Aku berusaha menenangkan diriku setiap kali melangkah ke sekolah. Aku tahu, semua yang terjadi akan sulit untuk dicegah. Ancaman Keyla yang tak main-main membuatku harus ekstra hati-hati saat di sekolah. Setiap kali aku melihat Abizar, perasaan cemas itu kembali datang. Jika kami terlihat bersama, apalagi di depan banyak orang, bisa saja rumor yang semakin liar itu semakin sulit dikendalikan. Karena itu, aku mulai menghindar. Setiap jam istirahat, aku memilih tempat yang jauh dari keramaian, perpustakaan misalnya, berharap bisa mendapatkan sedikit ketenangan. Namun, sepertinya keberuntunganku tidak berpihak. “Keyra!" Suara Abizar terdengar memanggil dari belakang. Tubuhku menegang. Perpustakaan yang biasanya di am istirahat sepi, malah bertemu dengan orang yang paling tak ingin ku temui di sekolah . "Jangan pedulikan dia, Keyra!" kataku pada diriku sendiri. Aku menunduk mencoba fokus pada buku yang sedang ku baca. Berpura-pura tak mendengar panggilan dari Abizar barusan. Berharap
Siang itu, aku baru saja keluar dari kelas ketika aku melihat siluet yang sangat familier di lorong sekolah. Tinggi tubuhnya, cara ia berdiri dengan tangan di saku, dan aura santainya, aku tidak mungkin salah mengenali siapa dia."Kak Rangga!" Aku memanggilnya dengan semangat, seolah melupakan kejadian yang baru saja menimpaku di kelas tadi.Kak Rangga menoleh dan tersenyum kecil. Dia melambaikan tangan, memanggilku dengan gerakan ringan. Aku tertegun sejenak sebelum mempercepat langkahku ke arahnya.“Kak! Ngapain di sini?” tanyaku setengah berbisik, takut menarik perhatian terlalu banyak.Kak Rangga menatapku santai. “Kakak dengar kemarin kamu terlibat masalah dengan OSIS. Kakak penasaran, gimana caranya kamu bisa bikin Abidzar sampai setuju?” katanya dengan nada menggoda.Aku tersenyum malu, menyadari bahwa kejadian itu sudah sampai di telinganya. "Itu... kebetulan mereka mengganggu salah satu temanku. Aku nggak bisa diam saja," jelasku.“Bagus! Kakak bangga padamu.” Kak Rangga menga
Setelah sekolah berakhir, aku berjalan menuju tempat parkir, hanya untuk menemukan bahwa ban motorku kempes. Satu-satunya yang bisa aku pikirkan adalah Keyla dan teman-temannya, yang pasti ada di balik kejadian ini. Aku tidak sembarang menuduh. Serius! Soalnya tadi aku sempat melihat dari kejauhan ada seseorang yang berjongkok di sekitar motorku. Saat ingin ku tegur, dia sudah lari masuk ke mobil Keyla yang sudah siap keluar parkiran. "Mungkin dia ingin membalas kejadian tadi siang. Astaga!" Aku mendesah frustasi dan mulai mendorong motor itu mencari bengkel terdekat.Di saat aku sedang mendorong motorku, ada sebuah mobil yang berhenti setelah melewatiku. Lalu mobil itu berjalan mundur perlahan sampai ke samping motorku.“Keyra! Motormu kenapa?” Aku terkejut saat ada Mahendra yang kepalanya menyembul dari kaca mobil. Di dalam sana ada juga seorang gadis yang kemungkinan besar pacarnya, karena gadis itu merengut sebal saat menatapku.“Kempes! Mungkin bocor,” balasku.“Aku bisa panggi
Aku hanya bisa diam, menggigit bibirku cemas sambil mengikuti langkah Kak Rangga yang sudah berjalan keluar rumah. Abidzar, yang tadinya seperti malas berurusan, kini berjalan di belakang Kak Rangga dengan ekspresi datar. Aku memukul pelan lengannya,. "Ngapain ikut, sih? Sana masuk lagi. Kak Rangga masih marah padamu," ujarku sedikit berbisik. "Terserah ku! Buat apa kamu ngatur," balasnya sangat jutek. Aku mendelik galak melihat responnya begitu. Padahal aku sedang khawatir jikalau Kak Rangga marah seperti tadi. Jangan sampai terjadi perang dunia antar dua bersaudara itu. 'Dasar cowok tidak peka!' umpatku dalam hati. Kami akan pergi dengan mobil Kak Rangga. Aku buru-buru mengambil kursi depan agar bisa memisahkan Abizar dari Kak Rangga yang saat ini memegang kendali sopir. Dahi Abizar nampak berkerut tak suka dengan tindakanku. Meski kesal, dia tetap membiarkanku menduduki tempat itu. Sementara Abizar duduk di kursi tengah. Saat Kak Rangga akan menyalakan mesin. Dia menatap
Motorku di bawa ke bengkel terdekat. Kami menunggu sekalian agar motor itu bisa langsung dibawa pulang. Aku menunggu sendirian karena dua Kakak Beradik Bimantara tadi pamit ingin mencari makanan. Namun ini sudah hampir 30 menit. Perutku sudah keroncongan karena belum sempat makan. Ah, kami bahkan belum sempat duduk di rumah saat pulang sekolah tadi.Tega sekali mereka meninggalkan ku sebagai jaminan ke Tukang Bengkel tanda bahwa kami benar-benar menunggu. Perutku yang sudah perih semakin perih dengan bau oli dan peralatan bengkel yang menusuk hidungku. Tak lama kemudian, aku melihat mobil Kak Rangga datang. Mereka keluar dengan membawa beberapa bungkus makanan dan minuman. "Sudah lapar, Dek?" tanya Kak Rangga. "Lapar sekali!" balasku tanpa malu karena asam lambungku sudah naik selama menunggu mereka. Kak Rangga terkekeh pelan. Dia mengambil salah satu burger dan memberikannya padaku. Mataku langsung berbinar. Bau burger itu membuat cacing-cacing di perutku kembali meronta mint
Aku sementara duduk-duduk bersama teman-temanku di depan kelas saat Abizar datang. Sebagai Ketua OSIS yang masih aktif, kedatangan Abizar membuat sepanjang lorong kelas XII IPS heboh.Mereka mulai bertanya-tanya, apa gerangan yang membuat Abizar mau menapaki kelas IPS? Apakah ada kasus lagi seperti tempo hari? Mereka yang penasaran mulai mengintip dari balik jendela kelas masing-masing.Sementara itu, Abizar terus berjalan menuju kelas paling terakhir, kelasku berada. Aku langsung berdiri menyambutnya, meski masih dalam kebingungan atas kehadiran Abizar di sana.“Ada apa?” tanyaku.“Ikut aku!” titah Abizar, lalu dia berjalan duluan. Teman-temanku sempat bersorak menggoda karena tak biasanya Ketua OSIS mendatangi siswa IPS. Namun mengingat kasus perundungan yang aku pecahkan beberapa hari lalu, mereka sedikit memaklumi aku bisa dipanggil Abizar lagi.Aku mengikuti langkah Abizar menuju taman belakang. Saat dia memastikan tidak ada orang lain di sekitar sana, Abizar berhenti dan berbali
Hari ini aku sampai di sekolah lebih siang dari biasanya karena tadi malam sulit untuk mataku terpejam. Setelah aku turun dari motor, aku merasa suasananya sedikit berbeda. Ada bisikan-bisikan yang tak biasa dan tatapan aneh yang membuatku tidak nyaman. Saat aku melangkah keluar parkiran, banyak siswa yang menunjuk-nunjuk ke arahku sambil bergosip. Ketika kau ingin mendekat, mereka buru-buru menghindar seolah tak ingin bersentuhan denganku. Aku berdecak pelan lantaran gerombolan para siswa itu menganggu. Saat memasuki koridor, aku mendengar dengan jelas apa yang mereka gosipkan. "Itu dia, Keyra. Kau tahu rumor tentang dia?" "Tentu saja. Dia menikah dengan pria buruk rupa. Bayangkan, apa yang dia pikirkan?" "Aku dengar pria itu seperti sampah, tak punya masa depan. Benar-benar memalukan." Langkahku terhenti. Kata-kata mereka seperti tamparan di wajahku. Aku menatap tajam wajah mereka satu persatu. Namun para gadis itu malah mendengus sinis lalu berlenggang pergi. "Tak tahu mal
Aku dan Abizar mulai mencari petunjuk. Kami bertanya ke beberapa siswa yang sering berkumpul di sekitar papan pengumuman, mencoba menggali siapa yang menempelkan foto itu.Setelah penelurusan yang cukup panjang, akhirnya kami menemukan bukti bahwa yang menempelkan fotoku dengan Kak Rangga adalah Dea dan Riana. Dua siswi mantan OSIS yang baru sekolah lagi setelah menjalani hukuman.Darahku langsung mendidih. Dua nama itu bukanlah sesuatu yang mengejutkan, tapi juga bukan jawaban yang sepenuhnya memuaskan.Dea dan Riana adalah dua siswa yang pernah berselisih denganku. Gara-gara aku, mereka dikeluarkan dari OSIS secara tidak terhormat setelah skandal pembullyan mereka terungkap. Mereka pasti ingin balas dendam.Saat aku dan Abizar menghadapkan mereka, mereka bahkan tidak mengelak. Mereka diminta Abizar untuk datang ke ruang OSIS untuk disidang. Hanya ada aku dan Abizar di sana."Kalian yang melakukan ini?" suaraku terdengar lebih bergetar dari yang aku harapkan.Riana mendengus. "Oh? Akh
Telinga Keyra terasa berdenging sesaat, tak percaya dengan ucapan Abizar. Pemuda itu hanya fokus ke arah jalan dengan wajah datar. Sesekali mulutnya mendumel tak jelas dengan berdecak kesal entah pada siapa.Harapan Keyra kembali tenggelam. Dia pikir Abizar berbicara dengannya. Ternyata dirinya lah yang berhalusinasi Abizar memberitahunya bahwa sudah ada informasi mengenai Ibunya.Anggap saja dia salah dengar!Keyra memilih untuk serong ke jendela dengan tangan menyilang di dada. Biarlah dia merajuk saat ini. Lagipula itu salah Abizar yang membuatnya berharap mengenai ibunya. Iya, kan?‘Pokoknya aku nggak mau bicara sama dia lagi!’ putus Keyra bulat.Abizar yang baru saja mengendalikan laju mobil karena hampir bertabrakan saat ingin berbelok mendadak bingung saat melirik Keyra lagi. Ada apa dengan gadis itu?Bukankah seharusnya dia senang jika diberitahu tentang Ibunya? Apa ini? Kenapa Keyra malah bersikap memusuhinya?“Keyra!” panggil Abizar.Keyra tak menjawab. Hanya lirikan sinis y
Bel pulang sekolah telah menggema membuat kebanyakan siswa menghela napas lega. Berbondong-bondong mereka bersemangat mengemasi barang-barang ke dalam tas.Berbeda dengan Keyra yang malah melamun memperhatikan luar jendela. Tepukan ringan di bahunya membuat gadis itu terjingkat. Ternyata Giselle dan Ririn telah berdiri di sampingnya.“Ra, udah waktunya pulang. Kamu nggak mau pulang, kah?” tanya Ririn.“Jelas mau, lah! Kamu juga bertanya yang nggak penting gitu,” cibir Giselle sambil menepuk dahinya. Heran dengan pertanyaan absurd Ririn.Keyra tersenyum malu karena tak memperhatikan sekitar. Saat ini kelasnya hampir kosong. Hanya menyisakan mereka bertiga.“Ma-maaf, aku nggak fokus sampe nggak sadar kalo udah jam pulang. Ya udah, yuk, pulang!” kata Keyra mulai membereskan perlatan tulisnya.“Nggak usah minta maaf, Ra. Lagian salahnya Ririn juga asal nyablak. Btw, kamu merasa dia beda nggak?” tanya Giselle.Keyra meringis bingung, lantas menggeleng. Dia menatap Ririn dari atas sampai ba
Kegiatan sekolah semakin menumpuk saat mendekati ujian semester. Keyra yang belum stabil sepenuhnya tetap harus bersekolah. Gadis itu melangkah di koridor dengan wajah lesu, seolah telah kehilangan cahayanya.3 hari Keyra izin dengan alasan sakit. Sejak kejadian di kediaman Sanjaya waktu itu, Keyra menjadi pusat perhatian sejak muncul kembali di sekolah. Sepanjang jalan yang dia lewati ke arah kelasnya, banyak siswa siswi yang berbisik mengungkit kejadian ‘Kolam Berenang’.“Hey, Keyra!” sapa Giselle yang langsung merangkul Keyra. Dia juga baru tiba di sekolah. Melihat Keyra sudah bisa hadir, betapa bahagianya Giselle.Akan tetapi, Keyra hanya membalas dengan tersenyum tipis. Reaksi tak bersemangat dari Keyra itu cukup mengganggu Giselle. Dia yakin pasti ada hubungannya dengan kejadian di pesta Ulang tahun si Kembar.“Ra, are you okay?” tanya Giselle.“Oh-umnt..., Oke, kok. Emang kenapa?” balas Keyra.Giselle tahu bahwa Keyra hanya berusaha terlihat baik-baik saja. Jadi dia tak ingin b
Tante Sandra duduk di tepi ranjang sambil menggenggam tangan Keyra yang masih pingsan. Wajahnya tampak cemas, sementara Kak Rangga menatap ke arah jendela dengan rahang mengeras. Di dalam benaknya, dia mulai menyambungkan benang merah untuk kejadian ini.“Sebenarnya apa yang direncanakan Keluarga Sanjaya? Mengapa mereka tiba-tiba mengonfirmasi jika Tante Kinara telah meninggal?” ujar Kak Rangga perlahan.Tante Sandra menggeleng pelan. “Mama juga tidak tahu, Rangga. Sepertinya..., mereka telah melakukan sesuatu kepada Kinara,” kata Tante Sandra mulai menangis.Penyesalan dan rasa bersalah kembali merebak di dadanya kala teringat bahwa dirinya lah yang menjadi Mak Comblang sahabatnya, Kinara, dengan Wira yang merupakan teman suaminya.Seandainya dia tahu Wira seorang bajingan yang kasar dan licik, dia tak akan mendekatkan Kinara pada iblis itu. Namun apalah daya. Nasi sudah menjadi bubur. Yang tersisa hanyalah penyesalan dan tak mungkin bisa memperbaiki hubungannya kembali dengan Kinara
Perlahan mata Keyra mulai terbuka. Dia mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Sesaat otak Keyra masih memproses ingatannya. Hingga gadis itu benar-benar sadar sepenuhnya."ARRGHHH!"Sontak gadis itu memekik heboh sambil melompat dari ranjang. Dia ingat terakhir kali masih berada di kediaman Sanjaya dalam rangka merayakan ulang tahunnya. Lalu sampai kejadian terakhir saat dia jatuh ke kolam bersama Keyla dan dimarahi ayahnya.Keyra menutup mulutnya yang hampir berteriak lagi saat melihat dirinya di pantulan cermin. Dia sudah berganti dengan piyama tidur. Siapa yang mengganti gaun basahnya?Dia ingat, Abizar yang datang untuk menyelamatkannya. Hanya saja, setelah itu dia tak tahu apa yang terjadi karena sakit kepalanya kumat.'Pasti keluarga Bimantara membawaku pulang. Astaga, apa yang harus aku katakan pada mereka? Aku belum siap bertemu mereka.'Gadis itu menggigit bibir bawahnya teringat hal yang disampaikan oleh Ayah dan Kakeknya mengenai Ibu. Meski
“Abizar, sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Tante Sandra.Saat ini mereka telah berkumpul di ruang keluarga setelah menggantikan pakaian basah Keyra serta memastikan gadis itu terlelap. Tante Sandra gelisah melihat kondiis Keyra yang masih sedikit sesegukan meski matanya sudah terpejam.Abizar yang ditanyai menghela napas berat. Dia menegakan tubuhnya dengan wajah yang berkerut, mengingat kejadian di kediaman Sanjaya.“Tadi kami sudah pindah ke halaman depan, Ma. Hanya Keyra dan Keyla yang berada di samping kolam. Setelah itu, kami mendengar suara teriakan dari arah kolam. Saat aku ke sana, mereka sudah sama-sama tenggelam,” jelas Abizar.Mendengar penjelasan itu, Kak Rangga mendengus pelan. Sepertinya dia sudah bisa menebak apa yang terjadi dengan si Kembar. Apakah Abizar tak bisa melihat kebenarannya? Atau hanya berusaha menutupi kebenaran demi gadis kesayangannya?Reaksi Kak Rangga barusan membuat semua orang menatapnya heran. Terutama Abizar, karena Kakaknya terlihat sedang terta
Di pinggir kolam, para tamu bergerombol melihat kondisi dari dua gadis yang sedang berulang tahun hari itu. Keyla memeluk erat Abizar, seolah tak mau melepaskan. Sedangkan, Keyra dengan tubuh bergetar hebat berusaha ditenangkan oleh dua sahabatnya.Kerumunan itu semakin padat. Sudut bibir Keyla terangkat. Sesuai dengan rencananya, mereka telah menjadi pusat perhatian. Bahan bakarnya sudah siap, hanya butuh percikan api.Keyla memulai dramanya dengan terbatuk pelan. Dengan ekspresi yang dia buat ketakutan, dia menggigil dan merapatkan tubuhnya ke Abizar. Matanya berkaca-kaca, tubuhnya tampak gemetar hebat."A-Abizar... A-aku takut... Aku nggak bisa napas di dalam air...," suaranya bergetar, penuh kepanikan.Abizar menghela napas, menatap Keyla yang tampak sangat ketakutan. Yang dia tahu bahwa gadis itu memiliki fobia terhadap kedalaman. Abizar pernah menjahili si Kembar saat usia 5 tahun. Dari situlah Keyla pasti benar-benar trauma terhadap kolam dan kedalaman.Tak jauh beda kondisinya
Halaman samping sudah kosong, menyisakan Keyla dan Keyra saja. Setelah memastikan kondisi aman, Keyla tiba-tiba mendorong kembarannya.“Menjauh dari Abizar!” sentak Keyla.Keyra yang mendapat serangan tiba-tiba tentunya bingung. Alisnya tertekuk karena tak merasa menyinggung Keyla akhir-akhir ini.“Maaf Keyla. Aku nggak tahu apa maksudmu. Tapi... untuk menjauhi Abizar, sepertinya untuk sekarang aku nggak bisa,” ujar Keyra.Dia terbayang desakan dari keluarga Bimantara yang mengikatnya serta kecurigaan yang berhubungan dengan hilangnya ibunya. Keyra tak bisa meninggalkan kediaman itu sebelum tahu jawabannya.“Kalau gitu, stop Caper sama dia! Stop sengaja nempel-nempel ke dia! Apalagi sengaja keliatan kasihan di depan dia,” cerca Keyla.Keyla menghela napas berat. Dia bosan melihat sikap posesif Keyla terhadap Abizar. Juga bosan terus-terusan dituduh begini.“Keyla, ada yang harus aku luruskan terlebih dahulu. Suamiku, orang yang menikah denganku adalah-”“Abizar!” potong Keyla cepat. G
Keyla kembali ke halaman samping bersama teman-temannya. Di sana dia melihat pemandangann yang mengiritasi matanya. Keyra dengan murah hati memotong kue ulang tahun mereka menjadi kecil-kecil dan membagikannya ke seluruh tamu yang ingin mencicipi.Namun bukan hanya itu saja yang membuat Keyla semakin jengkel pada kembarannya. Keyra membagikan kue itu bersama dengan Abizar yang menjadi momen itu terlihat begitu manis.“Silahkan! Ambil saja, jangan malu-malu. Jika satu potong kurang, kalian bisa ambil lagi,” ujar Keyra dengan ramah. Dia mengambil piring kecil oleh masing-masing orang, lalu mengambilkan sepotong kue sebelum diberikan kembali kepada yang punya.“Abizar! Bisa lebih cepet nggak sih motong kuenya? Udah mau kehabisan, nih!” dumel Keyra pada Abizar yang memegang pisau potong.“Sabar lah! Bawel banget!” balas Abizar mulai kesal.Ngapain juga dia mendadak jadi asisten Keyra untuk memotong kue-kue ini? Padahal tadi niat Abizar ingin langsung bertanya ke Keyra mengenai hal-hal yan