Pada malam harinya, tepatnya pukul tujuh. Nadia menginjakkan kaki di kediaman Amira, gaun indah nan sopan membalut tubuhnya hingga ke bagian mata kaki karena kaki pincangnya tidak ingin diekspos walaupun semua orang akan tetap melihat cara berjalannya, sedangkan Abimana tampak santai tetapi tetap gagah."Amira sudah chat saya dari tadi, menyuruh saya menemaninya di kursinya sama Devan. Tapi masa begitu!" Nadia sangat tidak percaya diri."Kamu turuti saja dulu keinginan sahabat kamu itu.""Iya, Amira juga selalu menemani saya." Jadi, kedatangan mereka segera disambut spesial oleh keluarga Amira karena gadis itu sudah mengatakan tentang Nadia. Maka, secepat kedipan mata Nadia berada di sisi Amira, berkumpul bersama keluarga sahabatnya, sedangkan Abimana duduk di kursi tamu walau keluarganya Amira mengajaknya juga untuk duduk bersama-sama."Saya sangat grogi!" Aku Amira kala menunggu kedatangan Devan."Grogi karena apa sih Mi, justru kalau grogi nanti kesannya pertunangannya tidak indah
Nadia menepati perjanjiannya, tetapi tepat setelahnya yang dinantikan datang hingga besok malam sampai tujuh hari selanjutnya dirinya tidak perlu melayani Abimana. "Senangnya ...." Raut wajahnya begitu berbinar."Tapi saya tidak senang," keluh Abimana."Kamu kan sudah pernah menahannya dalam waktu lama, masa iya sih seminggu saja tidak bisa." Santai Nadia yang sudah bersiap-siap tidur."Tetap tidak bisa, sayang. Waktu itu terpaksa, dan sekarang juga kalau diungkapkan saya terpaksa.""Kalau tidak menstruasi mungkin saya termasuk tidak sehat, kamu mau tidak istri tidak sehat. Hm?""Saya mau saat kamu tidak menstruasi karena kamu hamil!" Senyuman lebar Abimana yang mengandung banyak harapan."Tidak bisa, nanti saja." Nadia menutup kelopak matanya, "saya akan mengatakannya pada kamu saat saya siap dihamili, jadi tolong jangan memaksa dulu." Kalimat terakhir sebelum masuk ke dalam istana indah dalam mimpinya.Entah sudah berapa lama Nadia terlelap karena saat ini Abraham hadir. "Apa Nadia
Alih-alih Naila, justru Riana yang dilihat Nadia. Namun, karena kudanya masih berputar maka secepat kilat sosok itu pergi. "Apa benar itu Riana, apa Riana tidak dihukum karena kejahatannya pada Tania?"Nadia sudah kehilangan minat pada permainan kuda berputar, sekarang dirinya memilih permainan menembak supaya bisa diam di tempat walau kakinya belum menapaki lantai dengan sempurna.Riana adalak sosok wanita yang dilihat Nadia. Nadia tidak salah lihat karena wanita itu kembali setelah beberapa saat melarikan diri ke luar negeri. Dirinya mendapatkan kabar jika si wanita dingin yang mencoba menyekapnya kembali ke tempat asalnya setelah gagal mengeluarkan kekasihnya. Maka, dia pikir cukup aman walau tetap memijak kota ini.Riana belum mengetahui tentang Esther karena dirinya sibuk mencari tahu tentang si wanita dingin dan pihak berwajib yang mungkin mengajarnya. Maka, saat melihat Nadia sendiri, itu seperti sebuah mukjijat untuknya membalas dendam atas sakit hati yang ditimbulkan oleh Abi
Riana sedang berbicara dengan Andini. "Kamu harus membantu saya membalas dendam pada Abimana!""Tidak mau, sudah jelas-jelas kamu dipecat dengan tidak terhormat!" Jelas Andini menolak karena dia adalah salah satu pembenci Riana.Riana menyunggingkan bibir dengan santai. "Saya dengan Tuan Wira dan Tuan Abimana tidak puas dengan pekerjaan kamu kamu saya dan Tania lebih pantas menduduki posisi kamu sekarang!"Seketika kedua mata Riana melebar. "Eu, jangan asal bicara!""Siapa yang asal bicara? Kamu pikir semua orang memihak kamu. Tidak, kamu salah besar buktinya masih ada orang yang berbaik hati memihak saya dan mengatakan semua curahan hati kamu." Seringai puas Riana kala wajah Andini seakan membiru, "tawaran saya ini hanya berlaku saku kali saja. Kalau kamu mau bekerjasama dengan saya, membantu membalaskan dendam saya pada Abimana, saya akan memberitahukan caranya supaya kamu layak menjadi sekretaris CEO Family Owned Company!" Nagosiasi ini sangat formal, pun tatapan serta nada suara R
Nadia dan keluarganya beristirahat di tepian taman. Udara sejuk yang dihasilkan tumbuhan sangat menyegarkan. Abimana berjongkok di hadapan Nadia. "Kakinya sakit, tidak?""Tidak, kaki saya baik-baik saja." Senang Nadia mendapatkan perhatian Abimana karena dirinya pernah mengira jika suaminya tidak akan memerdulikan keadaan kakinya yang pincang."Baguslah, semoga cepat sembuh ya sayang." Senyuman tulus Abimana seiring mengecup punggung tangan Nadia yang menganggur sekalian mengusili, "kok dingin sih, kamu vampir ya!""Ish, dasar!" Seharusnya kalimat Abimana membuatnya kesal, tapi nyatanya Nadia tidak bisa menunjukan kesal sama sekali. Selama keduanya saling bercanda seakan dunia milik berdua, keluarganya asik berkuliner jajanan di pinggiran jalan tetapi mengenyangkan. Seperti bakwan, lemper, burger ramah di kantong dan banyak lagi.Mila memanggil pasangan baru yang sedang kasmaran supaya keduanya mengisi perut dan mengabaikan sementara hati yang sudah dipenuhi cinta. Jadi, Nadia dan Abi
"Kya ..., ini berlebihan!" protes tegas Nadia karena kini dua orang bodyguard sudah mengawalnya."Tidak ada yang berlebihan. Sebut saja mereka Esther dan Jack!" Senyuman sayang Abimana kala menyuguhkan dua orang bodyguard yang siap mengemban tugas yaitu melindungi Nadia."Tapi masa sampai dua orang, memangnya saya orang penting? Pejabat, presiden, idol k-pop. Saya ini bukan siapa-siapa!""Siapa bilang bukan siapa-siapa, kamu ini istri pengusaha hebat loh," bangga Abimana yang berdiri gagah mununjukan takhtanya."Tapi Esther saja cukup kok." Nadia bergelayutan di tangan Esther hingga wanita ini sedikit tidak enak hati pada Abimana karena citra seorang bodyguard yang seharusnya terlihat kuat sekarang terkesan keibuan."Esther saja tidak cukup, Riana bisa melukai kamu dari sisi manapun.""Riana?" heran Nadia."Iya, Riana menyimpan dendam, maka saya harus berjaga-jaga. Intinya kamu menurut saja." Kedipan satu mata Abimana pada Nadia, kemudian ekspresinya berubah serius pada Esther, "maaf
"Ah, sialan. Merepotkan saja!" rutuk Abimana kala dirinya melupakan handphonenya di atas meja kerja. Cleaning service itu menyadari kejanggalan ini, maka dirinya tidak berani melakukan apapun untuk berjaga-jaga kemungkinan Abimana kembali ke dalam ruangan.Kriet ....Pintu kaca itu dibuka perlahan oleh Abimana, ternyata si cleaning service sudah tidak di sana. Namun, Abimana menyadari sebuah benda bergeser yaitu pot bunga berukuran sedang. Lantainya juga sudah mengkilap, tetapi pria ini tidak berpikiran negatif toh tidak ada satupun benda yang hilang. Dirinya segera keluar dari ruangan, lagi-lagi bertemu dengan si cleaning service, untuk kedua kalinya juga Abimana bersikap dingin.Namun, saat si cleaning service hendak kembali ke dalam ruangan, ternyata pintu kaca itu sudah dikunci. Abimana pikir lebih baik mengunci pintu karena ruangan sudah bersih. Pria ini segera kembali ke rumah dalam waktu satu jam saja. "Sayang, hari ini ada yang spesial di kampus?" Seringai jahil Abimana."Sang
Nadia dan Kafka duduk berhadapan di cafe dekat kampus. "Saya lihat bodyguard yang mendampingi kamu bertambah satu orang, mengapa?" Santai Kafka dan selalu diiringi senyuman ramah. Di hadapan keduanya sudah tersedia jus buah untuk Nadia dan kopi untuk Kafka."Pak Kafka memata-matai saya lagi?" Alih-alih memberikan jawaban, justru Nadia membuat pertanyaan."Tidak, kebetulan saja saya melihat kamu.""Masa sih pak, memangnya Pak Kafka mau ke kampus sampai-sampai kebetulan melihat saya?" Kali ini Nadia tidak lantas percaya dengan kata kebetulan yang keluar dari mulut Kafka."Iya, saya mendapatkan panggilan, katanya beliau akan membicarakan hal penting dengan saya, entah apa." Senyuman masih diulas lembut dan teduh di wajah Kafka.Nadia membuang udara tipis. "Tapi tidak mungkin kan, bapak menjadi dosen lagi di sini setelah bapak resign dengan suka rela dan berdasarkan keinginan bapak sendiri." Nadia memasang raut wajah biasa saja seolah bertemu Kafka tidak ada spesialnya sama sekali dan dia
Kafka adalah keponakan pejabat tersebut, pria hebat ini mengajak keponakan membanggakannya karena prestasi gemilangnya di gedung perusahaan milik saudaranya yaitu ayahnya Kafka. Abimana geram mengetahui kenyataan ini bukan karena merasa tersaingi hanya saja di rapat penting ini dirinya harus berjabat tangan dengan Kafka seiring menatap wajahnya terus-menerus."Senang berkerjasama dengan anda." Kalimat Kafka yang salah satunya disampaikan pada Abimana setelah mengucapkannya pada Wira."Begitupun kami." Abimana tetap bersikap propesional walau keadaan hatinya meledak-ledak. Seusai rapat, pria ini berkata pada ayahnya, "Kafka adalah ayah si bayi, tapi Abi yang direpotkan Tania!""Jadi tadi kamu terlambat karena Tania!" kekesalan Wira segera hadir saat mendengarnya."Iya pa, Tania meminta diantar memeriksakan bayinya. Abi turuti saja supaya Tania menjaga bayinya hingga Abi bisa membuktikan pada semua orang.""Wanita ular!" desis geram Wira yang tidak ingin berkata apapun lagi tentang Tani
Nadia dibuat tidak setuju dengan ungkapan yang terdengar frontal itu. "Bayi itu tidak berdosa, Tania yang banyak membuang waktu kamu, bukan bayinya."Abimana mengerjap kecil, kemudian menarik senyuman bangga pada makhluk cantik di hadapannya. "Semakin hari kamu semakin dewasa. Bukan hanya pertambahan usia, tapi pola pikir kamu juga walau ... masih banyak sikap kekanakan." Senyuman lebarnya di akhir."Kamu memuji atau menghina sih? Kalimat kamu sering membuat saya bimbang tahu tidak sih!" Nadia membaringkan tubuhnya dengan malas."Bicara kamu seperti dalam sinetron!" ejek kecil Abimana.***Pagi ini Abimana menemani Tania memeriksakan kandungannya karena ini salah satu cara supaya Tania tetap memibiarkan bayinya sehat dan yang paling penting tetap hidup. Degupan jantung si bayi sangat kencang hingga membuat senyuman manis sekaligus haru ditarik oleh Tania walaupun Abimana tetap bersikap datar. Andai tersenyum pun hanya bagian dari pormalitas saja."Bayinya sangat sehat, perkembangannya
Tidak berapa lama, tepatnya kala Nadia dan Amira sedang asik di salah satu kolam, tiba-tiba saja airnya surut perlahan bahkan semua orang yang berada di sana ikut terheran-heran. "Kok air di sini surut?""Entah, yang lain tidak kok!" Amira melukis wajah heran sama seperti Nadia.Esther berkata santai nan santun, "Maaf nyonya, tapi ini atas perintah Tuan Abimana. Jadi, jika anda berpindah kolam maka kolam itu juga akan dibuat surut.""Apa. Dasar Abi!""Tuan Abi bilang Anda harus segera pulang," tambah Esther masih dengan santun."Abi ...!" teriak Nadia hingga memekak ruang dengar Esther, tetapi justru Amira terkekeh kegelian."Sabar ya ...," goda Amira. Maka, walau sangat keberatan Nadia dipaksa pulang oleh keadaan. Jika tidak begitu maka pengunjung lain akan ikut terganggu."Kok bisa sih Abi memerintahkan seseorang untuk membuat kolamnya surut. Seperti punya dia saja!"Esther memberikan penjelasan secera terperinci, "Tuan Abimana mengenal pemilik kolam ini. Jadi mungkin mudah bagi Tua
Hari sudah berganti, Tania menemui suster yang sudah mendapatkan uangnya. "Bagus kamu masih di sini. Saya kira kamu akan kabur!""Tidak akan nyonya. Ada apa menemui saya?""Saya cuma mau mengingatkan. Jika sekitar tiga bulan lagi saya akan melahirkan."Wanita berpakaian medis ini menampakan senyuman. "Selamat ya nyonya, jagalah kandungan anda dengan baik." Namun, kalimatnya ini tidak digubris oleh Tania."Jangan lupakan tugas kamu setelah bayi ini lahir!"Wanita ini mengangguk kecil. "Saya sangat mengingatnya, nyonya tenang saja." Kalimatnya ini membuat Tania merasa puas, jadi wanita cantik ini segera berlalu. Di lorong, Tania berpapasan dengan Naila yang hendak melakukan pengecekan rutin. Naila tidak pernah melewatkan pemeriksaan tubuhnya.Sejenak, Tania memerhatikan karena wanita yang sedang terbatuk di atas kursi roda memiliki wajah yang mirip dengan Nadia. "Saya harap suatu saat nanti Nadia yang mengalami kondisi seperti wanita itu. Jadi kalau Nadia penyakitan, Abi tidak akan mau
Abimana tiba di sebuah rumah cukup mewah, tetapi sangat sepi, hanya terdapat seorang satpam yang asik memainkan handphone. "Permisi pak, apa benar ini kediaman Nyonya Naila?" Abimana hanya memunculkan wajahnya tanpa keluar dari mobil.Segera, satpam meletakan handphonenya. "Benar tuan. Jika boleh tahu anda siapa dan ada keperluan apa menemui Nyonya Naila?""Saya salah satu kerabat jauhnya.""Akan saya sampaikan. Atas nama siapa?""Abimana-suaminya Nadia." Sengaja perkenalan seperti ini disebutkan karena mungkin keberadaannya akan sangat mudah diterima. Satpam segera menghubungkan panggilan."Tolong katakan pada nyonya, ada seorang pria yang ingin menemuinya. Bernama Abimana suaminya Nadia." Satpam bergeming sesaat kemudian menyimpan gagang telepon di atas meja. "Tunggu sebentar," ucapnya pada Abimana."Iya." Abimana dapat menilai dengan akurat jika memang tidak sembarang manusia bisa menemui Naila bahkan hanya sekedar masuk ke dalam halamannya.Tidak selang berapa lama satpam kembali
Setibanya di rumah, Nadia segera mendapatkan pelukan hangat nan khawatir dari Mila dan Saraswati. Walau Wira dan Abimana tidak mengatakan apapun, tetapi kedua wanita ini mengetahui kabar insiden yang terjadi lewat media layar kaca yang menayangkan secara langsung. "Nadia tidak apa-apa?" Kecemasan wanita tua ini melebihi siapapun."Nadia tidak apa-apa nek ..., tadi Nadia menyelamatkan diri sama Amira walau sempat terpisah." Genggaman tangan Nadia dan Amira saling bertautan."Syukurlah kalian baik-baik saja," ucap Mila.Amira berkata, "Tante, tapi Ami tidak akan lama-lama di sini karena papa mau jemput.""Iya sudah ..., pasti orangtua Ami sangat khawatir. Tapi sekarang minum dulu saja ya, istirahat dulu." Mila menjamu kawan menantunya dengan sayang sama halnya pada Nadia. Tidak berapa lama ayahnya Amira datang. Pria ini berbasa-basi sebentar karena Wira merupakan kawan bisnisnya dan ini pertama kalinya pria ini bertemu dengan anggota keluarga Wira yang lain selain Abimana yang sudah dik
Kali ini Nadia mulai memutuskan jika dirinya akan meminta bantuan Abimana untuk mencari ibunya. "Tolong temukan mama." Tatapannya begitu merindu."Iya, saya akan berusaha maximal mencari mama kamu yang juga adalah mertua saya!" Tekad tegas Abimana, "terimakasih sudah percaya pada saya." Senyuman melengkung bangga karena akhirnya Nadia meminta pertolongan dirinya untuk hal sangat penting ini."Nenek yang memberi saran, nenek juga bilang bisa merasakan kehadiran mama yang katanya masih ada, mama tidak meninggalkan saya, mungkin cuma raga kami saja yang terpisah.""Iya, saya janji. Kamu bisa memegang janji saya ini dan ingatkan saya jika suatu hari saya lalai pada janji saya ini!" Tekad kuat Abimana masih diperlihatkan, kali ini seiring mengusap sebelah pipi Nadia.Malam ini, Nadia memandangi foto ibunya yang diberikan Saraswati. "Ma, cepat temui Nadia ya, jangan buat Nadia gelisah terus-menerus dan bertanya-tanya di mana mama karena Nadia tidak bisa seperti itu terus ...."Abimana memot
"Ma, apa kita harus kembali?" Tania mulai memikirkan ulang melahirkan di negara ini karena dirinya memiliki suster yang sudah disuap di negara asalnya demi mengubah DNA bayinya menjadi milik Abimana."Jangan sayang, lebih baik melahirkan di sini saja, kamu sedang hamil tua, jangan sering bepergian.""Tapi Tania tidak mau melahirkan di sini walau Abi siap datang kesini.""Kenapa ..., ada mama di sisi kamu, mama tidak akan meninggalkan kamu." Nia membelai lembut putrinya."Tapi Tania tetap akan kembali saja bulan depan saat usia kandungan tujuh bulan!" Wanita ini mulai khawatir karena angka kelahiran tidak selalu bulan ke sembilan, sering terjadi kelahiran di bulan ketujuh, maka untuk berjaga-jaga lebih baik dirinya kembali ke negara asal."keputusan ada pada kamu, tapi mama memberi saran saja supaya melahirkan di sini.""Terimakasih ya ma selalu ada di sisi Tania." Pelukannya melingkar dengan penuh rasa syukur karena tanpa ibunya maka dirinya tidak akan bisa bertahan hingga hari ini.*
Malam ini Abimana meninggalkan alat pengaman yang selalu tersedia di dalam laci rahasia yang terkunci supaya tidak seorangpun tahu jika mereka sangat berhati-hati tentang kehamilan. Benda pusakanya sangat bersemangat karena akan mengeluarkan cairan putih di dalam rahim Nadia bersama harapan cairan itu akan menggumpal hingga menghasilkan anak yang sempurna."Abi, kamu yakin tidak akan pakai alat pengaman?" keraguan masih mencambuk hati Nadia."Tidak usah, kita lakukan saja secara alami." Semangat berlipat Abimana."Tapi ..., kalau saya hamil dan melahirkan saat usia kuliah, bagaimana masa depan saya, bagaimana saya bisa menyenangkan nenek dengan prestasi," risaunya."Kamu masih bisa menggapai cita-cita walau hamil dan melahirkan. Tenanglah semuanya akan berjalan dengan mulus, saya jamin!" Abimana berpikir jika uang bisa menyelesaikan segalanya salah satunya saat Nadia hamil, tapi tetap ingin kuliah atau setelah menjadi ibu, tetapi tetap ingin menggapai masa depan, semuanya seolah tingg