"Halo, Inez. Lama nggak ada kabar ... kamu baik-baik aja 'kan? Apa ada yang bisa kubantu?" jawab Tristan, pengusaha pemilik perusahaan obat herbal dan produk perawatan kecantikan asal Surabaya yang tadinya menjadi kompetitor PT. Jansen Pharma.Inez tersenyum mendengar sambutan hangat Tristan dengan telepon darinya. Dia pun menjawab, "Halo, Tris. Kabarku sayangnya kurang baik saat ini. Kamu pasti sudah lihat berita tentang kasus keracunan produk herbal Pria Perkasa 'kan?""Hmm ... iya aku sudah baca di koran nasional beritanya. Turut prihatin ya, Nez. Lalu apa yang bisa kubantu? Jangan sungkan katakan saja," sahut Tristan dengan nada simpatik. Dia masih menyukai CEO wanita yang cantik itu."Tris, mitra petani yang mengirim hasil tanaman herbal ke pabrikku masih memiliki banyak kontrak pembelian dari PT. Jansen Pharma, padahal produksi barang dagangan kami sangat menurun karena distribusi tidak lancar. Apa boleh kalau kamu ambil alih pembelian bahan baku herbal itu?" tutur Inez dengan h
Pagi itu Tristan terbang bersama dua orang kepercayaannya dari Surabaya ke Jakarta dengan pesawat Batik Airlines. Perjalanan udara itu bisa dikatakan singkat karena hanya terbang jarak dekat antar provinsi dalam satu Pulau Jawa sebelah timur ke sisi barat.Pukul 10.30 WIB pemberitahuan dari pihak Bandara Soekarno-Hatta terdengar dari pengeras suara. Pesawat yang dinaiki oleh rombongan Tristan dari Surabaya telah tiba. Inez yang menjemput mereka pun telah siap menunggu di deretan penjemput di depan gerbang kedatangan penumpang pesawat domestik.Akhirnya setelah menunggu sekitar 15 menit, Inez pun melihat pria bersetelan jas hitam yang gagah dan rupawan itu berjalan keluar dari gerbang kedatangan penumpang pesawat. Tristan menyunggingkan senyum tampannya di wajahnya dan bergegas menghampiri Inez.Tanpa Inez duga, dia sudah dipeluk dan dicium pipinya kanan kiri oleh Tristan. Ia pun hanya bisa menanggapi dengan sopan dengan berkata, "Welcome to Jakarta ya, Tris! Perjalanannya kuharap tadi
"Ada harga yang harus dibayar untuk sebuah kesepakatan penting, Cantik! Kau butuh aku dan sebaliknya ... aku teramat mendambakanmu," ucap Tristan membelai pipi halus yang terasa sejuk di jemari tangannya.Inez menundukkan wajahnya, dia merasa tak sanggup menahan segala beban ini. Haruskah ia mengorbankan harga dirinya ... kesetiaannya? Demi nasib karyawannya yang sangat banyak itu bukan untuk dirinya, hidupnya tak berkekurangan hingga menghembuskan napas terakhirnya karena tabungannya sudah cukup."Aku menunggumu nanti malam di kamar hotel Park Hyatt Jakarta. Semalam saja, Inez Sayang! Kumohon ... aku janji tak akan menuntut ini itu lagi setelahnya," bujuk Tristan berbisik di tepi telinga Inez lalu menggigit lembut daun telinga wanita cantik itu.Nurani Inez bertarung antara menolak dengan keras dan sebuah kewajiban bertanggungjawab untuk perusahaannya. Bantuan Tristan otomatis akan menyelesaikan segala kemelut yang tengah dihadapi PT. Jansen Pharma. Lidahnya mendadak kelu tak sanggup
Inez mengecup kening suaminya usai berganti pakaian rapi untuk pergi keluar rumah. Saat itu pukul 22.30 WIB, dia berharap Reyvan tak akan menangis mencarinya malam ini. Esok pagi akan menjadi saat yang mengerikan baginya untuk menghadapi kemarahan suaminya. Namun, dia telah memutuskan sebuah pilihan sulit demi kebaikan perusahaannya.Tanpa membuang waktu lagi ia pun bergegas meninggalkan kamar tidurnya dan mengambil kunci mobil sedan Mercedez Benz hitam miliknya yang biasa dikemudikan oleh Pak Torro. Malam ini dia menyetir sendiri ke hotel yang disewa Tristan untuk bermalam di Jakarta. Rasa di dalam dadanya panik dan mencekam, dia memilih jalur neraka untuk menyelamatkan perusahaannya dari kemungkinan bangkrut. Inez pun menyetir di jalanan kota Jakarta yang mulai sepi, hanya beberapa kendaraan pribadi yang masih berada di jalan berpapasan dengannya.Malam yang gelap diterangi semarak lampu di kanan kiri jalan yang menjadi ciri sebuah kota metropolitan. Kehidupan keras yang lebih bany
"Aaarrhhh ... Tris!" Desahan protes bercampur kelelahan itu meluncur dari bibir Inez setelah dirinya berjam-jam melayani gelora gairah pria itu yang seolah tak kunjung padam atas raganya. Entah sudah berapa puncak kenikmatan yang digapai oleh Tristan hingga Inez merasa bagian kewanitaannya mati rasa dan perih karena kering. Peluh di sekujur tubuhnya seperti orang yang mandi karena olahraga malam yang melelahkan di atas ranjang yang terus bergoyang.Bibir Tristan melumat bibir Inez yang memprotes tindakannya itu hingga memerah bengkak. Tristan seolah telah kecanduan tubuh molek Inez dan tak ingin berhenti karena hanya malam ini saja one-night-stand yang ia janjikan. Andai saja ada malam yang lainnya, keluh Tristan menyesali kesepakatannya dengan Inez. Seenak itu tubuh Inez memuaskan dahaganya akan percintaan yang panas.Seusai klimaksnya yang terakhir, Tristan menyudahi aksi gilanya. Dia beranjak dari atas ranjang meninggalkan Inez yang lemas tergolek kelelahan menuju ke kamar mandi u
"Katakan yang sebenarnya—ada apa ini, Nez?" ucap Mario dengan perasaan bercampur aduk. Dia melirik ke kotak ranjang bayi tempat Reyvan masih terbaring tidur dengan nyenyak.Mario pun bangkit berdiri dan meraih lengan Inez untuk beranjak dari posisi berlututnya di lantai kamar. "Kita ngobrol di ruang kerja. Reyvan biar ditemani Bik Asih, bentar kucari orangnya!" ujar Mario sembari menggandeng lengan Inez meninggalkan kamar tidur.Setelah meminta asisten rumah tangganya menjaga Reyvan di kamar tidur, Mario mengajak Inez masuk ke ruang kerja di rumah Inez. Mereka duduk di sofa bersebelahan tanpa bersentuhan. Mario mengulangi pertanyaannya yang belum terjawab tadi, "Jadi apa yang terjadi? Kenapa semalam kamu pergi meninggalkanku, Nez? Kemana kamu pergi?"Inez berusaha menegarkan hatinya dan siap dengan apapun konsekuensi kejujurannya. Dia tak ingin menyembunyikan kesalahannya. Dengan tenang Inez menjawab, "Semalam aku pergi menemui Tristan di Hotel Park Hyatt. Maafkan aku, Mas.""Apa kali
"Baik, Para Pemegang Saham yang kami hormati. Jadi Pak Tristan ini adalah pihak yang akan menjadi pihak yang akan membeli 30% saham PT. Jansen Pharma. Perusahaan beliau adalah PT. Cahaya Mustika Ratu di Surabaya, nantinya akan menjadi sister company kita. Tentunya akan membantu rantai distribusi produk yang saat ini tengah tersendat," tutur Inez dengan profesional. Peserta rapat luar biasa pagi itu mengangguk-anggukkan kepala tanda setuju dengan penuturan Inez. Setelah semua pihak tidak ada yang keberatan maka keputusannya bulat untuk melakukan private placement saham kepada pihak perusahaan Tristan. Inez pun berjabat tangan dengan Tristan tanda menerima kesepakatan kerjasama kedua pihak. Dengan spontan Tristan memeluk erat Inez di depan para pemegang saham di ruang rapat itu hingga Inez menegurnya agar tidak lama-lama memeluknya karena akan tampak aneh.Pria tampan itu pun tersenyum manis kepada Inez. Dia lalu menandatangani dokumen yang diperlukan untuk proses private placement ya
Dokter dan perawat IGD menyangka bahwa Tristan adalah suami Inez karena pria itu sangat perhatian saat menjaga Inez di bilik IGD selama wanita itu tak sadarkan diri. Padahal bukan dia suami sah Inez.Sementara suami sah Inez masih bekerja bertarung di atas arena octagon. Hari ini ada kompetisi fighter MMA pro seluruh Indonesia yang diadakan di Sasana Pemuda Sang Timur dimana berlokasi di Jakarta Pusat. Mario seolah melampiaskan kekesalannya kepada Tristan di atas ring octagon. Wajah lawannya semua nampak seperti wajah CEO asal Surabaya itu dan dihajar dengan bengis tanpa kenal ampun.Para atlet MMA yang menunggu giliran mereka bertarung selanjutnya pun begitu ngeri melihat cara Mario bertarung seperti kesetanan. Tinju dan tendangan kakinya begitu kuat hingga lawannya tak tahan lebih dari 5 menit di atas arena. "BUGGHHH!" Suara kaki Mario yang bertemu dengan perut lawannya terdengar keras disusul suara tubuh fighter yang tumbang membentur lantai ring octagon."MARIO! MARIO! MARIO!" S
Tepat pukul 18.00 WIB, pesawat private jet membawa Edward dan Meirasty yang tetap dikawal oleh John Whitman beserta 2 rekan pengawal lainnya terbang menuju ke Amsterdam. Sekitar 16 jam durasi perjalanan itu tanpa mendarat transit sama sekali. Pukul 04.00 waktu Amsterdam mereka tiba di bandara, memang ada perbedaan waktu kedua negara yang lebih cepat 6 jam di Indonesia bagian barat dengan Amsterdam."Mey, kita check in hotel dulu saja buat istirahat, nanti pukul 11.00 baru mulai jalan-jalan ke kota," ujar Edward menggandeng tangan Meirasty menuruni undakan pesawat private jet itu."Aku ngikut rencana Kak Edu aja," sahut Meirasty mengikuti langkah-langkah lebar kaki suaminya yang bertubuh jangkung itu melintasi lobi bandara internasional Amsterdam. Mereka dijemput karyawan kantor VES dengan mobil SUV hitam merk buatan Belanda.Hotel yang dipilih Edward sengaja sama seperti saat dia menginap di kota itu bersama Inez, Inntel Hotels Amsterdam Zaandam. Saat memasuki kamar yang sama, dia t
"Halo, Pak Edward. Ada sebuah kiriman lukisan dari Nyonya Inez Jansen di kantor VES Jakarta," ujar David Sutomo, sekretaris pribadi Edward yang mengurusi kantornya yang ada di Jakarta Pusat.Pria itu mengerutkan keningnya, dia menduga itu pasti lukisan replika karya Rembrandt berjudul The Storm on The Sea of Galilee yang dulu pernah ia kirimkan untuk mengancam Inez. Kemudian ia pun bertanya, "Apa ada surat yang dikirimkan untukku juga, David?""Ada, Pak Edward. Saya belum membukanya, apa perlu saya fotokan isinya atau bacakan di telepon?" jawab David yang memang sedang memegangi sepucuk surat beramplop putih dengan tulisan tangan di alamat tujuan penerima."Bacakan saja, tapi nanti fotokan juga dan kirim ke nomorku, oke?" balas Edward lalu diam menunggu sekretarisnya membacakan surat dari Inez.David pun membacakan isi surat dari Inez itu, "Hai, Mas Edward. Semoga kabarmu baik-baik saja di sana. Inez ingin mengembalikan lukisan ini, aku harap Mas sudah mengakhiri dendam yang ada di an
Seusai makan malam di rumahnya yang ada di Paris bersama keluarga kecilnya, Edward duduk sendiri dalam ruang kantor rumahnya. Di genggaman tangannya ada beberapa lembar kertas bertuliskan "Surat Pernikahan Kontrak" dimana pada bagian bawah dari surat itu terdapat tanda tangan Meirasty dan juga tanda tangannya sendiri. Sudah hampir 2 tahun ini dia mengenal Meirasty, segalanya berjalan di luar dugaannya. Rencana awalnya untuk menghancurkan rumah tangga Inez dan Mario menggunakan adik kandung Mario memang awalnya berhasil. Namun, dalam perjalanannya justru dirinyalah yang terjerat dalam perasaan cinta yang sulit untuk ditepis olehnya.Inez terlalu keras kepala baginya, wanita itu lebih memilih untuk menjadi gila dibanding merelakan dirinya menjalin percintaan dengannya. Sungguh mengecewakan!Dari informan yang dia bayar untuk memata-matai Inez di rumah wanita itu yang ada di Jakarta, kondisi kesehatan mental dan kejiwaan Inez berangsur pulih sekalipun pada akhirnya dia berhenti bekerja
Sekalipun pernikahan kali ini adalah yang kedua bagi Clara, tetapi dia masih merasakan debaran kencang di dadanya saat mendengar calon suaminya mengucap janji di hadapan penghulu. Ketika semua mengucapkan kata "SAH", dia dan Tristan menghela napas lega. Sekarang mereka berdua adalah pasangan suami istri resmi di mata hukum dan agama."Tris, nitip puteri kesayanganku ya! Tolong kamu bahagiakan dan jaga dia selalu," pesan Inez saat dia menerima sujud sungkem mohon doa restu orang tua dari Tristan, menantu barunya.Kemudian dengan yakin Tristan pun menjawab, "Pasti, Nez. Ehh—Mama Mertua ... aku pasti serius jagain Clara. Mohon doa restunya ya!" Mario yang diam-diam mendengarkan pembicaraan istrinya dengan Tristan pun mendengkus geli. Pasalnya, kedua orang itu pernah terlibat cinta terlarang, sebuah one-night-stand. Dan itu pun karena Tristan merasakan obsesi cinta yang hampir sama dengan Edward. Bedanya, takdir berbicara lain untuk hubungan kedua pria itu dengan Inez."Mama ... Clara, m
Hari-hari selanjutnya setelah Inez kembali ke Jakarta terasa menenangkan. Dia memang terkadang seperti melamun saat sedang sendirian. Namun, histeria mimpi buruknya berangsur mulai jarang muncul. Mario pun mendukung penuh proses pemulihannya dengan tidak memaksakan harus berhubungan suami istri secara intim. Baginya kesehatan mental kejiwaan istrinya jauh lebih penting dibanding memaksakan ego serta kebutuhan biologisnya.Pagi jelang siang itu Nyonya Valeria Jansen, mama mertua Inez dari mendiang suami pertamanya dulu mengunjunginya di rumah. Dia sudah mendengar cerita dari Clara serta Mario mengenai penculikan Edward. Sekalipun bagi dirinya sebagai orang awam terasa absurd peristiwa itu. Namun, begitulah kenyataannya ... ketika seseorang dibutakan oleh obsesi gila segalanya dihalalkan untuk mendapatkan keinginannya."Pagi, Inez!" sapa Nyonya Valeria yang masih begitu sehat berjalan tanpa alat bantu sekalipun rambut sepunggungnya sebagian besar telah memutih. Inez menoleh lalu berjal
Sepasang kekasih yang akan segera menikah beberapa hari ke depan itu duduk berdekatan di bangku ruang tunggu bandara. Clara melihat-lihat berita yang sedang menjadi trending topik di jagad maya melalui layar ponselnya, sedangkan Tristan yang tidak terlalu peduli dengan hal-hal seperti itu lebih tertarik untuk bermesraan dengan kekasihnya.Dia menempelkan badannya dan wajahnya kepada Clara sambil membelai rambut panjang dan wajah pacarnya itu dengan gaya pria yang sedang bucin. Mau tak mau Clara pun menjadi geli sendiri dengan tingkah pacarnya yang menggemaskan. Memang Tristan itu seorang CEO perusahaan berkelas nasional, smart, ganteng, perfectlah pokoknya. Namun, kelakuannya kalau sedang bersamanya seperti bocah yang manja begitu kekanak-kanakan. "Mas Tristan nggak lapar?" tanya Clara iseng.Tristan langsung menegakkan tubuhnya dan menatap Clara. "Apa kamu lapar, Sayangku? Mau dibeliin apa?" tanyanya kembali."Hahaha. Hey, 'kan yang nanya duluan aku! Mas jawab dong," balas Clara ter
"TIIIDAAAAAKKKKK!!" Teriakan nyaring itu seolah memecah keheningan malam di kamar hotel bintang 5 di Swiss. Dengan segera Mario memeluk erat tubuh Inez yang bersimbah keringat dingin dan gemetaran. "Nez, tenang—kamu aman sama Mas sekarang! Edward sudah nggak ada lagi, dia nggak akan bisa ganggu kamu lagi!" bujuk Mario agar istrinya yang sedang mengalami serangan panik akibat trauma itu tenang.Perlahan tubuh Inez mulai rileks kembali dalam dekapan Mario. Kemudian Mario pun bertanya, "Apa kamu butuh minum obat penenang dari Dokter Martina, Sayang?""Sepertinya iya, Mas. Aku akan meminumnya, apa bisa tolong ambilkan?" jawab Inez dengan suaranya yang masih bergetar.Mario berjalan ke kopernya lalu mencari obat yang tadi ditebusnya di bagian farmasi Paracelsus Recovery. Ada keterangan nama obat dan fungsinya di label pembungkus obat yang berjumlah 3 macam itu. Dia memilih tablet kecil berwarna putih bertuliskan 'if necesarry' (bila perlu) yang hanya diberikan pada kondisi serangan panik
Perjalanan udara Jakarta-Zürich menghabiskan waktu sekitar 19 jam lebih, sangat melelahkan memang. Akan tetapi, Mario terlalu rindu kepada Inez. Dia membiarkan Justin dan Hernandes check in ke hotel untuk beristirahat, sedangkan dirinya langsung naik taksi ke Paracelsus Recovery.Dalam perjalanan mobil itu Mario berusaha menenangkan dirinya untuk menghadapi situasi buruk apa pun yang tengah terjadi pada istrinya. Hal yang di luar perkiraan bila Edward mau melepaskan Inez setelah berbulan-bulan lamanya menculiknya. Pastilah ini bukan sesuatu yang Edward sukai karena pria itu terobsesi begitu gila kepada Inez."Sir, Anda sudah sampai di tempat tujuan," ucap sopir taksi yang mengantarkan Mario dari bandara tadi. Mario pun membayar ongkos perjalanannya sesuai argo lalu turun tanpa kopernya. Tadi dia menitipkannya ke Justin untuk disimpan di kamar hotel. Pusat rehabilitasi mental dan ketergantungan obat itu sangat mewah. Karyawan yang bekerja di sana juga sangat kompeten dan nampak profes
Malam itu Mario masih duduk bersandar dengan bantal di kepala ranjangnya sambil memeriksa akun sosial medianya yang mendapat banyak direct messages dari para penggemarnya. Dia tidak membaca isinya hanya mencoba peruntungannya siapa tahu Inez menghubunginya via DM sosial media Mario Chandra official seperti dulu saat dibawa kabur oleh Edward.Suara notifikasi pop up masuk ke ponsel yang tengah ia genggam dan Mario sontak terperangah. User bernamakan Edward L. Sinaga mengiriminya pesan, dengan segera ia menerima permintaan kiriman pesan itu lalu membaca isinya.'Ini aku, Edward. Kalau kau ingin menjemput istrimu, aku akan mengembalikannya dengan beberapa syarat.' Itulah isi pesan dari Edward untuk Mario. "Ohh God, orang psiko itu online, aku harus segera membalasnya!" ucap Mario heboh sendiri lalu mengetikkan balasan pesan untuk Edward.'Oke, aku akan jemput Inez. Katakan syaratnya, Edward!' Jawaban pesan Mario cepat dikirim.Di sisi Edward, pria itu merutuk kesal setengah tak ikhlas m