak Mama Laras terkejut, tapi terlihat tenang. Walaupun curiga tapi Mama Laras menanggapi dengan santai, karena tau Mas Gun pasti cerita jika sudah punya pacar. Mama Laras lalu meminta bukti kalo memang benar Mona pacar Mas Gun. Mona yang awalnya gugup, lalu membuka ponselnya dan menunjukkan foto dia dengan Mas Gun. Akan tetapi Mama Laras cuma tertawa melihatnya, bagaimana mungkin dikatakan pacaran jika berfoto berjauhan. Banyak foto yang ditunjukkan Mona tapi semua sama. Mama Laras pun beranggapan bahwa Mona berbohong dan lebih tepat penguntit. Di dalam foto, banyak suasana dan acara yang dihadiri Gunawan dan selalu ada Mona di sana. Seperti dugaan Mama bahwa Mona hanya ngefans pada Mas Gun. Hingga saat Mama tak percaya, Mona terus memaksa Mama mengakui hubungan mereka. Mama Laras yang kesal pun segera memanggil satpam

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status