"Selamat pagi, Bu Inez. Maaf sekali saya harus memberi kabar buruk tentang kondisi keuangan perusahaan." Pak Effendi Widjaja yang menjadi manager keuangan PT. Jansen Pharma duduk sambil membawa laporan keuangan bulan ini di hadapan meja kerja Inez di ruangan CEO.Sedikit terkejut dengan pemberitahuan itu, tetapi Inez sangat paham akar masalah keuangan perusahaannya. Kasus keracunan produk herbal Pria Perkasa itu memberi efek domino ke seluruh performa penjualan produk perusahaannya. Tingkat kepercayaan masyarakat dengan merk obat-obatan PT. Jansen Pharma menurun parah hingga rantai penjualan tersendat."Bisa dijelaskan masalahnya lebih detail, Pak Effendi?" sahut Inez bersedekap di atas meja dan menyimak apa yang akan dikatakan oleh bawahannya.Pria itu membetulkan kaca mata yang bertengger di hidungnya lalu mulai berbicara, "Gaji karyawan bulan ini nilainya lebih besar dari cadangan keuangan perusahaan, Bu Inez. Pendapatan dari penjualan produk sudah mencapai angka terendah hingga su
Hentakan demi hentakan yang membuat senjata laras panjang Mario timbul tenggelam di dalam lembah sempit nan basah milik istrinya. Dia melenguh panjang sebelum menyemburkan magma panasnya ke labirin lembut milik Inez, "Uuugghh!" Sepasang suami istri itu berpagutan bibir dalam pelukan erat di bawah derasnya air shower hangat yang menghujani tubuh mereka berdua. "Mas, kita mandi sebentar terus udahan ya?" ucap Inez seraya memencet pompa shower gel beraroma bunga sakura.Dengan penuh perhatian Inez menyabuni tubuh berotot liat milik suaminya. Lekuk-lekuk otot di dada, perut yang kencang, serta lengan Mario selalu membuat Inez terkagum-kagum. Ia membalurkan busa melimpah itu merata hingga kulit Mario terasa licin di telapak tangannya."Enak banget dimandiin sama Mamanya Reyvan! Gantian ya sekarang, aku yang mandiin kamu, Inez Sayang," ujar Mario lalu mulai meratakan shower gel wangi itu ke tubuh molek yang selalu membuatnya mendamba indahnya bercinta.Bulatan kembar padat lembut di dada I
"Halo, Inez. Lama nggak ada kabar ... kamu baik-baik aja 'kan? Apa ada yang bisa kubantu?" jawab Tristan, pengusaha pemilik perusahaan obat herbal dan produk perawatan kecantikan asal Surabaya yang tadinya menjadi kompetitor PT. Jansen Pharma.Inez tersenyum mendengar sambutan hangat Tristan dengan telepon darinya. Dia pun menjawab, "Halo, Tris. Kabarku sayangnya kurang baik saat ini. Kamu pasti sudah lihat berita tentang kasus keracunan produk herbal Pria Perkasa 'kan?""Hmm ... iya aku sudah baca di koran nasional beritanya. Turut prihatin ya, Nez. Lalu apa yang bisa kubantu? Jangan sungkan katakan saja," sahut Tristan dengan nada simpatik. Dia masih menyukai CEO wanita yang cantik itu."Tris, mitra petani yang mengirim hasil tanaman herbal ke pabrikku masih memiliki banyak kontrak pembelian dari PT. Jansen Pharma, padahal produksi barang dagangan kami sangat menurun karena distribusi tidak lancar. Apa boleh kalau kamu ambil alih pembelian bahan baku herbal itu?" tutur Inez dengan h
Pagi itu Tristan terbang bersama dua orang kepercayaannya dari Surabaya ke Jakarta dengan pesawat Batik Airlines. Perjalanan udara itu bisa dikatakan singkat karena hanya terbang jarak dekat antar provinsi dalam satu Pulau Jawa sebelah timur ke sisi barat.Pukul 10.30 WIB pemberitahuan dari pihak Bandara Soekarno-Hatta terdengar dari pengeras suara. Pesawat yang dinaiki oleh rombongan Tristan dari Surabaya telah tiba. Inez yang menjemput mereka pun telah siap menunggu di deretan penjemput di depan gerbang kedatangan penumpang pesawat domestik.Akhirnya setelah menunggu sekitar 15 menit, Inez pun melihat pria bersetelan jas hitam yang gagah dan rupawan itu berjalan keluar dari gerbang kedatangan penumpang pesawat. Tristan menyunggingkan senyum tampannya di wajahnya dan bergegas menghampiri Inez.Tanpa Inez duga, dia sudah dipeluk dan dicium pipinya kanan kiri oleh Tristan. Ia pun hanya bisa menanggapi dengan sopan dengan berkata, "Welcome to Jakarta ya, Tris! Perjalanannya kuharap tadi
"Ada harga yang harus dibayar untuk sebuah kesepakatan penting, Cantik! Kau butuh aku dan sebaliknya ... aku teramat mendambakanmu," ucap Tristan membelai pipi halus yang terasa sejuk di jemari tangannya.Inez menundukkan wajahnya, dia merasa tak sanggup menahan segala beban ini. Haruskah ia mengorbankan harga dirinya ... kesetiaannya? Demi nasib karyawannya yang sangat banyak itu bukan untuk dirinya, hidupnya tak berkekurangan hingga menghembuskan napas terakhirnya karena tabungannya sudah cukup."Aku menunggumu nanti malam di kamar hotel Park Hyatt Jakarta. Semalam saja, Inez Sayang! Kumohon ... aku janji tak akan menuntut ini itu lagi setelahnya," bujuk Tristan berbisik di tepi telinga Inez lalu menggigit lembut daun telinga wanita cantik itu.Nurani Inez bertarung antara menolak dengan keras dan sebuah kewajiban bertanggungjawab untuk perusahaannya. Bantuan Tristan otomatis akan menyelesaikan segala kemelut yang tengah dihadapi PT. Jansen Pharma. Lidahnya mendadak kelu tak sanggup
Inez mengecup kening suaminya usai berganti pakaian rapi untuk pergi keluar rumah. Saat itu pukul 22.30 WIB, dia berharap Reyvan tak akan menangis mencarinya malam ini. Esok pagi akan menjadi saat yang mengerikan baginya untuk menghadapi kemarahan suaminya. Namun, dia telah memutuskan sebuah pilihan sulit demi kebaikan perusahaannya.Tanpa membuang waktu lagi ia pun bergegas meninggalkan kamar tidurnya dan mengambil kunci mobil sedan Mercedez Benz hitam miliknya yang biasa dikemudikan oleh Pak Torro. Malam ini dia menyetir sendiri ke hotel yang disewa Tristan untuk bermalam di Jakarta. Rasa di dalam dadanya panik dan mencekam, dia memilih jalur neraka untuk menyelamatkan perusahaannya dari kemungkinan bangkrut. Inez pun menyetir di jalanan kota Jakarta yang mulai sepi, hanya beberapa kendaraan pribadi yang masih berada di jalan berpapasan dengannya.Malam yang gelap diterangi semarak lampu di kanan kiri jalan yang menjadi ciri sebuah kota metropolitan. Kehidupan keras yang lebih bany
"Aaarrhhh ... Tris!" Desahan protes bercampur kelelahan itu meluncur dari bibir Inez setelah dirinya berjam-jam melayani gelora gairah pria itu yang seolah tak kunjung padam atas raganya. Entah sudah berapa puncak kenikmatan yang digapai oleh Tristan hingga Inez merasa bagian kewanitaannya mati rasa dan perih karena kering. Peluh di sekujur tubuhnya seperti orang yang mandi karena olahraga malam yang melelahkan di atas ranjang yang terus bergoyang.Bibir Tristan melumat bibir Inez yang memprotes tindakannya itu hingga memerah bengkak. Tristan seolah telah kecanduan tubuh molek Inez dan tak ingin berhenti karena hanya malam ini saja one-night-stand yang ia janjikan. Andai saja ada malam yang lainnya, keluh Tristan menyesali kesepakatannya dengan Inez. Seenak itu tubuh Inez memuaskan dahaganya akan percintaan yang panas.Seusai klimaksnya yang terakhir, Tristan menyudahi aksi gilanya. Dia beranjak dari atas ranjang meninggalkan Inez yang lemas tergolek kelelahan menuju ke kamar mandi u
"Katakan yang sebenarnya—ada apa ini, Nez?" ucap Mario dengan perasaan bercampur aduk. Dia melirik ke kotak ranjang bayi tempat Reyvan masih terbaring tidur dengan nyenyak.Mario pun bangkit berdiri dan meraih lengan Inez untuk beranjak dari posisi berlututnya di lantai kamar. "Kita ngobrol di ruang kerja. Reyvan biar ditemani Bik Asih, bentar kucari orangnya!" ujar Mario sembari menggandeng lengan Inez meninggalkan kamar tidur.Setelah meminta asisten rumah tangganya menjaga Reyvan di kamar tidur, Mario mengajak Inez masuk ke ruang kerja di rumah Inez. Mereka duduk di sofa bersebelahan tanpa bersentuhan. Mario mengulangi pertanyaannya yang belum terjawab tadi, "Jadi apa yang terjadi? Kenapa semalam kamu pergi meninggalkanku, Nez? Kemana kamu pergi?"Inez berusaha menegarkan hatinya dan siap dengan apapun konsekuensi kejujurannya. Dia tak ingin menyembunyikan kesalahannya. Dengan tenang Inez menjawab, "Semalam aku pergi menemui Tristan di Hotel Park Hyatt. Maafkan aku, Mas.""Apa kali