Di belahan dunia sana, seorang pemuda tengah memandangi langit yang cerah pagi ini. Ini hari Senin, setelah dua hari langit tampak begitu suram, matahari bersinar dengan hangat. Lelaki itu dengan tersenyum puas menatap aplikasi pesan tiket pesawat yang sudah dipantenginya dari kemarin. Jadwal penerbangan paling cepat ke negaranya adalah jam sepuluh pagi. Ini masih jam tujuh pagi, dia akan menanti kedatangan pamannya dulu, semalam lelaki itu berjanji akan datang pagi ini jika cuaca cerah.Rupanya Arif juga terjebak oleh cuaca ekstrim di lepas pantai tersebut, sehingga tidak bisa kembali ke darat, mereka bahkan berlindung di bunker yang sengaja di bangun untuk mengevakuasi jika terjadi situasi darurat seperti ini. Sudah dari dini hari tadi kendaraan yang membawa rombongan Arif bertolak dari anjungan ADNOC Offshore di pantai abu Dhabi. Seharusnya Arif sudah sampai ke Dubai, mengingat waktu tempuh dari abu Dhabi- Dubai hanya kurang lebih dua jam.Terdengar suara bel pintu yang menggema
Riswan dan Nadin terburu-buru datang ke kantor polisi ketika mendengar kabar dari Dina. Dina dan suaminya mengikuti Nuraini ke kantor polisi. Lelaki itu bahkan langsung menghubungi pengacaranya. "Apa yang terjadi, Pak?" tanya Riswan dengan tidak sabar."Maaf, Pak Riswan. Saudari Nuraini dilaporkan oleh saudari Chika Maharani atas kasus penganiayaan. Hasil visum menunjukkan semua benar, Pak," jawab polisi."Apa? Kejadian itu saya yang jadi saksinya. Wanita itu datang ke rumah saya dan menganiaya putri Nuraini, makanya Nuraini melawan dan membela diri. Chika Maharani itu yang menyerang duluan ke rumah kami," ujar Riswan dengan geram."Maaf, Pak. Keterangan saksi saya catat terlebih dahulu.""Bisa tidak Nuraini dilepas jadi tahanan kota dengan jaminan?""Maaf belum bisa, Pak. Kami masih menyelidiki lebih lanjut, ini termasuk penganiayaan berat, korban sampai masuk rumah sakit, pelaku bisa dibebaskan kalau pelapor mencabut tuntutannya, lagipula pelaku menolak untuk memberikan keterangan
Ahmad membawa Nuraini ke kamar hotel yang sudah dia pesan. Di sana dokter Dewangga juga sudah melakukan terapi. Dokter Dewangga meminta Nuraini agar pulang ke Bandung dan melakukan lagi pengobatan, tetapi Nuraini menolak, dia hanya meminum obat anti depresan yang sudah diresepkan dokter Dewangga. "Jaga emosi kamu, Nur. Jangan seperti ini, sebaiknya kita lanjutkan lagi pengobatan, ayo pulang ke Bandung. Aku tidak mungkin berada di sini lebih lama." "Tidak, Dok. Aku sudah berobat denganmu lebih dari tujuh belas tahun, tetapi hasilnya masih ada sisa-sisa trauma itu. Lebih baik aku di sini saja, bersama anak gadisku menjadikan aku lebih tenang. Lagipula aku tidak mungkin meninggalkan anak itu, di sana anak Purnomo itu sebagai ancaman yang berbahaya, aku sangat mengkuatirkan anak gadisku itu," jawab Nuraini dengan tenang. Setelah meminum obat anti depresan, kondisi Nuraini sudah stabil, wanita itu juga sudah bisa diajak berkomunikasi. Sebenarnya apa yang Nuraini alami kali ini bukanlah
Nadin pulang dari kerja dengan kondisi lelah dan lemas. Rasanya dia begitu kuatir dan sedih memikirkan ibu angkatnya yang pergi tanpa kabar berita tersebut, sehingga wanita muda itu tidak nyenyak d tidur dan tidak lahap makan.Riswan juga sejak Nuraini tidak berada di rumah ini, lelaki itu pulang ke rumahnya di Puri Mayangsari. Orang suruhan Riswan yang mencari keberadaan Nuraini beserta latar belakang wanita itu juga belum ada kabar beritanya. Nuraini seolah lenyap ditelan bumi. Nadin membaringkan tubuhnya setelah melepaskan baju kerjanya dan mengganti baju rumah. Setelah beberapa lama berbaring, Nadin tak juga bisa melepaskan lelah walau hanya tidur sejenak, perutnya juga terasa lapar. Dia juga merasa malas membeli makanan di luar. Hari sudah menjelang magrib, perutnya benar-benar lapar, tidak bisa lagi diajak kompromi.Nadin beranjak ke dapur, tidak ada makanan apapun sehingga dia membuka kemarin bahan pangan, masih ada stok sebungkus mie instan bekas Shintia makan dulu waktu k
Chika sudah bisa pulang dari rumah sakit, luka-luka di tubuhnya juga sudah mendingan. Hari ini Chika dijemput oleh keluarganya, suhendri, Mala dan Kayla. Adam beralasan banyak pekerjaan.Baru selesai membereskan barang, di depan pintu sudah menunggu dua petugas kepolisian yang menunggu mereka. Chika sangat shock apalagi Suhendri, seumur-umur dia belum pernah berurusan dengan pihak kepolisian."Karena saudari Chika Maharani sudah sembuh, jadi kami dari kepolisian menjemput ke sini. Anda sudah dilaporkan balik oleh pihak ibu Nuraini atas tuduhan penyerangan, pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan.""Saya yang menjadi korban di sini kenapa malah saya juga yang ditangkap, Pak?" protes Chika."Itu karena yang menyerang anda adalah seorang yang tidak bisa dikenai hukum, dia adalah seorang pasien dari dokter psikiater.""Jadi kau diserang sama orang gila, Chika?" tanya Suhendri dengan keterkejutan yang nyata."Iya, Pak. Mari ikut kami ke kantor polisi.""Saya tidak mau, Pak. S
Riswan memejamkan matanya sejenak, menahan gejolak yang kuat untuk memeluk wanita di depannya. Sebagai lelaki bermartabat, dia tentu harus mengendalikan perasaannya saat ini. "Pergi ke mana saja kamu? Kau membuatku sangat kuatir. Bisa tidak kalau mau pergi itu ngomong dulu? Atau setidaknya tinggalkan pesan!" Nura terjengit kaget mendengar suara Riswan yang keras setengah membentak. Lelaki yang terlihat elegan, bicaranya juga penuh tata Krama dan santun itu tiba-tiba terlihat begitu galak dan arogan, hal itu tentu membuat Nuraini sedikit menciut. "Ma ... Maaf, membuatmu susah," cicitnya."Nah, itu kamu tahu! Besok-besok lagi jangan membuat ulah seperti itu! Kamu membuat saya jantungan saja!" sewot lelaki itu. "Maaf ... Maaf." "Aku tidak perlu kata maafmu! Yang dibutuhkan hanya kehadiranmu di sini, tanpa kurang suatu apapun! Dengar itu? Sekarang aku mau istirahat sebentar!" Nuraini hanya melongo melihat lelaki itu masuk ke kamar, apa yang lelaki itu ucapkan? Umur Nuraini lebih tu
"Siapa tamunya, Pak? Laki-laki atau perempuan?" "Laki-laki, Mbak. Orangnya ganteng banget, Mbak!" Spechless, Nadin tidak bisa berkata-kata mendengar perkataan pak Tono yang memberi dua jempol di dadanya. Pantry ini langsung terhubung dengan ruang kerja, tentu saja perkataan pak Tono yang keras itu menarik perhatian semua orang di ruangan itu. "Bawa ke sini saja!" perintah Nadin. Nadin bukannya tidak mau menemui ke bawah, cuma pekerjaannya sedang menumpuk, dia juga harus hemat energi, keadaannya yang sedang berbadan dua sering mudah lelah, walaupun ada lift menuju lantai dasar, tetapi tetap membutuhkan waktu dan tenaga ke sana. "Siap, Mbak!" ucap Tono sambil memberi tanda hormat dengan tangan di kening. Nadin kembali membuat teh, Nabila juga ikut membantu. Biasanya ada teh dan kopi yang tersedia di termos yang disediakan pak Ucup, OB di sini. Cuma dua hari ini pak Ucup tidak masuk kerja karena anaknya di-opname di rumah sakit. Teh sudah siap dan dihidangkan di meja kerja Nadin,
"Ayo, kita cari tempat! Aku ingin berbicara denganmu, ini tidak bisa ditunda," ujar Zaki dengan suara lembut hampir menyerupai bisikan, tatapan mata lelaki itu ... Ah, entah kenapa membuat Nadin salah tingkah dan gugup. "Sekarang tidak ada orang di ruangan ini kecuali kita berdua, cepatlah kalau mau bicara," ujar Nadin tanpa melihat ke arah lelaki itu, dia pura-pura membolak-balik lagi halaman buku agenda besar tersebut. "Ayo, ikut denganku!" Nadin terkejut tatkala lengannya ditarik paksa oleh lelaki itu. Dia mengikuti langkah lebar lelaki itu dengan tertatih-tatih. "Eh, mau kemana! Pelan-pelan! Kenapa menyeretku seperti ini! Kasar banget kamu ini!' teriak Nadin. Zaki malah semakin mengeratkan pegangannya tangannya, tetapi langkah kakinya dia pelankan sedikit. "Lepaskan tanganku! Ini sakit, tahu!" Mendengar ringisan kesakitan dari wajah wanita ini, Zaki mengendurkan cekalannya, namun masih juga tidak melepaskannya. Mereka menunggu lift yang kini tengah bergerak turun, Zaki s
Extra part 2Pagi yang sama, kenapa kebahagiaan rasanya menguap dalam kehidupannya. Paska cerai dengan Chika, dalam waktu dua bulan Adam langsung dijodohkan oleh ibunya dengan wanita dari kampungnya, dulu perempuan itu adalah murid ibunya yang sangat pintar dan cantik. Tetapi pernikahan itu bagai kutukan bagi Adam, dia sama sekali tidak merasa bahagia. Ayuni, istrinya memang sangat cantik, dia juga berprofesi seorang bidan, sudah pegawai negeri pula. Bertugas di rumah sakit di kota yang sama dengan Adam sekarang, hanya saja kehidupan Adam terasa begitu hambar. Ayuni tidak bisa masak seenak masakan Nadin, wanita itu juga perhitungan dengan uangnya, setiap gaji Adam diperhitungkan dengan seksama tanpa mau uangnya dipakai untuk kebutuhan rumah tangga. Ayuni beranggapan, uang istri hanya untuk untuk istri, sedangkan yang suami sepenuhnya uang istri. Ayuni beralasan jika penghasilannya habis dipakai untuk kebutuhan ibu dan adik-adiknya di kampung, hal itu sebenarnya tidak dimasalahkan ole
Extra partKeesokan harinya Nuraini, Andini, Arif beserta Bik Sumi dan Mang Karta mengantar Fahmi belanja untuk hantaran dan seserahan untuk melamar Nabila.Sedang Nadin dan Zaki dilarang ikut, mereka menghabiskan waktu dengan putri kecil mereka, tak menyia-nyiakan waktu yang telah hilang selama ini.Para orang tua itu begitu semangat mengantar Fahmi belanja, pasalnya bagi mereka berlima, momen menyiapkan pernikahan putra mereka tidak akan terjadi lagi. Zaki dan Nadin sudah menikah tanpa sepengetahuan mereka, jadi mereka tidak bisa menyalurkan hasrat mengental putra dan putri mereka ke pelaminan.Nuraini pernah mengusulkan agar Zaki dan Nadin mengadakan resepsi, tetapi tetap ditolak oleh keduanya, pasalnya pernikahan mereka sudah setahun lebih, mereka mengatakan bahwa resepsi itu sudah terasa basi.Sepulang mereka masih tetap heboh, berbagai barang mereka kemas sendiri, terutama bik Sumi yang memang punya keahlian mengemas hantaran, dia juga punya usaha catering serta tenda dan dekora
Bab 181"Apa? Maksud Papa Arif apa? Apa maksudnya ini?!!" Nadin sedikit berteriak mengatakan semua ini."Nadin, Sayang ... Slowly! Tenang, Sayang ... Tenang, nanti Mas ceritakan sama kamu, Sayang. Tetapi syaratnya kamu harus tenang jangan emosi?" ujar Zaki menenangkan."Jangan nanti! Aku minta sekarang juga kamu ceritakan, Mas."Semua orang terdiam, Zaki juga tidak bisa mengatakan apapun, tiba-tiba tenggorokan nya tercekat, seolah-olah ada yang menyumbatnya."Sebaiknya kita masuk ke rumah dulu. Ayo, Sayang ... Kamu pasti lelah. Kita masuk rumah dulu, ya?" ujar Andini dengan lemah lembut sambil mengusap punggung putrinya."Bik Sumi, tolong buatin mereka minuman segar, ya? Mereka pasti lelah diperjalanan.""Baik, Mbak Andin.""Mbak Nura, mari masuk dulu, Mbak ... Fahmi, ayo ... Ayo, Zak, ajak ibu dan istrimu masuk ke rumah dulu," ujar Andini dengan perkataan yang lembut.Nadin hanya bisa mengikuti ibunya yang sudah mengajak masuk ke rumah. Dengan perlahan dia duduk di sofa ruang keluarga
Bab 180"Wow, apakah Bisa Sumi punya bayi? Ya Allah, Alhamdulillah kalau Bi Sumi akhirnya punya anak setelah dua puluh tahun lebih menikah belum diberi buah hati, aku sangat senang!" ujar Nadin dengan wajah sumringah."Nadin!" Biar Sumi langsung memeluk Nadin setelah berlari menyongsongnya. "Bibi! Apa kabar, Bi?" Seru Nadin dengan suasana mengharukan."Baik, Sayang. Bagaimana keadaanmu? Bibi sangat kuatir mendengar kamu ditembak, Nadin. Bibi ingin menjengukmu ke kota provinsi, tetapi Mamang kamu itu, malah darah tingginya kambuh, dia juga terpaksa dirawat, sampai sekarang masih minum obat dari dokter." "Oh ya? Kasihan Mang Karta! Tapi kelihatannya sudah sehat ya, Bi?" Nadin memperhatikan lelaki paruh baya yang tengah menimang-nimang bayi kecil di kedua tangannya."Bibi ... Itu bay____""NADIN! NADIN! NADIIIN!!" Belum juga Nadin menyelesaikan kalimatnya, dari arah pintu namanya dipanggil dengan suara keras menggelar. Seorang wanita berjilbab maroon senada dengan gamisnya berlari ke
Bab 179Jam empat sore mereka baru sampai di gerbang kabupaten, suasana pegunungan yang sejuk dan dingin sudah terasa menusuk kulit, Nadin langsung mengenakan switer-nya agar tidak kedinginan, Nuraini bahkan memakai jaket berbulu agar lebih hangat, sedangkan Zaki yang memang memakai kaos panjang masih bisa menahan hawa dingin, Fahmi mengecilkan AC mobil agar hawa dingin di dalam mobil berkurang, lelaki ini sudah mengenakan jaket Levis dari rumah, jadi tidak begitu merasakan udara sore yang menggigit. "Ini masih lama?" tanya Nuraini dengan nada penasaran. "Masih satu jam lagi sampai ke kampung Nadin," jawab Zaki. "Alamnya sangat indah, sebaiknya kamu pikirin untuk membuat resort di sini, potensinya sangat bagus, Zak," ujar Nuraini lagi. "Kalau itu nanti bicarakan dengan om Arif, aku mau fokus mengembangkan Z-Teknologi saja," jawab Zaki dengan malas-malasan. "Itu tenang saja, Bu. Nanti pembangunan resort-nya memakai jasa Adiguna konstruksi saja, langsung saya ACC nanti," jawab Fahm
Bab 178Berita penangkapan dan penggrebekan tempat judi ilegal dan aplikasi judi online diberitakan secara nasional. Pemiliknya ternyata orang yang sama, Mustofa Kemal. Seorang pria tua berusia enam puluh tujuh tahun. Polisi bergerak cepat setelah Riswan membuat laporan. Bukan main-main, koneksi Riswan ternyata seorang jenderal kepolisian bintang tiga di Humas mabes polri. Jenderal tersebut memiliki hutang Budi yang cukup besar pada Riswan, baru kali ini Riswan meminta tolong padanya, jadi bagaimana mungkin dia tidak melakukannya dengan tuntas. Bahkan antek-antek Mustofa juga ikut ditangkap,. Salah satunya orang kepolisian juga yang menjadi pelindungnya selama ini. Tak lupa juga Respatih dan Farhan ikut juga ditahan. Tidak main-main ancaman hukuman berlapis akan dikenakan, karena mereka juga terlibat human trafficking dan prostitusi.Zaki yang mendengar berita itu dari siaran langsung di layar televisi di kantornya tersenyum lega. Biarlah dia tidak bisa memenjarakan mereka atas kas
Bab 177Situasinya memang tidak terduga. Riswan rupanya gerak cepat untuk membuat pergerakan Mustofa terhenti. Menurut sumber informasi, Mustofa memiliki jaringan mafia yang cukup ganas, bisa membunuh tanpa tersentuh oleh hukum dan Riswan yakin, dalang pembunuhan Rafiq adalah kakak kandungnya sendiri yaitu Mustofa. Dengan persetujuan Nuraini, maka biro travel milik wanita itu juga segera diambil alih oleh Riswan. Semua pegawai bahkan di-rolling, sehingga menejemen berubah besar-besaran, Ahmad segera ditunjuk Riswan untuk menjadi direktur utama, sedangkan Willi di tempatkan di daerah Indonesia timur. Mustofa yang mengetahui hal tersebut sangat marah, dia tidak menyangka jika Nuraini menjual perusahaannya dan pindah ke provinsi selatan bersama putranya. "Bukankah usaha mereka itu berkembang pesat? Kenapa mereka jual," keluh Mustofa. "Menurut informasi yang saya dapatkan, usaha itu dulu sempat bangkrut, dan mereka mendapat suntikan dana yang tidak sedikit untuk bangkit lagi, mer
Bab 176Sudah dua Minggu Riswan dan Ahmad mencari bukti dan cara menjerat Mustofa, tetapi bukti dan saksi tidak bisa dihadirkan. Bahkan Faisal yang sudah dijebloskan ke dalam penjara saja hanya mengakui bahwa dia adalah dalang perampokan rumah Zaki, motifnya iri karena Zaki lebih sukses. Dia tidak satu katapun melibatkan ayahnya dan juga saudara-saudaranya. Zaki yang merasa lelah menghadapi semuanya, hanya menyerahkan semuanya pada pengacaranya dan tim investigasi dari kepolisian yang dipimpin oleh komandan Rusdi. Zaki hanya fokus menemani istrinya yang terguncang, semua diurus oleh Fahmi. Fahmi yang bekerja keras di sini, sementara perkerjaan kantor diurus oleh Riko. Zaki menyerahkan sepenuhnya pada Riko sebagai ketua tim pengembang yang baru, sementara Pak Hadi menempati jabatan general manajer, sedang pak Anwar masih di posisi manajer HRD.Pagi itu Riswan dan Ahmad berkunjung ke rumah Zaki, sudah dua Minggu Riswan tidak bertemu Nuraini, rasanya sangat rindu sekali. Wanita itu jug
Bab 175Hari ini Nadin kembali ke kediaman Zaki, sudah sebulan dia dirawat di rumah sakit dan sekarang sudah dinyatakan sembuh. Nuraini, Shintia dan Nabila ikut menjemputnya, tak lupa Fahmi dan Zaki juga ikut menjemput, sedang Riswan yang masih di luar kota hanya bisa menelponnya saja. "Jadi kapan lelaki itu mau menikahi Mama?" tanya Zaki dengan penasaran, pasalnya ibunya itu sudah bicara dengan begitu mesra di telpon, membuat anak lelakinya itu merasa jengah."Insyaallah nanti, kalau persoalan kita sudah selesai.""Kalau selesainya setahun lagi, dua tahun lagi, atau gak selesai-selesai gimana? Mama dan om Riswan gak bilah-bilah, gitu? Dosa, Ma. Terlalu lama menjalin hubungan gak jelas begitu." Zaki mencebikan bibirnya ke arah ibunya, harusnya sebagai orang tua mereka itu lebih tau mana itu dosa mana itu pahala. "Jadi Mama harus bagaimana?" tanya Nuraini dengan sangsi, dia sebenarnya masih belum yakin menikah dengan lelaki itu.Hingga suatu hari Riswan pernah menanyakan kenapa dia b