"Tolong berhenti, kami akan ikut. Kemanapun terserah!" teriak Zha saat beberapa warga itu sudah menarik paksa Halilintar dan siap menghajarnya."Baik kalau begitu." jawab Seorang pria itu menarik kasar tangan Zha."He, jangan menyentuh kekasih ku atau ku habisi kalian!" Halilintar yang panas melihat Zha di tarik langsung menarik kerah pria itu dan melayangkan tinjunya.Melihat itu Zha langsung menepis tinju Halilintar sebelum mendarat ke wajah pria itu."Hall, tenanglah. Kita tidak boleh gegabah menghadapi warga." bisik Zha berusaha meredakan emosi Halilintar."Jangan main kasar, kami sudah menuruti mau kalian!" ucap Halilintar.Akhirnya para warga menggiring Halilintar dan Zha menuju rumah kepala desa mereka.Sepanjang melangkah Halilintar menggandeng tangan Zha dan sesekali melirik wajah Zha dengan penuh penyesalan dengan apa yang terjadi.Hingga mereka sampai di rumah kepala desa, Halilintar tidak memperdulikan mereka ketika salah satu dari mereka berbicara menjelaskan apa yang ter
Zha sudah berhasil menenangkan hati Riana yang kini duduk manis di sampingnya di jok belakang, sementara Halilintar sendiri berada di kursi depan bersama sang sopir yang membawa mobil mereka melaju ke Rumah Utama.Mobil yang ditumpangi Aaron dan Emily pun mengikuti mobil mereka dari belakang bersama mobil mobil para pengawalnya.Zha mengira setelah sampai di Rumah Utama keluarga Albarez keadaan akan sudah tenang dan Zha bisa segera berpamitan untuk pulang ke Mansion bersama bibinya.Namun perkiraan Zha salah besar, bagaimana tidak, sesampainya mereka di Rumah Utama Sang bibi kembali mengamuk dan kali ini Riana menuntut keluarga Samudra."Maaf Tuan dan Nyonya ya? Bukan saya tidak sopan. Tapi saya menuntut keadilan. Saya mau putra kalian menikahi Zha. Jika tidak saya akan menuntut kalian dengan jalur hukum biar nama keluarga terhormat kalian akan tercemar dan mendapat malu!" ucap Riana membuat Zha kaget."Bibi. Apa yang bibi katakan? Tuan maafkan bibiku. Tidak perlu diambil hati ucapanny
Masih di kediaman rumah keluarga Albarez, namun kali ini tepatnya di dapur milik rumah besar itu.Setelah acara makan malam usai, Riana dan Emily terlihat duduk berhadapan, keduanya melempar pandangan dan sama sama tersenyum simpul."Kamu senang Nyonya?" tanya Riana meneguk air mineral dingin yang ada di genggaman."Jangan panggil aku Nyonya. Bukankah sekarang kita sudah menjadi besan?" balas Emily dengan nada sopan."Ah iy. Em Besan, ah. Seperti sangat kaku. Biarlah, aku akan tetap memanggilmu Nyonya. Tidak perlu keberatan dengan panggilanku karena itu terasa lebih nyaman." ucap Riana."Terserah ibu saja kalau begitu." kembali kedua wanita itu tersenyum."Bagaimana,""Aku senang sekali. Terimakasih atas kerjasamanya yang baik. Percayalah. Kami akan menjaga Kanzha dengan nyawa kami." Emily segera memotong pertanyaan dari Riana."Saya yang seharusnya berterima kasih Nyonya, ini adalah harapan ibunya, Kanzha menikah dan bisa hidup bahagia, tidak seperti kami." mata Riana mulai berkaca-k
Pagi yang penuh semangat itu terasa begitu cepat datang bagi seorang pria yang sedang tersenyum bahagia itu. Halilintar Albarez, pria itu sudah menyelesaikan mandinya dan kini duduk di tepi ranjang setelah mengganti bajunya.Matanya terus menatap wajah cantik wanita yang masih terbuai di alam mimpi itu dengan tatapan mesra. Wanita iblis yang kini sudah menjadi istrinya itu.Halilintar tersenyum mengingat kejadian semalam, dimana ia baru pertama kalinya melihat Zha menangis dan mengeluarkan air mata karena kerakusannya.Gadis ketua mafia yang tidak pernah takut dengan apapun itu tidak akan pernah menangis hanya karena sebuah pisau atau peluru yang berhasil melukai tubuhnya. Tapi Halilintar sukses membuat wanita iblis itu menjerit bahkan menangis kesakitan namun tanpa perlawanan ketika Halilintar berhasil merobek keperawanannya semalam.Hanya deraian air mata dan tangan yang mencengkram sprei hingga menyisakan suasana ranjang yang berantakan, itulah yang sempat dilihat Halilintar di s
Sudah ada satu minggu Zha menjadi istri sang pewaris tunggal Keluarga Albarez, dan selama satu Minggu itu juga Zha masih berada di dalam Rumah ini.Hari-hari yang ia lalui terasa berwarna. Siang ia akan bersama sang ibu mertua yang sangat menyayanginya, belajar memasak dan berdandan.Dengan telaten Emily mengajari Zha memasak. Terkadang tawa pun menggelegar di antara menantu dan mertua itu ketika Zha salah dalam menaruh bumbu di masakannya.Zha tersipu malu, selama hidupnya Zha sama sekali tidak pernah yang namanya memegang sayuran atau bahan makanan jenis apapun itu. Saat ibunya masih ada, Zha hanya tahu bekerja mencari uang, urusan rumah apapun itu Zha terima beres.Emily yang menjadi Mertua berhati emas itu begitu memaklumi Zha, seolah paham jika menantunya itu memang bukanlah wanita biasa yang mengenal dapur dan alat makeup. Emily dengan sabar mengajari dan memberitahu Zha gunanya memasak dan berdandan untuk sang suami."Kamu harus selalu ingat pesan Mama Kanzha, sehebat apapun wa
Sudah hampir dua Minggu lamanya paZha dan Halilintar tinggal di Mansion Zha. Wanita ketua Mafia dari klan Poison Of Death itu sudah mengurangi waktunya untuk bisnis gelapnya. Zha hanya sesekali pergi bersama Elang. Waktunya banyak dihabiskannya bersama Halilintar sang Suami yang saat ini sudah membuat Zha merasa dicintai dan mencintai itu.Emily dan Riana juga sesekali datang untuk menengok Zha, sekedar untuk mengobrol santai atau menemani waktu siang Zha. Dengan senyum bahagia mereka menatap Zha dan berharap agar Zha segara hamil untuk memberi mereka seorang cucu.Sementara Halilintar, satu Mingguan kemarin sudah kembali sibuk mengurus perusahaannya dan melupakan kerjasamanya dengan detektif Victor.Dengan bantuan Aaron tentunya, Victor tidak lagi menuntut Halilintar untuk menyerahkan Zha sebagai salah satu yang di curigai terkait kasus pembunuhan segelintir Para Pengusaha besar di tanah air ini. Namun mereka tidak mengetahui jika sebenarnya Victor masih berusaha keras untuk mengung
Halilintar masih mendekap istrinya yang terus meronta dan menangis itu.Sementara Aaron, Dokter Bram dan Profesor William, mereka memilih untuk meninggalkan sepasang suami istri itu untuk sengaja memberi waktu mereka agar bisa berbicara baik baik mencari jalan yang terbaik bagi mereka."Hall, ku mohon.. Perintahkan dokter Bram untuk mengeluarkan partikel itu. Aku tidak mungkin mengorbankan darah dagingku sendiri hanya untuk kepentingan pribadiku. Lalu apa bedanya aku dengan mereka yang sudah menaruh partikel itu pada diri ku yang tidak tau apa apa ini?" ucap Zha dengan isakan tangisnya."Aku mengerti Zha, aku pun tidak ingin kehilangan calon bayiku.""Kalau begitu cepat Hall, sebelum semuanya terlambat dan kita akan menyesal!"Halilintar melepaskan pelukannya, memutar tubuh Zha dan menatap dalam wajah itu. Setelah sekian lama mereka saling memandang, Halilintar akhirnya mengangguk.Dengan hati yang hancur dan diliputi rasa yang tak karuan Halilintar melangkah keluar. Mereka yang ada
Saat ini, Halilintar masih fokus pada layar pipih di depannya itu, sambil sesekali melirik istrinya yang masih saja tak sadarkan diri setelah sehari semalam dari kejadian munculnya tato Jangkar di bagian punggung dan lengannya itu. Ternyata kemunculan tato itu telah menyerap habis tenaga Zha, membuat Zha harus mendapatkan infus dari dokter Bram guna memasukan cairan vitamin agar tenaga Zha cepat pulih kembali.Sebenarnya Halilintar sudah menemukan dimana lokasi asli klan Jangkar perak berada, tapi kali ini Halilintar tidak akan gegabah. Ia harus menyusun rencana matang untuk bisa masuk langsung ke dalam markas itu, karena di pikiran Halilintar ia yakin jika di sanalah chip induk itu berada.Apapun resikonya, Halilintar harus mendapatkannya sebelum Zha yang menginginkan untuk bertindak sendiri.Halilintar tidak mungkin membiarkan Zha pergi apalagi saat ini kondisi Zha tengah hamil.Rintihan kecil dari mulut Zha membuat Halilintar cepat menoleh dan beranjak menghampiri Zha yang mulai mem