"Ayo, kita cari tempat! Aku ingin berbicara denganmu, ini tidak bisa ditunda," ujar Zaki dengan suara lembut hampir menyerupai bisikan, tatapan mata lelaki itu ... Ah, entah kenapa membuat Nadin salah tingkah dan gugup. "Sekarang tidak ada orang di ruangan ini kecuali kita berdua, cepatlah kalau mau bicara," ujar Nadin tanpa melihat ke arah lelaki itu, dia pura-pura membolak-balik lagi halaman buku agenda besar tersebut. "Ayo, ikut denganku!" Nadin terkejut tatkala lengannya ditarik paksa oleh lelaki itu. Dia mengikuti langkah lebar lelaki itu dengan tertatih-tatih. "Eh, mau kemana! Pelan-pelan! Kenapa menyeretku seperti ini! Kasar banget kamu ini!' teriak Nadin. Zaki malah semakin mengeratkan pegangannya tangannya, tetapi langkah kakinya dia pelankan sedikit. "Lepaskan tanganku! Ini sakit, tahu!" Mendengar ringisan kesakitan dari wajah wanita ini, Zaki mengendurkan cekalannya, namun masih juga tidak melepaskannya. Mereka menunggu lift yang kini tengah bergerak turun, Zaki s
"Nadin ... Nadin ...." Suara Zaki tertahan emosi yang tidak bisa digambarkan oleh kata-kata. Tangan Zaki yang bebas itu mengulur ke arah perut Nadin, membuat wanita itu terjengit kala perutnya disentuh oleh lelaki di hadapannya ini. Serasa aliran listrik ribuan volt mengalir dan menyetrum nya dengan kuat. Bayi di kandungan Nadin juga bereaksi, di sana jabang bayinya bergerak dengan berdenyut-denyut, membuat kedua orang mantan suami istri ini wajahnya memucat. "Jadi ... Kamu, hamil?" desis Zaki dengan suara tertahan. Hening Nadin mengatupkan mulutnya, jantungnya berdegup kencang. Kenapa Riswan mengatakan semua itu? Nadin sungguh tidak siap jika mantan suaminya ini tahu kondisi dia yang sebenarnya. Zaki menatap wanita itu dengan menelisik, memindai semua tubuh wanita di hadapannya. Pantas saja tubuh Nadin semakin gemukan, rupanya dia hamil? Hamil? Hamil anaknya? Apakah kejadian malam pertama duku membuahkan hasil? Mulut Zaki tak mampu berkata-kata lagi. Mata lelaki itu berkaca
"Nadin, aku akan mengembalikan barang milikmu," ujar Zaki dengan lemah lembutLelaki itu mengeluarkan sesuatu dari kantong jas nya. Sebuah gelang manik-manik berada di tangan Zaki, karena matahari jam sepuluh pagi menyorot ke arah mereka duduk, cahaya keunguan terpantul dari gelang tersebut membaut mata Nadin sedikit silau. Butuh waktu beberapa detik mata gadis itu beradaptasi dengan pendar cahaya itu. Setelah dia dapat mengamati dengan jelas benda yang apa di tangan mantan suaminya itu, Nadin langsung menyambar benda itu dan berteriak histeris. "INI ... INI!? DARI MANA KAU MENEMUAKAN INI!" Zaki tersenyum lembut, dia sudah memperkirakan jika Nadin akan bereaksi demikian seandainya gelang ini memang miliknya. Nadin menatap gelang itu dengan perasaan entah ... Tidak bisa digambarkan lagi, antara sedih, senang, terkejut dan sebagainya. Yang jelas melihat gelang itu dia jadi teringat jelas dengan wajah ibunya kala memberikan gelang itu dengan wajah tersenyum dan mencium pipinya denga
"Oh ya? Jadi, gelang aku mungkin tidak segaja dia raih saat itu. Ke mana sekarang lelaki itu? Dia baik-baik saja, kan? Kenapa gelangnya ada pada Mas Zaki?" "Karena lelaki yang kau selamatkan itu adalah aku, Nadin!" "Apa?" Nadin cukup terkejut mendengar pengakuan lelaki itu. Mata gadis itu bahkan membulat sempurna. "Masak, sih? Apakah benar orang itu mas Zaki?" "Iya, itu adalah aku. Ketika aku bangun dari koma, aku melihat tanganku menggenggam gelang itu. Dokter bilang gelang itu mungkin milik gadis yang telah menyelamatkan aku." "Nadin ... Kau gadis yang selama ini aku cari!" Zakimenangkupkan kedua telapak tangannya ke wajah Nadin, matanya menatap lembut manik mata gadis itu "Terima kasih ... Terima kasih sudah menyelamatkan aku. Aku berhutang nyawa dan kehidupan padamu, Sayang." Dengan debaran jantung yang begitu kuat, Zaki menyatukan keningnya dengan gadis itu, napas mereka saling memburu. "Sebentar!" Nadin menjauhkan wajahnya dari wajah lelaki itu, tetapi telapak tanga
"Sekarang pergi, kamu! Aku tidak membutuhkanmu di sini! Pergi!" Nadin benar-benar emosi sekarang. Kabar yang dibawa lelaki itu hari ini benar-benar tidak bisa dia tanggung lagi. Nadin melangkah cepat meninggalkan saung tersebut menuju jalan beraspal, tetapi tangan Zaki dengan cepat mencekal tangannya. Nadin memberontak menghentakkan tangannya dengan sekuat tenaga, tetapi cengkeraman tangan Zaki semakin kuat, apalah daya, dia hanya wanita hamil yang lemah, tenaganya sudah pasti tidak bisa menandingi leleki atletis di dekatnya ini. "Nadin ... Tenang, ayo kita duduk lagi." "Apalagi?! Aku tidak Sudi bicara denganmu lagi!" "Tenanglah ... Masih banyak yang akan aku bicarakan. Please ... Tenanglah ...," bujuk Zaki dengan suara yang lemah lembut. "Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi! Hubungan kita sudah selesai!" desis Nadin dengan tatapan nyalang. "Tolong Nadin! Kita tidak bisa seperti ini." Zaki semakin frustasi, ternyata meyakinkan wanita ini sungguh sangat sulit. "Lepaskan t
"Jadi ... Mas Zaki sudah pernah melihatku lima tahun yang lalu?" tanya Nadin dengan tatapan gelisah."Iya, maafkan aku. Aku memang sudah mengincarmu dari dulu karena alasan kalung ini," jawab Zaki dengan nada tak yakin."Kenapa dengan kalung ini, Mas?" tanya Nadin menekan.Wanita muda itu merasa tidak nyaman sekarang, ternyata Zaki menikahinya karena ada maksud lain, maksud apa yang sebenarnya? Nadin harus mencari tahu."Kalung ini adalah milik anak sahabat ayahku. Dulu kami akan dijodohkan, makanya ayahku membuat kalung ini sepasang. Lihat ini ...." Zaki memperlihatkan kalung yang diperuntukkan untuknya, kalung yang berbeda dengan liontin sebuah gembok."Kunci dan gembok ini berpasangan. Kau lihat ...." Zaki memutar liontin kunci itu ke gembok dan berhasil terbuka."Seharusnya persahabatan ayahku dan ayah pemilik kalung kunci itu harmonis sampai kini, tetapi rupanya teman ayahku itu mengkhianati ayahku. Dia menipunya hingga bisnis ayahku hancur, lelaki itu membawa kabur uang proyek s
Zaki akhirnya kembali ke kantor dengan perasaan yang tidak tentu arah lagi. Sedih, kesal dan merana berkecamuk menjadi satu. Berbeda dengan kedatanganya tadi dari bandara. Ketika Fahmi menjemputnya, dia dengan semangat empat lima ingin menemui mantan istri tercintanya. "Langsung antarkan aku ke rumah Nadin!""Jam segini Nadin tidak ada di rumah, dia kerja!""Kalau begitu antar aku ke tempat dia bekerja!""Bagimana kalau kau menemuinya setelah pulang kerja, agar pembicaraan kalian lebih fokus, tidak terburu-buru dan mengganggunya bekerja. Jika dia terganggu dalam bekerja, otomatis dia tidak terlalu fokus dengan pembahasan tentang kalian, kan? Yang akan kamu bicarakan dengan dia itu soal hati loh, Zak!""Aku sudah menahannya terlalu lama! Aku tidak bisa menahannya! Aku sangat merindukannya, Fahmi! Lekas ke sana!"Sekali lagi dia kalah! Dia tidak bisa mengendalikan diri, kenapa dia harus terburu-buru begini? Benar apa yang dikatakan Fahmi, dia harus mencari waktu yang tenang, karena yan
"Silahkan diminum kopinya, Pak. Ini aku sengaja beli kopi di online, Pak. Ini kopi luwak asli, rasanya enak banget, Pak."Assyifa menghidangkan dua gelas kopi di meja kerja Zaki.Setelah menatap kedua lelaki di hadapannya, seketika senyum ceria gadis itu menghilang."Fahmi, segera beri dia surat pemecatan!" perintah Zaki dengan suara sedingin es."Baik, Bos.""Segera usir dia dari rumah yang aku belikan itu. Strerilkan semua tempat itu, lalu jual lagi rumahnya!""Baik, Bos.""Jangan lupa, sita mobilnya!""Ya, laksanakan, Bos."Setelah bicara seperti itu, Zaki mengibaskan tangannya tanda dia sudah selesai memberi perintah."Panggil OB ke sini, untuk membuang semua minuman sialan ini!" perintah Zaki lagi."Baik. Ayo, Assyifa! Kita ke ruangan saya," ajak Fahmi.Aura dingin Fahmi tak jauh beda dari Zaki, walaupun raut wajahnya lebih mengerikan Zaki. Lengan Fahmi langsung mencekal pergelangan Assyifa hendak menyeretnya keluar."Eh, ini ada apa? Kenapa pak Zaki memperlakukan aku seperti ini
Extra part 2Pagi yang sama, kenapa kebahagiaan rasanya menguap dalam kehidupannya. Paska cerai dengan Chika, dalam waktu dua bulan Adam langsung dijodohkan oleh ibunya dengan wanita dari kampungnya, dulu perempuan itu adalah murid ibunya yang sangat pintar dan cantik. Tetapi pernikahan itu bagai kutukan bagi Adam, dia sama sekali tidak merasa bahagia. Ayuni, istrinya memang sangat cantik, dia juga berprofesi seorang bidan, sudah pegawai negeri pula. Bertugas di rumah sakit di kota yang sama dengan Adam sekarang, hanya saja kehidupan Adam terasa begitu hambar. Ayuni tidak bisa masak seenak masakan Nadin, wanita itu juga perhitungan dengan uangnya, setiap gaji Adam diperhitungkan dengan seksama tanpa mau uangnya dipakai untuk kebutuhan rumah tangga. Ayuni beranggapan, uang istri hanya untuk untuk istri, sedangkan yang suami sepenuhnya uang istri. Ayuni beralasan jika penghasilannya habis dipakai untuk kebutuhan ibu dan adik-adiknya di kampung, hal itu sebenarnya tidak dimasalahkan ole
Extra partKeesokan harinya Nuraini, Andini, Arif beserta Bik Sumi dan Mang Karta mengantar Fahmi belanja untuk hantaran dan seserahan untuk melamar Nabila.Sedang Nadin dan Zaki dilarang ikut, mereka menghabiskan waktu dengan putri kecil mereka, tak menyia-nyiakan waktu yang telah hilang selama ini.Para orang tua itu begitu semangat mengantar Fahmi belanja, pasalnya bagi mereka berlima, momen menyiapkan pernikahan putra mereka tidak akan terjadi lagi. Zaki dan Nadin sudah menikah tanpa sepengetahuan mereka, jadi mereka tidak bisa menyalurkan hasrat mengental putra dan putri mereka ke pelaminan.Nuraini pernah mengusulkan agar Zaki dan Nadin mengadakan resepsi, tetapi tetap ditolak oleh keduanya, pasalnya pernikahan mereka sudah setahun lebih, mereka mengatakan bahwa resepsi itu sudah terasa basi.Sepulang mereka masih tetap heboh, berbagai barang mereka kemas sendiri, terutama bik Sumi yang memang punya keahlian mengemas hantaran, dia juga punya usaha catering serta tenda dan dekora
Bab 181"Apa? Maksud Papa Arif apa? Apa maksudnya ini?!!" Nadin sedikit berteriak mengatakan semua ini."Nadin, Sayang ... Slowly! Tenang, Sayang ... Tenang, nanti Mas ceritakan sama kamu, Sayang. Tetapi syaratnya kamu harus tenang jangan emosi?" ujar Zaki menenangkan."Jangan nanti! Aku minta sekarang juga kamu ceritakan, Mas."Semua orang terdiam, Zaki juga tidak bisa mengatakan apapun, tiba-tiba tenggorokan nya tercekat, seolah-olah ada yang menyumbatnya."Sebaiknya kita masuk ke rumah dulu. Ayo, Sayang ... Kamu pasti lelah. Kita masuk rumah dulu, ya?" ujar Andini dengan lemah lembut sambil mengusap punggung putrinya."Bik Sumi, tolong buatin mereka minuman segar, ya? Mereka pasti lelah diperjalanan.""Baik, Mbak Andin.""Mbak Nura, mari masuk dulu, Mbak ... Fahmi, ayo ... Ayo, Zak, ajak ibu dan istrimu masuk ke rumah dulu," ujar Andini dengan perkataan yang lembut.Nadin hanya bisa mengikuti ibunya yang sudah mengajak masuk ke rumah. Dengan perlahan dia duduk di sofa ruang keluarga
Bab 180"Wow, apakah Bisa Sumi punya bayi? Ya Allah, Alhamdulillah kalau Bi Sumi akhirnya punya anak setelah dua puluh tahun lebih menikah belum diberi buah hati, aku sangat senang!" ujar Nadin dengan wajah sumringah."Nadin!" Biar Sumi langsung memeluk Nadin setelah berlari menyongsongnya. "Bibi! Apa kabar, Bi?" Seru Nadin dengan suasana mengharukan."Baik, Sayang. Bagaimana keadaanmu? Bibi sangat kuatir mendengar kamu ditembak, Nadin. Bibi ingin menjengukmu ke kota provinsi, tetapi Mamang kamu itu, malah darah tingginya kambuh, dia juga terpaksa dirawat, sampai sekarang masih minum obat dari dokter." "Oh ya? Kasihan Mang Karta! Tapi kelihatannya sudah sehat ya, Bi?" Nadin memperhatikan lelaki paruh baya yang tengah menimang-nimang bayi kecil di kedua tangannya."Bibi ... Itu bay____""NADIN! NADIN! NADIIIN!!" Belum juga Nadin menyelesaikan kalimatnya, dari arah pintu namanya dipanggil dengan suara keras menggelar. Seorang wanita berjilbab maroon senada dengan gamisnya berlari ke
Bab 179Jam empat sore mereka baru sampai di gerbang kabupaten, suasana pegunungan yang sejuk dan dingin sudah terasa menusuk kulit, Nadin langsung mengenakan switer-nya agar tidak kedinginan, Nuraini bahkan memakai jaket berbulu agar lebih hangat, sedangkan Zaki yang memang memakai kaos panjang masih bisa menahan hawa dingin, Fahmi mengecilkan AC mobil agar hawa dingin di dalam mobil berkurang, lelaki ini sudah mengenakan jaket Levis dari rumah, jadi tidak begitu merasakan udara sore yang menggigit. "Ini masih lama?" tanya Nuraini dengan nada penasaran. "Masih satu jam lagi sampai ke kampung Nadin," jawab Zaki. "Alamnya sangat indah, sebaiknya kamu pikirin untuk membuat resort di sini, potensinya sangat bagus, Zak," ujar Nuraini lagi. "Kalau itu nanti bicarakan dengan om Arif, aku mau fokus mengembangkan Z-Teknologi saja," jawab Zaki dengan malas-malasan. "Itu tenang saja, Bu. Nanti pembangunan resort-nya memakai jasa Adiguna konstruksi saja, langsung saya ACC nanti," jawab Fahm
Bab 178Berita penangkapan dan penggrebekan tempat judi ilegal dan aplikasi judi online diberitakan secara nasional. Pemiliknya ternyata orang yang sama, Mustofa Kemal. Seorang pria tua berusia enam puluh tujuh tahun. Polisi bergerak cepat setelah Riswan membuat laporan. Bukan main-main, koneksi Riswan ternyata seorang jenderal kepolisian bintang tiga di Humas mabes polri. Jenderal tersebut memiliki hutang Budi yang cukup besar pada Riswan, baru kali ini Riswan meminta tolong padanya, jadi bagaimana mungkin dia tidak melakukannya dengan tuntas. Bahkan antek-antek Mustofa juga ikut ditangkap,. Salah satunya orang kepolisian juga yang menjadi pelindungnya selama ini. Tak lupa juga Respatih dan Farhan ikut juga ditahan. Tidak main-main ancaman hukuman berlapis akan dikenakan, karena mereka juga terlibat human trafficking dan prostitusi.Zaki yang mendengar berita itu dari siaran langsung di layar televisi di kantornya tersenyum lega. Biarlah dia tidak bisa memenjarakan mereka atas kas
Bab 177Situasinya memang tidak terduga. Riswan rupanya gerak cepat untuk membuat pergerakan Mustofa terhenti. Menurut sumber informasi, Mustofa memiliki jaringan mafia yang cukup ganas, bisa membunuh tanpa tersentuh oleh hukum dan Riswan yakin, dalang pembunuhan Rafiq adalah kakak kandungnya sendiri yaitu Mustofa. Dengan persetujuan Nuraini, maka biro travel milik wanita itu juga segera diambil alih oleh Riswan. Semua pegawai bahkan di-rolling, sehingga menejemen berubah besar-besaran, Ahmad segera ditunjuk Riswan untuk menjadi direktur utama, sedangkan Willi di tempatkan di daerah Indonesia timur. Mustofa yang mengetahui hal tersebut sangat marah, dia tidak menyangka jika Nuraini menjual perusahaannya dan pindah ke provinsi selatan bersama putranya. "Bukankah usaha mereka itu berkembang pesat? Kenapa mereka jual," keluh Mustofa. "Menurut informasi yang saya dapatkan, usaha itu dulu sempat bangkrut, dan mereka mendapat suntikan dana yang tidak sedikit untuk bangkit lagi, mer
Bab 176Sudah dua Minggu Riswan dan Ahmad mencari bukti dan cara menjerat Mustofa, tetapi bukti dan saksi tidak bisa dihadirkan. Bahkan Faisal yang sudah dijebloskan ke dalam penjara saja hanya mengakui bahwa dia adalah dalang perampokan rumah Zaki, motifnya iri karena Zaki lebih sukses. Dia tidak satu katapun melibatkan ayahnya dan juga saudara-saudaranya. Zaki yang merasa lelah menghadapi semuanya, hanya menyerahkan semuanya pada pengacaranya dan tim investigasi dari kepolisian yang dipimpin oleh komandan Rusdi. Zaki hanya fokus menemani istrinya yang terguncang, semua diurus oleh Fahmi. Fahmi yang bekerja keras di sini, sementara perkerjaan kantor diurus oleh Riko. Zaki menyerahkan sepenuhnya pada Riko sebagai ketua tim pengembang yang baru, sementara Pak Hadi menempati jabatan general manajer, sedang pak Anwar masih di posisi manajer HRD.Pagi itu Riswan dan Ahmad berkunjung ke rumah Zaki, sudah dua Minggu Riswan tidak bertemu Nuraini, rasanya sangat rindu sekali. Wanita itu jug
Bab 175Hari ini Nadin kembali ke kediaman Zaki, sudah sebulan dia dirawat di rumah sakit dan sekarang sudah dinyatakan sembuh. Nuraini, Shintia dan Nabila ikut menjemputnya, tak lupa Fahmi dan Zaki juga ikut menjemput, sedang Riswan yang masih di luar kota hanya bisa menelponnya saja. "Jadi kapan lelaki itu mau menikahi Mama?" tanya Zaki dengan penasaran, pasalnya ibunya itu sudah bicara dengan begitu mesra di telpon, membuat anak lelakinya itu merasa jengah."Insyaallah nanti, kalau persoalan kita sudah selesai.""Kalau selesainya setahun lagi, dua tahun lagi, atau gak selesai-selesai gimana? Mama dan om Riswan gak bilah-bilah, gitu? Dosa, Ma. Terlalu lama menjalin hubungan gak jelas begitu." Zaki mencebikan bibirnya ke arah ibunya, harusnya sebagai orang tua mereka itu lebih tau mana itu dosa mana itu pahala. "Jadi Mama harus bagaimana?" tanya Nuraini dengan sangsi, dia sebenarnya masih belum yakin menikah dengan lelaki itu.Hingga suatu hari Riswan pernah menanyakan kenapa dia b