Erina melotot menatap banyaknya postingan.Orang orang dalam sosial media banyak sekali yang sedang mengunggah sebuah postingan yang membahas tentang dirinya. "Akhirnya, Nyonya Albarez menampakkan Wajahnya mengobati rasa Penasaran semua orang!""Pria Pujaan hati kita sudah ditaklukan oleh wanita itu! Ya Tuhan. Aku tidak terima!""Presdir Albarez, menyatakan cinta Dengan begitu romantis di atas panggung. Itu sungguh membuatku iri. Kenapa bukan aku wanita yang ada disisinya!""Aku sangat mendukung Presdir Albarez! Aku juga mendukung Wanitanya. Semoga bahagia selalu.""Mereka berdua telah membuat aku jatuh cinta. I love you Presdir Albarez beserta istri.."Dada Erina berdesir. Sekarang dia sudah begitu tenar dan menjadi sasaran publik. Banyak komentar dan kritik yang tertuju padanya saat ini, baik itu yang mendukung ataupun yang pedas sekalipun. Erina berpikir, apakah dia masih sanggup untuk keluar dari rumah sekarang? Erina menjadi resah. Dia ingin segera keluar dari Akun sosial media
Beberapa hari yang lalu,Gadis itu mendatangi Villa Nyonya Ely. Dia berdiri di depan pintu gerbang beberapa lama dengan tatapan keraguan hingga seorang Penjaga menghampirinya."Nona. Apa yang anda lakukan disini?""Aku,.. Ah maaf Tuan. Aku mencari seseorang yang bernama Nyonya Ely Pramudita. Apakah beliau tinggal disini?" Gadis itu sedikit terbata.Penjaga itu menatap penuh teliti kepada Gadis itu."Ada perlu apa Nona mencari beliau?""Aku hanya ingin bertemu sebentar saja. Apakah boleh? Hanya sebentar saja."Penjaga itu terlihat menimbang, kemudian menyuruh gadis itu untuk menunggu sebentar. Penjaga itu bergegas pergi untuk menyampaikan apa yang dikatakan gadis itu kepada Nyonya Ely terlebih dahulu."Seorang gadis? Siapa?" Nyonya Ely menaruh koran dari tangannya ke atas meja dan mengerutkan keningnya."Saya tidak pernah melihatnya. Apakah Nyonya ingin melihatnya langsung?""Bawa dia masuk." Perintah Nyonya Ely. Dia merasa sangat penasaran.Semenjak Putra satu satunya miliknya mengala
Di dalam kamarnya, Erina sama sekali tidak bisa duduk dengan tenang. Beberapa bangun dan berjalan keluar untuk menatap ujung tangga dan kemudian masuk kembali ke dalam kamar.Sesering mungkin Erina melirik jam. Ini sudah menunjukan pukul Sepuluh malam, tetapi Fic belum juga pulang. Erina sudah mencoba menghubungi Nomor Fic, tetapi nomor Fic tidak aktif.Perasaannya begitu gelisah. Apakah Fic benar benar telah bertemu dengan Mentari dan langsung melupakannya?Mata Erina sudah mulai membasah. Ketika dia sudah putus asa, terdengar pintu diketuk seseorang. Erina terperangah, saat hendak menarik kenop, pintu telah terbuka. Fic berdiri tepat di depan pintu.Erina menatap Fic sejenak, dia bisa melihat sebuah perubahan di wajah Fic. Biasanya Fic akan mengulas senyuman manis dengan wajah bahagia ketika bertemu dengannya. Tetapi kali ini tatapan Fic seperti meredup dengan wajah yang sama sekali tidak bahagia."Fic. Kamu sudah pulang?" Erina meraih tangan Fic dan menciumnya.Fic mengangguk. "Ma
Fic masih mendekap Erina. Membiarkan beberapa saat lamanya seperti itu. Erina sendiri merasa begitu terharu dengan ucapan Fic. Semua yang ada dipikirannya tadi ternyata hanyalah kekhawatirannya saja. Fic tidak seperti yang ia pikirkan. Fic tetap mencintainya dan tidak memilih Mentari."Mentari sudah tahu tentang pernikahan kita. Aku juga sudah mengatakan jika aku sangat mencintaimu. Dia bisa mengerti dan tidak akan mengganggu rumah tangga kita. Jadi kamu jangan khawatir Erina. Aku juga tidak akan membiarkan siapapun juga yang berani mengusik rumah tangga kita. Kita akan menua bersama tanpa ada orang ketiga." Erina semakin melambung dengan ucapan Fic.Fic bergerak untuk memutar tubuh Erina. Kini mereka berhadap hadapan. Fic mengangkat dagu Erina, lalu mencium bibir Erina."Aku mencintaimu Erina. Hanya kamu. Ku harap kamu mengerti itu." Fic lalu menunduk untuk mencium bibir Erina. Keduanya kini berciuman dengan cukup lama. Tiba tiba Erina mendengar sesuatu yang berasal dari perut Fic.
Tidak ada yang mampu berbuat apa apa kecuali hanya bisa menurunkan senjata mereka."Buang senjata!" Pria itu menyuruh Mereka untuk membuang senjata. Mereka hanya bisa menuruti karena memikirkan keselamatan Erina. Ketika mereka telah menjatuhkan senjata tiba tiba dari arah belakang dua orang memukul mereka hingga terjatuh dan satu orang yang memegangi Erina kemudian menarik tubuh Erina ke sebuah mobil. Satu pengawal Erina masih sadarkan diri dan berusaha mengejar mobil yang kini telah membawa Nyonya mereka.Sementara Erina meronta di dalam mobil orang yang telah menculiknya itu.Tetapi itu tidak bertahan lama karena mereka telah membungkam mulut Erina menggunakan obat bius sehingga membuat Erina tak sadarkan diri.Saat ini mobil pengawal Erina yang mengejar tadi masih mengikuti mobil di depannya. Dia berusaha untuk tidak ketahuan oleh mereka dan segera menghubungi Jefri.Melihat panggilan dari Pengawal Khusus Erina, Jefri terlihat khawatir dan segera mengangkat panggilan."Halo.. Ada
Jefri yang dari tadi berdiri di sisi lain, benar benar tidak tahan. Dia tiba tiba menghampiri Rania dan menekan kepalanya hingga ke lantai."Kamu bilang apa tadi hah? Salah paham?" Jefri menjambak rambut Ibu dan menariknya ke belakang hingga wajah ini mendongak."Kalian sudah menculik Nona Erina. Memukulnya dan bahkan akan membunuhnya. Kamu masih bisa mengatakan jika itu salah paham?"Alika hanya bisa menangis sekarang, dia ingin sekali membangkang tetapi tidak berdaya karena Dua pria besar memegangi tubuhnya.Sekarang Fic menatap Alika dan Ibunya dengan pandangan yang sangat marah. "Aku tidak akan melepaskan kalian berdua. Kalian berdua sama sama bersalah!" Fic bergerak maju mendekatinya Alika, tangannya kirinya mencengkram dagu Alika dengan sangat kasar dan tangan kanannya kembali terangkat tinggi tinggi.Namun ketika Fic ingin sekali lagi memukul wajah wanita yang telah membuat Istrinya menderita ini, entah bagaimana caranya masuk, Rafael sudah berada di belakang Fic dan mencegah
Saat ini Alika tiba tiba tertawa kecil. Tertawa dengan nada putus asa. Selama ini dia ingin menghancurkan Erina. Tetapi semua rencananya gagal. Erina masih berdiri dengan baik bahkan mendapatkan cinta serta perhatian Fic dan bisa mengungkap semua kebenaran.Sementara dirinya, seperti orang yang bodoh. Mempermalukan Dirinya sendiri dengan teronggok di lantai seperti sampah dan meminta belas kasihan dari Mereka. Alika sudah merasa putus asa dan bahkan jika bisa memilih, dia memilih mati saja.Lengannya terluka entah karena apa, sehingga darah mengotori bajunya. Dia tidak tahan lagi untuk menyembunyikan perasaannya kemudian dia berteriak."Erina! Kenapa? Kamu bertanya kenapa aku sangat membencimu? Aku beritahu kamu! Karena kamu telah mengambil Pria yang aku cintai. Kamu telah mengambil hati Rafael! Apa kamu tahu kalau aku ini iri padamu? Rafael begitu mempunyai banyak cinta untukmu. Padahal kamu itu siapa hah? Kamu itu hanya seorang anak yang tidak jelas asal usulnya. Bisa jadi kamu itu
Fic hanya tersenyum sinis. Dia tidak menjawab ucapan Rafael. Rafael tahu jika ucapannya sia sia.Sedangkan Alika, mendengar Rafael berkata demikian hatinya seperti menemukan cahaya, Matanya meneteskan air mata. "Rafael.""Apa kamu berkata demikian demi aku? Kamu tidak tega jika melihat aku Mati?" Alika merasa jika pada saat ini dia tidak perlu lagi berpura pura kuat lagi. Dia sangat terharu, Rafael bisa memperlakukan dirinya dan anaknya dengan tulus."Rafael. Aku sangat mencintaimu. Pertama kali melihatmu aku jatuh cinta. Aku tergila-gila padamu, aku bahkan melakukan apapun demi bisa bersamamu."Rania juga membantu Alika untuk berbicara pada Rafael."Putri ku sangatlah mencintaimu Rafael. Ketika dia tahu jika kamu mencintai Erina dia terluka. Dia menangisi mu tiap malam. Alika sebenarnya tidak jahat, dia hanya sangat mencintai kamu. Kamu jangan menyalahkan Alika ya?"Dalang dari permasalahan hidupnya kini berdiri dihadapan mereka. Bagaimana Rafael tidak membencinya? Rafael juga berpik
Saat Aisyah melihat genggaman tangan Putranya pada jari jemari Alexa, dia sudah dapat mengerti jika kedatangan Elang untuk menemuinya kali ini sepertinya bukan untuk urusan pekerjaan. Tapi ada hal lain.Apalagi ketika mereka menyambutnya di bawah tangga tanpa melepaskan genggaman tangan mereka, Aisyah makin yakin dengan dugaannya.Dia menatap dingin pada mereka, seolah olah meminta penjelasan dari mereka. Padahal dalam hatinya, dia cukup tersenyum senang.Pernah bahkan seringkali malah, Aisyah mengkhawatirkan Putranya itu.Memikirkan Kapan Elang akan menyusul adiknya? Mengkhawatirkan, Apakah ada yang mau menerima Elang yang pernah berada di dunia gelap?Adakah keluarga yang mau dengan tulus menerima Elang, seperti keluarga Albarez yang bisa menerima Zha dengan tulus?Begitu banyak kekhawatiran Aisyah saat merenungkan nasib percintaan Putranya kelak. Tapi ketika melihat apa yang ada di hadapannya itu, hatinya mendadak lega seketika.Alexa!Benar! Gadis itu sangat tepat untuk Putranya.
Pagi berikutnya,Elang mengajak Alexa untuk menemui Ibunya.Sebelum datang berkunjung, Elang terlebih dulu menghubungi Aisyah.Elang sedikit terkejut saat Ibunya mengatakan jika Ibunya sekarang sudah pindah dan tinggal di rumah utama. Memang benar, Aisyah sekarang tinggal bersama beberapa orang pelayan dan anak buahnya di Rumah Besar milik Tuan Glendale.Sudah ada satu bulanan dia tinggal disini. Sebenarnya dia tidak ingin lagi masuk ke rumah ini. Mengingat begitu banyak kenangan pahit yang pernah terjadi di rumah ini. Tetapi entah kenapa, pada akhirnya dia sendiri memutuskan untuk tinggal disini.Atau mungkin Aisyah hanya ingin mengingat semua kenangan masa lalu.Disinilah dia dilahirkan dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan oleh kedua orang tuanya. Meskipun pada saat itu dia tahu jika kedua orang tuanya, Ayah dan Ibunya itu bukanlah orang tua biasa seperti orang tua teman temannya. Tapi orang tuanya adalah seorang ketua mafia. Aisyah sadar jika dirinya adalah pu
Ketika mendengar Elang mengatakan kata kencan, Alexa tidak bisa untuk tidak membulatkan kedua matanya. Tentu saja dia terkejut, "Apa yang kamu katakan Elang? Kencan? Siapa yang kencan?"Elang belum menjawab, dia malah tertawa kecil terlebih dahulu, kemudian berkata, "Yang kencan ya kita, memang kenapa? Aku mengajakmu keluar untuk kencan. Kamu keberatan?"Sumpah demi apapun, saat ini wajah Alexa memerah. Jantungnya berdegup keras. Dia langsung merasa gugup.Biasanya dia akan diajak keluar oleh Elang untuk melakukan sebuah pekerjaan. Kalau dulu saat dia masih berada di Klan Selatan, dia hanya tahu, keluar hanya untuk menyelesaikan misi. Jadi bagaimana dia tidak gugup, saat tiba tiba saja Elang mengatakan jika akan berkencan dengan dirinya?Sungguh, hati gadis ini merasa seperti terbang diatas awan."Hei, kenapa malah melamun? Kamu keberatan ku ajak pergi kencan?" Elang bertanya lagi, itu membuat Alexa tersentak dari lamunannya. Wajahnya semakin memerah."Bukan begitu. Tapi aku, aku han
Saat ini Halilintar masih bersama Zha di kamar Mereka. Mereka melepaskan rindu dan keresahan hati mereka yang sempat mereka rasakan tadi. Beberapa saat kemudian Zha menanyakan Zhilan dan Zhelin padq Halilintar."Apa Mereka rewel dan membuatmu kewalahan Hal?" Zha bertanya.Halilintar menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Tidak Zha. Apa kamu tahu, Mereka sangatlah pengertian. Mereka sama sekali tidak rewel, seperti tahu jika orang tuanya sedang ada masalah.""Sungguh kah?" Zha senang mendengarnya dan segera menghampiri Ranjang si kembar. Dia menatap dua putri kembarnya yang masih terlelap.Zha mengambil Zhilan dan menggendong bayi itu. Mata Zha berkaca-kaca. Dia bersyukur bisa kembali lagi kesini. Hampir saja dia tidak bisa melihat tumbuh kembang mereka, jika saja Victor membawanya ke kantor polisi dan dia di penjara.Kehidupan Mereka akan jauh lebih menyedihkan dibanding hidup Zha. Mereka akan mendengar jika lahir dari seorang wanita pembunuh dan kini ibunya mendekam di penjara.
Halilintar masih seperti tidak percaya dengan apa yang ia lihat. "Zha! Benarkah ini kamu? Atau aku hanya sedang bermimpi?" Halilintar merasa jika ini mungkin hanyalah mimpi karena dia terlalu memikirkan Zha seharian ini. Tapi dia tersentak dan sadar ketika Zha menyentuh pipinya dan bersuara."Hall! Ini aku. Aku telah kembali untuk kalian." Zha mengusap air mata pria itu yang masih membekas di sana.Halilintar tercengang lalu segera berteriak,"Zha.." Halilintar menarik kasar tubuh Zha dan memeluknya dengan begitu erat."Kamu kembali untuk kami? Benarkah ini?" tanya Halilintar di sela isakannya seperti tidak percaya dengan semua ini."Maafkan aku yang sudah berniat meninggalkan kalian. Aku tidak akan pergi lagi Hall. Mulai sekarang aku akan disisi kalian." jawab Zha juga ikut terisak di pelukan suaminya.Halilintar menarik tubuh Zha yang tampak lemas kedalam kamar. Lalu membawanya duduk di sofa. Berkali kali mengusap wajah istrinya dan menghujaninya dengan kecupan hangat."Ceritakan p
Tidak ada yang tidak terkejut dengan ucapan Aisyah barusan saat dia memerintah Elang untuk mengumpulkan anak buah Zha dari Poison Of Death dan dari anak buah klan Selatan milik almarhum Ardogama dulu.Semua orang terkejut, terlebih lagi Elang. Dia tidak menyangka jika Ibunya akan berkata demikian dan bahkan berpikir hingga sejauh itu.Elang masih merasa tak percaya dan langsung mengguncang bahu ibunya."Ibu, apa yang kamu bicarakan? Ibu tidak boleh melakukan itu. Kita tidak boleh membangun kembali Klan Jangkar Perak. Aku juga tidak mau mengingkari janjiku pada Ayah!" ucap Elang."Tapi keadaan ini terdesak Elang. Kita harus menyelamatkan adikmu. Apa kamu mau adik kamu Zha membusuk di penjara?" tegas Aisyah.Elang menggelengkan kepala, "Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku akan mengeluarkan Zha dari penjara Bu, percayalah. Tapi jika untuk membangun Klan Jangkar Perak kembali, aku tidak setuju. Zha juga pasti akan kecewa pada kita, jika kita melakukan itu." balas Elang. Saat ini,
Kedua pria bapak beranak itu telah melangkah meskipun dengan perasaan yang mulai tidak tenang dengan kedatangan Victor kali ini.Aaron maupun Halilintar sama sama menatap Victor yang sudah berdiri di depan pintu, dan yang membuat mereka semakin tidak tenang adalah kali ini Victor datang tidak sendiri melainkan ada tiga polisi di belakang Victor.Victor memberi salam, mengangguk hormat dan melangkah, "Selamat siang Tuan Aaron Albarez dan Halilintar. Maaf jika kami mengganggu waktu kalian." ucap Victor."Selamat siang juga detektif Victor. Silahkan masuk." sahut Aaron. Meskipun Victor adalah anak dari Kim, tetapi Aaron sangat menghormati karena pria muda yang berdiri di hadapannya itu adalah Seorang Detektif. Victor juga sangat menghormati keluarga ini, mungkin jika bukan karena tugas dan bukan karena tanggung jawabnya mungkin saat ini Victor pun tidak akan ada disini dengan membawa Sebuah kepentingan seperti ini. Sebelum datang kemari hari ini, Victor juga sempat Dilema. Tetapi ini
Setelah beberapa saat Halilintar berbicara pada Zha, Dokter meminta izin untuk memeriksa keadaan Zha kembali guna memastikan keadaan Zha.Mereka menyingkir, memberi ruang untuk dokter dan Tim. Zha diperiksa kembali, pemeriksaan yang sangat teliti. Dan Dokter tidak menemukan hal yang perlu dikhawatirkan lagi. Keadaan kondisi Zha dinyatakan telah membaik.Semua orang bernafas lega sekarang. Dokter juga bernafas lega. Dia merasa seperti telah terlepas dari rantai besi yang membelenggu lehernya. Segera memberi perintah pada tim untuk memindahkan Zha ke ruangan rawat inap.Setelah Zha sudah dipindahkan, Dokter berpamitan. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi pada keadaan Nona Zha. Jadi kalau begitu, saya akan permisi. Saya akan tetap kembali lagi secara rutin untuk memeriksa kembali perkembangan kesehatan Nona Zha dengan berkala." dokter berkata pada mereka khususnya pada Halilintar.Halilintar mengangguk, "Terima kasih Dokter, atas semua usaha kalian. Benar benar terima kasih."Dok
"Dokter..! Dokter.! Apa yang terjadi pada istri ku? Buka .!!!" Halilintar menggedor gedor pintu.Tidak ada yang mempedulikan Halilintar meskipun dia sudah berteriak kencang dan menggedor gedor pintu. Tim Dokter didalam sana sedang bekerja seoptimal mungkin untuk melakukan transfusi darah pada Zha dengan memburu waktu yang tersisa."Hall, tenanglah. Mereka sedang berusaha. Jangan mengganggu konsentrasinya tim dokter. Istrimu pasti baik baik saja. Ayo kembali." Aaron lagi lagi berusaha untuk menenangkan hati Putranya, kemudian menarik tangan Halilintar kembali ke bangku panjang."Pa, pasti terjadi sesuatu pada Zha Pa.! Mereka semua terlihat panik!" kata Halilintar."Tidak Hall, mereka sedang mengejar sisa waktu yang dimiliki Zha. Bisakah kau berpikir jernih dulu dan jangan selalu berprasangka buruk?!!" tegas Aaron, membuat Halilintar mendongak menatap wajah Ayahnya."Maafkan aku Pa, aku sungguh panik." jawab Halilintar mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.Aaron tahu jika H