“Apa yang aneh, Fando?” tanya Zavar, suaranya penuh kekaguman, mencerminkan rasa penasaran yang melingkupinya. Sambil memperhatikan setiap ekspresi wajah asistennya, Zavar mencoba mencari jawaban atas kejadian yang terasa tak lazim ini. “Eh, Zavar. Tumben kamu datang lebih awal?” ucap Fando, dengan nada heran yang mencuat dalam suaranya. Kedatangan Zavar memang luar biasa, mengingat biasanya ia lebih suka mengatur waktu dengan santai.Zavar mengangguk, mencoba mencari rincian lebih lanjut dari Fando yang tampak penuh misteri. “Itu, tadi ada Lolly hendak masuk ke ruangan kamu, bukankah itu aneh? Ngapain dia datang kemari pagi-pagi, dan belum ada janji temu padamu,” jelas Fando, sambil merinci kejadian yang membuatnya bingung.Mendengar penjelasan itu, Zavar mengerutkan keningnya, memberi kesan bahwa ia tengah menyusun teka-teki dalam benaknya.“Lolly? Mau apa dia,” ucap Zavar, suaranya merendah, menciptakan aura misteri di antara mereka. Tiba-tiba, ruangan itu terasa penuh dengan ke
Zavar dan Fando keluar dari ruang pertemuan, meninggalkan jejak kesepakatan bisnis yang baru saja terjalin. Udara di luar terasa segar, dan cahaya matahari menyinari langkah-langkah mereka. Waktu pun berjalan tanpa ampun, menunjukkan bahwa pukul 11.10 siang sudah tiba.Saat itu, Zavar memutuskan untuk memberi tahu Fando tentang rencananya. “Zavar, pulanglah ke kantor lebih dulu. Aku ingin ke butik sebentar menemui Sarah,” ucapnya, suaranya tenang dan penuh otoritas, mencerminkan sikapnya yang tegas namun tetap menghormati.Fando yang sudah mengenal kebiasaan baru presdirnya, mengangguk paham.“Okey, aku mengerti,” jawab Fando sambil tersenyum. “Perlu ku antar?” tawar Fando dengan sikap ramahnya. Tapi Zavar menolak dengan tegas, “Nggak usah, aku sudah meminta sopir Sarah menjemputku,” jelasnya. Keputusan itu membuat Fando mengangguk pengertian.“Baiklah,” jawab Fando, kemudian dengan langkah mantap, ia berpisah dari Zavar. Fando melangkah menuju kendaraannya, sementara Zavar menuju t
Zavar dan sarah baru saja selesai dengan makan siangnya.“Sayang, aku balik ke kantor dulu ya,” ucap Zavar lembut, menyuarakan kepergiannya pada Sarah yang tengah sibuk merapikan beberapa pakaian di rak butiknya.Saat matahari meluluhlantakkan sinarnya di balik jendela butik, suasana hati Sarah dipenuhi dengan aroma campuran antara cinta dan kepergian yang sebentar lagi akan menyelimuti kehangatan di antara mereka berdua. Zavar, suaminya, berdiri di ambang pintu dengan senyuman hangat yang melintas di wajahnya.Tatapan mata mereka bertemu sejenak, menciptakan denting harmoni yang terasa begitu akrab. Sarah menghentikan aktivitasnya sejenak dan tersenyum lembut.“Oke sayang, hati-hati,” sahutnya, penuh dengan doa dan harap.Zavar mendekati Sarah, memeluknya erat. “Iya, kamu juga, jangan capek-capek,” kata Zavar seraya mengecup kening istrinya dengan penuh kelembutan. Kecupan itu seperti pesan yang terukir di bibir waktu, memberikan kepastian bahwa dia akan kembali lagi.Dengan perlahan
Selena merasa lega begitu waktu pulang tiba setelah menghabiskan seharian penuh di tempat kerja. Dalam kelelahannya, dia tak sabar untuk segera tiba dirumah dan beristirahat setelah menjalani hari pertama sebagai seorang pekerja.Namun, kegembiraannya terganggu oleh komentar seorang staf yang melihatnya. “Kamu sudah terlihat rapi,” ujar staf tersebut, memperhatikan penampilan Selena yang seakan siap untuk pulang.Selena tersenyum kecil. “Memang sudah jam pulang, kan?” ucapnya, berharap bisa segera meninggalkan kantor.Namun, harapannya buyar ketika Novi, salah seorang staf senior, mengingatkannya bahwa masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan sebelum pulang. “Masih ada beberapa tugas yang perlu diselesaikan. Lebih baik selesaikan dulu sebelum pulang,” ucap Novi dengan nada tegas.“Apa? Aku sudah sangat lelah. Besok saja aku lanjutkan,” keluh Selena, merasa kelelahan yang begitu mendalam setelah hari yang panjang di kantor.Wajah Selena terlihat frustasi ketika Novi dengan tegas men
Roy memperhatikan ponsel Lena yang berdering dengan pelan. “Sayang, ponsel kamu berdering tuh,” ucapnya dengan suara rendah, mencoba memperlambat gerakannya.Lena menggeleng lembut, matanya tetap terpejam dan fokus pada apa yang sedang dikerjakannya saat itu bersama Roy. “Biarkan saja, Roy. Nanggung sedikit lagi,” kata Lena, memutuskan untuk tidak terganggu oleh panggilan telepon demi menyelesaikan apa yang sedang dilakukan olehnya dan Roy.Roy mengangguk singkat, mengerti apa yang diinginkan Lena. Ia kemudian fokus kembali menyelesaikan tugasnya dengan cepat. Roy bergerak lebih gesit, terus berusaha untuk menuntaskan apa yang tengah dikerjakannya saat itu, sedikit lagi akan mencapai puncak klimaks untuk kedua kalinya.Roy bergerak dengan lebih cepat dari sebelumnya, mencoba mengejar waktu yang telah terbuang. Keduanya terhanyut dalam momen kebersamaan mereka, intensitasnya meningkat hingga akhirnya keduanya menjerit dengan penuh nikmat, merasakan kenikmatan yang telah mereka capai be
Zavar duduk di tepi ranjang, pandangannya tertuju pada wajah lelah Sarah yang terbaring di sebelahnya. Meskipun ia mencoba menyembunyikan kekhawatirannya, namun getaran suara saat ia menghela nafasnya mengungkapkan segalanya. “Tapi, sayang—” ucap Zavar, mencoba meredakan kecemasannya.Namun, jawaban tenang Sarah seolah menjadi hembusan angin segar bagi hati Zavar yang gelisah. “Nggak apa-apa kok, sayang. Beneran, aku ini cuma lelah kok,” jelas Sarah sambil meyakinkan suaminya.Zavar tetap terdiam sejenak, merenungkan kata-kata istrinya. Tapi, kekhawatiran dalam dirinya belum sepenuhnya hilang. Perasaan cemasnya semakin kuat saat mendengar penegasan dari Sarah.“Baiklah jika kamu nggak mau diperiksa. Tapi, jika sampai besok kamu belum sembuh, aku akan membawamu ke rumah sakit,” ucap Zavar dengan suara penuh perhatian, mencoba memberikan solusi terbaik untuk kondisi istrinya.“Iya,” jawab Sarah sambil mengangguk pelan. Terdengar suara lemah dalam jawabannya, mencerminkan kepatuhan pad
“Oh, aku pikir mengenalinya,” ucap Zavar sambil mengangguk pelan, wajahnya dipenuhi dengan bayangan kenangan. Namun, Fando masih belum yakin, “Tidak, memang siapa dia?” tanyanya dengan rasa penasaran yang menguar di matanya. Zavar menjelaskan dengan nada misterius, “Dia Selena, saudara tirinya Sarah. Sejak lama, keberadaannya selalu menyisakan tanda tanya,” kata Zavar. Fando menegakkan tubuhnya, meresapi informasi yang baru didengarnya. “Apakah dia jahat pada Sarah?” tanyanya serius, mencoba membongkar misteri di balik sosok Selena. “Aku tak tahu dia jahat atau tidak,” ujar Zavar dengan keraguan, matanya menyiratkan ketidakpastian. “Tetapi, aku pernah melihatnya mengganggu Sarah. Ada sesuatu yang tak beres dalam interaksi mereka.” Fando mengangguk mengerti, meresapi kisah yang semakin rumit. “Kenapa tidak kau tanyakan pada Sarah saja?” saran Fando, mencoba mencari pemahaman lebih dalam tentang hubungan rumit di antara mereka. Zavar menghela nafas, “Sudah kucoba, tapi Sarah selalu
Fando, asisten Zavar, menjelaskan situasi terbaru pada Zavar dengan intonasi yang penuh perhatian, seolah-olah setiap kata yang dia ucapkan adalah informasi penting yang harus disampaikan dengan hati-hati. Dia menyampaikan informasi terbaru yang dia dapatkan, seolah-olah dia adalah mata dan telinga Zavar di dunia luar.“Selena masuk bekerja di sini murni sendiri tanpa adanya orang dalam, terus menurut informasi yang aku dapat, perusahaan ayahnya Sarah sudah bangkrut, mungkin itu sebabnya Selena mencoba bekerja,” jelas Fando pada Zavar.“Oh, jadi begitu ya,” ucap Zavar sambil mengangguk mengerti, menyerap setiap kata yang disampaikan oleh Fando. Dia tampaknya benar-benar memahami apa yang disampaikan Fando, seolah-olah dia bisa melihat gambaran yang sama dalam pikirannya.“Iya, jadi mungkin inilah alasannya dia melamar di sini. Kesempatan yang tepat dengan adanya lowongan di perusahaan kita,” jelas Fando lagi, mencoba memberikan gambaran lebih jelas tentang situasi Selena kepada Zavar.
Zavar duduk tegang di ruang tunggu rumah sakit, gelisah menanti kabar mengenai keadaan mertuanya. Setelah beberapa saat yang terasa seperti berjam-jam, dokter yang menangani Bagas akhirnya muncul di hadapannya.“Dokter, bagaimana keadaan mertua saya?” tanya Zavar dengan wajah penuh kekhawatiran.Dokter itu melihat langsung ke mata Zavar sebelum memberikan jawaban, “Masih lemah, Tuan. Tetapi saya senang memberitahu Anda bahwa ada kemajuan sedikit dibanding saat pak Bagas di bawa kemari.”Walaupun Zavar merasa sedikit lega mendengar kabar positif, rasa penasarannya masih belum terpuaskan. “Dokter, bagaimana zat aktif itu bisa masuk ke tubuh mertua saya? Apakah beliau mengkonsumsinya?” tanya Zavar, ingin memahami lebih lanjut.Dokter menjelaskan dengan penuh perhatian, “Menurut kami, tampaknya obat itu memang sengaja diberikan, tujuannya untuk merusak sel-sel tubuh secara perlahan. Melihat kondisi pak Bagas yang sangat memprihatinkan.”Pernyataan dokter membuat Zavar tercengang, tidak bi
Sorak-sorai terdengar memecah keheningan senja di pinggir hutan saat seorang wanita memecahkan keheningan itu dengan serunya saat melintasi jalan sepi di dekat hutan yang setiap hari ia lalui menuju arah pulang dari bekerja.“Ya ampun, Sarah! Iya, ini Sarah!” Wajahnya penuh kekhawatiran ketika dia melintas di jalan, menyusuri lorong gelap yang mengarah pulang menjelang senja.Tiba-tiba, desakan bantuan memecah udara, memotong kesunyian senja. “Tolong!” teriak wanita itu, meminta pertolongan dengan nada yang memilukan. Seruannya segera menarik perhatian beberapa warga yang berada di sekitar lokasi, dan mereka dengan cepat mendekat.Seorang warga, penuh kebaikan hati, bertanya, “Ada apa, Bu?” dengan ekspresi keprihatinan di wajahnya.Wanita itu buru-buru menjelaskan, “Ini, tolong bantu saya membawa wanita ini ke rumah sakit, Pak!” Sorot matanya penuh dengan kegelisahan.“Siapa wanita ini, Bu? Dan kenapa? Apakah wanita ini korban perampokan?” tanya seorang warga lain, mencoba memahami si
Zavar terlihat sibuk menandatangani berkas yang disodorkan oleh Fando.“Ada lagi, Fan?” tanyanya seraya menjepit pulpen di antara jari telunjuk dan jari tengah, matanya menatap fokus pada Fando yang berdiri di hadapannya.“Sudah selesai untuk hari ini, Zavar,” tukas Fando sopan, namun wajahnya nampak datar.Zavar mengangguk singkat. Ia gegas bangkit berdiri, berjalan mendekati sang asisten pribadi. “Rekaman CCTV sudah ada di tangan kamu?” tanyanya seraya berjalan melewati Fando.Fando yang ditanya, gegas menyusul di belakang. “Sudah, kamu akan terkejut melihat hasilnya,” tukasnya, merogoh saku jas, kemudian menyerahkan sebuah flashdisk berisi copy rekaman CCTV ke samping kanan Zavar.Zavar menerimanya, menggenggamnya erat tanpa menghentikan langkahnya. Keduanya berjalan beriringan tanpa sepatah katapun menuju pintu keluar.Zavar gegas masuk ke dalam mobil yang telah menunggunya di depan lobi, begitu Fando membukakan pintu penumpang, menutupnya perlahan, kemudian gegas berlari memutar,
“Gak! Itu gak benar, Sarah! Itu semuanya fitnah!” Selena bersikeras. Wajahnya bahkan terlihat berusaha serius, nampak meyakinkan. Namun Sarah yang sudah tahu akal busuk saudara tirinya itu, tidak serta Merta percaya.“Heleh! Jangan berkilah kamu, Selena! Aku yakin banget, kalo kamu lah pelakunya!” tuding Sarah berapi-api seraya menunjuk-nunjuk ke arah wajah Selena.“Aku berani bersumpah, Sarah. Bahwasanya aku tidak pernah melakukan hal bodoh seperti itu!” Selena masih berusaha membuat Sarah terpedaya.“Gak usah ngelak lagi kamu! Mending kamu ngaku aja dengan jujur, apa maksud kamu ngasih kopi itu sama suami aku? Ingat Selena, Zavar itu suami aku, iparmu sendiri. Jadi kamu jangan berpikiran picik dengan berusaha merebut dia dari tanganku! Atau jangan-jangan kamu yang berusaha mengadu domba aku dan Zavar dengan berpura-pura mengaku menjadi mantan kekasihnya!”pekik Sarah murka. Wajahnya bahkan terlihat merah padam.“Sudah aku bilang, kalo aku gak pernah ngelakuin itu! Kamu itu bego atau
Zavar menatap Fando dengan ekspresi serius, memecahkan keheningan dengan kata-kata yang membuat atmosfer ruangan semakin tegang. “Ada orang yang menjebak aku, sengaja memberikan minuman perangsang,” ungkapnya tegas, matanya mencari kepastian di wajah Fando.Terdengar desahan kaget dari Fando. Ia langsung menanggapi, “Astaga, siapa?” Rasa penasarannya terpancar jelas dari setiap kata yang terucap.Zavar mengangguk, memberikan penjelasan lebih lanjut, “Nggak tau, aku tadi kan meeting. Segera kamu periksa CCTV, aku ingin tau siapa pelakunya.” Suaranya penuh desakan, menunjukkan urgensi untuk mengungkap kebenaran di balik insiden yang menimpanya.Fando mengangguk serius, “Mungkinkah itu Lolly?” Ia mencoba menghubungkan benang merah dari kejadian itu dengan sosok yang mungkin terlibat.Zavar merenung sejenak sebelum menjawab, “Entah, aku tak tau.” Ungkapannya penuh dengan ketidakpastian, membuat situasi semakin misterius.Tak lama kemudian, Fando melanjutkan serangkaian pertanyaannya, “La
Suasana di ruangan itu menjadi tegang ketika Sarah melihat gelisah yang meliputi wajah suaminya, Zavar. Dengan rasa concern, ia tak bisa menahan diri untuk bertanya, “Sayang kamu kenapa?” Suara lembutnya memecah keheningan, memperlihatkan kekhawatiran yang mendalam terhadap suami tercintanya.Meski Sarah masih curiga terhadap Zavar, tetapi itu tak mengubah sikapnya pada pria tampan itu.Zavar, yang tampaknya merasa gelisah dan waspada, segera memberikan instruksi pada Sarah, “Sayang, tutup pintunya, katakan pada sekretaris jangan ada yang mengganggu.” Permintaan tersebut disampaikan dengan suara serius dan penuh perhatian. Sarah, tanpa ragu dan dengan penuh ketaatan, segera melangkah ke pintu dan menguncinya rapat, memastikan keamanan ruangan dari mata orang asing.Namun, ketegangan semakin terasa ketika Sarah kembali mendekati Zavar, mencoba memahami penyebab sikap gelisah yang merayap di dalam hati suaminya. “Ada apa?” tanya Sarah dengan suara lembut, mencoba membuka pintu percaka
Langkah kaki Zavar terdengar semakin dekat, seiring dengan detak jantung Sarah yang semakin cepat.Meja di hadapannya menjadi semakin jelas dalam pandangannya, dan ketegangan terasa begitu nyata di udara. Sarah merasakan debaran kencang di dadanya, seperti serangan kecil dari rasa was-was yang merayap dalam benaknya.Langkah kaki Zavar menghasilkan suara yang berat, menciptakan dentuman yang membuat saraf Sarah merespon dengan cepat. Kletak. Kletak. Setiap langkah mengisyaratkan kedatangan sosok yang mungkin membawa segala macam kejutan.“Aduh, gimana ini?” bisik hati Sarah, ketidakpastian memenuhi pikirannya. Kedua kata itu menjadi sepasang mantra yang terus berputar di benaknya. Sementara langkah kaki Zavar semakin mendekat, ruangan itu seakan-akan mengecil, menyisakan ruang sempit bagi ketegangan untuk berkembang.Dalam ketidakpastian yang mencekam, suara langkah kaki Zavar menggema di dalam ruangan, menciptakan atmosfer yang begitu tegang sehingga bahkan udara tampaknya menahan na
Esok pagi tiba dengan udara yang sejuk dan langit yang cerah, menciptakan suasana yang kontras dengan kegelapan yang menyelimuti hati Sarah.Mendekati jam makan siang, diam-diam Sarah datang ke kantor, hatinya dipenuhi kegelisahan yang sulit diungkapkan. Dengan langkah-langkah hati-hati, Sarah memutuskan untuk mengungkap misteri yang merayapi pikirannya.Seiring langkahnya yang mantap, Sarah melangkah menuju kantor suaminya yang berlokasi di pusat kota. Dia memutuskan untuk memilih jalur taksi sebagai sarana transportasinya, berharap dapat mengurangi waktu tempuh dan mempertahankan keberadaannya yang rahasia. Saat taksi itu tiba, dia dengan hati-hati menuruni tangga, memastikan bahwa tidak ada yang memperhatikan langkah-langkahnya yang tersembunyi.“Bismillah. Semoga aku menemukan kebenarannya di sini,” bisik Sarah dalam hati sambil menyesap napasnya yang teratur. “Ini pak, uangnya, kembaliannya ambil bapak saja,” ujar Sarah dengan tegas kepada sopir taksi ketika sampai di tujuan. De
Lena membuka pintu rumah dengan senyuman, melihat putrinya, Selena, yang tampak begitu bersemangat.“Kamu kenapa sayang? Kok girang banget?” tanya Lena dengan senyum penasaran saat baru tiba di rumah mereka.“Mama baru pulang? Aku lagi senang mah,” kata Selena sambil tersenyum cerah.“Senang kenapa?” tanya Lena, menunjukkan rasa penasaran yang sama.“Sebab, rencana kita berjalan lancar, Mah,” kata Selena dengan antusias.“Lancar?” Lena semakin penasaran.“Iya, Mah. Tadi Selena berhasil mengambil foto yang bagus, lalu mengirim pada Sarah. Tau nggak Mah, Sarah langsung nelpon setelah Selena kirim foto itu,pasti dia sakit hati,” cerita Selena sembari membagi cerita dengan penuh semangat.“Dia tidak kenal suara kamu?” tanya Lena dengan nada penasaran.“Nggak, Mah. Sudah Selena filter, jadi nggak akan Sarah kenal,” jelas Selena sambil menjelaskan dengan penuh semangat.Lena menggelengkan kepala, meresapi kata-kata putrinya dengan ekspresi serius. “Baguslah, kalau mama malah nggak berhasil