Bab 48Pov Nadhifa.Kuregangkan pinggang yang terasa sedikit pegal. Pundak ini juga terasa kaku, akibat menunduk terus dari tadi. Kulihat jam di tanganku, ternyata sudah sore. Sebentar lagi waktu pulang kantor, kubereskan barang-barang yang masih berserakan di atas meja. Wita, sekretaris ku datang mendekat. "Bu, sudah nonton video yang sedang viral hari ini?" tanya Wita."Video apa?" balasku cuek sambil terus merapikan mejaku sendiri. Aku memang kurang tertarik dengan video-video unfaedah yang berseliweran di dumay. "Coba deh Ibu tonton!" Wita menyodorkan ponselnya."Apa itu, Wit? Ibu malas kalau video gak ada gunanya," kataku seraya menggeleng. "Tonton aja, Bu. Ini tentang Pak Fatan dan istrinya," jawab Wita kemudian.Dengan malas aku menerima ponsel Wita, dan aku melotot tak percaya melihat video yang sedang diputar Irene sedang ribut dengan seorang wanita. Dan Mas Fatan juga ada di situ, aku menggeleng kesal. Tak habis-habisnya mereka membuat sensasi yang memalukan.Aku ters
Bab 49"Maaf Mas aku tak bisa membantu kali ini. Selesaikanlah masalahmu sendiri!" tolakku. Aku berdiri, percuma berlama-lama menghadapi Mas Fatan. Dia tidak akan menyerah semudah itu. "Tolonglah Fa, Mas gak tau mau minta tolong dengan siapa lagi. Hikss!" See, benarkan! Sekarang dia berakting berlutut di depanku. Dengan berurai air mata dia memohon pertolonganku."Apa-apaan kamu Mas. Gak malu kamu dilihat orang. Berdirilah!" perintahku.Namun dia tak bergerak sedikit pun. Muak aku melihat aktingmu Mas, kali ini aku takkan tertipu lagi bujuk rayumu."Fa tolonglah, kalau aku tak memenuhi tuntutan Mira bisa-bisa Irene membusuk dipenjara Fa. Apa kau tak kasihan?" ibanya.Mira, jadi wanita di video itu namanya Mira. Aku semakin yakin kalau pernah mengenal si Mira ini. "Apa peduliku Mas, mulai sekarang jangan ganggu aku dengan masalahmu. Oh iya, besok kamu harus masuk kerja. Kalau sampai kamu bolos, kamu akan kupecat! Dan jangan tampakkan lagi wajahmu di kantor ini untuk selamanya" ucap
Bab 50Pov Faisal."Pa, sudah selesai belum. Nanti kita telat lho!" teriak Melisa istriku."Iya sayang, sabar dong.""Papa ini aneh, harusnya tuh Mama yang lama dandannya. Ini malah kebalik," gerutu Melisa."Perut Papa mendadak mules tadi Ma. Ya sudah kita berangkat!" Aku menggandeng istriku keluar rumah. Hari ini kami akan menghadiri pembukaan gerai makanan milik anak sahabatku.Aku melirik Melisa yang duduk di sampingku. Dia kelihatan sangat cantik hari ini. Wajahnya yang selalu tersenyum itu membuat aku selalu dihantui rasa bersalah. Aku pernah membuat senyum itu menghilang dari wajahnya. "Kalau nyetir jangan sambil lirik-lirik Pa. Bahaya!" ingatnya sambil tetap tersenyum."Habis Mama cantik banget hari ini!" rayuku."Ishh gombal, malu Pa sama umur," ucap Melisa.Dicubitnya lenganku pelan, kemudian diusapnya berulang kali."Gombal sama istri sendiri ya gak apa-apa, Ma!" balasku.Dia mendadak terdiam, ya ampun aku salah ucap. Pasti dia teringat lagi hal itu."Maafin Papa Ma, Papa
Bab 51Pov Fatan."Yesss!" teriakku senang.Aku tak menyangka kalau Om Faisal mau membantuku. Padahal kemarin aku sudah putus asa ketika Dhifa menolak membantuku.Segera kuhubungi Mira, kukatakan kalau aku akan memenuhi tuntutannya. "Datanglah ke kantor polisi sekarang!" Kuakhiri teleponku dengan geram, aku sempat mendengar pekik kegirangan di ujung telpon tadi. Kurang ajar kau Mira, uang 75 juta itu akan menjadi milikmu secara cuma-cuma. Huhh menyesal aku mengenalmu Mira! "Bagaimana, Tan?" tanya ibunya Irena tiba-tiba saja sudah berada di sampingku. "Omya Dhifa mau membantu membebaskan Irena, Bu. Aku harus pergi ke kantor polisi sekarang juga," jawabku senang. "Alhamdulillah, ya udah kamu segera berangkat. Kasihan Irena, dia pasti ketakutan di dalam sana," balas ibunya Irena ikut senang. Aku mengangguk kemudian bersiap dan langsung menuju ke kantor polisi. Aku menunggu kedatangan Mira dan Om Faisal di sana. Tak lama Mira tiba di kantor polisi, dengan anggun dia berjalan memas
Bab 52"Malu kenapa? Bukankah kau senang karena berhasil mendapatkan uang yang banyak dan sebuah mobil mewah?" "A-aku malu dan trauma, kau tau walau aku memperoleh uang dan mobil itu tak bisa mengobati rasa traumaku!" teriak Mira kesal."Oh ya, apa karena kurang banyak?" tanya Dhifa lagi."Sebenarnya kau siapa? Dari mana kau tahu kejadian itu?" tanya Mira balik."Aku Dhifa, keponakan dari orang yang sudah kau tipu. Orang yang kau tuduh telah memperkosamu. Padahal kenyataannya, kau lah yang memberi sesuatu di minumannya. Lalu kau bawa dia ke dalam kamar hotel, kau berpose seolah-olah kau diperkosa. Lalu kau foto dan rekam kejadian itu, dan kau jadikan alat untuk memeras orang itu. Benar kan?" tutur Dhifa dengan marah."I-itu tidak benar. Dia memang memperkosa aku. Dia jahat, dia pantas mendapatkan hukuman. Tetapi aku berbaik hati mau menerima tawarannya untuk menutup mulut dan tidak melaporkan hal itu pada polisi. Apa aku salah menerima imbalan karena kebaikanku itu?" teriak Mira.Ada
Bab 53"Aku tahu Mbak pasti berkata begitu. Mbak sangat baik, aku menyesal telah merebut Mas Fatan dari Mbak. Ji-jika Mbak mau, Mbak boleh memiliki Mas Fatan kembali. Aku ikhlas Mbak!" "Irene, kamu----" ucapanku dipotong oleh Irene."Mas Fatan, aku juga minta maaf. Kembalilah pada Mbak Dhifa, aku gak papa!" Aku memeluk Irene yang harus kembali kedalam selnya. Kamu baik sekali Irene. Kamu tahu aku tak ada teman, kau ikhlaskan aku kembali pada Dhifa. Kalau dipikir-pikir, boleh juga usul Irene tadi. Aku kembali pada Dhifa, dan semua fasilitas serta kemewahan kembali dapat kunikmati.Aku mengejar Dhifa yang telah beranjak keluar."Fa, usul Irene tadi Mas setuju kalau kita rujuk kembali!" ucapku senang."Jangan mimpi Mas, aku tak sudi kembali bersamamu!" balas Dhifa ketus.Oke Dhifa, kau boleh menolakku sekarang. Aku tahu kok kalau kau masih sangat mencintai aku. Kau akan kembali dalam pelukanku, aku yakin itu!🔥🔥🔥🔥🔥Keesokan harinya, aku berangkat kerja dengan semangat. Aku harus
Bab 54Pov Irene.Tiga hari sudah aku menginap di tahanan polisi. Mulanya aku merasa takut, panik dan putus asa. Rasanya aku sudah tak ingin hidup lagi.Hari pertama aku di.sini, aku menangis sepanjang hari. Teman satu selku berjumlah empat orang. Mulanya kukira mereka jahat dan kejam pada penghuni baru. Aku takut dijadikan bahan bully-an oleh mereka. Seperti sinetron ikan terbang yang sering kutonton dulu. Namun, ternyata itu hanya ketakutan ku sendiri saja. Ternyata mereka baik dan ramah padaku. Merekalah yang menasihatiku agar tak menangis terus.Percuma kata mereka, tangisanku gak akan merubah keadaan. Lebih baik menikmati hidup selama di dalam penjara untuk membunuh rasa bosan. Mbak Diah, Mbak Yani dan Mbak Bunga memberi semangat padaku. Padahal aku tahu mereka pun sedang galau menunggu putusan pengadilan akan kasus mereka masing-masing. Terutama Mbak Diah yang akan menjalani sidang putusan tiga hari lagi. "Mbak Diah gak takut kah?" tanyaku saat itu. "Namanya manusia pasti ta
Bab 55"Hmm," gumam Mbak Diah dengan mata terpejam."Apa menurut Mbak, dosa-dosaku bisa diampuni sama Allah?" tanyaku dengan sedih.Mbak Diah membuka matanya, dipandangnya aku dengan lembut. "Kenapa bertanya seperti itu?" tanyanya balik. "Aku merasa sangat berdosa selama ini Mbak. Tapi aku sekarang sudah sadar, hanya saja, apa mungkin dosaku masih bisa dimaafkan?" "Allah itu Maha Pengampun Ren. Kalau kamu bertaubat dan meminta ampunan dengan tulus dan ikhlas, serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi. InshaAllah, Dia akan mengampuni dosa-dosamu."Air mataku mengalir mendengar ucapan Mbak Diah."Aku merasa menyesal Mbak, selama ini telah banyak berbuat dosa. Terutama pada mantan istri suamiku Mbak Dhifa," jujurku.Mbak Diah memang telah mendengar kisahku sebelumnya. Aku telah menceritakan semua padanya kemarin."Kamu sudah meminta maaf padanya kan kemarin?" "Iya Mbak, aku sudah minta maaf. Bahkan aku mempersilahkan jika Mbak Dhifa mau kembali pada Mas Fatan. Aku merelakan mereka