"Astagfirullah, Susan. Tidak baik bicara seperti itu," ujar Maharani dengan penuh kelembutan.
"Tidak baik kenapa? Memang itu yang sebenarnya, kok?"
"Tidak seperti itu, Cantik ... kita diberi kesehatan, bisa bernapas, semua atas anugerah Tuhan. Rejeki ataupun kehadiran Tuhan itu tidak harus berupa materi dan benda. Tubuh sehat, tidak ada kekurangan pun salah satu bentuk rejeki dari Tuhan." Maharani secara pelan, mencoba untuk menjelaskan.
"Sekarang aku mau bertanya, Ran. Di mana Tuhan saat aku sedang sedih karena harus berpisah dengan Ibu dan kedua orangtuaku. Mengapa Tuhan mentakdirkan Papah dan ibuku berpisah. Dan dimana Tuhan, saat anak berusia 13 tahun, harus banting tulang bekerja siang dan malam. Tuhan ada dimana, Ran?" tanya Susan, sudah mulai ingin menangis, melepaskan semua beban yang selama ini tersimpan dalam hati dan pikirannya.
"Tuhan itu sesuai prasangka hambanya. Jika kamu tidak percaya, ya tak kan percaya. Karena prasangkamu seperti itu. Bu
Susan bangkit dari tempat duduknya, menghampiri Maharani, berpindah duduk di samping Maharani, menggenggam tangan perempuan berhijab itu erat."Jadi itu yang menyebabkan kau menghilang dari dunia model, dan lalu memutuskan untuk merubah penampilanmu seperti ini?" tanya Susan lembut. Maharani sembari terisak mengangguk pelan."Kita memang manusia yang penuh dengan bergelimang dosa. Peristiwa pahit itu menyadarkan aku, jika aku tidak boleh terus menerus melakukan kemaksiatan. Andai saja saat itu Tuhan mencabut nyawaku, apa bekalku buat di sana nanti," jelas Maharani lirih. Lalu melanjutkan ucapannya."Kematian itu setipis kulit ari, jika Allah mau mencabut nyawa kita saat ini juga, kita bisa apa, San?""Aku pun sebenarnya Lelah, Ran. Sangat lelah," ucap Susan. Dua wanita yang memang keduanya sangat cantik tetapi dengan tampilan yang sangat berbeda, berbicara mengungkapkan semua isi hatinya."A-aku seringkali berpikir untuk mengakhiri hidu
Susan tidak langsung menjawab, dia berdiri berjalan ke arah lemari pendingin dan mengambil sebotol air mineral, meneguknya layaknya orang yang sedang kehausan. Setelah itu kembali duduk di depan Maharani, menggeser jauh gelas minuman beralkohol yang masih tersisa. "Banyak menangis membuatku haus," ucapnya, "Kamu beneran nggak mau minum? Gak haus? Nangis bukannya membatalkan puasa?" tanya Susan, Maharani tersenyum. "Insya Allah niatku karena Allah, jadi biarkan Allah yang memutuskan puasaku diterima atau tidak. Kita hanya menjalankan saja apa yang sudah kita niatkan." Maharani kembali membersihkan wajahnya yang masih terlihat basah sisa menangis. "Aku bisa tidak yah jika bertobat?" tanya Susan, lebih kepada keraguan hati, karena masih bingung apa yang akan dilakukan nanti." "Innamma ammallu bin'niat, semua berawal dari niat, San. Mantapkan dalam hati jika kita niat untuk merubah diri, berhijrah dari keburukan ke jalan kebaikan. Memang terkadang jalanny
"Tidak, aku tidak kenal. Aku tau semuanya dari Mbak Risma.""Aku ada saat mereka mengadakan pertemuan membahas tentang hal itu, bahkan saat Subroto meminta Julius untuk memuluskan rencananya agar dapat proyek dari bupati pun aku ada di situ. Penyerahan uang suap untuk bupati pun diberikan saat itu. Ajudan Pak Broto yang membawa uangnya.""Kenapa Pak Broto memilih Julius untuk dia perdaya, San?""Karena Julius satu-satunya pimpinan perusahaan besar yang ada di kabupaten tersebut, dan Pak Broto tau jika Julius dekat dengan Bapak Bupati. Kan tidak mungkin meminta Mas Aries yang lakukan, secara mereka sederajat, sama-sama bos besar.""Kamu punya bukti, San, tentang keterlibatan Soebroto dalam kasus ini?""Tentu saja, Ran. Semua dokumen penting tentang proyek main belakang, data uang pelicin, nama-nama orang yang menerima uang, bukan hanya dari kasus Julius, bahkan yang tidak terbongkar aparat hukum pun disimpan di sini. Jika dokumen-dokumen itu sampai
"Kamu dihinggapi rasa was-was yah?" Susan hanya mengangguk, menjawab pertanyaan Maharani."Kamu sedang dibisiki setan dan Jin, agar timbul rasa meragu lalu membatalkan niatmu untuk berhijrah. Dalam Surah An-Nas, Allah sudah memberitahukan tentang itu, jika rasa was-was, tidak yakin akan pertolongan Allah, itu datangnya dari bisikan setan dan jin. Istiqfar terus dalam hatimu, bentengi diri, yakinkan dirimu bahwa jalan menuju keridhoan Illahi adalah jalan yang terbaik. Bukan hanya untuk di dunia, tetapi juga untuk di akhirat. Bismillah, San ... Bismillah," ucap Maharani memberikan terus dukungan agar kawannya itu mau berubah menjadi lebih baik."Bismillah." Susan mengikuti saran dari Maharani.Semua sudah selesai dikemas, termasuk semua surat-surat penting yang dibutuhkan. Bergegas mereka segera keluar dari apartemen dengan hanya membawa pakaian yang dibutuhkan Susan. Gadis itu berniat untuk menjual satu unit apartemen miliknya itu nanti, semua surat-surat b
Orang yang dipanggil bos oleh orang-orang suruhannya itu semakin mendekati Daniel, sementara Nathan hanya memperhatikan dengan tubuh yang masih terikat di kursi. Daniel seperti kaget dan tidak percaya jika orang yang menyuruh untuk menculiknya adalah orang yang menjadi donatur utama dalam setiap aksi yang dilakukan Daniel."Bo-bos Broto, i-ini apa maksudnya? Kenapa saya dan Nathan diperlakukan seperti ini?" tanya Nathan mempertanyakan, saat Broto tepat ada di depannya. Tidak banyak cakap.Buuggg!!"Aaaarrgghh!"Daniel melenguh kesakitan, saat hantaman pukulan dari Broto mendarat telak tepat di wajahnya. Darah langsung keluar dari hidung dan sudut bibirnya."Sa-salah sa-saya apa, Bos?" Daniel kembali mencoba mempertanyakan, dan sekali lagi keluar lenguhan dan teriak kesakitan dari mulutnya, saat tanpa disangka Broto kembali melayangkan pukulan tepat di wajah Daniel.Lalu sebuah tendangan dorongan tepat ke arah dada Daniel, hingga membua
"Siap Bos, laksanakan," jawabnya cepat, sembari menoleh kepada ke tiga anak buahnya yang langsung paham dan segera menghampiri Nathan dan Daniel. Pucat pasi langsung terlihat di wajah kedua sepupu Riswan tersebut."Se-sebntar Bos, sebentar! Sa-saya janji akan segera mendapatkan dokumen-dokumen tersebut," ucap Daniel dengan nada panik dan ketakutan, sementara Nathan sudah terlihat pasrah. Dua orang dari keempat orang tersebut sudah menggeluarkan senjata tajam semacam pisau belati dari balik jaketnya, siap mengeksekusi keduanya."Sumpah Bos! Saya berjanji akan mendapatkan dokumen-dokumen tersebut!" teriak Daniel lagi, merasa masih memiliki kesempatan agar lolos dari Kematian. Subroto hanya diam, seperti sedang terlihat berpikir."Tahan!" sergah Subroto kepada para anak buahnya, saat kedua orang suruhannya sudah menempelkan pisau di perut Daniel dan Nathan, lalu Subroto kembali mendekati Daniel."Bagaimana caramu untuk mendapatkan dokumen-dokumen tersebut. T
Maharani dan Muchtar tidak menyangka jika itu adalah sebuah settingan belaka, untuk memberikan kejutan terhadap Maharani, dan ternyata Riswan dan Rosalina justru mendapatkan kejutan yang tak terduga hingga akhirnya mengakibatkan Rosalina meninggal dunia.Maharani memejamkan mata, air sebening kristal keluar dari sela-sela. Hatinya terasa sesak jika mengingatnya. Sudah berusaha sekuat tenaga untuk melupakan, tetapi dirinya belum mampu juga. Entah sampai kapan Maharani hidup dalam penyesalan dan rasa bersalahnya.Risma berdiri dan langsung menghampiri saat terdengar salam dari Maharani dan Susan. Mereka saling berpelukan, tergambar kesan kebaikan dan persahabatan dari mereka berdua. Sedikit pun tidak ada rasa canggung dalam diri Risma, walaupun dia tahu jika Maharani adalah bagian dari masa lalu suaminya.Risma mempersilahkan kedua tamunya untuk duduk, seorang pelayan yang berdiri tidak jauh dari Risma segera masuk untuk menyiapkan minuman tanpa harus diperintah l
"Hidup saya pasti terancam. Dengan kuasa dan uang yang dimiliki, Subroto bisa melakukan apa saja yang dia inginkan," ucap Susan lagi dengan penuh kecemasan.Maharani yang duduk di sebelah Susan, lantas merangkul pundaknya, sembari mengusap-usap punggung Susan, berucap dengan penuh kelembutan."Segala sesuatu tidak akan terjadi tanpa ijin Allah, dan sekuat apapun usaha kita untuk menghindari hal yang tidak kita inginkan, tetap akan terjadi jika Allah berkehendak. Tawaqal, berserah dan berpasrah dirilah hanya kepada-Nya."Susan menoleh ke Maharani, yang masih tersenyum seolah-olah mengatakan jika Susan harus mempercayai jika Allah lah yang punya kuasa atas segala-galanya."Apa yang diucapkan Mbak Rani itu benar kok, Mbak. Sebelum berserah, kita harus tawaqal dahulu. Tawaqal yang dimaksud adalah kita harus melakukan segala upaya dahulu, ikhtiar istilahnya. Jika semua sudah dilakukan, baru kita berpasrah kepada Allah. Dalam hal ini, Insya Allah saya yan
Dli, Aku mau ijin ke kamar kecil sebentar?" ucap Irma langsung berdiri dari tempat duduknya. "Lurus saja, Ma. Pintu kedua di sebelah kanan, kamar mandi buat tamu," jawab Fadli, wajahnya mengarah ke lorong dalam rumah. "Saya permisi sebentar, Tante." Si nyonya besar hanya mengangguk saja, dan Irma pun langsung berjalan ke arah yang ditunjukkan oleh Fadli.Sebenarnya, Irma tidak ingin buang air kecil ataupun besar. Dia hanya ingin menghindar sebentar. Ucapan dan pertanyaan dari ibunya Fadli dan Fadlan sungguh membuatnya sangat tidak nyaman. Dirinya merasa direndahkan dan tidak dihargai hanya karena seragam dan pekerjaannya yang sekarang. Irma sangat mencintai pekerjaannya, karena dari hasil kerjanya dia bisa membantu perekonomian keluarganya. Biaya sekolah ketiga adiknya, juga untuk merenovasi rumah. Walaupun tidak sekaya jika dibandingkan dengan Fadli, tetapi Irma adalah wanita yang mandiri. Kekayaan atau harta yang dimiliki pria bukanlah prioritasnya sekarang ini dalam mencari pas
Irma bisa melihat, jika tatapan Fadli yang berdiri di sampingnya banyak menyimpan kemarahan terhadap saudara kembarnya, Fadlan. Kegeraman terlihat jelas pada wajahnya. Irma sungguh tidak ingin terjadi sesuatu hal yang tidak dia inginkan, ditambah lagi ada ibu dari mereka berdua.Irma berucap pelan kepada Fadli, dan tidak ingin Fadlan ikut mendengarkan."Jika kamu sampai berkelahi dengan Fadlan, jangan harap aku akan sudi bertemu denganmu lagi, Dli? ucapnya tegas, lalu tersenyum manis kepada Fadli. Sesaat Fadli diam tertegun, lalu dia mengangguk."Yuk, masuk, Ma," ajaknya lagi kepada Irma, sambil tangan kanannya menuntun Niken sang keponakan. Fadli langsung masuk ke dalam rumah tanpa menegur Fadlan, berpura-pura sibuk berbicara dengan Niken sambil berjalan. Sementara Irma berhenti tepat di depan Fadlan, menegur terlebih dahulu."Bagaimana kabarmu, Fad?" tegur Irma, dan entah kenapa, hatinya mulai merasakan tidak nyaman dengan Fadlan. Mungkin penyebab utamanya karena fitnah yang dia lak
Siapa yang sudah berbohong terhadap dirinya, Fadli ataukah Fadlan? Siapa pula yang harus dia percaya di antara keduanya? Jika memang Fadlan yang sudah berbohong, apa maksud dan tujuannya? Irma benar-benar dibuat bingung setelah mendengarkan penjelasan versi Fadli. Namun, jika ternyata Fadlan yang sudah berbohong dan sengaja untuk menjelekkan juga memfitnah saudara kembarnya tersebut, betapa Irma akan sangat kecewa terhadapnya. Fadlan bilang jika Fadli sudah berkeluarga dan juga memiliki satu anak perempuan yang seumuran dengan putrinya, namun Fadli bilang jika istri sudah meninggal dunia, bahkan menjelaskannya dengan mata yang berkaca-kaca. "Istrimu sudah meninggal, Dli?" tanya Irma, dia memutuskan untuk tidak lagi membahas tentang perbedaan keterangan antara Fadli dan Fadlan. Siapa yang sudah berbohong dan siapa yang sudah berbicara jujur di antara mereka. Fadli mengangguk, membenarkan pertanyaan Irma. "Meninggal bersama dengan anakku di dalam kandungan," jelas Fadli, raut kesedi
Fadli malah terlihat seperti orang bingung, macam tidak paham apa yang sudah diucapkan oleh Irma. "Kamu sebenarnya bicara apa sih, Ma? Beneran, aku nggak paham," jawab Fadli, menatap wajah Irma dalam. Kembali dia lanjut bicara. "Benci? Musuhan? Sama siapa? Aku musuhan dan benci sama Fadlan gitu maksudnya, kamu?" tanyanya ke Irma. "Maaf, jika aku salah dan dianggap kegeeran, tapi menurut Fadlan seperti itu."Fadli menatap Irma dalam, bukan maksudnya untuk tidak mengakui, tapi itu peristiwa sudah beberapa tahun yang lalu, yang bahkan usia mereka waktu itu masih berumur belasan. "Dulu saat kita masih satu sekolah, iya, Korma. Aku memang sempat marah dengan Fadlan, karena aku yang dekat denganmu dari kelas satu, Tiba-tiba saat kelas tiga, dia main serobot aja." Fadli tertawa, ingatannya seperti sedang kembali ke masa lalu. Kembali dia bicara. "Saat dulu itu memang bukan salah kamu, bukan juga salah Fadlan. Aku saja yang dulu tidak punya keberanian untuk bicara langsung terhadapmu. "
Pria yang ingin bertemu dengannya jelas memang Fadli. Karena, memang hanya Fadli yang dulu memanggilnya dengan sebutan korma. Entah kenapa, badan Irma langsung terasa gemetar."Irma, kenapa bengong saja di dekat pintu, Masuk? itu temui Pak Fadli," teguran dari Pak Benny menyadarkan Irma dari terkesima. Kehadiran saudara kembar dari Fadlan ini jelas di luar perkiraannya. Dari mana Fadli bisa tahu jika Irma bekerja di pabrik ini? Terus, darimana Fadli bisa kenal pemilik perusahaan ini. Sampai-sampai Pak Benny pun sangat respect terhadapnya. "Ba-baik, Pak?" jawab Irma atas teguran atasannya itu, namun sebelum mendekati Fadli, justru Fadli yang langsung berbicara dengan Pak Benny. "Pak Benny, saya ijin mau ajak teman SMA saya ini, Irma, untuk makan siang.""Boleh, Pak, silakan," jawab kepala pabrik itu cepat, langsung memperbolehkan. Perlakuan Pak Benny terhadap Fadli cukup membuat Irma heran, betapa sangat hormatnya atasannya itu kepada Fadli. "Irma, kamu diajak makan siang sama Pak
[ Assalamu'alaikum, Fad. Aku sudah memutuskan, sebelum urusan dengan istrimu selesai, aku minta, jangan temui aku dulu. Aku harap, kamu bisa memahami dan mengerti dengan keputusan yang sudah kuambil ini.]Selesai mengirimkan pesan, Irma lantas memblokir nomor Fadlan di aplikasi WA miliknya, bahkan memblokirnya juga di kontak teleponnya. Padahal, baru hari ini Irma memiliki nomor handphone mantan cinta pertamanya itu. Meletakkan hapenya di atas meja rias samping tempat tidurnya, lalu membaringkan tubuhnya di dipan tidur miliknya. Kembali teringat peristiwa saat di ropang tadi, betapa hatinya sangat sakit dianggap sebagai penyebab rusaknya rumah tangga seseorang. Pelakor, demi Tuhan Irma bukan seperti itu, dia lebih baik tetap menyendiri seperti ini daripada jadi perusak rumah tangga orang. Dalam perasaan yang resah, rasa kantuk mulai datang menyergap, karena Irma memang tidak terbiasa tidur terlalu telat. ÷÷÷Tiga hari setelah peristiwa penyiraman kopi oleh Agnes, dan akhirnya beru
"Mengapa sampai saat ini kamu belum juga menikah, Ir. Apakah itu semua karena aku?"Udara malam di pantai ini semakin dingin, ditambah lagi dengan anginnya yang kencang. Irma sampai mensidakepkan kedua tangannya karena hawa dingin tersebut, ditambah terkena basahan cokelat tadi, walaupun dia sudah berganti pakaian. Setelah cukup lama terdiam, Irma mulai menjawab pertanyaan Fadlan. "Aku harus menjawab apa, Fad? Jika aku bilang mungkin memang sudah garis hidupku dari Allah seperti ini, salah tidak?"Sesaat Fadlan terdiam, karena memang apa yang Irma katakan itu benar adanya. "Tidak, Ir, kamu tidak salah. Hidup, mati, dan jodoh memang urusan Allah 'kan?" "Hmm ... hanya satu hal yang bisa aku jawab dengan jujur dan sebenarnya. Dan itu sudah kujawab saat di rumah tadi. Apa aku harus mengulanginya lagi?" tanya Irma lagi. "Jika kamu tidak keberatan?""Kamu adalah kekasih yang pertama, Fad, dan sampai saat ini aku belum pernah berteman dekat lagi dengan pria lain," jawab Irma, ada nada get
Part 12Fadlan terdiam, mendengar pertanyaan Irma, tatapannya masih menghadap ke tengah lautan yang terlihat temaram, terkena pantulan cahaya rembulan. Angin laut masih berembus kencang. Terlihat Fadlan menarik nafasnya sejenak, sembari matanya terpejam, lalu dilepaskan perlahan."Agnes sudah berselingkuh," jawabnya singkat.Lalu mengambil kopinya, dan menghirupnya perlahan."Kamu menyaksikan sendiri?" tanya Irma."Maksudnya?" jawab Fadlan"Maksudku, kamu menyaksikan sendiri perselingkuhan tersebut?" tanya Irma lagi."Tidak," jawab Fadlan, masih singkat. Tatapannya lalu beralih ke arah Irma."Aku menemukan chat-chat pribadinya dengan pria lain," jelas Fadlan."Maksud chat pribadi, seperti apa?""Chat-chat mesranya dengan pria lain." Jemarinya mengusap pelan wajahnya."Kamu kenal, siapa pria yang kamu maksud?" Irma masih terus mengejar. Bukannya Irma ingin kepo dengan masalah orang lain, tetapi ... Fadlan sendiri yang sudah berjanji, ingin menceritakan tentang masalah keluarganya."Ya,
Terlihat dari raut wajah dan tatapan matanya, jika wanita yang menganggap Irma sebagai perempuan gatel itu sedang menyimpan amarah, ada dua wanita lagi di belakangnya, sepertinya kawan dari calon mantan istrinya Fadlan.Irma hanya diam termangu, saat perempuan itu melabraknya. Fadlan langsung berdiri."Udah, Nes. Perempuan perusak mah, jambak aja rambutnya," ucap salah satu kawannya."Iya, ga usah takut, apa perlu gue bantuin hajar nih pelakor," tuduh kawannya yang satu lagi kepada Irma. Dua orang kawan-kawannya, malah memanas-manasi calon mantan Fadlan tersebut."Hai ... hai, kerjaan kalian jangan bisanya manas-manasin ya. Hai ... Agnes! Irma tidak ada hubungannya dengan masalah pribadi kita, aku bertemu Irma, baru seminggu ini. Sedangkan masalah di antara kita berdua, sudah berjalan berbulan-bulan. Jadi jika kamu menuduh Irma sebagai orang ke tiga di antara hubungan kita, kamu salah alamat," ucap Fadlan tegas. Irma tetap terdiam, dia bingung, harus bersikap seperti apa."Gue seperti