"Dokter Clara—tunggu!" panggil seorang perawat jaga IGD saat Clara ingin masuk ke ruang loker tenaga medis di Rumah Sakit Medika Husada International.Clara pun menunggu Suster Indah yang berlari-lari kecil ke arahnya membawa buket bunga cantik warna-warni. "Dok, ini ada kiriman buat Anda. Tadi barusan kurir toko bunga yang nitip ini di meja pendaftaran pasien IGD," ujar perawat muda itu sembari menata napasnya dan menyerahkan karangan bunga itu ke tangan Clara."Ohh—makasih sudah repot-repot ngejar saya, Suster Indah. Sebenarnya saya juga mau ke ruang IGD habis naruh tas di loker sih!" balas Clara seraya melepas senyum manisnya. Dia melirik kertas pesan yang terselip di buket bunga segar itu di antara Mawar putih dan Anggrek ungu."Oke, saya kembali ke IGD duluan ya, Dokter Clara," pamit Suster Indah lalu membalik badannya menuju ke bagian IGD di bagian barat koridor.'Selamat pagi, Cantik. Aku berharap harimu menyenangkan. Dari pengagum dan pejuang cintamu, Tristan Barata.' Clara me
Sudah berbulan-bulan hidup Mario seolah kacau balau. Beberapa cabang Top Adonis ditutup karena sepi pelanggan, dia hanya mempertahankan 3 cabang utama yang berada di DKI Jakarta. Sehari-hari ia hanya mengurusi Reyvan di rumah dan menolak pekerjaan sebagai model di luar negeri. Turnamen MMA juga hanya selektif ia ikuti yang hanya berjarak dekat dari Jakarta bila ditempuh dengan pesawat hingga suatu ketika Mister Miguel menghubunginya. Mentor MMA Mario itu telah tahu bahwa istri anak didiknya diculik oleh Edward, pewaris Victory Eternal Shipping. Tanpa sengaja ketika ia berkunjung ke Norwegia untuk bertemu kolega yang berkecimpung di bidang MMA juga, dia tak sengaja melewati rumah kastil milik Edward di Alesund. Temannya itu mengatakan rumor yang beredar di kampung bahwa kuadriliuner muda pemilik kastil itu menyekap wanita hingga kurus kering dan kerap memerkosanya.Mister Miguel memang tak mengatakan apa pun kepada koleganya tersebut. Akan tetapi, dia menaruh curiga bahwa wanita itu a
Sesuai janjinya kepada Frederico Marshala, tepat pukul 08.00 waktu Norwegia Mario mulai sibuk bekerja membersihkan karpet lantai kastil abad 18 itu dengan vacum cleaner. Pakaiannya yang berupa celana kain hitam dan kemeja putih lengan panjang ia gulung hingga sesiku. Dia tak ubahnya seperti pelayan lain di rumah Edward. Persetan dengan penampilannya, ia hanya perlu memastikan keberadaan Inez di sana. Perlahan tapi pasti Mario mulai membersihkan tangga menuju ke lantai 2 membawa alat penyedot debu yang dia operasikan di tangannya. Dia melihat ada banyak pintu kamar berderet di lantai 2. Setelah celingukan ke sekelilingnya, Mario mencoba membuka pintu kamar paling ujung, tetapi itu hanya kamar tidur kosong yang sepertinya tak ditempati.Dia lalu mencoba pintu kamar kedua hingga pintu kamar ketujuh yang terkunci. Kuat kecurigaan Mario di kamar nomor tujuh itu ada Inez yang disekap. Dia mencoba memanggil pelan, "Inez ... Inez ..." Namun, tak ada jawaban sama sekali dari dalam.Ternyata t
Mario bergumul sendiri dalam batinnya antara mendatangi Edward di kamar lantai 2 nomor 7 kastil itu atau tidak. Dia yakin istrinya ada di dalam kamar yang dimasuki oleh pria itu tadi. Sejam telah berlalu dan semua karyawan di rumah Edward sudah makan siang. Satu per satu kembali ke pos pekerjaan masing-masing. Demikian pula Mario yang baru bekerja di sana, dia tak boleh terlihat malas atau berleha-leha di jam kerja.Akhirnya dia memutuskan untuk mencoba naik ke lantai 2, dengan langkah ragu Mario mendekati pintu kamar nomor 7 lalu ia menekan perlahan gagang pintu untuk mencoba membukanya. Ternyata tak terkunci dari dalam, ia pun nekad melongokkan kepalanya. Ketika melihat Edward sedang tertidur di atas ranjang memeluk Inez. Rasa cemburu bercampur amarah meledak-ledak di dada Mario tak tertahankan lagi. Tadinya ia ingin mengatur siasat untuk membawa kabur Inez dari kastil abad 18 milik Edward. Namun, jelas ia tak akan pernah sanggup menahan kecemburuannya sebagai seorang suami yang me
"Hajar dia, Guys!" perintah John Whitmann dengan tatapan keras kepada Mario di halaman depan kastil yang dipagar keliling dengan dinding batu setinggi 3 meter dari permukaan tanah.Enam orang pria kekar pengawal Edward menghajar Mario silih berganti hingga seluruh tubuhnya lebam dan berdarah-darah wajahnya. Ada banyak sekali pukulan dan tendangan yang diterima Mario sekalipun dia berusaha menangkis dan melawan. Namun, tetap dia kalah secara jumlah karena dikeroyok."Rasakan itu Mario! Berani-beraninya kau memukuli Master Edward—cari mati rupanya, hmm?" ujar John Whitmann sarat kebencian sembari menjambak rambut di kepala Mario yang terkulai ke tanah karena tubuhnya jatuh tertelungkup kepayahan dihajar banyak orang sekaligus.Sebuah hantaman keras ke arah kepala Mario membuatnya tak sadarkan diri lalu John berkata kepada anak buahnya, "Buang badannya ke sungai seperti perintah Master Edward!""Oke, John!" sahut rekan-rekannya yang kemudian menyeret tubuh besar Mario hingga menggasak ta
"TING TONG." Bel pintu kamar Justin dan Hernandes berbunyi tanda ada tamu, mereka saling bertukar pandang lalu Hernandes bangkit dari sofa seraya berkata, "Mungkin itu Mario!"Ternyata memang benar dugaan Hernandes, tetapi kondisi wajahnya babak belur. Pria itu tertawa saat menepi dari ambang pintu untuk memberi akses kepada Mario masuk ke dalam kamar. "Oke, ada apa dengan sang fighter tangguh?" ujarnya.Mario tak menanggapi sindiran kepala pengawalnya itu, dia langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Barulah setelah mengenakan baju ganti bersih dia bergabung bersama Justin dan Hernandes di ruang tengah.Kemudian Justin berinisiatif untuk bertanya kepadanya, "Mas Mario kenapa kok babak belur begini?"Sebuah desahan lelah meluncur dari Mario sebelum menjawab, "Aku menemukan Inez di kastil milik Edward. Sayangnya aku tertangkap basah hingga dihajar oleh para pengawal lelaki brengsek itu tadi. Ketika aku tak sadarkan diri, mereka melemparkan tubuhku ke sungai yang berali
"Anna Darling, siapa pria itu?!" seru suara bariton di belakang punggung Anna Bianca Blanche yang sangat ia kenal.Wanita itu memutar bola matanya sebelum melepaskan dirinya dari badan kekar Mario yang terbalut kaos ketat hitam dan celana blue jeans. Kemudian Anna tersenyum mendekati dan bergelanyut di leher Christopher, suaminya. Dia menjawab, "Old friend, dia Mario Chandra, fighter MMA asal Indonesia."Sebuah senyum kaku tersungging di bibir Christo dan tidak sampai ke matanya. Tentu saja dia tahu siapa pria brengsek itu. Tanpa sepengetahuan istrinya, Christo telah menyelidiki pria-pria mana saja yang pernah meniduri Anna Bianca Blanche. Tiga bulan lalu, istrinya melahirkan seorang bayi laki-laki dengan durasi kehamilan kurang dari 9 bulan dalam kondisi normal, bukan prematur. Christopher melepaskan belitan tangan Anna dengan lembut, dia melangkah menghampiri Mario yang berdiri mematung di tempatnya. 'Ohh ... rupanya ini ayah dari Michael!' batin Christo dengan geram."Christo!" Pr
Setelah Anna Bianca dan Christo meninggalkan Bandara John F. Kennedy, rekan-rekan Mario yang sedari tadi mengawasi pertemuan ketiga orang yang sempat diwarnai pukulan ke wajah Mario segera menghampiri Mario."Ada apa tadi dengan Anna Bianca Blanche, Mas?" tanya Justin penasaran berdiri bersebelahan dengan Hernandes."Kita cari kedai kopi dulu deh, nanti kuceritakan sambil nongkrong. Panjang pokoknya—" Mario menyeret koper miliknya mendahului kedua rekannya menuju ke Starbuckz lalu mereka masing-masing memesan segelas kopi favorit yang berbeda tipe.Mario duduk di sofa sembari menyeruput Capucinno dingin. Setelah lega, dia pun mulai bercerita, "Jadi pria tadi adalah suami Anna, namanya Christo. Sepertinya dia memang pantas memukulku karena dia menikahi Anna dalam kondisi mengandung benihku."Desahan terkejut dari Justin dan Hernandes sontak terdengar serempak. Hernandes hanya diam menunggu cerita lengkap dari Mario, sedangkan Justin bereaksi, "Apa Anna melahirkan atau menggugurkan jani
Tepat pukul 18.00 WIB, pesawat private jet membawa Edward dan Meirasty yang tetap dikawal oleh John Whitman beserta 2 rekan pengawal lainnya terbang menuju ke Amsterdam. Sekitar 16 jam durasi perjalanan itu tanpa mendarat transit sama sekali. Pukul 04.00 waktu Amsterdam mereka tiba di bandara, memang ada perbedaan waktu kedua negara yang lebih cepat 6 jam di Indonesia bagian barat dengan Amsterdam."Mey, kita check in hotel dulu saja buat istirahat, nanti pukul 11.00 baru mulai jalan-jalan ke kota," ujar Edward menggandeng tangan Meirasty menuruni undakan pesawat private jet itu."Aku ngikut rencana Kak Edu aja," sahut Meirasty mengikuti langkah-langkah lebar kaki suaminya yang bertubuh jangkung itu melintasi lobi bandara internasional Amsterdam. Mereka dijemput karyawan kantor VES dengan mobil SUV hitam merk buatan Belanda.Hotel yang dipilih Edward sengaja sama seperti saat dia menginap di kota itu bersama Inez, Inntel Hotels Amsterdam Zaandam. Saat memasuki kamar yang sama, dia t
"Halo, Pak Edward. Ada sebuah kiriman lukisan dari Nyonya Inez Jansen di kantor VES Jakarta," ujar David Sutomo, sekretaris pribadi Edward yang mengurusi kantornya yang ada di Jakarta Pusat.Pria itu mengerutkan keningnya, dia menduga itu pasti lukisan replika karya Rembrandt berjudul The Storm on The Sea of Galilee yang dulu pernah ia kirimkan untuk mengancam Inez. Kemudian ia pun bertanya, "Apa ada surat yang dikirimkan untukku juga, David?""Ada, Pak Edward. Saya belum membukanya, apa perlu saya fotokan isinya atau bacakan di telepon?" jawab David yang memang sedang memegangi sepucuk surat beramplop putih dengan tulisan tangan di alamat tujuan penerima."Bacakan saja, tapi nanti fotokan juga dan kirim ke nomorku, oke?" balas Edward lalu diam menunggu sekretarisnya membacakan surat dari Inez.David pun membacakan isi surat dari Inez itu, "Hai, Mas Edward. Semoga kabarmu baik-baik saja di sana. Inez ingin mengembalikan lukisan ini, aku harap Mas sudah mengakhiri dendam yang ada di an
Seusai makan malam di rumahnya yang ada di Paris bersama keluarga kecilnya, Edward duduk sendiri dalam ruang kantor rumahnya. Di genggaman tangannya ada beberapa lembar kertas bertuliskan "Surat Pernikahan Kontrak" dimana pada bagian bawah dari surat itu terdapat tanda tangan Meirasty dan juga tanda tangannya sendiri. Sudah hampir 2 tahun ini dia mengenal Meirasty, segalanya berjalan di luar dugaannya. Rencana awalnya untuk menghancurkan rumah tangga Inez dan Mario menggunakan adik kandung Mario memang awalnya berhasil. Namun, dalam perjalanannya justru dirinyalah yang terjerat dalam perasaan cinta yang sulit untuk ditepis olehnya.Inez terlalu keras kepala baginya, wanita itu lebih memilih untuk menjadi gila dibanding merelakan dirinya menjalin percintaan dengannya. Sungguh mengecewakan!Dari informan yang dia bayar untuk memata-matai Inez di rumah wanita itu yang ada di Jakarta, kondisi kesehatan mental dan kejiwaan Inez berangsur pulih sekalipun pada akhirnya dia berhenti bekerja
Sekalipun pernikahan kali ini adalah yang kedua bagi Clara, tetapi dia masih merasakan debaran kencang di dadanya saat mendengar calon suaminya mengucap janji di hadapan penghulu. Ketika semua mengucapkan kata "SAH", dia dan Tristan menghela napas lega. Sekarang mereka berdua adalah pasangan suami istri resmi di mata hukum dan agama."Tris, nitip puteri kesayanganku ya! Tolong kamu bahagiakan dan jaga dia selalu," pesan Inez saat dia menerima sujud sungkem mohon doa restu orang tua dari Tristan, menantu barunya.Kemudian dengan yakin Tristan pun menjawab, "Pasti, Nez. Ehh—Mama Mertua ... aku pasti serius jagain Clara. Mohon doa restunya ya!" Mario yang diam-diam mendengarkan pembicaraan istrinya dengan Tristan pun mendengkus geli. Pasalnya, kedua orang itu pernah terlibat cinta terlarang, sebuah one-night-stand. Dan itu pun karena Tristan merasakan obsesi cinta yang hampir sama dengan Edward. Bedanya, takdir berbicara lain untuk hubungan kedua pria itu dengan Inez."Mama ... Clara, m
Hari-hari selanjutnya setelah Inez kembali ke Jakarta terasa menenangkan. Dia memang terkadang seperti melamun saat sedang sendirian. Namun, histeria mimpi buruknya berangsur mulai jarang muncul. Mario pun mendukung penuh proses pemulihannya dengan tidak memaksakan harus berhubungan suami istri secara intim. Baginya kesehatan mental kejiwaan istrinya jauh lebih penting dibanding memaksakan ego serta kebutuhan biologisnya.Pagi jelang siang itu Nyonya Valeria Jansen, mama mertua Inez dari mendiang suami pertamanya dulu mengunjunginya di rumah. Dia sudah mendengar cerita dari Clara serta Mario mengenai penculikan Edward. Sekalipun bagi dirinya sebagai orang awam terasa absurd peristiwa itu. Namun, begitulah kenyataannya ... ketika seseorang dibutakan oleh obsesi gila segalanya dihalalkan untuk mendapatkan keinginannya."Pagi, Inez!" sapa Nyonya Valeria yang masih begitu sehat berjalan tanpa alat bantu sekalipun rambut sepunggungnya sebagian besar telah memutih. Inez menoleh lalu berjal
Sepasang kekasih yang akan segera menikah beberapa hari ke depan itu duduk berdekatan di bangku ruang tunggu bandara. Clara melihat-lihat berita yang sedang menjadi trending topik di jagad maya melalui layar ponselnya, sedangkan Tristan yang tidak terlalu peduli dengan hal-hal seperti itu lebih tertarik untuk bermesraan dengan kekasihnya.Dia menempelkan badannya dan wajahnya kepada Clara sambil membelai rambut panjang dan wajah pacarnya itu dengan gaya pria yang sedang bucin. Mau tak mau Clara pun menjadi geli sendiri dengan tingkah pacarnya yang menggemaskan. Memang Tristan itu seorang CEO perusahaan berkelas nasional, smart, ganteng, perfectlah pokoknya. Namun, kelakuannya kalau sedang bersamanya seperti bocah yang manja begitu kekanak-kanakan. "Mas Tristan nggak lapar?" tanya Clara iseng.Tristan langsung menegakkan tubuhnya dan menatap Clara. "Apa kamu lapar, Sayangku? Mau dibeliin apa?" tanyanya kembali."Hahaha. Hey, 'kan yang nanya duluan aku! Mas jawab dong," balas Clara ter
"TIIIDAAAAAKKKKK!!" Teriakan nyaring itu seolah memecah keheningan malam di kamar hotel bintang 5 di Swiss. Dengan segera Mario memeluk erat tubuh Inez yang bersimbah keringat dingin dan gemetaran. "Nez, tenang—kamu aman sama Mas sekarang! Edward sudah nggak ada lagi, dia nggak akan bisa ganggu kamu lagi!" bujuk Mario agar istrinya yang sedang mengalami serangan panik akibat trauma itu tenang.Perlahan tubuh Inez mulai rileks kembali dalam dekapan Mario. Kemudian Mario pun bertanya, "Apa kamu butuh minum obat penenang dari Dokter Martina, Sayang?""Sepertinya iya, Mas. Aku akan meminumnya, apa bisa tolong ambilkan?" jawab Inez dengan suaranya yang masih bergetar.Mario berjalan ke kopernya lalu mencari obat yang tadi ditebusnya di bagian farmasi Paracelsus Recovery. Ada keterangan nama obat dan fungsinya di label pembungkus obat yang berjumlah 3 macam itu. Dia memilih tablet kecil berwarna putih bertuliskan 'if necesarry' (bila perlu) yang hanya diberikan pada kondisi serangan panik
Perjalanan udara Jakarta-Zürich menghabiskan waktu sekitar 19 jam lebih, sangat melelahkan memang. Akan tetapi, Mario terlalu rindu kepada Inez. Dia membiarkan Justin dan Hernandes check in ke hotel untuk beristirahat, sedangkan dirinya langsung naik taksi ke Paracelsus Recovery.Dalam perjalanan mobil itu Mario berusaha menenangkan dirinya untuk menghadapi situasi buruk apa pun yang tengah terjadi pada istrinya. Hal yang di luar perkiraan bila Edward mau melepaskan Inez setelah berbulan-bulan lamanya menculiknya. Pastilah ini bukan sesuatu yang Edward sukai karena pria itu terobsesi begitu gila kepada Inez."Sir, Anda sudah sampai di tempat tujuan," ucap sopir taksi yang mengantarkan Mario dari bandara tadi. Mario pun membayar ongkos perjalanannya sesuai argo lalu turun tanpa kopernya. Tadi dia menitipkannya ke Justin untuk disimpan di kamar hotel. Pusat rehabilitasi mental dan ketergantungan obat itu sangat mewah. Karyawan yang bekerja di sana juga sangat kompeten dan nampak profes
Malam itu Mario masih duduk bersandar dengan bantal di kepala ranjangnya sambil memeriksa akun sosial medianya yang mendapat banyak direct messages dari para penggemarnya. Dia tidak membaca isinya hanya mencoba peruntungannya siapa tahu Inez menghubunginya via DM sosial media Mario Chandra official seperti dulu saat dibawa kabur oleh Edward.Suara notifikasi pop up masuk ke ponsel yang tengah ia genggam dan Mario sontak terperangah. User bernamakan Edward L. Sinaga mengiriminya pesan, dengan segera ia menerima permintaan kiriman pesan itu lalu membaca isinya.'Ini aku, Edward. Kalau kau ingin menjemput istrimu, aku akan mengembalikannya dengan beberapa syarat.' Itulah isi pesan dari Edward untuk Mario. "Ohh God, orang psiko itu online, aku harus segera membalasnya!" ucap Mario heboh sendiri lalu mengetikkan balasan pesan untuk Edward.'Oke, aku akan jemput Inez. Katakan syaratnya, Edward!' Jawaban pesan Mario cepat dikirim.Di sisi Edward, pria itu merutuk kesal setengah tak ikhlas m