Saraswati menatap lirih Mila setelah sempat menatap kosong ke arah dinding di hadapannya. “Nenek ingin beristirahat sebentar.”“Mari saya bantu.” Mila segera memapah Saraswati menuju ke kamarnya, kemudian memeriksa Nadia. “Sayang, masih belajar?”“Iya, ma, tapi punggung Nadia sedikit sakit, istirahat dulu saja. Ada apa, ma?” Ditutupnya buku dan laptop oleh si gadis seiring memandangi Mila, bertanda menyambutnya.“Tidak ada apa-apa, mama hanya ingin memastikan kalau Nadia baik-baik saja.” Mila membelai sisi rambut Nadia, menatap sayang.“Kaki Nadia sudah membaik kok, ma.” Senyuman diulas manis.“Bagaimana kuliah Nadia hari ini?” Basa-basi Saraswati, dirinya ingin lebih dekat dengan sang menantu walau hubungan mereka memang dekat, tetapi wanita ini ingin mempertebalnya.“Baik-baik saja seperti kemarin. Nadia punya teman-teman yang baik lalu ada Esther yang selalu menjaga dan membantu. Hihi ....”“Apa Nadia betah dengan Esther?”“Betah saja ma, Esther bisa diandalkan.”“Baguslah kalau Na
Malam harinya Saraswati makan malam bersama keluarga setelah Mila memeriksa keadaannya. Wanita ini sempat melararang dan menyarankan supaya Saraswati tidak perlu lagi berpura-pura sehat di hadapan Nadia, tetapi wanita tua ini harus menyelesaikan aktingnya dengan sempurna. Bahkan malam ini, dirinya duduk bersebelahan dengan Nadia."Kenapa porsi makan nenek sedikit?" Nadia memerhatikan."Nenek sudah makan roti dan susu sebelum makan malam," kekeh tegar Saraswati kala nafsu makannya hilang."Pantas saja, tapi nenek jangan lupakan cuci mulutnya ya, buah-buahan juga penting buat kesehatan.""Iya ... nenek akan makan." Senyuman indah Saraswati. Di seberangnya jantung Mila berdetak tidak karuan karena mungkin Saraswati merasakan gejala tidak nyaman di tubuhnya. Namun, sebesar apapun rasa cemasnya, wanita ini tidak bisa menunjukannya.Abimana menambahkan sepotong daging pada piring Nadia. "Makan yang banyak." Seringai tipisnya."Iya. Saya akan makan seperti gozila!" kesal Nadia, tetapi tidak
Niat awal Abimana adalah meniduri Nadia malam ini sebelum istrinya mendapatkan jadwal menstruasi, tetapi karena Nadia sedang bersedih maka niatnya diurungkan, pria ini memeluk serta mengelus puncak dahi Nadia. "Sayang, sudah malam, tidurlah.""Saya sedang sangat merindukan papa," rintih merindu Nadia yang ditunjukan dalam suara serta raut wajahnya."Doakan saja, dan kamu tidak perlu khawatir papa sudah tenang di sisi Tuhan.""Selain merindukan papa, saya juga merindukan mama yang entah di mana, sedang apa dan apakah mama masih berada di dunia yang sama dengan Nadia.""Pasti suatu hari nanti kamu akan mendapatkan jawabannya." Selesai kalimat Abimana, Nadia mulai menurunkan kelopak matanya perlahan, memejamkan matanya, sedangkan Abimana tetap mengelus puncak dahi istrinya hingga dirinya ikut terlelap.Keesokan paginya ternyata Nadia tidak ingin kuliah, suasana hatinya sedang tidak memungkinkan maka Saraswati tidak bisa memeriksakan dirinya ke dokter atau memanggil dokter. "Nek, kita ber
Tania tinggal di luar negeri bersama ibunya, mereka menjalani kebiasaan baru di tempat baru ini. Namun, hati keduanya tetap berselimut cemas karena mungkin polisi memburu Tania, tetapi hingga saat ini ayahnya yang tetap di negara tercinta tidak mengatakan apapun. "Apa Abi tidak memperpanjang kasus ini? Apa dia melakukannya karena kasihan pada bayinya?" pertanyaan besar Tania."Tidak usah dipikirkan, selama kamu baik-baik saja kamu bisa hidup dengan aman dan sejahtera.""Tania cuma berpikir andaipun Abi tidak membesar-besarkan kasus ini paling karena bayi ini, Abi membutuhkannya, pasti dia tidak ingin bayinya terluka."Nia mendesah pelan, "Kalaupun alasannya seperti itu mama rasa tidak merugikan dan kamu tidak perlu memikirkan sikap Abi walau kepeduliannya hanya pada bayi ini. Yang penting kalian bisa hidup dengan normal, sudah cukup."Tania memandang sendu ke arah ibunya. "Ma, Tania minta maaf karena Tania membuat mama berada di sini dan terjebak dalam situasi ini.""Tidak sayang, kam
"T-tapi ... ini masih siang dan udaranya sangat panas." Nadia menolak menggunakan keadaan dunia siang ini."Tidak apa, acenya bisa dihidupkan, kalau kurang tambah kipas angin." Seringai nakal Abimana yang segera menindih Nadia kala keduanya masih berada di atas sofa."Kamu seperti serigala kelaparan," keluh Nadia menghadapi gairah Abimana yang selalu berlipat ganda."Saya memang sedang kelaparan." Cumbuan Abimana semakin brutal saja hingga Nadia terbawa ke dalam buaiannya.Sementara, Saraswati mulai melakukan perawatam di rumah sakit supaya kesehatannya lebih terpantau. Kali ini wanita tua itu menyetujui usulan Mira karena Nadia sedang tidak di rumah maka cucunya tidak akan mengetahui apapun.Tiga hari kemudian Nadia dan Abimana kembali, kedatangan mereka bertepatan dengan kepulangan Saraswati dari rumah sakit maka dua buah mobil berjajar di halaman. "Nenek baru pulang. Dari mana?""Nenek baru saja berjalan-jalan," kekeh Sarawati yang lebih terlihat segar dari sebelumnya."Iya ampun n
Nia segera membawa putrinya ke rumah sakit setelah Tania tidak merasa lebih baik walau sudah berbaring cukup lama."Nyonya mengalami Korioamnionitis ditandai dengan rasa nyeri di bagian rahim atau perut, demam, serta peningkatan denyut nadi pada ibu dan janin. Jika tidak diobati dengan tepat, kondisi ini dapat menimbulkan masalah kesehatan serius pada ibu dan janin," penuturan dokter, "lalu kenapa bayinya bisa tidak bergerak, ini bisa disebabkan karena ibu terlalu lelah atau janin kekurangan oksigen, dan banyak lagi penyebabnya. Perhatikan kesehatan ya nyonya," pesan kebaikan ditambahkan."Saya memang baru saja tiba dari luar negeri, baru beberapa hari ini, sepertinya saya memang terlalu lelah," keluhan Tania yang sangat mengkhawatirkan bayinya."Maka dari itu, perbanyaklah beristirahat." Ramah dokter pria ini yang disambut anggukan dari Tania. Bukan hanya membahas hal ini saja, Tania juga banyak berkonsultasi pada dokter di hadapannya, jadi dirinya mendapatkan banyak pengetahuan.Kin
Amira tersentak sesaat mendengar pertanyaan Nadia. "Mi?" Nadia sengaja menghentikan langkah setelah melihat wajah Amira yang seakan membiru, kemudian mengulang pertanyaan dengan voleme sangat rendah, "kamu hamil?""Eu, se-benarnya ...." Amira sangat ragu mengatakannya, tetapi mungkin Nadia berhak tahu karena dirinya seorang sahabat yang pasti akan memberikan solusi, "saya tidak hamil, tapi saya sama Devan melakukan hubungan suami dan istri.""Hah!" Nadia terkesiap hebat, tetapi sesegera mungkin mengtrol rasa kagetnya, "serius, Mi?" Suaranya kembali di mode rendah."Iya, tepatnya kemarin sih saat di rumah Devan. Kebetulan kemarin teman mamanya telepon menyuruh datang ke arisan, tapi karena Devan sedang mandi jadi saya tetap di rumahnya walau mamanya pergi. Tapi ...."Ingatna Amira mengulang pengalamannya kemarin.Tok tok tok"Devan cepat dong, kok mandinya lama. Saya mau pulang, sudah mau sore nih!" rutuk Amira di hadapan pintu kamar mandi yang berada di kamar Devan. Ini adalah hal pal
Abimana segera menyambungkan panggilan pada Kafka. "Jangan asal bicara." Pria ini tidak menyukai kalimat Kafka."Tania yang mengatakannya." Datar Kafka."Apa saja yang dia lakukan sampai-sampai keadaan bayinya seperti itu!" kesal Abimana seiring mendengus."Kamu tanyakan saja sendiri." Kafka berdecak, tapi tidak sampai pada ruang dengar Abimana. 'Kamu kesal, marah karena bayinya tidak baik-baik saja. Tapi kamu tidak pernah berpikir jika kesahatan bayi kalian karena ibunya juga, coba sedikit saja perhatikan ibunya!'Bukan Kafka peduli pada Tania, hanya saja Abimana selalu memerlihatkan kepeduliannya pada si bayi, sekaligus memerlihatkan ketidak peduliannya pada Tania. Memang bukan urusannya, tapi menurutnya sebagai pria matang lebih baik bersikap lebih bijak apalagi di hadapan netizen."Apakah nomornya masih yang dulu? Saya tidak yakin karena pasti Tania takut diburu polisi. Ck!""Apakah Tania sudah menjadi buronan. Hm." Santai Kafka walau sangat ingin tahu, tetapi keyakinan ditanamkan
Kafka adalah keponakan pejabat tersebut, pria hebat ini mengajak keponakan membanggakannya karena prestasi gemilangnya di gedung perusahaan milik saudaranya yaitu ayahnya Kafka. Abimana geram mengetahui kenyataan ini bukan karena merasa tersaingi hanya saja di rapat penting ini dirinya harus berjabat tangan dengan Kafka seiring menatap wajahnya terus-menerus."Senang berkerjasama dengan anda." Kalimat Kafka yang salah satunya disampaikan pada Abimana setelah mengucapkannya pada Wira."Begitupun kami." Abimana tetap bersikap propesional walau keadaan hatinya meledak-ledak. Seusai rapat, pria ini berkata pada ayahnya, "Kafka adalah ayah si bayi, tapi Abi yang direpotkan Tania!""Jadi tadi kamu terlambat karena Tania!" kekesalan Wira segera hadir saat mendengarnya."Iya pa, Tania meminta diantar memeriksakan bayinya. Abi turuti saja supaya Tania menjaga bayinya hingga Abi bisa membuktikan pada semua orang.""Wanita ular!" desis geram Wira yang tidak ingin berkata apapun lagi tentang Tani
Nadia dibuat tidak setuju dengan ungkapan yang terdengar frontal itu. "Bayi itu tidak berdosa, Tania yang banyak membuang waktu kamu, bukan bayinya."Abimana mengerjap kecil, kemudian menarik senyuman bangga pada makhluk cantik di hadapannya. "Semakin hari kamu semakin dewasa. Bukan hanya pertambahan usia, tapi pola pikir kamu juga walau ... masih banyak sikap kekanakan." Senyuman lebarnya di akhir."Kamu memuji atau menghina sih? Kalimat kamu sering membuat saya bimbang tahu tidak sih!" Nadia membaringkan tubuhnya dengan malas."Bicara kamu seperti dalam sinetron!" ejek kecil Abimana.***Pagi ini Abimana menemani Tania memeriksakan kandungannya karena ini salah satu cara supaya Tania tetap memibiarkan bayinya sehat dan yang paling penting tetap hidup. Degupan jantung si bayi sangat kencang hingga membuat senyuman manis sekaligus haru ditarik oleh Tania walaupun Abimana tetap bersikap datar. Andai tersenyum pun hanya bagian dari pormalitas saja."Bayinya sangat sehat, perkembangannya
Tidak berapa lama, tepatnya kala Nadia dan Amira sedang asik di salah satu kolam, tiba-tiba saja airnya surut perlahan bahkan semua orang yang berada di sana ikut terheran-heran. "Kok air di sini surut?""Entah, yang lain tidak kok!" Amira melukis wajah heran sama seperti Nadia.Esther berkata santai nan santun, "Maaf nyonya, tapi ini atas perintah Tuan Abimana. Jadi, jika anda berpindah kolam maka kolam itu juga akan dibuat surut.""Apa. Dasar Abi!""Tuan Abi bilang Anda harus segera pulang," tambah Esther masih dengan santun."Abi ...!" teriak Nadia hingga memekak ruang dengar Esther, tetapi justru Amira terkekeh kegelian."Sabar ya ...," goda Amira. Maka, walau sangat keberatan Nadia dipaksa pulang oleh keadaan. Jika tidak begitu maka pengunjung lain akan ikut terganggu."Kok bisa sih Abi memerintahkan seseorang untuk membuat kolamnya surut. Seperti punya dia saja!"Esther memberikan penjelasan secera terperinci, "Tuan Abimana mengenal pemilik kolam ini. Jadi mungkin mudah bagi Tua
Hari sudah berganti, Tania menemui suster yang sudah mendapatkan uangnya. "Bagus kamu masih di sini. Saya kira kamu akan kabur!""Tidak akan nyonya. Ada apa menemui saya?""Saya cuma mau mengingatkan. Jika sekitar tiga bulan lagi saya akan melahirkan."Wanita berpakaian medis ini menampakan senyuman. "Selamat ya nyonya, jagalah kandungan anda dengan baik." Namun, kalimatnya ini tidak digubris oleh Tania."Jangan lupakan tugas kamu setelah bayi ini lahir!"Wanita ini mengangguk kecil. "Saya sangat mengingatnya, nyonya tenang saja." Kalimatnya ini membuat Tania merasa puas, jadi wanita cantik ini segera berlalu. Di lorong, Tania berpapasan dengan Naila yang hendak melakukan pengecekan rutin. Naila tidak pernah melewatkan pemeriksaan tubuhnya.Sejenak, Tania memerhatikan karena wanita yang sedang terbatuk di atas kursi roda memiliki wajah yang mirip dengan Nadia. "Saya harap suatu saat nanti Nadia yang mengalami kondisi seperti wanita itu. Jadi kalau Nadia penyakitan, Abi tidak akan mau
Abimana tiba di sebuah rumah cukup mewah, tetapi sangat sepi, hanya terdapat seorang satpam yang asik memainkan handphone. "Permisi pak, apa benar ini kediaman Nyonya Naila?" Abimana hanya memunculkan wajahnya tanpa keluar dari mobil.Segera, satpam meletakan handphonenya. "Benar tuan. Jika boleh tahu anda siapa dan ada keperluan apa menemui Nyonya Naila?""Saya salah satu kerabat jauhnya.""Akan saya sampaikan. Atas nama siapa?""Abimana-suaminya Nadia." Sengaja perkenalan seperti ini disebutkan karena mungkin keberadaannya akan sangat mudah diterima. Satpam segera menghubungkan panggilan."Tolong katakan pada nyonya, ada seorang pria yang ingin menemuinya. Bernama Abimana suaminya Nadia." Satpam bergeming sesaat kemudian menyimpan gagang telepon di atas meja. "Tunggu sebentar," ucapnya pada Abimana."Iya." Abimana dapat menilai dengan akurat jika memang tidak sembarang manusia bisa menemui Naila bahkan hanya sekedar masuk ke dalam halamannya.Tidak selang berapa lama satpam kembali
Setibanya di rumah, Nadia segera mendapatkan pelukan hangat nan khawatir dari Mila dan Saraswati. Walau Wira dan Abimana tidak mengatakan apapun, tetapi kedua wanita ini mengetahui kabar insiden yang terjadi lewat media layar kaca yang menayangkan secara langsung. "Nadia tidak apa-apa?" Kecemasan wanita tua ini melebihi siapapun."Nadia tidak apa-apa nek ..., tadi Nadia menyelamatkan diri sama Amira walau sempat terpisah." Genggaman tangan Nadia dan Amira saling bertautan."Syukurlah kalian baik-baik saja," ucap Mila.Amira berkata, "Tante, tapi Ami tidak akan lama-lama di sini karena papa mau jemput.""Iya sudah ..., pasti orangtua Ami sangat khawatir. Tapi sekarang minum dulu saja ya, istirahat dulu." Mila menjamu kawan menantunya dengan sayang sama halnya pada Nadia. Tidak berapa lama ayahnya Amira datang. Pria ini berbasa-basi sebentar karena Wira merupakan kawan bisnisnya dan ini pertama kalinya pria ini bertemu dengan anggota keluarga Wira yang lain selain Abimana yang sudah dik
Kali ini Nadia mulai memutuskan jika dirinya akan meminta bantuan Abimana untuk mencari ibunya. "Tolong temukan mama." Tatapannya begitu merindu."Iya, saya akan berusaha maximal mencari mama kamu yang juga adalah mertua saya!" Tekad tegas Abimana, "terimakasih sudah percaya pada saya." Senyuman melengkung bangga karena akhirnya Nadia meminta pertolongan dirinya untuk hal sangat penting ini."Nenek yang memberi saran, nenek juga bilang bisa merasakan kehadiran mama yang katanya masih ada, mama tidak meninggalkan saya, mungkin cuma raga kami saja yang terpisah.""Iya, saya janji. Kamu bisa memegang janji saya ini dan ingatkan saya jika suatu hari saya lalai pada janji saya ini!" Tekad kuat Abimana masih diperlihatkan, kali ini seiring mengusap sebelah pipi Nadia.Malam ini, Nadia memandangi foto ibunya yang diberikan Saraswati. "Ma, cepat temui Nadia ya, jangan buat Nadia gelisah terus-menerus dan bertanya-tanya di mana mama karena Nadia tidak bisa seperti itu terus ...."Abimana memot
"Ma, apa kita harus kembali?" Tania mulai memikirkan ulang melahirkan di negara ini karena dirinya memiliki suster yang sudah disuap di negara asalnya demi mengubah DNA bayinya menjadi milik Abimana."Jangan sayang, lebih baik melahirkan di sini saja, kamu sedang hamil tua, jangan sering bepergian.""Tapi Tania tidak mau melahirkan di sini walau Abi siap datang kesini.""Kenapa ..., ada mama di sisi kamu, mama tidak akan meninggalkan kamu." Nia membelai lembut putrinya."Tapi Tania tetap akan kembali saja bulan depan saat usia kandungan tujuh bulan!" Wanita ini mulai khawatir karena angka kelahiran tidak selalu bulan ke sembilan, sering terjadi kelahiran di bulan ketujuh, maka untuk berjaga-jaga lebih baik dirinya kembali ke negara asal."keputusan ada pada kamu, tapi mama memberi saran saja supaya melahirkan di sini.""Terimakasih ya ma selalu ada di sisi Tania." Pelukannya melingkar dengan penuh rasa syukur karena tanpa ibunya maka dirinya tidak akan bisa bertahan hingga hari ini.*
Malam ini Abimana meninggalkan alat pengaman yang selalu tersedia di dalam laci rahasia yang terkunci supaya tidak seorangpun tahu jika mereka sangat berhati-hati tentang kehamilan. Benda pusakanya sangat bersemangat karena akan mengeluarkan cairan putih di dalam rahim Nadia bersama harapan cairan itu akan menggumpal hingga menghasilkan anak yang sempurna."Abi, kamu yakin tidak akan pakai alat pengaman?" keraguan masih mencambuk hati Nadia."Tidak usah, kita lakukan saja secara alami." Semangat berlipat Abimana."Tapi ..., kalau saya hamil dan melahirkan saat usia kuliah, bagaimana masa depan saya, bagaimana saya bisa menyenangkan nenek dengan prestasi," risaunya."Kamu masih bisa menggapai cita-cita walau hamil dan melahirkan. Tenanglah semuanya akan berjalan dengan mulus, saya jamin!" Abimana berpikir jika uang bisa menyelesaikan segalanya salah satunya saat Nadia hamil, tapi tetap ingin kuliah atau setelah menjadi ibu, tetapi tetap ingin menggapai masa depan, semuanya seolah tingg