Aku bersiul pelan saat keluar dari kamarku. Sekarang masih di pukul 06.30 tetapi aku harus segera berangkat karena ada jadwal piket kelas. Akan tetapi, saat aku turun ke lantai bawah, aku melihat sosok asing duduk di samping Abizar. Aku terdiam di anak tangga terakhir. Siapa lagi pemuda ini? Dia terlihat akrab dengan Abizar lantaran beberapa kali mengusak rambut Abizar yang biasanya selalu tertata rapi. Tante Sandra juga terlihat sesekali mengomelinya. Lalu mereka semua menyambutnya dengan tawa. Vibesnya sangat berbeda dengan keluarga Bimantara biasanya. “Ah, kemari sayang!” panggil Tante Sandra saat sadar akan keberadaanku. Aku sedikit gelagapan saat semua mata menatap ke arah ku. Karena sudah dipanggil, aku ikut bergabung dengan mereka di meja makan. Aku duduk di samping Tante Sandra yang mana itu tepat di depan pemuda asing tadi. Ketika melihatnya dari dekat, aku baru sadar ada bekas luka di bagian dahi pemuda asing itu. Luka yang terlihat cukup parah karena hampir seperempat w
Sepanjang pelajaran berlangsung, aku tak bisa fokus. Aku kepikiran masalah tadi pagi. Aku masih penasaran dengan tuduhan Abizar padaku. Belum lagi sikap Kak Rangga yang berubah 180 derajat saat tahu namaku.Sebenarnya apa yang terjadi antara Keyla, Abizar dan Kak Rangga? Lalu, mengapa pula Abizar menuduhku sembarangan seolah kami pernah bertemu di masa lalu. Sekuat apapun aku mencoba mengulik ingatanku, aku tak bisa menemukan memori kebersamaan kami.Aku terkekeh pelan. Abizar pasti salah mengira Keyla adalah aku di masa lalu. Padahal aku sudah pindah dari kota sejak umur 7 tahun. Ya! Pasti dia salah paham."Keyra, maju ke depan!"Aku tersentak saat guru yang menjelaskan di depan memanggil namaku dengan raut wajah marah. Semua mata teman-teman sekelasku juga tengah menatapku. Astaga!Dengan terpaksa aku maju ke depan sesuai instruksi guru. Tatapan tajam Guru itu membuatku kikuk."Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dalam ilmu ekonomi!" tanya guru dengan suara tegas.Aku
Tak butuh waktu lama untuk kami tiba di rumah Ayah. Aku menarik napas dalam-dalam sebelum membuka pintu mobil. Entah kenapa perasaanku masih tidak enak sejak Keyla memintaku untuk pulang bersama.“Silahkan, Non!” Aku tersentak karena keduluan Paman Sopir membukakan pintu untukku.“Ah, iya Paman. Terima kasih!” ujarku bercampur malu. Aku buru-buru turun untuk menyusul Keyla yang sudah sampai di depan pintu utama.“Eh, Sopir nggak usah ikut masuk!” kata Keyla dengan bersedekap dada.“Loh, kenapa? Paman juga pengawal yang ditugaskan Tante Sandra, kok. Tenang aja!” jelasku agar Paman bisa masuk juga.“Pokoknya nggak boleh! Papa bilang cuma kamu yang bisa masuk!” tekan Keyla.Aku menatap Paman dengan rasa bersalah. Aku memohon ke paman agar menunggu di luar saja. Meski dengan berat hati, Paman mengiyakan asal aku tidak lama-lama di dalam.Setelah itu, aku ikut Keyla masuk. Kami terus berjalan menuju lantai dua. Sampai ke ruang kerja Ayah, Keyla mengetuk pintunya.“Pa, dia udah di sini!” uja
“Sakit! Sakit, Yah! Tolong!” pintaku, suaraku bergetar di antara rasa sakit yang tak kunjung reda.Namun, Ayah hanya menatapku dengan ekspresi jengah. Tak ada belas kasih di matanya, seolah rintihanku hanyalah kebisingan yang mengganggunya.“Ck, dasar merepotkan! Makanya jangan memberontak!” hardiknya, sebelum menarikku berdiri dengan kasar.Aku terseret beberapa kali saat tak mampu mengimbangi langkahnya, tubuhku terantuk lantai dingin, tetapi Ayah tetap menyeretku tanpa peduli. Aku menggigit bibir menahan erangan, bukan hanya karena sakit kepala yang menyiksa, tetapi juga ketakutan yang menyesakkan dadaku.Saat mencapai teras depan, Ayah mendorongku begitu saja. Aku nyaris terhempas ke tanah jika bukan karena Paman Sopir yang sigap menangkap tubuhku.“Non, apa yang terjadi?” Suaranya penuh kepanikan.“Bawa dia kembali!” perintah Ayah, seakan aku hanyalah barang yang merepotkan.Paman Sopir menatapnya dengan ragu. “Tuan, Nona Keyra terlihat sangat kesakitan. Apa yang sebenarnya terjad
Abizar berdiri di hadapanku dengan mendengus sinis seolah jengah melihatku yang masih pucat itu. “Kalau memang tidak apa-apa tidak usah terlalu caper seperti tadi. Norak!” cibir Abizar. “Abizar!” tegur Tante Sandra. Pemuda yang ditegur hanya memutarkan bola mata. Mungkin dia pikir aku hanya pura-pura makanya dia jutek begitu. "Sepertinya dia sengaja merengek sakit begitu. Pasti ini yang disuruh sama Paman Wira, kan?" Abizar melempar dokumen ke atas meja. Aku mendelik saat menyadari dokumen itu adalah dokumen dari Ayah. Buru-buru aku menariknya dan menyembunyikannya. "Tidak, kok! Ayah tidak menyuruhku! Tidak ada hubungannya dengan dokumen ini," kilahku. Namun Abizar mendengus sinis. Apa mungkin dia sudah membaca isi dokumen? Makanya dia bisa menebak tujuan dari Ayah mengirim ku pulang. "Sudah! Sudah! Kalian jangan bertengkar lagi. Kasihan Keyra. Nanti dia bisa sakit kepala lagi kalau diteruskan." Tante Sandra segera menengahi. Abizar mencebik pelan sebelum pergi meninggalkan
Aku membaringkan tubuhku dengan nyaman. Padahal aku belum mengganti baju seragamku. Tetapi aku terlalu lelah untuk bergerak sekarang. Biarlah aku memejamkan mataku sebentar saja.“Kamu sudah makan?”Aku membuka mataku saat Kak Rangga memasuki kamarku. Sontak saja aku mengubah posisi jadi duduk bersandar.“Eh, berbaring saja, Dek!” kata Kak Rangga.Mana bisa! Ketika seorang pria yang bukan mahramku masuk ke kamar, mana bisa aku berbaring di depannya?Kak Rangga duduk di pinggir ranjangku, lalu mengusap pucuk kepalaku dengan lembut. Aku merasakan dadaku berdesir karena baru kali ini aku mendapatkan sikap manis dari lawan jenis.Apalagi wajah Kak Rangga yang rupawan pasti membuat banyak gadis tertawan. Jantungku berdegup kencang sampai-sampai aku takut dia bisa mendengarnya.“Kakak minta maaf soal sikap Abizar tadi, ya. Mungkin dia sedang ada masalah lain sehingga malah melampiaskan kemarahannya padamu. Kakak harap kamu bisa memaafkan tindakannya yang kasar tadi,” pinta Kak Rangga.Aku te
Aku menatap jam di layar ponsel. Sudah jam 3 sore, namun belum ada tanda-tanda Kak Rangga pulang. Aduh, bisa gawat kalau Abizar pulang duluan sebelum Kak Rangga. Rencanaku pasti akan gagal. “Semoga mobilnya bocor di jalan atau ada kegiatan sampai malam gitu. Semoga dia tidak pulang cepat! Tolong buat dia pulang terlambat!” rapalku dengan menutup mata dan menangkup tangan di atas kepala. Kali ini aku bersungguh-sungguh meminta ke Tuhan. Jika aku gagal dalam misi kali ini, aku tidak tahu apalagi yang akan Ayah lakukan. Chessh! Aku terkesiap saat pipiku mendadak ditempeli benda dingin. Sontak saja aku mendongak untuk melihat pelakunya. Ternyata itu Kak Rangga! Mataku langsung berbinar melihat penyelamatku datang. “Baru tiba, Kak?” Aku berseru sambil melompat dari sofa. Kak Rangga menaikkan satu alisnya. Dia menatapku aneh karena aku terlalu sumringah untuk menyambutnya. Aku saat ini terlampau senang karena Kak Rangga pulang duluan sebelum Abizar. “Iya, Kakak baru sampai rumah. Nih
Aku mengetik cepat di laptop, mencoba menyempurnakan proposal sesuai masukan Abizar. Jari-jariku terasa kaku, bukan karena lelah, tapi karena tekanan. Di belakangku, dia berdiri seperti bayangan yang tidak pernah lepas, dengan tangan terlipat dan tatapan tajamnya menembus layar. “Gimana?” Aku menunjuk bagian rencana keuangan yang baru saja kusesuaikan. Suaraku terdengar sedikit ragu. Abizar melangkah mendekat, matanya meneliti angka-angka yang kutampilkan. “Laporan biaya operasionalnya nggak realistis,” katanya dengan nada datar tapi menusuk. “Angka ini terlalu kecil untuk skala proyek sebesar itu. Ulangi lagi.” Aku menarik napas panjang, mencoba menahan diri agar tidak meledak. Tanganku kembali mengetik, meski kali ini gerakannya lebih keras, hampir seperti aku sedang memukul keyboard. “Kamu tahu nggak, aku sebenarnya bisa saja menolak melakukan ini?” gumamku sambil mengetik. “Tapi aku tetap berusaha, karena aku mau ini selesai.” Tanpa menoleh, Abizar menjawab dengan nada yang me
“Abizar, sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Tante Sandra.Saat ini mereka telah berkumpul di ruang keluarga setelah menggantikan pakaian basah Keyra serta memastikan gadis itu terlelap. Tante Sandra gelisah melihat kondiis Keyra yang masih sedikit sesegukan meski matanya sudah terpejam.Abizar yang ditanyai menghela napas berat. Dia menegakan tubuhnya dengan wajah yang berkerut, mengingat kejadian di kediaman Sanjaya.“Tadi kami sudah pindah ke halaman depan, Ma. Hanya Keyra dan Keyla yang berada di samping kolam. Setelah itu, kami mendengar suara teriakan dari arah kolam. Saat aku ke sana, mereka sudah sama-sama tenggelam,” jelas Abizar.Mendengar penjelasan itu, Kak Rangga mendengus pelan. Sepertinya dia sudah bisa menebak apa yang terjadi dengan si Kembar. Apakah Abizar tak bisa melihat kebenarannya? Atau hanya berusaha menutupi kebenaran demi gadis kesayangannya?Reaksi Kak Rangga barusan membuat semua orang menatapnya heran. Terutama Abizar, karena Kakaknya terlihat sedang terta
Di pinggir kolam, para tamu bergerombol melihat kondisi dari dua gadis yang sedang berulang tahun hari itu. Keyla memeluk erat Abizar, seolah tak mau melepaskan. Sedangkan, Keyra dengan tubuh bergetar hebat berusaha ditenangkan oleh dua sahabatnya.Kerumunan itu semakin padat. Sudut bibir Keyla terangkat. Sesuai dengan rencananya, mereka telah menjadi pusat perhatian. Bahan bakarnya sudah siap, hanya butuh percikan api.Keyla memulai dramanya dengan terbatuk pelan. Dengan ekspresi yang dia buat ketakutan, dia menggigil dan merapatkan tubuhnya ke Abizar. Matanya berkaca-kaca, tubuhnya tampak gemetar hebat."A-Abizar... A-aku takut... Aku nggak bisa napas di dalam air...," suaranya bergetar, penuh kepanikan.Abizar menghela napas, menatap Keyla yang tampak sangat ketakutan. Yang dia tahu bahwa gadis itu memiliki fobia terhadap kedalaman. Abizar pernah menjahili si Kembar saat usia 5 tahun. Dari situlah Keyla pasti benar-benar trauma terhadap kolam dan kedalaman.Tak jauh beda kondisinya
Halaman samping sudah kosong, menyisakan Keyla dan Keyra saja. Setelah memastikan kondisi aman, Keyla tiba-tiba mendorong kembarannya.“Menjauh dari Abizar!” sentak Keyla.Keyra yang mendapat serangan tiba-tiba tentunya bingung. Alisnya tertekuk karena tak merasa menyinggung Keyla akhir-akhir ini.“Maaf Keyla. Aku nggak tahu apa maksudmu. Tapi... untuk menjauhi Abizar, sepertinya untuk sekarang aku nggak bisa,” ujar Keyra.Dia terbayang desakan dari keluarga Bimantara yang mengikatnya serta kecurigaan yang berhubungan dengan hilangnya ibunya. Keyra tak bisa meninggalkan kediaman itu sebelum tahu jawabannya.“Kalau gitu, stop Caper sama dia! Stop sengaja nempel-nempel ke dia! Apalagi sengaja keliatan kasihan di depan dia,” cerca Keyla.Keyla menghela napas berat. Dia bosan melihat sikap posesif Keyla terhadap Abizar. Juga bosan terus-terusan dituduh begini.“Keyla, ada yang harus aku luruskan terlebih dahulu. Suamiku, orang yang menikah denganku adalah-”“Abizar!” potong Keyla cepat. G
Keyla kembali ke halaman samping bersama teman-temannya. Di sana dia melihat pemandangann yang mengiritasi matanya. Keyra dengan murah hati memotong kue ulang tahun mereka menjadi kecil-kecil dan membagikannya ke seluruh tamu yang ingin mencicipi.Namun bukan hanya itu saja yang membuat Keyla semakin jengkel pada kembarannya. Keyra membagikan kue itu bersama dengan Abizar yang menjadi momen itu terlihat begitu manis.“Silahkan! Ambil saja, jangan malu-malu. Jika satu potong kurang, kalian bisa ambil lagi,” ujar Keyra dengan ramah. Dia mengambil piring kecil oleh masing-masing orang, lalu mengambilkan sepotong kue sebelum diberikan kembali kepada yang punya.“Abizar! Bisa lebih cepet nggak sih motong kuenya? Udah mau kehabisan, nih!” dumel Keyra pada Abizar yang memegang pisau potong.“Sabar lah! Bawel banget!” balas Abizar mulai kesal.Ngapain juga dia mendadak jadi asisten Keyra untuk memotong kue-kue ini? Padahal tadi niat Abizar ingin langsung bertanya ke Keyra mengenai hal-hal yan
Abizar mendatangi Keyra yang masih belum menyadari kedatangannya. Hatinya semakin gelisah melihat gadis itu tampak linglung, seolah pikirannya melayang ke tempat lain. Alisnya berkerut dalam, lalu dia memanggilnya."Keyra!"Gadis itu tersentak. Dia mendongak, dan tatapannya langsung bertemu dengan Abizar. Seketika, tangannya mengepal di atas paha. Pikirannya langsung teringat pada percakapan dengan ayahnya.‘Dia ke sini? Aku harus menanyakan soal Ibu. Abizar pasti tahu sesuatu.’Keyra segera berdiri, ingin menghampiri Abizar. Namun, dia kalah cepat.Tiba-tiba, Keyla sudah lebih dulu menggandeng lengan Abizar dengan erat, seolah tak ingin memberinya kesempatan mendekati Keyra."Emm, Abizar. Acara utama ulang tahunku akan dimulai. Ayo kita bersiap ke sana!" ujar Keyla, tersenyum manis sambil menunjuk meja tempat kue berada.Abizar diam sejenak. Matanya yang tajam menatap Keyla dengan penuh ketidaksukaan. Namun, gadis itu tetap bertahan dengan senyumannya, berpura-pura tak menyadari tata
Acara pesta terus berlanjut dengan terbagi menjadi dua kelompok. Tamu yang sudah dewasa akan di arahkan menuju aula utama kediaman Sanjaya. Sementara generasi muda, mereka tersebar dari halaman depan hingga halaman samping dekat kolam berenang.Tempat utama untuk anak muda adalah halaman samping dekat kolam berenang. Di sana sudah ada kue ulang tahun yang tersusun tinggi berwarna putih dengan hiasan buah strawberry memenuhi sekitar kue.Suasana yang begitu mewah tak menggunggah minat Keyra sama sekali. Saat ini yang ada di pikirannya hanyalah perihal ibunya. Keyra tak percaya jika terjadi sesuatu yang buruk, apalagi sampai.... Ah, tidak!'Ibu pasti baik-baik saja!' Keyra berusaha menguatkan hatinya."Keyra..., kamu nggak apa-apa, kan?" Tanya Giselle yang dari tadi sudah memperhatikan Keyra.Gadis itu mulai khawatir lantaran Keyra hanya diam. Sesekali terlihat linglung dan tidak fokus. Giselle mengusap bahu Keyra untuk memberikan sedikit semangat."Jangan diem aja, Ra. Kami tahu kamu p
“Selamat datang di acara Ulang Tahun yang megah ini! Terima kasih para tamu undangan yang menyempatkan waktu untuh hadir bersama kami. Kami harap, kalian bisa menikmati pesta sampai ke penghujung acara!”Suara riuh menggema di lantai bawah. Di salah satu balkon yang ada di lantai dua, Keyra berdiri menatap datar kerumunan orang yang berkumpul di halaman. Tangannya meremat pinggiran penghalang balkon. Sekeras apapun dia menolak, pada akhirnya dia tetap ditarik paksa pulang ke rumah Ayahnya.Keyra mengingat dengan jelas, kemarin Keyla datang memintanya untuk pulang. Dia sudah menolaknya, bahkan seluruh keluarga Bimantara juga sudah tak setuju. Akan tetapi, ayahnya menggunakan Raja Terakhir untuk membujuknya.Kakek Wijaya, sesepuh keluarga Sanjaya yang menjadi pengikat hubungan keluarga Sanjaya dan Bimantara saat ini. Kakek datang dengan ramah tamah seperti biasa. Dia menjemput Keyra dengan alasan yang sama seperti Keyla. Namun jelas Keyra merasa ada maksud terselubung.“Permisi, Nona! A
Di gazebo samping kolam berenang, Keyra duduk termenung sendirian. Matanya tak lepas dari amplop di atas meja. Keyra sampai sekarang belum membuka amplop dari Kevin itu.Dia merasa berat untuk membukanya. Amplop itu bukan sekedar berisi gaji, namun juga segala kenangan serta kerja kerja kerasnya. Juga gumpalan harapannya yang sudah mati.Desahan lelah keluar dari bibir gadis itu. Dia sangat jenuh sejak dijemput pulang. Bukan hanya tak bisa kembali bekerja. Namun penggunaan ponsel pun dibatasi. Keyra menjambak rambutnya frustrasi.‘Kapan aku bisa bebas?’ jerinya dalam hati.“Ngapain, Dek?!”Tangan Keyra ditahan oleh Kak Rangga yang kebetulan sedang lewat dekat sana. Keyra terkejut melihat kedatangan Kak Rangga. Buru-buru dia tarik kembali tangannya.“Kamu ngapain jambak-jambak rambutmu sendiri? Kayak gitu nggak baik, Dek. Jangan sakiti dirimu sendiri!” omel Kak Rangga.“E-eh, Kak... Aku... rambutku cuma gatal kok, Kak. Makanya aku nggak nyaman banget. Bu-bukan maksudku mau menyakiti di
Beberapa hari berlalu, Keyra seutuhnya telah menjadi tahanan rumah. Dia sekarang tak jauh beda dengan burung dalam sangkar. Setiap pergerakannya dibatasi dan diawasi.Keyra tak bisa lagi bekerja paruh waktu. Bahkan sekedar datang kafe untuk memberitahu ibu Kevin bahwa dirinya mengundurkan diri pun tak bisa. Hanya pesan singkat melalui chat yang bisa Keyra kirimkan kepada Kevin.Lantaran kejanggalan yang terjadi beberapa hari ini, Kevin menarik Keyra saat istirahat tiba. Kevin sengaja melakukan hal itu karena Keyra biasanya akan langsung menghilang saat bel istirahat sudah berkumandang. Hari ini, dia tak akan ketinggalan lagi.“Lepas Vin! Kita mau kemana, sih?” sentak Keyra berusaha melepaskan cekalan Kevin.“Ikut aku bentar, Ra. 5 menit aja!” ujar Kevin tanpa menoleh.Pemuda itu berjalan lurus membelah koridor yang mulai ramai. Kevin juga sudah mengancam ke Giselle dan Ririn agar tak mengekori. Dia butuh ruang untuk bisa menanyakan banyak hal yang membuatnya curiga.Di sudut koridor de