Hari itu, suasana sekolah lebih meriah dari biasanya. Panggung besar berdiri megah di lapangan, dihiasi balon dan bendera warna-warni. Perayaan HUT sekolah kali ini memberikan kami jam bebas selama tiga hari untuk berbagai acara. Semua orang bersemangat menyambutnya.Aku menarik napas dalam, mencoba membiarkan suara riuh ini mengisi kepalaku, mengusir pikiran tentang kebohongan Abizar yang terus menghantui. Hatiku masih terasa sesak setiap kali mengingat bagaimana Keyla menertawakanku dan membongkar fakta bahwa suamiku bukanlah Abizar, melainkan Kak Rangga.Aku muak, tapi aku tidak ingin tenggelam dalam kesedihan. Jika aku terus memikirkan hal itu, aku hanya akan terperangkap dalam perasaan tidak berharga. Jadi, aku memutuskan untuk larut dalam euforia HUT SMA Nusa Bangsa.“Keyra, ayo!” panggil Giselle yang sudah tidak sabar.Aku tersenyum melihat betapa semangatnya dia. Kami bersama-sama menuju lapangan dengan setelan seragam olahraga lengkap.“Lihat tuh, udah mau dimulai. Ayo kita be
Setelah sedikit panik dan mencoba mengeringkan gaun dengan bantuan Giselle dan Ririn, aku akhirnya memutuskan untuk tetap tampil meski gaunku belum sepenuhnya kering dan noda kemerahan akibat minuman yang tumpah semakin menyebar.“Nggak apa-apa, yang penting nyanyi dari hati. Penonton nggak akan peduli soal baju kalau penampilan kita bagus,” ucap Giselle dengan senyum menyemangati.“Nggak terlalu keliatan basah, kok. Aman udah!” imbuh Ririn.Aku mengangguk, mencoba meyakinkan diriku. Kevin sudah menunggu di belakang panggung dengan gitar di tangannya. Saat dia melihatku datang, dia sempat terdiam, menatap noda samar di gaunku.“Apa itu kena minuman soda?” tebak Kevin saat melihat warna merah yang hampir memudar di gaunku.“Heheh... iya Vin. Aku ceroboh tadi. Maaf ya!” ujarku merasa bersalah.Tanpa aku duga, Kevin pergi meninggalkanku. Saat kupikir dia marah karena gaun itu telah ternoda, Kevin kembali dengan membawa sekaleng soda warna merah. Dia membukanya dan menyiramkan sedikit ke j
Pagi itu, aku bangun dengan tubuh yang masih letih karena acara puncak HUT semalam. Karena hari Minggu, aku ingin bermalas-malasan sedikit di tempat tidur. Namun ada seseorang yang mengetuk pintu kamarku. “Keyra, kamu sudah bangun?” Suara Tante Sandra terdengar dari luar. Aku ingin sekali tak menjawab agar Tante Sandra mengira aku masih terlelap. Namun sadar bukan di rumah sendiri, aku buru-buru turun dan membuka pintu untuk Tante Sandra. “Udah kok, Ma!” jawabku ketika pintu sudah terbuka. “Bagus! Cepat mandi dan segera turun, ya!” kata Tante Sandra. Aku ingin bertanya namun Tante Sandra sudah berpindah ke kamar depan, kamar Abizar untuk membangunkan pemuda itu. Aku mengurungkan niatku, dan memilih untuk mandi saja. Selesai berganti baju, aku segera turun. Ternyata semua orang sudah menungguku. Tampilan mereka sangat rapi seolah ingin pergi keluar. ‘Apa kita akan sarapan di luar?’ batinku. Sekarang aku merasa salah kostum sendiri lantaran hanya menggunakan baju santai yang b
Melihat seorang Nenek yang kesulitan, nuraniku bergerak ingin membantu. Akan tetapi, aku melupakan tempat ku berada saat ini di kediaman utama Bimantara. Aku buru-buru turun karena para tamu lain sudah berkumpul sambil melontarkan cibiran untukku. “Nenek, ini buahnya,” kataku sambil memberikan buah itu. Wanita tua itu tersenyum lembut. “Terima kasih, Nak. Tidak banyak yang berani melakukan hal seperti ini untukku.” Seorang tamu mencoba menegurku lagi, tetapi wanita itu mengangkat tangannya. “Cukup!” Semua orang langsung terdiam. Aku terpana karena tak menyangka hanya dengan satu kata dari Nenek bisa membuat semua tamu terdiam. “Pohon ini memang ditanam oleh suamiku, tapi untuk memberikan kebahagiaan, bukan untuk menjadi monumen yang hanya dilihat tanpa arti. Jika kalian merasa tindakan menantu saya ini tidak pantas, maka kalian harus mengingat lagi apa arti keluarga,” tegas Nenek. Aku menutup mulutku tak percaya. Baru kusadari bahwa wanita ini adalah Nyonya Utama Bimantara alias
Acara di kediaman Utama Bimantara masih berlanjut hingga sore hari. Saat ini masing-masing dari kami terpisah. Nenek tengah berbincang bersama para Lansia, Mertuaku berkumpul dengan ayah dan para Kolega membahas bisnis, dan kami para remaja berkumpul di halaman untuk sekedar bercengkrama.Abizar dan Keyla menyapa beberpaa teman yang mereka kenali. Aku yang tidak kenal siapa-siapa di antara para tamu Remaja hanya bisa duduk di sudut taman sendirian. Aku mendesah bosan, tidak tahu kapan bisa pulang.“Kemarin baru selesai HUT Sekolah. Sekarang, pesta di sini! Aduh..., pinggangku rasanya...” keluh ku karena pingganku sudah terasa kaku.“Ngapain kamu di situ?” Aku tersentak saat ada suara Abizar mendekat. Aku menoleh ke sumber suara, ternyata Abizar datang bersama Keyla. Aku terkekeh pelan karena dua orang ini selalu menempel layaknya prangko.“Aku duduk! Apakah tidak kelihatan?” balasku jutek.“Kamu tidak kenalan sama tamu-tamu lain, Keyra? Mau aku bantu kenal ke beberapa orang?” tawar Key
Kejadian tidak mengenakan di pesta Nenek membuat para tamu dipulangkan lebih awal. Kini hanya tersisa kelurga Bimantara dan Keluarga ku saja di sana."Dia jelas punya rencana," gumam Om Rudi sambil memeriksa latar belakang pria yang menyerang tadi. "Yang pasti, ruang penyimpanan ini disusupi. Aku menduga ini bukan perbuatan spontan," jawab Kak Rangga sambil mengatur napasnya yang berat. "Mungkin seseorang dari luar, atau..." Dia berhenti, pandangannya melirik Ayah sekilas sebelum kembali ke alat-alat di lantai. "Atau apa, Rangga?" tanya Ayah, nada suaranya tajam, seperti menantang. "Atau seseorang dari dalam keluarga kita yang memberitahu lokasi dan cara masuk," Kak Rangga akhirnya berkata, menatap langsung ke arah Ayah. Suasana di ruangan itu langsung berubah dingin. Ayah melangkah maju, wajahnya merah padam. "Apa kau menuduhku, Rangga?" "Aku tidak menuduh siapa pun, Om Wira," jawab Kak Rangga datar. "Tapi fakta bahwa seseorang bisa menyelinap ke ruangan ini tanpa terlihat memerl
"Dia sudah banyak menderita di sana. Bahkan, kupikir akan lebih baik jika pernikahanku ini dibatalkan saja dan digantikan dengan Keyla,” kata Abizar. Jantungku berdegup kencang. Kata-kata Abizar seperti pisau yang menusuk langsung ke hatiku. Jadi, selama ini dia masih mengharapkan Keyla untuk menjadi istrinya? Aku pikir setidaknya dia sudah mulai menerima kehadiranku, tapi nyatanya tidak. Seharusnya aku tidak berharap banyak karena memang tujuan awal mereka adalah menyelamatkan Keyla seperti yang dikatakan oleh Abizar. “Abizar, sudah berapa kali Mama bilang jangan seperti itu! Lagipula, jika kita melihat dari posisi Keyra juga sulit. Pasti Ayahnya yang memaksa dia untuk menggantikan Keyla,” kata Tante Sandra. “Tapi Ma, jika kita melepaskan dia, kita bisa bertanggung jawab mengenai pendidikannya sampai selesai. Dia juga lebih disayangi oleh Paman Wira, seharusnya dia tidak akan kenapa-kenapa tanpa perlindungan kita.” Abizar keras kepala dengan keinginannya itu. Aku mengepalkan tan
Sepulang sekolah, aku berencana tidak langsung pulang ke rumah. Aku mengabari Tante Sandra bahwa kau harus kerja kelompok di rumah teman. Itu alasan yang ku susun agar aku punya waktu untuk mencari pekerjaan paruh waktu. Aku butuh langkah nyata untuk melepaskan diriku dari semua keterikatan di kediaman Bimantara. Aku sudah cerita ke teman-temanku bahwa akan mencari pekerjaan paruh waktu untuk mengisi hari usai pulang sekolah. Mereka nampak terkejut dan mulai melayangkan berbagai pertanyaan. “Kamu mau nyari kerja apa, Ra? Emang kamu kekurangan apa ya, Ra? Apa Bokapmu kurang uang?” tanya Giselle penasaran. “Enggak gitu. Aku cuma mau nyari uang sendiri, Kan, enak gitu, kalo kita punya simpenan sendiri,” jelasku agar tak dipandang aneh oleh mereka. “Loh, katanya kamu nggak serumah sama Keyla. Apa mungkin kamu beneran lagi butuh uang, Ra. Please bilang sama kita, biar kita bisa bantu,” kata Ririn. Aku tersenyum mendengar mereka khawatir. Setidaknya mereka menjadi alasanku bersyukur bi
Telinga Keyra terasa berdenging sesaat, tak percaya dengan ucapan Abizar. Pemuda itu hanya fokus ke arah jalan dengan wajah datar. Sesekali mulutnya mendumel tak jelas dengan berdecak kesal entah pada siapa.Harapan Keyra kembali tenggelam. Dia pikir Abizar berbicara dengannya. Ternyata dirinya lah yang berhalusinasi Abizar memberitahunya bahwa sudah ada informasi mengenai Ibunya.Anggap saja dia salah dengar!Keyra memilih untuk serong ke jendela dengan tangan menyilang di dada. Biarlah dia merajuk saat ini. Lagipula itu salah Abizar yang membuatnya berharap mengenai ibunya. Iya, kan?‘Pokoknya aku nggak mau bicara sama dia lagi!’ putus Keyra bulat.Abizar yang baru saja mengendalikan laju mobil karena hampir bertabrakan saat ingin berbelok mendadak bingung saat melirik Keyra lagi. Ada apa dengan gadis itu?Bukankah seharusnya dia senang jika diberitahu tentang Ibunya? Apa ini? Kenapa Keyra malah bersikap memusuhinya?“Keyra!” panggil Abizar.Keyra tak menjawab. Hanya lirikan sinis y
Bel pulang sekolah telah menggema membuat kebanyakan siswa menghela napas lega. Berbondong-bondong mereka bersemangat mengemasi barang-barang ke dalam tas.Berbeda dengan Keyra yang malah melamun memperhatikan luar jendela. Tepukan ringan di bahunya membuat gadis itu terjingkat. Ternyata Giselle dan Ririn telah berdiri di sampingnya.“Ra, udah waktunya pulang. Kamu nggak mau pulang, kah?” tanya Ririn.“Jelas mau, lah! Kamu juga bertanya yang nggak penting gitu,” cibir Giselle sambil menepuk dahinya. Heran dengan pertanyaan absurd Ririn.Keyra tersenyum malu karena tak memperhatikan sekitar. Saat ini kelasnya hampir kosong. Hanya menyisakan mereka bertiga.“Ma-maaf, aku nggak fokus sampe nggak sadar kalo udah jam pulang. Ya udah, yuk, pulang!” kata Keyra mulai membereskan perlatan tulisnya.“Nggak usah minta maaf, Ra. Lagian salahnya Ririn juga asal nyablak. Btw, kamu merasa dia beda nggak?” tanya Giselle.Keyra meringis bingung, lantas menggeleng. Dia menatap Ririn dari atas sampai ba
Kegiatan sekolah semakin menumpuk saat mendekati ujian semester. Keyra yang belum stabil sepenuhnya tetap harus bersekolah. Gadis itu melangkah di koridor dengan wajah lesu, seolah telah kehilangan cahayanya.3 hari Keyra izin dengan alasan sakit. Sejak kejadian di kediaman Sanjaya waktu itu, Keyra menjadi pusat perhatian sejak muncul kembali di sekolah. Sepanjang jalan yang dia lewati ke arah kelasnya, banyak siswa siswi yang berbisik mengungkit kejadian ‘Kolam Berenang’.“Hey, Keyra!” sapa Giselle yang langsung merangkul Keyra. Dia juga baru tiba di sekolah. Melihat Keyra sudah bisa hadir, betapa bahagianya Giselle.Akan tetapi, Keyra hanya membalas dengan tersenyum tipis. Reaksi tak bersemangat dari Keyra itu cukup mengganggu Giselle. Dia yakin pasti ada hubungannya dengan kejadian di pesta Ulang tahun si Kembar.“Ra, are you okay?” tanya Giselle.“Oh-umnt..., Oke, kok. Emang kenapa?” balas Keyra.Giselle tahu bahwa Keyra hanya berusaha terlihat baik-baik saja. Jadi dia tak ingin b
Tante Sandra duduk di tepi ranjang sambil menggenggam tangan Keyra yang masih pingsan. Wajahnya tampak cemas, sementara Kak Rangga menatap ke arah jendela dengan rahang mengeras. Di dalam benaknya, dia mulai menyambungkan benang merah untuk kejadian ini.“Sebenarnya apa yang direncanakan Keluarga Sanjaya? Mengapa mereka tiba-tiba mengonfirmasi jika Tante Kinara telah meninggal?” ujar Kak Rangga perlahan.Tante Sandra menggeleng pelan. “Mama juga tidak tahu, Rangga. Sepertinya..., mereka telah melakukan sesuatu kepada Kinara,” kata Tante Sandra mulai menangis.Penyesalan dan rasa bersalah kembali merebak di dadanya kala teringat bahwa dirinya lah yang menjadi Mak Comblang sahabatnya, Kinara, dengan Wira yang merupakan teman suaminya.Seandainya dia tahu Wira seorang bajingan yang kasar dan licik, dia tak akan mendekatkan Kinara pada iblis itu. Namun apalah daya. Nasi sudah menjadi bubur. Yang tersisa hanyalah penyesalan dan tak mungkin bisa memperbaiki hubungannya kembali dengan Kinara
Perlahan mata Keyra mulai terbuka. Dia mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Sesaat otak Keyra masih memproses ingatannya. Hingga gadis itu benar-benar sadar sepenuhnya."ARRGHHH!"Sontak gadis itu memekik heboh sambil melompat dari ranjang. Dia ingat terakhir kali masih berada di kediaman Sanjaya dalam rangka merayakan ulang tahunnya. Lalu sampai kejadian terakhir saat dia jatuh ke kolam bersama Keyla dan dimarahi ayahnya.Keyra menutup mulutnya yang hampir berteriak lagi saat melihat dirinya di pantulan cermin. Dia sudah berganti dengan piyama tidur. Siapa yang mengganti gaun basahnya?Dia ingat, Abizar yang datang untuk menyelamatkannya. Hanya saja, setelah itu dia tak tahu apa yang terjadi karena sakit kepalanya kumat.'Pasti keluarga Bimantara membawaku pulang. Astaga, apa yang harus aku katakan pada mereka? Aku belum siap bertemu mereka.'Gadis itu menggigit bibir bawahnya teringat hal yang disampaikan oleh Ayah dan Kakeknya mengenai Ibu. Meski
“Abizar, sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Tante Sandra.Saat ini mereka telah berkumpul di ruang keluarga setelah menggantikan pakaian basah Keyra serta memastikan gadis itu terlelap. Tante Sandra gelisah melihat kondiis Keyra yang masih sedikit sesegukan meski matanya sudah terpejam.Abizar yang ditanyai menghela napas berat. Dia menegakan tubuhnya dengan wajah yang berkerut, mengingat kejadian di kediaman Sanjaya.“Tadi kami sudah pindah ke halaman depan, Ma. Hanya Keyra dan Keyla yang berada di samping kolam. Setelah itu, kami mendengar suara teriakan dari arah kolam. Saat aku ke sana, mereka sudah sama-sama tenggelam,” jelas Abizar.Mendengar penjelasan itu, Kak Rangga mendengus pelan. Sepertinya dia sudah bisa menebak apa yang terjadi dengan si Kembar. Apakah Abizar tak bisa melihat kebenarannya? Atau hanya berusaha menutupi kebenaran demi gadis kesayangannya?Reaksi Kak Rangga barusan membuat semua orang menatapnya heran. Terutama Abizar, karena Kakaknya terlihat sedang terta
Di pinggir kolam, para tamu bergerombol melihat kondisi dari dua gadis yang sedang berulang tahun hari itu. Keyla memeluk erat Abizar, seolah tak mau melepaskan. Sedangkan, Keyra dengan tubuh bergetar hebat berusaha ditenangkan oleh dua sahabatnya.Kerumunan itu semakin padat. Sudut bibir Keyla terangkat. Sesuai dengan rencananya, mereka telah menjadi pusat perhatian. Bahan bakarnya sudah siap, hanya butuh percikan api.Keyla memulai dramanya dengan terbatuk pelan. Dengan ekspresi yang dia buat ketakutan, dia menggigil dan merapatkan tubuhnya ke Abizar. Matanya berkaca-kaca, tubuhnya tampak gemetar hebat."A-Abizar... A-aku takut... Aku nggak bisa napas di dalam air...," suaranya bergetar, penuh kepanikan.Abizar menghela napas, menatap Keyla yang tampak sangat ketakutan. Yang dia tahu bahwa gadis itu memiliki fobia terhadap kedalaman. Abizar pernah menjahili si Kembar saat usia 5 tahun. Dari situlah Keyla pasti benar-benar trauma terhadap kolam dan kedalaman.Tak jauh beda kondisinya
Halaman samping sudah kosong, menyisakan Keyla dan Keyra saja. Setelah memastikan kondisi aman, Keyla tiba-tiba mendorong kembarannya.“Menjauh dari Abizar!” sentak Keyla.Keyra yang mendapat serangan tiba-tiba tentunya bingung. Alisnya tertekuk karena tak merasa menyinggung Keyla akhir-akhir ini.“Maaf Keyla. Aku nggak tahu apa maksudmu. Tapi... untuk menjauhi Abizar, sepertinya untuk sekarang aku nggak bisa,” ujar Keyra.Dia terbayang desakan dari keluarga Bimantara yang mengikatnya serta kecurigaan yang berhubungan dengan hilangnya ibunya. Keyra tak bisa meninggalkan kediaman itu sebelum tahu jawabannya.“Kalau gitu, stop Caper sama dia! Stop sengaja nempel-nempel ke dia! Apalagi sengaja keliatan kasihan di depan dia,” cerca Keyla.Keyla menghela napas berat. Dia bosan melihat sikap posesif Keyla terhadap Abizar. Juga bosan terus-terusan dituduh begini.“Keyla, ada yang harus aku luruskan terlebih dahulu. Suamiku, orang yang menikah denganku adalah-”“Abizar!” potong Keyla cepat. G
Keyla kembali ke halaman samping bersama teman-temannya. Di sana dia melihat pemandangann yang mengiritasi matanya. Keyra dengan murah hati memotong kue ulang tahun mereka menjadi kecil-kecil dan membagikannya ke seluruh tamu yang ingin mencicipi.Namun bukan hanya itu saja yang membuat Keyla semakin jengkel pada kembarannya. Keyra membagikan kue itu bersama dengan Abizar yang menjadi momen itu terlihat begitu manis.“Silahkan! Ambil saja, jangan malu-malu. Jika satu potong kurang, kalian bisa ambil lagi,” ujar Keyra dengan ramah. Dia mengambil piring kecil oleh masing-masing orang, lalu mengambilkan sepotong kue sebelum diberikan kembali kepada yang punya.“Abizar! Bisa lebih cepet nggak sih motong kuenya? Udah mau kehabisan, nih!” dumel Keyra pada Abizar yang memegang pisau potong.“Sabar lah! Bawel banget!” balas Abizar mulai kesal.Ngapain juga dia mendadak jadi asisten Keyra untuk memotong kue-kue ini? Padahal tadi niat Abizar ingin langsung bertanya ke Keyra mengenai hal-hal yan