Halilintar ingin membuktikan pada Dewi iblis itu jika tidak selamanya ia akan tangguh dan berkuasa serta bisa mengendalikan semuanya, mendominasi Zha seperti sebelum-sebelumnya."Yaaaakkk... Aku mencintaimu sialan... Cepat lepas!"Mendengar jawaban Zha, Halilintar akhirnya melepaskan tangannya dengan senyuman puas penuh kemenangan."Ah, bahagianya aku. Dewi iblisku. Terima Kasih atas cintamu.""Brengsek!" Zha menampar wajah Halilintar."Argh..!! Kenapa kamu menamparku? Baru saja kamu mengatakan jika kau mencintaiku. Dan kamu sudah... Oh Zha.. kamu menyakiti kekasihmu sendiri." rintih Halilintar mengusap pipinya."Persetan!" ucap Zha, membuka pintu mobil bertepatan dengan mobil yang sudah berhenti di depan Mansionnya.Zha cepat keluar dan berlari ke dalam Mansion di susul Halilintar yang mengejar kekasih durhakanya itu, tidak mempedulikan Elang dan sopirnya yang menahan tawa sejak tadi hingga tawa mereka akhirnya pecah saat melirik Zha sudah masuk jauh ke dalam Mansionnya.Entah mengap
"Semenjak itu, ibuku harus bertahan hidup, berjuang melawan penyakitnya serta berjuang membesarkanku seorang diri. Beruntung Ibuku mempunyai sahabat baik yang sering mendukungnya. Bibi yang kini menjadi ibu angkatku. Aku tidak tahan melihat penderitaan ibuku hingga aku memilih jalan ku sendiri. Melatih tangan nakalku untuk mencopet di jalanan. Tiap kali aku pulang ke sekolah aku akan membawa beberapa lembar uang untuk ibuku dan menyuruhnya berhenti bekerja. Ibu tahu aku mencopet, tapi Ibu akan tetap menerima uangku dan menyimpannya meskipun aku harus mendengar panjang lebar ceramah darinya.""Kamu juga sempat sekolah ya?""Ya, aku pernah sekolah menengah atas. Meski hanya mengenyam setahun pendidikan, karena di tahun pertamaku aku memilih untuk berhenti sekolah. Bukan hanya satu sekolah tapi lebih dari tiga sekolahan yang pernah ku tempati. Ibu selalu memindahkan aku karena aku sering mendapat skor dan surat panggilan wali murid dari sekolahanku.""Kenapa?""Mereka sering membullyku.
"Hal. Aku.. aku .. Ah," Zha merasakan denyutan-denyutan hebat di bawah sana yang tiba-tiba mendominasinya."Kenapa Zha..?" Halilintar menatap wajah Zha, ia bisa melihat bibir Zha yang bergetar."Kamu merasakan sesuatu? Kamu merasakan apa yang ku rasakan?" tanya Halilintar masih tak melepaskan pandangannya sedikit pun. Sementara Zha terus mendesah sambil terus menatap wajah tampan yang tepat di hadapan wajahnya itu."Kamu mau aku melakukan lebih dari ini? Aku akan melakukannya Zha, agar kau lebih paham dengan rasa ini. Agar kamu tahu, bukan hanya membunuh yang membuat bahagia. Tapi bercinta lebih dari segalanya." Tangan Halilintar kini mencoba membuka resleting milik Zha membuat gadis itu terperangah dan segera menyadarinya."Cukup Hal!" Zha mendorong kuat tubuh Halilintar hingga jatuh di lantai dan Zha segera bangun. Dengan wajah yang memerah Zha berlari ke kamar mandi."Brengsek... Sial!" umpat Zha menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya di depan kaca di dalam kamar mandi mi
Mata Halilintar terbelalak sempurna. Dia hampir tidak percaya dengan apa yang ia dengar dari mulut wanita itu. Dia adalah Sarah Oktavia, seorang wanita yang pernah membuat masalah dalam hidupnya tempo dulu. Halilintar menguatkan cengkraman tangannya, "Kamu! Bagaimana bisa kamu berubah? Aku bahkan tidak mengenali wajahmu. Kamu penipu!" "Aku sengaja merubah semuanya demi membalas dendamku padamu dan keluarga Albarez! Ketika aku mengetahui kamu dekat dengan Gadis Toxic itu, aku juga ingin membunuhnya!" ucap wanita itu melirik tajam ke arah Zha yang masih menodongkan pistol ke arah Halilintar."Jadi, selama ini kamu yang telah mengirim para mafia itu untuk membunuhku dan ibuku?" Halilintar kembali menginterogasi wanita berambut silver itu."Selain dendam pribadi, seseorang juga telah menyewaku." wanita itu terkekeh dan menoleh pada Zha yang sekarang telah mengalihkan pistol ke arahnya."Katakan! Siapa yang menyewamu? Benarkah Alex? Cepat, atau aku akan memecah kepalamu! " "Apa kamu ti
Saat itu juga, Zha segera menoleh dan berseru pada Halilintar."Hall, lihatlah apa yang aku telah temukan!"Halilintar yang tadi sudah duduk di sofa, kini segera beranjak dan menghampiri Zha lalu memperhatikan dengan seksama penemuan Zha itu."Sarah Oktavia tidak mati, kecelakaan itu ternyata hanyalah sabotase. Ia melakukan operasi plastik untuk mengubur identitas asli miliknya." Zha menunjuk sebuah artikel yang berhasil ia temukan.Benar saja, fakta yang ditemukan Zha memang begitu adanya.Sebenarnya, setelah berhasil mengubah wajahnya di negara Singapura, Sarah yang menyimpan begitu banyak dendam pada Halilintar kembali ke kota ini dan mencari klan Mafia yang pernah ia dengar dari ayahnya ketika dulu yaitu Eduardo Vargas.Lalu saat Alex menyewa mafia Vargas untuk beberapa kali mencoba membunuh Halilintar dan Emily pada saat itu lalu gagal, Sarah menemui Klan Jangkar perak untuk mencoba bergabung dengannya karena menurut Sarah, Klan jangkar perak lebih kuat.Ternyata Klan Jangkar per
"Zha. Artinya tebakanku," kata-kata Halilintar langsung dipotong oleh Zha."Tidak mungkin. Ini hanya kebetulan mirip.""Tidak ada salahnya kita mencari tahu lebih lanjut Zha!""Hall.. Ibuku memang bernama Aisyah. Ya Aisyah tapi bukan Aiesh Glendale. Ayah ku . Tidak, tidak. Nama ayahku bukan Sean. Tapi," Zha tiba-tiba meremas rambutnya sendiri, seperti sedang berusaha mengingat-ingat sesuatu.Halilintar merasa aneh, "Kamu tidak bisa mengingat nama ayahmu sendiri? Bahkan kamu masih bisa mengingat wajahnya?" tanya Halilintar yang sekarang bisa melihat ekspresinya bingung di wajah Zha."Ya, aku mengingat wajahnya. Aku mengingatnya dengan baik. Argh..!" Zha kembali meremas rambutnya. Dia benar-benar dibuat terkejut dengan kondisi dirinya sendiri sekarang.'Kenapa aku tidak bisa mengetahui nama ayahku sendiri? Aku tidak pernah mendengar ibuku memanggil nama ayahku selain hanya sebutan Ayah saja." Zha berkeluh."Sepertinya, seseorang sengaja mencuci memorimu beberapa tahun sebelum ayahmu me
Saat Zha memaksa keluar dari mobil, Halilintar terus mencegahnya."Untuk kali ini saja Zha, kumohon menurutlah denganku dulu. Keselamatanmu saat ini adalah tanggung jawabku." ucap Halilintar."Tanggung jawab dari siapa hah? Sudahlah Hall, pulanglah sendiri. Aku mampu menjaga diriku sendiri. Toh selama ini aku sudah terbiasa sendirian." bantah Zha."Zha, untuk kali ini saja. Kumohon bersabarlah. Kita bisa kembali mengatur rencana nanti." Halilintar menarik paksa tangan Zha dan memposisikan tubuh Zha seperti semula."Jalan pak!" Halilintar segera memberi perintah pada sang sopir taksi yang langsung patuh dan menjalankan mobilnya.Zha yang kesal karena Halilintar terus menggenggam lengannya itu membanting pintu mobil sambil terus mengumpat."Aku tidak habis pikir Hall, kenapa kamu bisa percaya begitu saja dengan ucapan tua bangka sialan itu sih? Bagaimana jika dia hanya ingin mempermainkan kita?""Bukankah kamu sendiri yang awalnya mempercayai ucapannya? Kenapa sekarang kita tidak mencoba
"Zha.. Aku harus menemuinya, siapa tau aku bisa mendapat sedikit petunjuk. Kamu di sini saja. Lakukan apapun yang kamu mau asal jangan keluar dari zona aman. Kamu mengerti?" ucap Halilintar, dia memeluk sejenak kekasihnya itu."Aku mencintaimu Zha, aku akan menemanimu melewati semua ini. Kamu harus percaya padaku." bisik Halilintar, mampu membuat Zha tertegun.Zha hanya bisa menatap langkah pria itu dengan perasaan kacau, hingga dia memutuskan untuk masuk ke dalam kamar saja.Sampai sore menjelang malam, Zha terlihat gelisah menanti kepulangan Halilintar yang tak kunjung datang. Ia melangkah keluar kamar sekedar hanya untuk menghilangkan rasa gelisahnya menuju dapur.Entah apa yang ingin ia lakukan, Zha sendiri terlihat bingung ketika sudah berada di dapur yang terlihat sepi itu. Hingga sebuah tepukan di bahunya mengagetkannya.Sesaat, Zha hampir tidak bisa menahan diri ketika sebuah moncong pistol sudah menempel di pelipisnya, beruntung ia bisa cepat menatap wajah seseorang yang mem
Saat Aisyah melihat genggaman tangan Putranya pada jari jemari Alexa, dia sudah dapat mengerti jika kedatangan Elang untuk menemuinya kali ini sepertinya bukan untuk urusan pekerjaan. Tapi ada hal lain.Apalagi ketika mereka menyambutnya di bawah tangga tanpa melepaskan genggaman tangan mereka, Aisyah makin yakin dengan dugaannya.Dia menatap dingin pada mereka, seolah olah meminta penjelasan dari mereka. Padahal dalam hatinya, dia cukup tersenyum senang.Pernah bahkan seringkali malah, Aisyah mengkhawatirkan Putranya itu.Memikirkan Kapan Elang akan menyusul adiknya? Mengkhawatirkan, Apakah ada yang mau menerima Elang yang pernah berada di dunia gelap?Adakah keluarga yang mau dengan tulus menerima Elang, seperti keluarga Albarez yang bisa menerima Zha dengan tulus?Begitu banyak kekhawatiran Aisyah saat merenungkan nasib percintaan Putranya kelak. Tapi ketika melihat apa yang ada di hadapannya itu, hatinya mendadak lega seketika.Alexa!Benar! Gadis itu sangat tepat untuk Putranya.
Pagi berikutnya,Elang mengajak Alexa untuk menemui Ibunya.Sebelum datang berkunjung, Elang terlebih dulu menghubungi Aisyah.Elang sedikit terkejut saat Ibunya mengatakan jika Ibunya sekarang sudah pindah dan tinggal di rumah utama. Memang benar, Aisyah sekarang tinggal bersama beberapa orang pelayan dan anak buahnya di Rumah Besar milik Tuan Glendale.Sudah ada satu bulanan dia tinggal disini. Sebenarnya dia tidak ingin lagi masuk ke rumah ini. Mengingat begitu banyak kenangan pahit yang pernah terjadi di rumah ini. Tetapi entah kenapa, pada akhirnya dia sendiri memutuskan untuk tinggal disini.Atau mungkin Aisyah hanya ingin mengingat semua kenangan masa lalu.Disinilah dia dilahirkan dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan oleh kedua orang tuanya. Meskipun pada saat itu dia tahu jika kedua orang tuanya, Ayah dan Ibunya itu bukanlah orang tua biasa seperti orang tua teman temannya. Tapi orang tuanya adalah seorang ketua mafia. Aisyah sadar jika dirinya adalah pu
Ketika mendengar Elang mengatakan kata kencan, Alexa tidak bisa untuk tidak membulatkan kedua matanya. Tentu saja dia terkejut, "Apa yang kamu katakan Elang? Kencan? Siapa yang kencan?"Elang belum menjawab, dia malah tertawa kecil terlebih dahulu, kemudian berkata, "Yang kencan ya kita, memang kenapa? Aku mengajakmu keluar untuk kencan. Kamu keberatan?"Sumpah demi apapun, saat ini wajah Alexa memerah. Jantungnya berdegup keras. Dia langsung merasa gugup.Biasanya dia akan diajak keluar oleh Elang untuk melakukan sebuah pekerjaan. Kalau dulu saat dia masih berada di Klan Selatan, dia hanya tahu, keluar hanya untuk menyelesaikan misi. Jadi bagaimana dia tidak gugup, saat tiba tiba saja Elang mengatakan jika akan berkencan dengan dirinya?Sungguh, hati gadis ini merasa seperti terbang diatas awan."Hei, kenapa malah melamun? Kamu keberatan ku ajak pergi kencan?" Elang bertanya lagi, itu membuat Alexa tersentak dari lamunannya. Wajahnya semakin memerah."Bukan begitu. Tapi aku, aku han
Saat ini Halilintar masih bersama Zha di kamar Mereka. Mereka melepaskan rindu dan keresahan hati mereka yang sempat mereka rasakan tadi. Beberapa saat kemudian Zha menanyakan Zhilan dan Zhelin padq Halilintar."Apa Mereka rewel dan membuatmu kewalahan Hal?" Zha bertanya.Halilintar menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Tidak Zha. Apa kamu tahu, Mereka sangatlah pengertian. Mereka sama sekali tidak rewel, seperti tahu jika orang tuanya sedang ada masalah.""Sungguh kah?" Zha senang mendengarnya dan segera menghampiri Ranjang si kembar. Dia menatap dua putri kembarnya yang masih terlelap.Zha mengambil Zhilan dan menggendong bayi itu. Mata Zha berkaca-kaca. Dia bersyukur bisa kembali lagi kesini. Hampir saja dia tidak bisa melihat tumbuh kembang mereka, jika saja Victor membawanya ke kantor polisi dan dia di penjara.Kehidupan Mereka akan jauh lebih menyedihkan dibanding hidup Zha. Mereka akan mendengar jika lahir dari seorang wanita pembunuh dan kini ibunya mendekam di penjara.
Halilintar masih seperti tidak percaya dengan apa yang ia lihat. "Zha! Benarkah ini kamu? Atau aku hanya sedang bermimpi?" Halilintar merasa jika ini mungkin hanyalah mimpi karena dia terlalu memikirkan Zha seharian ini. Tapi dia tersentak dan sadar ketika Zha menyentuh pipinya dan bersuara."Hall! Ini aku. Aku telah kembali untuk kalian." Zha mengusap air mata pria itu yang masih membekas di sana.Halilintar tercengang lalu segera berteriak,"Zha.." Halilintar menarik kasar tubuh Zha dan memeluknya dengan begitu erat."Kamu kembali untuk kami? Benarkah ini?" tanya Halilintar di sela isakannya seperti tidak percaya dengan semua ini."Maafkan aku yang sudah berniat meninggalkan kalian. Aku tidak akan pergi lagi Hall. Mulai sekarang aku akan disisi kalian." jawab Zha juga ikut terisak di pelukan suaminya.Halilintar menarik tubuh Zha yang tampak lemas kedalam kamar. Lalu membawanya duduk di sofa. Berkali kali mengusap wajah istrinya dan menghujaninya dengan kecupan hangat."Ceritakan p
Tidak ada yang tidak terkejut dengan ucapan Aisyah barusan saat dia memerintah Elang untuk mengumpulkan anak buah Zha dari Poison Of Death dan dari anak buah klan Selatan milik almarhum Ardogama dulu.Semua orang terkejut, terlebih lagi Elang. Dia tidak menyangka jika Ibunya akan berkata demikian dan bahkan berpikir hingga sejauh itu.Elang masih merasa tak percaya dan langsung mengguncang bahu ibunya."Ibu, apa yang kamu bicarakan? Ibu tidak boleh melakukan itu. Kita tidak boleh membangun kembali Klan Jangkar Perak. Aku juga tidak mau mengingkari janjiku pada Ayah!" ucap Elang."Tapi keadaan ini terdesak Elang. Kita harus menyelamatkan adikmu. Apa kamu mau adik kamu Zha membusuk di penjara?" tegas Aisyah.Elang menggelengkan kepala, "Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku akan mengeluarkan Zha dari penjara Bu, percayalah. Tapi jika untuk membangun Klan Jangkar Perak kembali, aku tidak setuju. Zha juga pasti akan kecewa pada kita, jika kita melakukan itu." balas Elang. Saat ini,
Kedua pria bapak beranak itu telah melangkah meskipun dengan perasaan yang mulai tidak tenang dengan kedatangan Victor kali ini.Aaron maupun Halilintar sama sama menatap Victor yang sudah berdiri di depan pintu, dan yang membuat mereka semakin tidak tenang adalah kali ini Victor datang tidak sendiri melainkan ada tiga polisi di belakang Victor.Victor memberi salam, mengangguk hormat dan melangkah, "Selamat siang Tuan Aaron Albarez dan Halilintar. Maaf jika kami mengganggu waktu kalian." ucap Victor."Selamat siang juga detektif Victor. Silahkan masuk." sahut Aaron. Meskipun Victor adalah anak dari Kim, tetapi Aaron sangat menghormati karena pria muda yang berdiri di hadapannya itu adalah Seorang Detektif. Victor juga sangat menghormati keluarga ini, mungkin jika bukan karena tugas dan bukan karena tanggung jawabnya mungkin saat ini Victor pun tidak akan ada disini dengan membawa Sebuah kepentingan seperti ini. Sebelum datang kemari hari ini, Victor juga sempat Dilema. Tetapi ini
Setelah beberapa saat Halilintar berbicara pada Zha, Dokter meminta izin untuk memeriksa keadaan Zha kembali guna memastikan keadaan Zha.Mereka menyingkir, memberi ruang untuk dokter dan Tim. Zha diperiksa kembali, pemeriksaan yang sangat teliti. Dan Dokter tidak menemukan hal yang perlu dikhawatirkan lagi. Keadaan kondisi Zha dinyatakan telah membaik.Semua orang bernafas lega sekarang. Dokter juga bernafas lega. Dia merasa seperti telah terlepas dari rantai besi yang membelenggu lehernya. Segera memberi perintah pada tim untuk memindahkan Zha ke ruangan rawat inap.Setelah Zha sudah dipindahkan, Dokter berpamitan. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi pada keadaan Nona Zha. Jadi kalau begitu, saya akan permisi. Saya akan tetap kembali lagi secara rutin untuk memeriksa kembali perkembangan kesehatan Nona Zha dengan berkala." dokter berkata pada mereka khususnya pada Halilintar.Halilintar mengangguk, "Terima kasih Dokter, atas semua usaha kalian. Benar benar terima kasih."Dok
"Dokter..! Dokter.! Apa yang terjadi pada istri ku? Buka .!!!" Halilintar menggedor gedor pintu.Tidak ada yang mempedulikan Halilintar meskipun dia sudah berteriak kencang dan menggedor gedor pintu. Tim Dokter didalam sana sedang bekerja seoptimal mungkin untuk melakukan transfusi darah pada Zha dengan memburu waktu yang tersisa."Hall, tenanglah. Mereka sedang berusaha. Jangan mengganggu konsentrasinya tim dokter. Istrimu pasti baik baik saja. Ayo kembali." Aaron lagi lagi berusaha untuk menenangkan hati Putranya, kemudian menarik tangan Halilintar kembali ke bangku panjang."Pa, pasti terjadi sesuatu pada Zha Pa.! Mereka semua terlihat panik!" kata Halilintar."Tidak Hall, mereka sedang mengejar sisa waktu yang dimiliki Zha. Bisakah kau berpikir jernih dulu dan jangan selalu berprasangka buruk?!!" tegas Aaron, membuat Halilintar mendongak menatap wajah Ayahnya."Maafkan aku Pa, aku sungguh panik." jawab Halilintar mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.Aaron tahu jika H