"Kenapa dititipkan ke tetangga?"Pertanyaan itu sudah cukup membuat Noah kaget sendiri. Bagaimana bisa dia ada di sini sementara tadi dia jelas-jelas melihat rombongannya telah pergi?"Kenapa titip ke sini, bukannya di rumah Aliesha ada parkiran lebar di halaman?" Sekali lagi sosok sepuh itu bertanya dan meletakkan kedua tangannya ke belakang tubuh dan menggamitkan kedua tangannya itu.Kakinya berjalan mendekat tanpa suara. Seperti biasa."Ka-kakek..." Noah terkejut dan tak bisa bicara lagi.Dia tahu kalau Kakek sudah turun tangan, itu berarti sudah dianggap sangat gawat atau sudah stadium empat.Bagi keluarga besarnya, kasus ini memang bukan dianggap main-main lagi.Noah berurusan dengan seorang wanita yang kini jadi istri sah sepupunya dan dia adalah anak seorang Martin Zhafir, musuh bebuyutan keluarga.Dia sampai saat ini juga masih bingung bagaimana ceritanya Aliesha bisa menggaet hati sesama sepupu itu sehingga bisa mencintainya dalam kurun waktu yang sama.Sungguh tidak akan men
"Apa kamu tahu siapa sebenarnya Aliesha itu?"Pertanyaan yang memancing kesadaran Noah untuk berpikir lebih kritis lagi. Selama ini dia hanya menganggap sosok wanita cantik itu adalah seorang yang sempurna dan terzalimi oleh keluarganya sendiri.Namun, Noah tak tahu lebih banyak lagi soal itu sebagaimana apa yang kakeknya tahu."Aliesha... dia wanita yang baik!"Kakeknya tentu saja tertawa dengan penuturan cucunya ini. Bagaimana mungkin dia bisa menganggap bahwa ada salah satu anggota keluarga Martin yang baik? Dari mana sudut pandang yang dipakai oleh cucunya ini dalam menilai seorang Aliesha?"Lalu, kamu sudah membuktikannya?" Kakeknya bertanya.Noah sedikit kebingungan tapi masih yakin dengan apa yang dia pegang selama ini. Aliesha adalah sosok yang sempurna untuk menjadi figur seorang istri maupun ibu dari anak-anaknya."Aku sudah tahu sendiri, Kek. Saat Kakek memintaku untuk berpisah darinya, bukankah dia tidak membalaskan dendam
Dengan langkah gontai, Aliesha kembali ke kamarnya. Sebisa mungkin dia pasang ekspresi yang tak menunjukkan tanda-tanda bahagia. Dia harus memastikan Noah juga jatuh ke dalam perangkapnya. Ini sudah ia pikirkan jauh-jauh hari. Setelah akhirnya dia dua kali mengalami hal yang sama; menikah dengan dua cucu keluarga pria tua yang menjadi dalang akan hancurnya keluarganya. Dia mungkin tak peduli pada ibu sambungnya, Soraya. Namun di hatinya, sang Ayah adalah segalanya. Masih ingat betul bagaimana rasanya ketika dia harus terusir dari rumahnya sendiri. Ini bukan hal yang bisa dia lupakan dalam sehari semalam. Berapa kalipun Noah menyatakan meminta maaf, namun itu semua hanya kalimat yang disampaikan pada telinga Aliesha yang sudah tuli dari ucapan maafnya. Mudah mengucapkan maaf, mudah mengucapkan menyesal. Tapi.. siapa yang sanggup membayar apa yang telah dia rasakan selama ini? "Aliesha... kamu...?" Sebuah kalimat yang tak jadi Noah selesaikan karena melihat Aliesha sedang membong
Bagaimana caranya meyakinkan Noah agar keputusannya tidak berubah? Rasanya itu bukanlah hal yang mudah. Lelaki bule berondong ini kerap membuat Aliesha kebingungan sendiri dengan ide liarnya yang selalu di luar dugaan.Khusus malam ini saja, karena besok Aliesha akan dibawa langsung ke rumah Kakek, itu artinya dia akan kembali berkumpul dengan Benedict. Jadi dia harus membuat Noah percaya kalau di hatinya memang hanya ada Noah semata."Apa aku bisa mempercayaimu untuk tidak berubah pikiran?" Tanya Noah pada Aliesha yang menunduk malu.Hati wanita itu sebenarnya sedang diajak kompromi dengan akalnya agar ia bisa mengatasi keraguan hati Noah.Lelaki muda bermata biru itu sangat jeli dan tak mudah dibohongi.Sesaat sebelum Noah melakukan interogasi yang jelas nanti akan mengetahui bahwa di hati Aliesha tak ada dia lagi, wanita cantik berambut panjang itu melakukan taktiknya.Tangannya meraih belakang leher Noah dan mendekatkan wajahnya pada miliknya. Aliesha memagut bibir berondong itu d
Untunglah Noah berhasil ditidurkan kembali oleh Aliesha. Bisa jadi tadi dia bangun secara tidak sadarkan diri a.k.a ngelindur saja!"Hmmm... syukurlah kamu... tidur lagi!" Aliesha lega sekarang. Lelaki itu kembali terlelap dan mendengkur. Diamatinya mantan suaminya itu. Kepalanya sudah berhasil dia posisikan nyaman di atas bantal. Kedua alisnya terlihat tegang seolah memikirkan sesuatu sehingga tak bisa kelihatan rileks."Apa yang sedang kamu pikirkan, Noah? Kenapa sejak dulu kamu selalu saja egois dan mau menangnya sendiri? Hah? Kenapa kamu tega melakukan ini semua padaku?" Aliesha bergumam dengan dirinya sendiri saat memandangi wajah tampan di depannya itu.Seandainya saja mereka dulu menjalani sebuah hubungan yang wajar dan tak terpaksa oleh keadaan masing-masing. Mungkin saja jalan ceritanya akan menjadi lain.Tapi, mau bagaimana lagi karena nasi sudah menjadi bubur.Aliesha mungkin tak pernah ditakdirkan memiliki seseorang yang benar-benar tulus bisa bersamanya."Kenapa kamu bi
Sampai kapan Noah harus meyakinkan dirinya atas apa yang baru saja ia dengar?Ya, dengan terang-terangan di hadapan banyak orang termasuk kakeknya, ia mengatakan kalau memilih Ben sebagai suaminya!Yang benar saja, kamu Aliesha!Mata Noah seolah mengatakan itu. Celakanya lagi, Aliesha seolah telah melupakan apa yang baru saja terjadi dengan keduanya semalam.Apa secepat itu hati Aliesha berubah arah dan tujuan?Noah termenung dan mematung hingga semua orang keluar ruangan. Dia tak bisa beranjak dari tempat duduknya.Ricky yang tahu kalau sepupunya itu sedang merasakan terpukul sekali, hanya bisa menghibur dan menyemangatinya agar tak terlalu larut dalam masalah ini."Sudahlah. Ini lebih baik sekarang kamu tahu bagaimana aslinya si Aliesha, daripada kamu tahu belakangan... Apa jadinya nanti kalau kamu tahu setelah kalian bersama lagi? Tuhan sedang menunjukkan siapa sebenarnya wanita itu..." Ricky tak tega meninggalkannya sendi
"Aliesha?" Lelaki tampan itu mengerjapkan kedua matanya.Entah sekarang dia sedang terhipnotis atau terkena sesuatu yang membuat pandangan matanya sedikit kabur dan blur.Gadis manja itu menganggukkan kepalanya. "Namaku memang Aliesha!" Ucapannya terdengar sedikit asing di telinga. Kenapa Aliesha jadi tidak punya malu begini memakai baju seterbuka ini di tempat umum? Benarkah ini Aliesha?!Lama-lama pandangan Benedict kembali terlihat jelas. Seketika wajah yang awalnya samar itu berubah menjadi lebih jelas lagi. "Aliesha? Kenapa kamu di sini? Apa kamu meninggalkan si kembar sendirian? Bagaimana dengan Ayahmu?" Benedict terus meracau dan membicarakan hal yang tak jelas. Gadis itu tak mau tahu dan kini sudah berada di pangkuan Benedict.Dengan lemah gemulai dia menjalarkan tubuhnya mendekati Ben. Kedua tangannya mengelus kepalanya dan seketika muncul sensasi nyaman di pikirannya.Iya, wanita ini memang benar adalah Aliesha! Istrinya sendiri.Benedict akhirnya memeluk dan menyambut pel
Ben sepulangnya dari tempat hiburan milik Eros serasa masuk ke labirin baru. Lebih rumit dan membuatnya semakin terhimpit.Satu masalah lama soal sayembara belum mereda, kini dia harus dihantui oleh masalah baru akibat kecerobohannya sendiri.Mengapa dia tak menahan diri saja agar tak mudah dipermainkan di saat kondisinya terpuruk? Mengapa tak tidur saja di rumah atau nge-gym serta berkumpul dengan keluarganya agar ia tak mudah goyah saat keinginannya tak dituruti oleh istrinya?!Dia sudah bersusah payah untuk keluar dari kecanduannya pada alkohol, semalam justru ia terjebak lagi oleh minuman haram itu."Ben? Kamu dari mana saja?" Aliesha menyambutnya dengan tatapan mata penuh kekhawatiran.Lihatlah, Ben! Itu istrimu yang cantik sempurna namun semalam kamu malah jatuh di pelukan perempuan lain yang murahan dan tak bisa menjaga diri. Apa kamu masih punya muka untuk berhadapan dengan wanita cantik yang tulus mencintaimu ini? Suara hatinya mengingatkan dan semakin membuatnya merasa bersa
Beberapa tahun kemudian..."Aku sungguh bangga kepadamu!" Kakek menepuk pundak cucu kebanggaannya yang telah berhasil membuat perusahaannya menjadi semakin besar dan sukses hingga ke kancah internasional."Terima kasih, Kakek. Ini semua tak lepas dari bantuan Kakek serta Ricky juga." Ucap Noah sambil menepuk bahu sepupunya.Keduanya memang diberikan mandat untuk memegang perusahaan milik McLaren yang tak main-main asetnya kini."Sama-sama..." Ricky nampak tersenyum dan rupanya di sebelahnya sudah ada seorang wanita cantik bertubuh seksi yang menggamit lengannya."Apalagi sejak ada Cassandra, kamu semakin bersemangat bekerja, Ricky. Tidak sia-sia perjuanganku menjodohkanmu dengan dia..." Kakeknya tertawa."Kakek, terima kasih sudah memperkenalkan saya pada Ricky. Dia adalah lelaki terbaik dan sempurna yang pernah saya ketahui..." Cassandra mengucapkannya dengan tulus.Sedangkan Noah masiih nampak diam tak bereaksi saat orang di sekelilingnya menikmati perbicangan. Sudah hampir tiga tah
Masih dengan mulut yang terkunci rapat, Tuan Martin tak bisa merespon."Apa katamu?" Itu saja kalimat yang bisa dia katakan saat tahu Noah meminta maaf padanya.Dosanya terlalu banyak, dia harus memastikan Noah meminta maaf dalam hal apa dulu ini."Iya, saya minta maaf telah menuduh Om Martin sebagai penyebab Ben celaka dalam kematiannya itu. Saya mewakili keluarga meminta maaf yang sebesar-besarnya..." Kata Noah sambil menundukkan kepala.Tuan Martin mengamati pemuda itu. Tak ada unsur yang dibuat-buat apa lagi pura-pura. Dia terlihat sangat serius dan tidak main-main.Ini di luar ekspektasinya, jelas tak mungkin seorang searogan dan sesombong Noah mau merendahkan diri untuk meminta maaf."Aku sudah tak bisa percaya apapun yang keluar dari mulutmu, McLaren!" Bentak Tuan Martin.Anehnya, Noah tak bereaksi frontal meski Tuan Martin sudah memancing amarahnya dan bahkan menghina perilakunya saat meminta maaf begitu."Apa yang harus aku lakukan sehingga Om Martin mempercayaiku?" Noah namp
Noah mendengarkan apa yang dijelaskan oleh pihak kepolisian dengan seksama. Rasanya seperti tak percaya saja dengan apa yang mereka jelaskan.Betapa dia selama ini telah merasa bersalah karena meminjam mobil sepupunya itu sementara mobilnya dikenakan oleh Ben."Tidak ada hal yang mencurigakan selain memang proses perbaikan yang belum selesai." Kata polisi itu mengulangi penjelasannya."Lalu, apa sepupu saya tahu soal mobil yang belum selesai itu?" Noah masih penasaran. "Kata pihak bengkel mobil yang menjalankan pembenahan terhadap mobil itu, korban sudah diberi tahu soal pekerjaan yang belum selesai tapi tetap saja katanya ingin dipakai secepatnya dan dia tak bisa menunggu lebih lama lagi." Jawab polisi itu.Tuan Martin dan Noah saling berpandangan karena merasa saling tuduh satu sama lain. Mertua Ben itu masih mengira kalau Noah sengaja menjebak Ben dengan membiarkan mobil yang masih setengah selesai dikerjakan itu agar dikemudikan oleh menantunya.Padahal jelas-jelas hal itu memba
"Noah, apa yang terjadi?" Aliesha bertanya sambil merangkul sosok di depannya itu.Tangannya gemetar karena membayangkan hal yang tak diinginkan."Cepat jaga Nona Aliesha!" Noah mendengar suara beberapa orang yang berlarian di lantai dua namun dia belum berani membuka pintu."Nona Aliesha, ini kami. Jangan keluar dulu karena di luar masih berbahaya." Rupanya itu adalah pengawal ayahnya."Apa yang terjadi?" Noah bertanya dari balik pintu namun masih menjaga jarak agar tak langsung berada di depan pintu. Khawatir kalau-kalau terjadi hal yang tidak diinginkan."Orang yang dulu disuruh menembak mobilmu, Noah, dia membalas akan menembak Tuan Martin. Tapi beruntunglah tembakan itu meleset dan dia sudah ditembak di tempat oleh pengawal lain..." Jelasnya."Saat kami berdua naik ke atas tadi, dia memang akan melarikan diri ke sini, jadi kami berinisiatif untuk mengamankan Nona Aliesha..." Jawab yang lain."Baik, terima kasih. Kami baik-baik saja. Tolong jaga kami selagi... kami masih di dalam
"Kesalah pahaman bagaimana?" Noah mulai terlihat menegang. Dia tak yakin akan siap dengan apa yang akan dia dengar nanti."Saat itu seingatku memang Tuan Martin sudah mengincarmu..." Bi Lastri masih menunggu reaksi Noah.Jika dia rasa nanti Noah akan bereaksi hiper, maka Bi Lastri akan berhenti bercerita."Mengincar?" Noah bertanya namun terlihat kalau dia masih ingin mendengarkan cerita selanjutnya."Setidaknya itu yang bisa aku ceritakan padamu sekarang..." Bi Lastri masih belum mau menceritakan lebih lanjut.Sepertinya memang ada hal yang masih dia tutup-tutupi. Dia ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya."Kumohon ceritakan saja sekarang, Bi. Aku tidak yakin apakah setelah ini kita memiliki waktu atau tidak untuk bertemu." Noah sengaaj menakuti Bi Lastri agar dia memang membuka semua yang ia tahu saat ini juga."Apa maksudmu? Apa setelah ini kamu mau pergi dari sini?" Bi Lastri tentu terkejut."Iya..."Langit yang tadi gelap kini sudah berubah lebih mencekam karena badai yang dira
Noah berjalan keluar dari kamar Aliesha.Pikirannya masih kalut dan berkabut. Antara diri dan nafsunya saling bertarung. Tak seharusnya di saat-saat berkabung begini dia mencari-cari kesempatan untuk mendekati adik iparnya itu."Noah, kamu belum tidur rupanya..." Bi Lastri tampak kaget ketika keluar dari kamar Tuan Martin dan bertemu dengan Noah yang juga baru saja keluar dari kamar Aliesha."Aku? Aku tidak mungkin tidur jam segini. Lagipula Aliesha sudah tertidur jadi aku pikir lebih baik aku keluar dan... sebenarnya aku ingin bicara denganmu!" Kata Noah.Bi Lastri langsung meletakkan telunjuknya di antara dua bibirnya."Sebaiknya jangan di sini. Ayo, kita turun ke bawah saja!"Bi Lastri mengajaknya untuk segera mencari tempat yang lebih privat untuk bicara. Noah tentu saja menurut dan mengikutinya.Setelah mereka sampai di pavilion bawah, Bi Lastri memastikan tidak ada orang yang mengikuti mereka.Lalu dia membuka dan masuk ke dalamnya."Aku sebenarnya ingin mengatakan sesuatu!" Bi
Setelah mendengar permintaan Aliesha untuk membiarkan Noah menemaninya di rumahnya, tentu saja Tuan Martin semakin meradang.Matanya melotot dan menunjuk-nunjuk anak perempuannya itu."Apa maumu? Kamu sudah memasukkan kembali racun dan duri ke dalam rumahku!" Tuan Martin tidak terima.Baginya kalau boleh memilih, hanya Benedict saja yang ia anggap sebagai menantu. Meski dia juga sama-sama berasal dari keluarga musuh bebuyutannya."Aku tidak salah dalam meminta, Ayah. Aku ingin Noah tinggal bersamaku di sini." Aliesha menyeret kopernya dan dibawanya masuk ke dalam dengan susah payah."Noah, kenapa kamu diam saja? Ikuti aku!" Noah hampir tak percaya dengan apa yang baru saja dia saksikan. Baru beberapa detik yang lalu Aliesha seolah menjadi singa yang kepalaran dan hampir mati dengan tak punya tenaga melawan.Kini, tiba-tiba mantan istrinya itu sudah menjelma seperti singa wanita yang pemberani dan siap melawan apapun yang menghadangnya.Noah melihat sekilas wajah Ayah Aliesha yang mas
Aliesha mengaitkan kedua lengannya dan melipatnya di depan dada.Ada rasa berat saat dirinya meninggalkan rumah ini sekarang. Dulu, dia bersikeras ingin segera pergi dari sini dan meneruskan hidupnya di rumah yang berhasil ia bangun dengan mimpinya sambil membesarkan usaha yang dia rintis.Kini, entah sejak kapan rasa memiliki itu mulai muncul.Rasanya berat saat Ben sudah tak ada lagi. Apakah dia masih bisa menyebut sebuah bangunan itu sebagai sebuah rumah? Rasanya tidak saat Ben tak ada lagi di dalamnya.Dan tempat terakhir yang Aliesha rasakan sebagai rumah adalah rumah Kakek, yang dirinya akhrinya terusir juga untuk pergi.Memang tak ada yang abadi di dunia ini.Aliesha tahu itu."Apa kamu baik-baik saja?" Suara Noah yang lagi-lagi membuatnya kembali menjejakkan angannya ke bumi.Wanita berbaju hoodie yang ukurannya oversize itu hanya mengangguk dan sorot matanya kosong.Saat ini, Noah juga sama-sama hancur tapi satu hal yang dia pegang yaitu kalimat Ben yang menitipkan Aliesha se
"Aku tidak mau tahu, suruh perempuan itu pergi dari ini!" Suara kakek menggelegar sehari setelah Ben dimakamkan.Tangannya sampai gemetaran saat mengucapkan hal itu pada pengawal dan beberapa orang pembantunya."Tapi, Tuan..." Itu kalimat yang ingin disampaikan oleh pembantu, tapi tetap saja dia tak berani berkata apa-apa karena majikannya lah yang menggaji setiap bulan.Untuk sementara dia harus berdiam diri dan tidak menyanggah apapun yang diperintahkan oleh sang majikan."Cepat kemasi barang-barangnya dan aku tidak mau melihatnya keluyuran di sini lagi!" Kakek semakin membabi buta dan marah sejadi-jadinya."Ba-baik Tuan, kami akan membawanya pergi dari sini.""Jangan sampai ada satu barangnya yang tertinggal. Aku tidak mau di rumahku bau keringat dan jejaknya tersisa di sini. Cepat lakukan!" Kakek bertitah dan kemudian masuk kembali ke ruang kerjanya untuk menyendiri.Baginya kehilangan Ben seperti kehilangan nyawanya sendiri. Seumur hidupnya, cucu yang satu ini teramat menurut dan