Suhu udara mulai terasa sejuk. Matahari rupanya sudah mulai muncul dengan malu-malu.Kepalanya masih terasa berat dan perutnya benar-benar kosong sekarang. Entah kenapa ia merasa berat bergerak karena ada sosok yang memeluk dari belakang."Aliesha?" Dia menolehkan kepala dan benar itu adalah wanita yang tadi tampak sangat mengkhawatirkannya.Lidahnya terasa pahit karena memuntahkan semua isi perutnya, bahkan asam lambungnya pun ikut keluar dengan sengaja."Aliesha?!" Ia sebenarnya ingin membangunkannya tapi akhirnya dia pikir itu mengganggu seseorang yang masih beristirahat.Dia membiarkan saja tubuh lemah itu tergolek di ranjang dan membenarkan selimut untuk menutup semua tubuhnya yang terlihat mulus.Hasratnya menggebu hanya saja dia tak punya tenaga untuk menyalurkannya.Yang ingin ia lakukan sekarang adalah mencari makanan untuk mengganjal perut. Itu saja.Dengan langkah kaki yang mengendap agar tak membangunkan Aliesha yang kelelahan menjaganya semalaman."Bi Lastri?" Dia sekaran
Siapa sangka Tuan Martin menanyakan hal yang tak diduga siapapun sebelumnya. Sosok paruh baya itu memang sejak hilang ingatan sering ceplas ceplos saat bertanya pada siapapun.Bi Lastri memandang Noah dan memberikan kode agar tak menjawab dulu sebelum dia menyelesaikan pertanyaan itu."Kenapa diam saja? Aku tanya padamu kapan kamu berhenti pura-pura jadi sopir Aliesha?" Tuan Martin mencondongkan tubuhnya agar semakin dekat dengan lelaki bermata biru ituSosok yang sekarang sedang diberi pertanyaan masih belum memberikan inisiatif untuk menjawab."Aku tahu kalau kamu itu suka sama dia. Cuma ya kamu pura-pura jadi sopirnya biar kamu bisa nempel terus sama dia kan?" Tuan Martin tertawa sendiri.Sama sekali tidak lucu apa yang dia katakan. Huh!Hampir saja jantung Bi Lastri mau copot rasanya ketika tadi mendengar pertanyaan itu. Dia sempat terpikir kalau Tuan Martin sudah sembuh dan ingatannya pulih kembali.Begitu juga Noah yang masih terbengong dengan kelanjutan kalimatnya. Sungguh di l
"Tuan... jangan aneh-aneh. Apa Tuan Martin tahu siapa keluarga Benedict itu?" Bi Lastri keberatan dengan ide majikannya meski mereka itu sepertinya hanya bercanda saja."Tak masalah Tuan. Aku bisa membantumu menyusun rencana!" Di luar dugaan justru mendukung ide gila mantan majikannya itu.Noah terpingkal-pingkal saat melihat Tuan Martin melongo mendengar jawabannya. Entah apa yang sekarang ada dalam benak pikirannya sekarang."Bocah tengil!" Sahut Tuan Martin sambil menggebrak meja makan dengan kedua tangannya. "Gini-gini aku juga masih waras dan tahu kalau tidak mungkin seorang ayah menculik anaknya sendiri. Kamu sudah gila, Noel!"Noel? Sejak kapan namanya mulai berubah?"Saya Noah Tuan! Bukan Noel." Ini sudah terlalu. Tuan Martin makin hari sepertinya berlindung di balik kedok 'amnesia' untuk bertindak sesuka hati tanpa harus khawatir disalahkan. "Hah, sama saja. Noel, Noah sama saja lah itu." Noah hanya bisa geleng-geleng. Untunglah orang ini lupa ingatan, mungkin jika saja tak
"Apa yang akan Kakek lakukan?" Ben terlihat gugup dan tak bisa menebak apa yang akan dilakukan oleh sang kakek. Yang ada di benaknya sekarang adalah ia ingin menjadikan Aliesha sebagai istri sesungguhnya entah bagiamanapun cara yang harus ditempuh. "Kamu diam saja dulu, jangan banyak tanya dan banyak omong!" Kakeknya terus melangkah keluar. Lalu dia menyuruh asistennya menyiapkan mobil segera. Masih dengan emosi yang belum reda, Kakeknya menyuruh sopirnya untuk melajukan kendaraan. "Sekarang juga kita berangkat ke rumah Martin sialan itu!" Asistennya sudah memberikan kabar pada Noah untuk segera bersiap-siap dan agar tak terkejut saat kakeknya datang nanti. Noah dan asisten pribadi sang kakek memang kenal dekat sejak dulu, sudah seperti paman dan keponakan sendiri. "Baik, Tuan Besar." Sopirnya menuruti perintah sang bos besar dan segera menjalankan mobilnya. Diikuti oleh beberapa mobil besar yang penuh dengan pengawal, iring-iringan mobil itu melaju ke perumahan milik Aliesha.
Lambat laun akhirnya Kakek mengajak Joni untuk melanjutkan perjalanan karena tak juga mendapatkan tanda-tanda keberadaan Noah dan Aliesha juga.Sekitar hampir setengah jam dan nihil."Aku tidak mau lama-lama di sini. Seperti orang yang punya waktu luang saja nungguin Noah pulang sama itu si Aliesha!" Kakek mengeluh dan tak mau lagi berlama-lama di sana."Baik, Tuan. Sebaiknya memang kita kembali saja ke rumah."Kakek mengangguk. Kembalinya mereka ke rumah rupanya diketahui oleh Noah yang mengawasi mereka dari lantai dua."Noah, siapa mereka? Itu..." Aliesha yang ikut mengintip dari balik jendela lantai dua akhirnya ditutup mulutnya oleh Noah menggunakan tangannya."Sssst, diam dulu. Itu kakekku sama orang-orangnya. Dia nyariin aku." Kata Noah sambil matanya terus diarahkan ke jalanan depan."Kenapa tidak dikasih tahu saja kita di sini lalu disuruh masuk ke dalam rumah?" Aliesha bertanya dengan lugu dan polosnya."Bodoh! Apa kamu mau Ayahmu bertemu dengan Kakekku? Bisa berabe nanti, ka
Noah hanya melangkahkan kaki menuju water dispenser lalu mengisi gelasnya sampai penuh. Diteguknya isi gelas itu sampai habis lalu dia mengisinya lagi. Tanpa banyak kata, dia kembali ke kamar atas dengan membawa gelas penuh berisi air. Jalannya sengaja dibuat pelan dan tak bersuara. Dilihat cara berpakaiannya tampak asal-asalan. "Bi Lastri, apa sebaiknya kita bilang ke Non Aliesha saja soal ini?" Tanya Sari yang ikut khawatir. Sepertinya memang setiap orang di rumah ini punya dua sisi uang koinnya masing-masing. Ada beberapa hal yang ditutupi dan itu sebenarnya penting. "Jangan ah, nanti malah kita dikira ikut campur. Kita cuma pembantu, orang kecil. Masih untung di saat Non Aliesha sedang terpuruk dulu, kita dikasih pekerjaan. Kamu diam saja dulu." Sari mengangguk setuju pada pesan yang diberikan oleh seniornya itu. "Aku mau tidurkan Danish dulu kalau gitu. Nanti kalau Bi Lastri butuh bantuan di dapur, panggil saja aku." Sari menjauhi Bi Lastri yang mulai memanaskan air. Rup
"Kenapa dititipkan ke tetangga?"Pertanyaan itu sudah cukup membuat Noah kaget sendiri. Bagaimana bisa dia ada di sini sementara tadi dia jelas-jelas melihat rombongannya telah pergi?"Kenapa titip ke sini, bukannya di rumah Aliesha ada parkiran lebar di halaman?" Sekali lagi sosok sepuh itu bertanya dan meletakkan kedua tangannya ke belakang tubuh dan menggamitkan kedua tangannya itu.Kakinya berjalan mendekat tanpa suara. Seperti biasa."Ka-kakek..." Noah terkejut dan tak bisa bicara lagi.Dia tahu kalau Kakek sudah turun tangan, itu berarti sudah dianggap sangat gawat atau sudah stadium empat.Bagi keluarga besarnya, kasus ini memang bukan dianggap main-main lagi.Noah berurusan dengan seorang wanita yang kini jadi istri sah sepupunya dan dia adalah anak seorang Martin Zhafir, musuh bebuyutan keluarga.Dia sampai saat ini juga masih bingung bagaimana ceritanya Aliesha bisa menggaet hati sesama sepupu itu sehingga bisa mencintainya dalam kurun waktu yang sama.Sungguh tidak akan men
"Apa kamu tahu siapa sebenarnya Aliesha itu?"Pertanyaan yang memancing kesadaran Noah untuk berpikir lebih kritis lagi. Selama ini dia hanya menganggap sosok wanita cantik itu adalah seorang yang sempurna dan terzalimi oleh keluarganya sendiri.Namun, Noah tak tahu lebih banyak lagi soal itu sebagaimana apa yang kakeknya tahu."Aliesha... dia wanita yang baik!"Kakeknya tentu saja tertawa dengan penuturan cucunya ini. Bagaimana mungkin dia bisa menganggap bahwa ada salah satu anggota keluarga Martin yang baik? Dari mana sudut pandang yang dipakai oleh cucunya ini dalam menilai seorang Aliesha?"Lalu, kamu sudah membuktikannya?" Kakeknya bertanya.Noah sedikit kebingungan tapi masih yakin dengan apa yang dia pegang selama ini. Aliesha adalah sosok yang sempurna untuk menjadi figur seorang istri maupun ibu dari anak-anaknya."Aku sudah tahu sendiri, Kek. Saat Kakek memintaku untuk berpisah darinya, bukankah dia tidak membalaskan dendam